Anda di halaman 1dari 14

Tugas Makalah Dosen pengampu

Ekonomi Syariah
Hidayati Nasrah, S.E, M. Acc, Ak

Transaksi yang Dilarang Dalam Islam

Oleh: Kelompok 3

1. Andi Besse Choirunnisa


2. Dwi Putri Islami
3. Fauziyyah Tamrin
4. Laily Alvita Hamdi
5. Nur Meiza
6. Ripka Miski Zakiyah
7. Sonia Aprilia
8. Tri Septawela

PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

1
TAHUN 2020

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kita telah mengetahui dua kaidah hukum asal dalam syari’ah. Dalam ibadah,
kaidah hukum yang berlaku adalah bahwa semua hal dilarang, kecuali yang ada
ketentuannya berdasarkan al-qur’an dan al-hadis. Sedangkan dalam urusan
muamalah, semuanya diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarang. Ini berarti
ketika suatu transaksi baru muncul dan belum dikenal sebelumnya dalam hukum
islam, maka transaksi tersebut di anggap dapat diterima, kecuali terdapat implikasi
dari dalil Al-quran dan hadis yang melarangnya, baik secara eksplisit maupun
implisit.

Dengan demikian, dalam bidang mu’amalah, semua transaksi dibolehkan


kecuali yang diharamkan. Perubahan dan perkembangan yang terjadi dewasa ini
menunjukkan kecenderungan yang cukup memprihatinkan, namun sangat menarik
untuk dikritisi. Praktek atau aktivitas hidup yang dijalani umat manusia di dunia pada
umumnya dan di Indonesia pada khususnya, menunjukkan kecenderungan pada
aktivitas yang banyak menanggalkan nilai-nilai atau etika ke-Islaman, terutama dalam
dunia bisnis. Padahal secara tegas Rasulullah pernah bersabda bahwa perdagangan
(bisnis) adalah suatu lahan yang paling banyak mendatangkan keberkahan. Dengan
demikian, aktivitas perdagangan atau bisnis nampaknya merupakan arena yang paling
memberikan keuntungan. Namun harus dipahami, bahwa praktek-praktek bisnis yang
seharusnya dilakukan setiap manusia, menurut ajaran Islam, telah ditentukan batasan-
batasannya. Oleh karena itu, Islam memberikan kategorisasi bisnis yang
diperbolehkan (halal) dan bisnis yang dilarang (haram).

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah dapat


diuraikan sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep jual beli yang dilarang dalam Islam ?

2. Macam macam Jual beli yang dilarang ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Jual Beli Yang Dilarang Dalam Islam


Islam adalah agama yang syamil, yang mencangkup segala
permasalahan manusia, tak terkecuali dengan jual beli. Jual beli telah
disyariatkan dalam Islam dan hukumnya mubah atau boleh, berdasarkan Al
Quran, sunnah, ijma’ dan dalil aqli. Allah Swt membolehkan jual-beli agar
manusia dapat memenuhi kebutuhannya selama hidup di dunia ini.
Namun dalam melakukan jual-beli, tentunya ada ketentuan-ketentuan
ataupun syarat-syarat yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar. Seperti
jual beli yang dilarang yang akan kita bahas ini, karena telah menyelahi aturan
dan ketentuan dalam jual beli, dan tentunya merugikan salah satu pihak, maka
jual beli tersebut dilarang.
Bila telah dipahami bahwa hukum asal setiap perniagaan adalah halal,
maka hal yang semestinya dikenali adalah hal-hal yang menjadikan suatu
perniagaan diharamkan dalam Islam. Karena hal-hal yang menyebabkan suatu
transaksi dilarang sedikit jumlahnya, berbeda halnya dengan perniagaan yang
dibolehkan, jumlahnya tidak terbatas.
Konsep Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain
ditinjau dari segi sah atau tidak sah dan terlarang atau tidak terlarang.
Kemudian konsep jual beli yang dilarang pelbagai jenis sesuai dengan cabang-
cabangnya dan sifatnya. Hal ini dapat dibagi kedalam :
1. Ditinjau dari sudut rusak syarat akad,
2. Ditinjau dari sudut rusak syarat sah. 1

1
Syeikh Hassan Ayob, Fiqh Muamalah, (Puchong, Sel.: Berlian Publications SDN. BHD., Cet.
Pertama, 2008), hlm 309.

1
B. Macam- Macam Jual Beli Yang di Larang
Suatu transaksi bisa digolongkan dalam transaksi yang apabila di
dalamnya mengandung unsur-unsur berikut:
1. Haram zatnya (haram li-zatihi)
2. Haram selain zatnya (haram li gairihi)
3. Tidak sahnya (lengkap) akadnya
Adapun penjelasan dari transaksi-transaksi yang diharamkan tersebut adalah:

1. Transaksi yang dilarang karena zatnya

Transaksi dilarang karena objek (barang dan/atau jasa) yang


ditransaksikan juga dilarang, misalnya minuman keras, bangkai, daging babi, dan
sebagainya. Jadi, transaksi jual beli minuman keras atau barang yang diharamkan
dalam Islam adalah haram, walaupun akad jual belinya sah. Sebagaimana fiman
Allah SWT dalam An-Nahl ayat 115 “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan
atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan
menyebut nama selain Allah; tetapi Barangsiapa yang terpaksa memakannya
dengan tidak Menganiaya dan tidak pula melampaui batas, Maka Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dan Hadis Rasulullah saw.

َ َ‫ َبلَ َغ عُ َم َر اَ َّن َس ْم َرةَ ب‬:‫ال‬ ِ ‫سر‬


.َ‫ قَ ا تَ َل اهللُ َس ْم َرة‬:‫ال‬
َ ‫ َف َق‬, ‫اع َخ ْم ًرا‬ َ َ‫ض َي اهللُ َع ْن ُه َم ا ق‬ َ ٍ ‫َع ِن ابْ ِن َعبَّا‬
ُّ ‫ت َعلَْي ِه ُم‬
‫الش ُح ْر ُم‬ َ َ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ق‬
َ ‫ ُح ِّر َم‬,‫"ل ََع َن اهللُ الَْي ُه ْو َد‬:‫ال‬ ِ
َ ‫َم َي ْعلَ ْم اَ َّن َر ُس ْو ُل اهلل‬
ْ ‫اَل‬
"‫فَ َج َملُ ْو َها َفبَا عُ ْو َها‬

Diriwayatkan dari Ibn Abas r.a.: Telah sampai berita kepada Umar
bahwa Samurah menjual tuak. Kemudian Umar berkata, “semoga Allah
memerangi Samurah, tidak tahukah dia bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah

1
mengutuki orang-orang Yahudi. Telah diharamkan atas mereka lemak, maka
mereka memaksanya untuk dicairkan, kemudian menjualnya.”

2. Haram selain zatnya (haram li gairihi):


1. Melanggar prinsip ‘an-taradin minkum yaitu Penipuan (Tadlis)
Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan
antara kedua belah pihak (sama-sama rida). Mereka harus mempunyai
informasi yang sama sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi
(ditipu) karena ada sesuatu yang di mana salah satu pihak tidak
mengetahui informasi yang diketahui pihak lain,ini disebut tadlis, dan
tadlis dapat terjadi dalam 4 (empat)hal, yaitu:
a. Kuantitas, tadlis dalam kuantitas contohnya adalah pedagang yang
mengurangi takaran (timbangan) barang yang dijualnya.
b. Kualitas, tadlis dalam kualitas contohnya adalah penjual yang
menyembunyikan cacat barang yang ditawarkannya. Dalam tadlis
kualitas terdapat dua bentuk yaitu yang pertama dengan cara
menyembunyikan cacat yang ada pada barang yang bersangkutan, dan
yang kedua dengan menghiasi atau memperindah barang yang ia jual
sehingga harganya bisa naik dari biasanya.
c. Harga, tadlis dalam harga contohnya adalah memanfaatkan
ketidaktahuan pembeli akan harga pasar dengan menaikan harga
produk di atas harga pasar.
d. Waktu penyerahan, tadlis dalam waktu penyerahan contohnya adalah
petani buah yang menjual buah diluar musimnya padahal petani
mengetahui bahwa dia tidak dapat menyerahkan buah yang
dijanjikannya itu pada waktunya.

Adapun dasar hukum tentang larangan penipuan (tadlis)


terhadap bertransaksi adalah sebagai berikut:
1. Al-Baqarah ayat 42

1
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan
yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu,
sedang kamu mengetahui.”
2. An-Nahl ayat 105
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan,
hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat
Allah, dan mereka Itulah orang-orang pendusta.”
3. Hadis nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a

‫ فَاَ ْد َخ َل‬,‫ص ْب َر ِة طَ َع ٍام‬ ِ ِ ِ


َ ‫ اَ َّن َر ُس ْو ُل اهلل‬:ُ‫َع ْن اَبِى ُه َر ْي َر َة َرض َي اهللُ َع ْن ه‬
ُ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َم َّر َعلَى‬
ِ ‫ "ما ه َذا يا‬:‫ال‬ ْ ‫ َفنَال‬,‫يَ َدهُ فِ ْي َها‬
‫الس َماءُيَ َار ُس ْو َل‬
َّ ُ‫ص َاب ْيه‬ َ ‫ب الطَّ ّع ِام؟" َف َق‬
َ َ‫ ا‬:‫ال‬ َ َ َ َ َ ‫ َف َق‬, ‫صابِعُهُ َبلَاًل‬
َ ‫صا ح‬ َ َ‫َت ا‬

"‫س ِمنِى‬
َ ‫ش َفلَْي‬
َّ َ‫َّاس؟ َم ْن غ‬ ِ َّ
ُ ‫ "اَفَاَل َج َعلْتَهُ َف ْو َق الط َعام َك ْي َي َراهُ ا الن‬:‫ال‬
ِ
َ َ‫ق‬,‫اهلل‬

Diriwayatkan Abu Huraira r.a: Rasulullah saw. pernah lewat dihadapan orang yang
menjual setumpuk makanan. Lalu beliau memasukkan tangannya kedalam tumpukan
makanan itu, ternyata tangan beliau mengenai makanan basah di dalamnya.
Kemudian beliau bertanya kepada orang itu, “mengapa ini basah wahai penjual
makanan?” Orang itu menjawab, “Makanan yang di dalam itu terkena hujan wahai
Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa tidak kamu letakkan di atasnya supaya
diketahui oleh orang yang akan membelinya? Barang siapa menipu, dia bukan dari
golonganku.”

2. Melanggar prinsip la tazlimuna wa la tuzlamun:


a. Garar
Garar artinya keraguan, atau tindakan yang bertujuan untuk
merugikan pihak lain. Suatu akad mengandung unsur Garar, karena
tidak ada kepastian, baik mengenai ada atau tidak ada objek akad,
besar kecilnya jumlah maupun menyerahkan akad tersebut.

1
Garar disebut juga tagrir adalah situasi di mana terjadi
incomplete information karena adanya ketidakpastian dari kedua belah
pihak yang bertransaksi. Dalam tadlis yang terjadi adalah pihak yang
satu tidak mengetahui apa yang diketahui pihak yang lain. Sedang
dalam gharar atau tagrir, baik pihak yang satu dengan yang lainnya
sama-sama tidak mengetahui sesuatu yang ditransaksikan.
Larangan jual beli Garar dalam hadis yang diriwayatkan Abu
Hurairah r.a.

‫ص ا ِة َو َع ْن‬
َ ‫ْح‬
ِ
َ ‫صلَّى اهللُ ّعلَْيه َو َسلَّ َم َع ْن َب ْي ِع ال‬
ِ
َ ‫ " َن َهى َر ُس ْو ُل اهلل‬:‫ال‬
ِ ‫َعن اَبِى ُهر ْير َة ر‬
َ َ‫ض َي اهللُ َع ْنهُ ق‬ َ َ َ ْ

"‫َب ْي ِع الْغَ َر ِر‬

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.: Rasulullah saw. melarang jual beli
dengan cara melempar krikil kepada barang yang dibelinya dan melarang menjual
barang yang tidak jelas rupa dan sifatnya (bai’ al-gharar).

b. Ihtikar (Penimbunan barang)


Penimbunan adalah membeli sesuatu yang dibutuhkan
masyarakat, kemudian menyimpannya, sehingga barang tersebut
berkurang dipasaran dan mengakibatkan peningkatan harga.
Penimbunan seperti ini dilarang karena dapat merugikan orang lain
dengan kelangkaannya/sulit didapat dan harganya yang tinggi. Dengan
kata lain penimbunan mendapatkan keuntungan yang besar di bawah
penderitaan orang lain. Larangan menimbun harta juga terdapat dalam
Hadis nabi sebagai beriku:

ِ ِ ِ ِ
ِ ‫اهلل ر‬
‫احتَ َك َر‬ َ : ‫ص لَّى اهللُ ّعلَْي ه َو َس لَّ َم‬
ْ ‫"م ْن‬ َ ‫ال َر ُس ْو ُل اهلل‬
َ َ‫ ق‬:‫ال‬
َ َ‫ض َي اهللُ َع ْن هُ ق‬ َ ‫َع ْن َم ْع َم ِربْ ِن َع ْبد‬
ِ ‫َفهو َخ‬
" ‫اطِئ‬ َُ

1
Diriwayatkan dari Ma’mar bin ‘Abdillah r.a., dari Rasulullah saw.: beliau bersabda,
“Barang siapa menimbun (barang pokok), dia bersalah (berdosa)”.

c. Reakayasa permintaan (Bai‘an Najsy)


Rekayasa permintaan yaitu produsen atau pembeli
menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan
terhadap suatu produk sehingga harga jual produk tersebut akan naik.
Dasar hukum terhadap larangan bai’an najsy terdapat dalam Hadis
Nabi:

ِ ِ ِ
ْ ‫صلَّى اهللُ ّعلَْيه َو َسلَّ َم َن َهى َع ِن الن‬
ِ ‫َّج‬
"‫ش‬ َ ‫ "اَ َّن َر ُس ْو ُل اهلل‬:‫َع ِن ا بْ ِن عُ َم َر َرض َي اهللُ َعْن ُه َما‬

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar r.a.: Rasulullah saw melarang najsy (penipuan yaitu
menawar tinggi dengan maksu membeli, tetapi untuk menaikkan penawaran orang
lain).

d. Riba
Riba adalah penyerahan pergantian sesuatu dengan sesuatu
yang lain, yang tidak dapat terlihat adanya kesamaan menurut
timbangan syara’ pada waktu akad-akad, atau disertai mengakhirkan
dalam tukar menukar atau hanya salah satunya.
Dasar hukum tentang larangan riba sangatlah banyak baik
dalam al-Qur’an maupun Hadis Nabi, diantaranya adalah sebagai
berikut:
Surat Al-Baqarah ayat 275
‘Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba.orang-orang yang telah sampai kepadanya

1
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.orang yang kembali
(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya. ‘
Rasulullah mengajarkan agar para pedagang senantiasa
bersikap adil, baik, kerja sama, amanah, tawakkal, qanaah, sabar dan
tabah2 sebaliknya beliau juga menasehati agar pedagang meninggalkan
sifat kotor perdagangan yang hanya memberikan keuntungan sesaat,
tetapi merugikan diri sendiri duniawi dan ukhrawi. Akibatnya
kredibilitas hilang, pelanggan lari, dan kesempatan berikutnya sempit.3
Dalam praktik riba seseorang berusaha memenuhi kebutuhan
orang yang ingin meminjam harta, tetapi di saat yang sama ia
mengharuskan kepada orang yang meminjam itu untuk memberi
tambahan yang nanti akan di ambilnya, tampa ada imbalan darinya
berupa kerja dan tidak pula saling memikirkan.4

e. Perjudian (Maysir)
Transaksi perjudian adalah transaksi yang melibatkan dua
pihak atau lebih, di mana mereka menyerahkan uang/harta kekayaan
lainnya, kemudian mengadakan permainan tertentu, baik dengan kartu,
adu ketangkasan, tebak sekor bola, atau media lainnya. Pihak yang
menang berhak atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi
para pesertannya. Sebaliknya, bila dalam permainan itu kalah, maka
uangnya pun harus direlakan untuk diambil oleh pemenang.
Allah telah melarang judi (maysir) sebagaimana firma-Nya
dalam surat Al-Ma’idah ayat 90

2
Muhammad Akram Khan, Economic Teaching of Prophet Muhammad (Islamabad: IIIE & IPS, 198),
Hal 133
3
Ibid, hal 136
4
Akdmad Mujahidin, Ekonomi Islam (Jakarta, 2014) hal 173

1
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.

f. Suap-menyuap (Risywah)
Yang dimaksud dengan perbuatan risywah adalah memberi
sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan
haknya. Suap dilarang karena suap dapat merusak sistem yang ada di
dalam masyarakat, sehingga menimbulkan ketidakadilan sosial dan
persamaan perlakuan. Pihak yang membayar suap pasti akan
diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar.
Allah telah melarang pebuatan risywah atau suap-menyuap
sebagaimana dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 188:
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian
yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah)
kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui”.

3. Tidak sahnya (lengkap) akadnya


Suatu transaksi tidak masuk kategori haram li gairihi maupun la
tazlimuna wa la tuzlamun, belum tentu halal. Masih ada kemungkinan
transaksi tersebut menjadi haram bila akad transaksi itu tidak sah atau tidak
lengkap. Suatu transaksi dapat dikatakan tidak sah dan/atau tidak lengkap
akadnya, bila terjadi salah satu atau lebih faktor-faktor berikut:
1) Terjadi ta‘alluq (jual beli bersyarat)
Ta‘alluq terjadi apabila ada dua akad saling dikaitkan di
mana berlakunya akad pertama tergatung pada akad kedua,

1
sehingga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya rukun (sesuatu
yang harus ada pada akad) yaitu abjek akad.
Adapun dasar hukum larangan jual beli bersyarat,
sebagaimana dalam Hadis yang diriwayatkan Al-Thabarani

"‫صلَّى اهللُ ّعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َع ْن َب ْي ٍع َو َش ْر ٍط‬ ِ


َ ‫" َن َهى َر ُس ْو ُل اهلل‬

“Rasulullah saw. melarang jual beli dengan syarat.”

2) Two in in one (safqatain fi al-safqah)


Two in in one atau safqatain fi al-safqah adalah kondisi di
mana satu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus, sehingga
terjadi ketidakpastian mengenai akad mana yang harus
digunakan (berlaku). Contoh dari two in in one atau safqatain fi
al-safqah adalah transaksi sewa-beli. Dalam transaksi ini terjadi
ketidakjelasan dalam akad, karena tidak diketahui akad mana
yang berlaku akad jual beli atau akad sewa.
Adapun dasar hukumnya adalah sebagaimana Hadis yang
diriwayatkan ‘Amr ibn Syu’aib r.a.,

"‫س ِع ْن َد َك‬
َ ‫ض َم ْن َوالََب ْي ُع َمال َْي‬
ِ ِ ٌ َ‫"الَيَ ِح ُّل َسل‬
ْ ‫ف َو َب ْي ُع َوالَ َش ْرطَان فى َب ْي ٍع َوالَ ِربْ ُح َمال‬
ْ َ‫َم ي‬

“Tidak dihalalkan meminjam dan menjual, dua syarat dalam satu transaksi jual beli,
keuntungan yang belum dapat dijamin, dan menjual sesuatu yang bukan milikmu.”

1
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa ada 3 dasar
utama suatu transaksi bisa digolongkan dalam transaksi-transaksi yang haram,
sehingga kita harus berhati-hati dalam melukakukan suatu transaksi.
Kita harus melihat terlebih dahulu apakah transaksi yang akan kita
lakukan benar-benar halal dari sisi zatnya, hal-hal di luar zat itu sendiri dan
akadnya, sehimgga segala transaksi yang kita lakukan bisa hal dan diridhoi
Allah swt.
3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah kelompok kami ini membuat teman
teman sekalian paham akan transaksi yang dilarang dalam isla dan kami
berharap teman teman juga mengaplikasikannya di kehidupan sehari2 dan
juga tidak melakukan transaksi yang dilarang ini
Dan juga kami harap teman teman paham akan ini walaupun
pembelanjaran kita digantikan dengan online, semoga kedpannya kita diberi
kesehatan dan masalah ini cepat berlalu sehingga bisa melaksanakan kuliah
dengan semestinya.

1
DAFTAR PUSTAKA
Syeikh Hassan Ayob, Fiqh Muamalah, (Puchong, Sel.: Berlian Publications
SDN. BHD. Cet. Pertama,2003
Muhammad Akram Khan, Economic Teaching of Prophet Muhammad
(Islamabad: IIIE & IPS, 198)
Mujahidin, Akhmad. Ekonomi Islam: sejarah, konsep, instrument,Negara dan
pasar/H. Akhmad Mujahidin.-Ed. Revisi- Cet 3.-Jakarta:Rajawali Pers,2014

Anda mungkin juga menyukai