Anda di halaman 1dari 17

JUAL BELI DAN KHIYAR DALAM ISLAM

Kelompok 4 :
1. M. Usman Saputra (12)
2. Nabila Permatasari (15)
3. Yuliar Bayu Anggoro (24)

SMK NEGERI ROWOKANGKUNG


Jl. Mayjend Soekertyo – Rowokangkung – Lumajang
2022
A. Pengertian Jual Beli dan Dasar Hukum Jual Beli
1. Penegertian jual beli
Sebelum mengkaji secara luas dalam kehidupan sehari – hari, salah
satu cara untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan usaha
perdagangan atau jual beli, untuk terjadinya usaha tersebut diperlukan
adanya hubungan timbal balik antara penjual dan pembeli. Jual beli
adalah saling tukar menukar antara benda dengan harta, benda atau
harta, benda dengan uang ataupun saling memberikan sesuatu kepada
pihak lain, dengan menerima imbalan terhadap benda tersebut dengan
menggunakan transaksi yang didasari saling ridha yang dilakukan
secara umum.
2. Dasar hukum jual beli
Berdasarkan permasalahan yang dikaji menyangkut masalah hidup
dan kehidupan ini, tentunya tidak terlepas dari dasar hukum yang akan
kita jadikan sebagai rujukan dalam menyelesaikan permasalahan yang
akan dihadapi. Jual beli sudah dikenal masyarakat sejak dahulu yaitu
sejak zaman para Nabi. Sejak zaman itu jual beli dijadikan kebiasaan
atau tradisi oleh masyarakat hingga saat ini. Adapun dasar hukum
yang disyari’atkannya jual beli dalam islam yaitu:
a. Al-Qur’an
Manusia hidup didunia secara individu mempunyai kebutuhan –
kebutuhan yang harus dipenuhi, baik itu berupa sandang, pangan
papan dan lain sebagainya.kebutuhan seperti itu tidak pernah
terputus dan tidak pernah terhenti selama manusia itu hidup. oleh
karena itu, tidak ada satu hal pun yang lebih sempurna dalam
memenuhi kebutuhan itu selain dengan cara pertukaran, yaitu
dimana seorang memberikan apa yang ia miliki untuk kemudian ia
memperoleh sesuatu yang berguna dari orang lain sesuai
kebutuhan.
Jual beli ini adalah suatu perkara yang telah dikenal masyarakat
sejak zaman dahulu yaitu sejak zaman para Nabi hingga saat ini. dan
Allah mensyariatkan jual beli ini sebagai pemberian keluangan dan
keleluasaan dari-Nya untuk hambahamba-Nya itu dalam surat tentang
diperbolehkan jual beli ini didasarkan pada Firman Allah yang berbunyi:
Q.S. al-Baqarah ayat: 275

‫َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ ٰبوا‬


Artinya: Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Maksud dari potongan ayat ini yaitu bisa jadi merupakan bagian
dari perkataan mereka (pemakan riba) dan sekaligus menjadi bantahan
terhadap diri mereka sendiri. Artinya, mereka mengatakan hal tersebut
(Innam al-bai’u matsalu al-riba) padahal sebenarnya mereka mengetahui
bahwasanya terdapat perbedaan antara jual beli dan riba. Dia maha
mengetahui lagi maha bijaksana, tidak ada yang dapat menolak
ketetapan-Nya dan Allah tidak dimintai pertanggungjawaban. Dialah
yang maha mengetahui segala hakikat dan kemaslahatan persoalan apa
yang bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya maka dia akan
membolehkannya bagi mereka. kasih sayang Allah kepada para hamba-
Nya lebih besar daripada sayangnya seorang ibu kepada anak bayinya.
Kemudian di dalam surat An-Nisa ayat 29 Allah SWT berfirman:

ِ َ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا اَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب‬
َ ‫اط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُك ْو َن تِ َج‬
ً‫ارة‬
‫ان بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬ َ ‫اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َك‬
ٍ ‫َع ْن تَ َر‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka diantara
kamu.
Ayat ini memberikan kesan bahwa dikehidupan konsekuensi iman
dan konsekuensi sifat, yang dengan sifat itu Allah memanggil mereka
untuk dilarang dari memakan harta sesama secara batil, meliputi semua
cara mendapatkan harta yang tidak diizinkan atau tidak diberkenankan
Allah. yakni dilarang olehnya diantara dengan cara menipu, menyuap,
berjudi, menimbun barang-barang kebutuhan pokok untuk menaikkan
harganya, serta sebagai pemukanya adalah riba.
Terdapat ayat lain dalam Qur’an Surat Al-Jumuah ayat 10:

‫ فَا ْنتَشر ُْوا فى ااْل َرْ ض وا ْبتَ ُغ ْوا م ْن فَضْ ل هّٰللا‬vُ‫فَا َذا قُضيت الص َّٰلوة‬
ِ ِ ِ َ ِ ِ ِ ِ َِ ِ
‫ هّٰللا َ َكثِ ْيرًا لَّ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِح ُْو َن‬v‫َو ْاذ ُكرُوا‬
Artinya: Apabila telah ditunaikan shalat, Makabertebaranlah kamu di
muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-
banyak supaya kamu beruntung.
Maksud dari potongan ayat ini, Inilah keseimbangan yang menjadi
ciri khas dari manhaj Islami. Yaitu keseimbangan antara tuntutan
kehidupan dunia yang terdiri dari pekerjaan, kelelahan, aktivitas dan
usaha dengan proses ruh yang kenan berserah diri dalam beribadah dan
meninggalkan sejenak suasana yang menyibukkan dan melalaikan itu
disertai dengan konsentrasi hati dan kemurniannya dalam berzikir. Ia
sangat penting bagi kehidupan, hati, dimana tanpanya hati tidak mungkin
memiliki hubungan, menerima, dan menunaikan beban-beban amanat
yang besar itu. yaitu berzikir kepada allah di selah-selah aktivitas.
Jadi, ketiga ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT,
memperbolehkan kepada manusia untuk melaksanakan transaksi jual beli
demi memenuhi kebutuhan hidupnya.Akan tetapi tentu saja transaksi jual
beli itu harus sesuai dengan koridor atau ketentuan yang telah Allah SWT
berikan. Dan Allah menyerukan kepada manusia agar mencari
karuniannya dan selalu ingat kepadanya.
b. Hadish
Hadis yang menerapkan tentang jual beli yaitu:
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه‬ َ ‫هللا‬ ِ ‫ُول‬ َ ‫َع ْن َجابِ ِر اب ِْن َع ْب ِد هللاِ َأنَّهُ َس ِم َع َرس‬
‫ح َوهُ َو بِ َم َّكةَ ِإ َّن هللاَ َو َرس ُْولَهُ َح َّر َم بَ ْي َع‬ ِ ‫َو َسلَّ َم يَقُ ْو ُل َعا َم ْالفَ ْت‬
َ ‫ارس ُْو َل هللاِ َأ َرَأي‬
‫ْت‬ َ َ‫ْال َخ ْم ِر َو ْال َم ْيتَ ِة َو ْال ِخ ْن ِزي ِْر َواَألصْ نَ ِام فَقِي َْل ي‬
‫د‬vُ ‫ُطلَى بِهَا ال ُّسفُ ُن َويُ ْدهَ ُن بِهَا ْال ُجلُ ْو‬ ْ ‫ُشح ُْو ُم ْال َم ْيتَ ِة فَِإنَّهُ ي‬
ِ‫ُول هللا‬ َ ‫ال َرس‬ َ َ‫ال الَ هُ َو َح َرا ٌم ثُ َّم ق‬ َ َ‫ فَق‬. ُ‫َويَ ْستَصْ بِ ُح بِهَا النَّاس‬
‫ك قَاتَ َل هللاُ ْاليَه ُْو َد ِإ َّن هللاَ َع َّز‬ vَ ِ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِع ْن َد َذال‬ َ
.ُ‫َو َج َّل لَ َّما َح َّر َم َعلَ ْي ِه ْم ُشح ُْو ُمهَا َأجْ َملُ ْوهُ ثُ َّم بَا ُع ْوهُ فََأ َكلُ ْوا ثَ ُمنَه‬
‫– رواه الجماعة‬
Artinya: Dari Jabir bin Abdullah r.a bahwasanya ia mendengar Rasululloh
bersabda pada tahun kemenangan di Mekah: Sesungguhnya Allah dan Rasul-
Nya mengharamkan menjual minuman yang memabukkan (Khamr), bangkai,
babi dan berhala. Lalu ada orang bertanya, “ya, Rasululloh bagai manakah
tentang lemak bangkai, karena dipergunakan mengecat perahu-perahu supaya
tahan Air, dan meminyaki kulit-kulit, dan orang-orang mempergunakannya,
untuk penerangan lampu ? beliau menjawab, “ tidak boleh, itu haram”
kemudian diwaktu itu Rasulullah saw., bersabda: Allah melaknat orang-orang
yahudi, sesungguhnya Allah tatkala mengharamkan lemaknya bagi mereka,
mereka cairkan lemak itu kemudian dijualnya kemudian mereka makan
harganya (HR Bukhari).
Berdasarkan uraian hadits di atas dapat di simpulkan bahwa
manusia yang baik memakan suatu makanan adalah memakan hasil usaha
tangannya sendiri. Maksudnya, apabila kita akan menjual atau membeli
suatu barang, yang diperjual belikan harus jelas dan halal, dan bukan
milik orang lain, melainkan milik kita sendiri. Allah melarang menjual
barang yang haram dan najis, maka Allah melaknat orang-orang yang
melakukan jual beli barang yang diharamkan, seperti menjual minuman
yang memabukkan (Khamr), bangkai, babi lemak bangkai dan berhala.
c. Dasar hukum Ijma’
Para ulama fiqih dari dahulu sampai dengan sekarang telah sepakat
bahwa pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

Kaidah yang telah diuraikan di atas dapat dijdikan dasar atau hujjah
dalam menetapkan hukum berbagai masalah berkenaan dengan keuangan
syariah. Dari dasar hukum sebagaimana tersebut di atas bahwa jual beli
itu adalah hukumnya mubah.Artinya jual beli itu diperbolehkan asal saja
di dalam jual beli tersebut memenuhi ketentuan yang telah ditentukan di
dalam jual beli dengan syarat-syarat yang sesuaikan dengan hukum Islam.
Agama Islam melindungi hak manusia dalam pemilikan harta yang
dimilikinya dan memeberi jalan keluar untuk masing-masing manusia
untuk memiliki harta orang lain dengan jalan yang telah ditentukan,
sehingga dalam Islam perinsip perdagangan yang diatur adalah
kesepakatan keduabelah pihak yaitu penjual dan pembeli. sebagaimana
yang telah digariskan oleh prinsip muamalah adalah sebagai berikut.
1. Prinsip Kerelaan
2. Prinsip bermanfaat
3. Prinsip tolong menolong
4. prinsip tidak terlarang

B. Rukun dan Syarat Jual Beli


Sebagai salah satu dasar jual beli, rukun dan syarat merupakan hal
yang terangat penting, sebab tanpa rukun dan syarat maka jual beli
tersebut tidak sah hukumnya. Olehkarena itu Islam telah mengatur
tentang rukun dan syarat jual beli itu, antara lain.
1. Rukun jual beli
Jual beli dianggap sah apabila sudah terpenuhi rukun dan
syaratnya.Maksudnya adalah, apabila seseorang akan melakukan Jual
beli harus memenuhi syaratsyarat tertentu. Unsur-unsur yang
menyebabkan sahnya jual beli terpenuhi. Adapun rukun yang
dimaksud dapat dilihat dari pendapat ulama di bawah ini adalah:
a. Adanya penjual dan pembeli
b. adanya barang yang diperjualbelikan
c. Sighat (kalimat ijab qabul)
Jadi sebagaiman yang telah disebutkan di atas bahwa jika suatu
pekerjaan tidak terpenuhi rukun-rukunnya maka pekerjaan itu akan
batal karena tidak sesuai dengan syara’ begitu juga dalam hal jual beli
harus memenuhi ketiga rukun-rukun tersebut.
2. Syarat jual beli
Dari ketiga rukun jual beli yantg telah penulis uraikan di atas masing -
masing mempunyai persyaratansebagai berikut:
a. Al-Muta’aqidain (penjual dan pembeli)
Para ulama sepakat bahwa orang yang melakukan aqad jual
beli (penjual dan pembeli) harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut.
1) Baligh
Baligh berarti sampai atau jelas, yakni anak-anak yang
sudah sampai pada usia tertentu yang menjadi jelas baginya segala
urusan atau persoalan yang dihadapi. Pikirannya telah mampu
mempertimbangkan atau memperjelas mana yang baik dan mana
yang buruk.
Jual beli yang dilakukan anak kecil yang belum berakal dan
orang gila hukumnya tidak sah.adapun anak kecil yang
mumayyiz, menurut ulama Hanafiah, jika akad yang dilakukan
membawa keuntungan bagi dirinya, maka akadnya sah. Jumhur
ulama berpendapat bahwa orang yang melakukan akad jual beli
harus baligh dan berakal, bila orang yang berakad itu belum
balikh, maka jual belinya tidak sah, sekalipun mendapat izin dari
walinya.
Bahwa jual beli diperintahkan dalam Islam, namun bukan berarti
jual beli boleh dilakukan siapa saja, melainkan mempunyai syarat
- syarat tertentu, seperti dijelaskan dalam hadis di atas: orang yang
tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia dewasa, dan orang
gila hingga ia berakal (sembuh dari gilanya). Maksud tiga perkara
ini adalah sahnya dalam jual beli, apabila penjual dan pembeli
dalam keadaan sadar, tidak tidur, anak yang sudah cukup umur,
karena apabila diperbolehkannya anak kecil melakukan jual beli,
dia akan membuat kerusakan, seperti menjual barang cacat,
karena anak kecil tidak mengerti aturan dalam Islam. Begitu juga
sebaliknya orang gila yang tidak berakal dilarang melakukan jual
beli. Dapat disimpulkan jual beli boleh dilakukan olehorang-orang
dalam keadaan sadar.
2) Tidak pemboros
Dalam hal ini dinyatakan oleh Allah SWT dalam Firman-
Nya dalam surat Al-Isra’ ayat 27.
َ ‫ين ۖ َو َك‬
‫ان‬ ِ َ‫ان ال َّشي‬
ِ ‫اط‬ َ ‫ين َكانُوا ِإ ْخ َو‬ َ ‫ِإ َّن ْال ُمبَ ِّذ ِر‬
‫ان لِ َربِّ ِه َكفُورًا‬
ُ َ‫ال َّش ْيط‬
Artinya: Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara -
saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
Tuhannya.
Maksud pada ayat di atas, Allah telah melarang
hambanya melakukan suatau pekerjaan dengan tujuan untuk
menghambur - hamburkan hartanya, karena perbuatan tersebut
merupakan sebuah pemborosan, yang telah dijelaskan pada ayat
di atas bagi orang yang melakukannya, merupakan perbuatan
syaitan. Maksud pemborosan di sini, suatu pekerjaan yang tidak
bermanfaat.
3) Dengan kehendak sendiri (bukan paksaan)
Artinya yaitu, prinsip jual beli adalah suka sama suka
antara penjual dan pembeli, bila perinsip ini tidak tercapai jual
beli itu tidak sah.Sebagai mana firman Allah Surat Q.S. An-
Nisa ayat 29:
‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا اَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم‬
‫اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل‬
ٍ ‫ارةً َع ْن تَ َر‬ َ ‫اط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُك ْو َن تِ َج‬ ِ َ‫بِ ْالب‬
‫ان ِب ُك ْم َر ِح ْي ًما‬ َ ‫تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َك‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan hartasesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu.
Perkataan suka sama suka dalam ayat di atas menjadi dasar bahwa
jual beli harusmerupakan kehendak sendiri tanpa tipu daya dan paksaan.
a. Syarat untuk barang yang diperjual belikan Untuk barang yang
diperjual belikan hendaklah barang tersebut bersih barangnya, dapat
dimanfaatkan, milik orang yang melakukan aqad, antara lain, mampu
menyerahkan mengetahui dan barang yang diaqadkan ada di tangan.
b. Shighat atau lafaz ijab qabul. Ijab adalah perkataan penjual seperti
saya jual barang ini harga sekian. Qabul adalah perkataan pembeli,
seperti saya beli dengan harga sekian. Ijab qabul adalah yang
dilakukan oleh orang yang melakukan tindakan aqad, lafal aqad
berasal dari bahasa arab “Al-aqdu” yang berarti perikatan atau
perjanjian dan pemufakatan “Al-ittifaq” secara bahasa atau etimologi
fiqih aqad didefinisikan dengan pertalian ijab (pernyatan melakukan
ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan
kehendak syari’ah yang berpengaruh pada obyek perikatan,
maksudnya adalah seluruh perikatan yang di lakukan oleh kedua
belah pihak atau lebih, tidak dianggap sah apabila tidak sejalan
dengan kehendak syara’ . Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun
aqad terdiri atas empat macam.Pertama, pernyataan untuk mengikat
diri (pernyataan aqad) kedua, pihak-pihak yang beraqad, ketiga,
obyek aqad, empat, tujuan aqad. Adapun syarat-syarat umum suatu
aqad adalah sebagai berikut.
 Pihak-pihak yang melakukan aqad telah cukup bertindak hukum.
 Objek aqad diakui oleh syara’
 Aqad itu tidak dilarang syara’
 Aqad itu bermanfaat
 pernyataan ijab tetap utuh dan shahih sampai terjadinya qabul
 ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis, yaitu suatu keadaan
yang menggambarkan proses suatu transaksi.
 Tujuan aqad jelas diakui syara’ dalam jual beli tujuannya
memindahkan hakmilik penjual ke pembeli.
 Tujuan aqad tidak bertentangan dengan syara’.

Berdasarkan syarat umum di atas, jual beli dianggap sah jika terpenuhi
syarat-syarat khusus yang disebut dengan syarat Ijab dan Qabul sebagai
berikut.
 orang yang mengucapkan telah balikh dan berakal
 Qabul sesuai dengan ijab
 Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis.
Ulama Hanafiah dan Malikiyah mengatakan bahwa antara ijab dan
qabul boleh diantarai waktu yang telah disepakati sehingga pihak pembeli
sempat berfikir. Namun Ulama safiiyah dan Hanabilah berpendapat
bahwa antara ijab dan qabul tidak terlalu lama yang dapat menimbulkan
dugaan bahwa objek pembicaraan tersebut berubah.
Pada zaman modern, perwujudan ijab dan kabul tidak lagi
diucapkan tetapi dilakukan dengan sikap mengambil barang membayar
uang dari pembeli, serta menerima uang dan meneyerahkan barang tanpa
ucapan apapun. Contohnya jual beli yang berlangsung di pasar
swalayan.Dalam fiqih muamalah jual beli semacam ini disebut dengan
bai’al-muathah, namun jumhur ulama berpendapat bahwa jual beli seperti
ini hukumnya boleh jika hal itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat.
1. Ada barang yang diperjual belikan.
a. Barang yang ada di dalam kekuasaan penjual (milik sendiri)
Barang atau benda yang akan diperjual belikan adalah milik
seseorang atau milik sendiri bukan milik orang lain, barang yang
sifatnya belum dimiliki oleh seseorang tidak boleh
diperjualbelikan. Memperjual belikan ikan yang masih di dalam
laut atau burung yang masih di alam bebas, karena ikan atau
burung itu belum dimiliki oleh penjual, tentang larangan menjual
sesuatu yang bukan miliknya, tanpa seizin pemilik barang tersebut
jual beli yang demikian adalah haram.
b. Barang yang jelas zatnya, ukuran dan sifatnya (dapat diketahui)
Hendaklah yang menjual dan membeli mengetahui jenis
barang dan mengetahui harganya.Hal ini untuk menghindari
kesamaran baik wujud sifat dan kadarnya. Jual beli yang
mengandung kesamaran adalah salah satu jual beli yang
diharamkan oleh Isalam. Boleh menjual barang yang tidak ada di
tempat aqad dengan ketentuan dijelaskan sifatnya yang
mengakibatkan ciri-ciri dari barang tersebut dapat diketahui, jika
ternyata barang tersebut sesuai dengan barang yang disepakati,
maka wajib membelinya, tapi jika tidak sesuai dengan yang
disifatkan maka dia mempunyai hak memilih untuk dilansungkan
akad atau tidak.
c. Barang yang dapat diserahkan. Barang atau benda diserahkan
pada saat aqad berlangsung atau pada waktu yang telah disepakati
bersama ketika transaksi berlangsung.
d. Suci Bendanya Diantara benda yang tergolong najis adalah
bangkai, darah, daging Babi, para ulama sepakat tentang
keharamannya dengan berdalil pada firman Allah dalam surat Al-
Baqarah ayat 173 :

‫م َولَحْ َم ْال ِخ ْن ِزي ِْر‬vَ ‫اِنَّ َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةَ َوال َّد‬
Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, daging babi.
Juga dalam firmannya pada surat Al-Maidah ayat: 3

‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِزي ِْر‬


ْ ‫حُرِّ َم‬
Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi.
Maksud ayat di atas dapat disimpulkan bahwa tentang
bangaki, darah dan daging babi, sangat dilarang untuk diperjual
belikan, (Haram) barang yang tidak suci sebagai mana yang telah
di cantumkan di atas.Maksudnya Allah melarang hambanya
melakukan jual beli, sesuatu barang yang haram, atau melakukan
sebuah penipuan.Jelas hal ini bertentangan dengan rukun dan
syarat jual beli itu sendiri. e. Barang yang bermanfaat menurut
syara’ Pengertian barang yang dapat dimanfaatkan tentu sangat
relative, sebab pada hakikatnya seluruh barang yang dijadikan
sebagai objek jual beli merupakan barang yang dapat
dimanfaatkan, seperti untuk dikonsumsi (beras sayur-mayur dan
lain-lain) di nikmati keindahannya seperti (bunga, hiasan, rumah),
dinikmati suaranya (Radio, TV, dll) serta digunakan untuk
keperluan yang bermanfaat seperti seorang membeli bahan bakar
minyak untuk kendaraan supaya lebih cepat dalam menempuh
perjalanannya, yang dimaksud dengan barang yang dapat
dimanfaatkan adalah kemanfaatan barang tersebut sesuai dengan
ketentuan hukum Agama (Syari’at Islam). Maksud pemanfaatan
barang tersebut tidak bertentangan dengan norma-norma Agama.

Demikianlah rukun dan syarat jual beli yang telah ditetapkan oleh
para ulama, hanya rukun dan syarat yang menyebabkan jual beli yang
sesuai dengan ketentuan syara’ jika segala ketentuan-ketentuan tersebut
telah terpenuhi maka jual beli yang dilakukan sah menurut hukum Islam.
C. Macam-Macam Jual Beli
Secara garis besar dalam Islam, dikenal beberapa bentuk dan jenis
jual beli, adapun secara gelobalnya jual beli itu dibagi kedalam dua
bagian besar yaitu:
1. Jual beli shahih. Jual beli sahih yaitu apabila jual beli itu disyari’atkan,
memenuhi rukun dan syarat yang telah ditentukan, bukan milik orang
lain, dan tidak tergantung pada hak khiyar lagi.Jual beli yang telah
memenuhi rukun dan syarat adalah boleh atau sah dalam Agama
Islam, selagi tidak terdapat padanya unsur-unsur yang dapat
membatalkan kebolehan kesahannya.Adapun hal-hal yang
menggugurkan kebolehan atau kesahan jual beli pada umumnya
adalah sebagai berikut.
a. Menyakiti si penjual
b. Menyempitkan gerakan pasar
c. Merusak ketentuan umum.
2. Jual beli yang batal atau fasid. Batal adalah tidak terwujudnya
pengaruh amal pada perbuatan di dunia karena melakukan perintah
syara’ dengan meninggalkan syarat dan rukun yang mewujudkannya,
Jual beli yang batal adalah apabila salah satu rukunnya dan syaratnya
tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak
disyaratkan, seperti jual beli yang dilakukan anak kecil, orang yang
gila atau barang yang diperjual belikan adalah barang-barang yang
diharamkan syara’ seperti bangkai, darah, babi dan khamr. Jual beli
yang batal ini banyak macam dan jenisnya, diantaranya adalah.
a. Jual beli buah yang belum muncul di pohonnya.
Memperjual belikan yang putiknya belum muncul di pohonnya,
atau anak sapi yang belum ada, sekalipun di perut induknya telah
ada. Maksudnya adalah melarang memperjual belikan yang
putiknya belum muncul di pohonnya, atau anak sapi yang belum
ada, sekalipun diperut induknya telah ada karena jual beli yang
demikian adalah jual beli yang tidak ada, atau belum pasti baik
jumlah maupun ukurannya.
b. Menjual barang yang tidak bisa diserahkan pada pembeli. Seperti
menjual barang yang hilang atau burung piaraan yang lepas dan
terbang di udara atau juga seperti menjual ikan yang masih ada di
dalam air yang kuantitasnya tidak diketahui, hal ini sejalan dengan
sabda Rasulullah Saw berikut ini.

‫عن عبد هللا بن مسعود قالقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫ال تشتروا السمك في الماء فإنه غرره‬
Artinya: Ibnu Mas’ud ra. Berkata, Rasulullah Saw bersabda
janganlah membeli ikan dalam air karena itu gharar.(HR
Bukhori).
Maksud dari hadis di atas adalah menjual barang yang tidan
jelas baik itu ukuran, bentuk, dan jenis barang yang akan dijadikan
objek jual beli, dengan adanya larangan hadis tersebut, maka haram
bagi orang yang melakukan jual beli yang bendanya tidak dapat
diserahkan.
c. Jual beli yang mengandung unsur penipuan Jual beli yang
mengandung unsur penipuan yang pada lahirnya baik, tapi dibalik
itu terdapat unsur penipuan, sebagaimana terdapat dalam sabda
Rasulullah Saw tersebut di atas. Contohnya yang lain juga
dikategorikan jual beli yang mengandung unsur penipuan adalah
jual beli al-Mazabanah (barter yang diduga keras tidak sebanding),
contohnya menukar buah yang basah dengan buah yang kering,
karena yang dikhawatirkan antara yang dijual dan yang dibeli tidak
seimbang. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulallah Saw berikut ini.

‫عن جا برقال نهى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم عن بيع‬
‫الصبرة من التمراليعلم كيلها با لكيل المسمى من الثمر‬
Artinya: Dari Jabir r.a., Rasulallah saw, melarang menjual
setumpuk tamar yang tidak diketahui takarannya dengan tamar
yang diketahui takarannya (HR BUkhari-Muslim)
Maksud hadis di atas adalah melarang jual beli dengan cara
menukar antara barang yang sejenis dan barang yang sudah di takar
dengan barang yang belum di takar karena jual beli yang demikian
adalah mengandung unsur penipuan, atau menjual barang yang
takarannya tidak sesuai dengan aqadnya atau mengurangi
takarannya.
d. Jual Beli Takaran
Dalam Islam Hendaklah apabila seseorang jika melakukan jual beli
dengan cara menggunakan takaran atau timbangan harus sesuai
dengan apa yang telah diakadkan kepada pihak pembeli atau
menggunakan takaran yang sah, jual beli ini dapat dilihat dalam
firman Allah Q.S Al-mutaffifin ayat 1-3 sebagai berikut:
‫اس يَ ْستَ ْوفُ ْو ۖ َن َواِ َذا‬
ِ َّ‫ْن اِ َذا ا ْكتَالُ ْوا َعلَى الن‬vَ ‫َو ْي ٌل لِّ ْل ُمطَفِّفِي ۙ َْن الَّ ِذي‬
‫َكالُ ْوهُ ْم اَ ْو َّو َزنُ ْوهُ ْم ي ُْخ ِسر ُْو ۗ َن‬
Artinya: kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang,
(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang
lain mereka minta dipenuhi,dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.
Maksud ayat diatas adalah Allah melarang keras kepada
orang - orang yang melakukan transaksi jual beli menggunakan
takaran dan timbangan yang tidak sesuai dengan apa yang
diakadkan atau tidak sesuai dengan kenyataannya, maksudnya
orang yang curang di sini ialah orang-orang yang curang dalam
menakar dan menimbang.

D. Bentuk Jual Beli yang Dilarang


Jual beli yang batil adalah jual beli yang salah satu atau seluruh
rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasarnya dan sifatnya
tidak disyariatkan. Adapun jual beli yang dilarang anaara lain :
1. Jual beli barang yang tidak ada ( Bai’ al ma’mun )
Menurut Ibn Tamiyah dan Ibn Qoyyim jaual beli yang tidak ada
ketika akad adalah boleh sepanjang barang tersebut benar- benar ada
menurut perkiraan adat dan dapat diserah terimakan setelah akad
berlansung. Karena sesungguhnya larang menjual barang ma’dum
tidak terdapat di Al- qur’an dan sunnah. Yang dilarang adalah jual beli
yang mengandung nsur gharar, yakni jual belibarang yang sama sekali
tidak mungkin bisa diserah terimakan.
Jual beli dengan cara melempar, seperti seseorang mengatakan
“aku lempar apa yang ada padaku dan engkau melempar yang ada
padamu.” Kemudian dari keduanya membeli dari yang lain dan
masing-tidak mengetahui jumlah barang pada yang lain.
Menjual barang yang tidak dapat diserah terimakan kepada
pembeli tidak sah. Misalya, menjual anak binatang yang masih dalam
kandungan. Dalam hal ini seluruh ulama fikih sepakat bahwa jual beli
ini adalah tidak sah.

E. Unsur – Unsur Gharar Dalam Jual Beli


1. Pengertian Gharar
Gharar artinya keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan untuk
merugikan pihak lain. Para ulama fiqh mengemukakan beberapa
definisi gharar :
a. Imam Al-Qarafi mengemukakan gharar merupakan suatu akad
yang tidak diketahui dengann tegas, apakah efek akad terlaksana
atau tidak, seperti melakukan jual beli ikan di dlam air.
b. Ibnu Qayyim Al- Jauziyah mengatakan bahwa gharar adalah objek
akad yang tidak mampu diserahkan, baik objek itu ada atau tidak,
seperti menjual sapi yang sedang lepas.
2. Bentuk-Bentuk Jual Beli Gharar
Menurut ulama fikih jual beli gharar yang dilarang adalah.
a. Tidak ada kemampuan menjual untuk menyerahkan objek akad
pada waktu terjadi akad, baik objek akad itu sudah ada maupun
belum ada.
b. Menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual.
Apabila barang yang sudah dibeli dari orang lain belum diserahkan
ke pada pembeli, maka pembeli belum boleh menjual barang itu
kepada pembeli lain.
c. Tidak ada kepastian tentang jenis pebayaran atau jenis benda yang
dijual. Wabah Zulaili berpendapat, bahwa ketidakpastian tersebut
adalah bentuk gharar yang terbesar laranganya.
d. Tidak ada kepastian tentang sifat tertentu dari barang yang dijual.
e. Tidak ada kepastian tentang jumlah harga yang harus dibayar.
f. Tidak adaketegasan bentuk transaksi, yaitu ada dua macam atau
lebih yang berbeda dalam satu objek akad tanpa menegaskan
bentuk transaksi mana yang dipilih waktu terjadi akad.
g. Tidak ada kepastian objek akad,karena ada dua objek akad yang
berbeda dalam satu transaksi.
h. Kondisi objek akad,tidak dapat dijamin kesesuaianyadengan yang
ditentukan dalam transaksi.

F. Pengertian Khiyar
Khiyar adalah sistem transaksi yang ada dalam Islam. Secara
bahasa, khiyar berarti memilih, menyisihkan, atau menyaring. Artinya,
khiyar adalah kegiatan memilih atau menentukan sesuatu yang paling
baik di antara dua atau lebih pilihan yang ada. Khiyar juga bisa diartikan
sebagai hak untuk meneruskan atau membatalkan perjanjian jual beli. Di
dalam bisnis, khiyar adalah salah satu hal yang penting dipahami, baik
oleh penjual ataupun pembeli. Sebab, dalam konteks jual beli konsep
khiyar adalah memberi hak memilih pada kedua belah pihak. Di mana
penjual dan pembeli mendapatkan hak yang sama dalam melangsungkan
jual beli dan mengikuti syarat-syarat dari jual beli tersebut.

G. Tujuan Khiyar
Tujuan dari khiyar sendiri tak lain supaya kedua belah pihak, baik
itu penjual atau pembeli, tidak mengalami kerugian maupun penyesalan
setelah melakukan sebuah transaksi yang disebabkan oleh hal tertentu.
Maka dari itu, penting bagi umat muslim memahami tentang khiyar
dalam sistem jual beli.

H. Hukum Khiyar
Adanya khiyar bertujuan sebagai bentuk jaminan kebebasan
berpikir bagi pembeli dan atau penjual yang memerlukan khiyar. Namun,
salah satu pihak tentu tidak bisa menentukan sendiri khiyarnya.
Khiyar akan menjadi sah dengan adanya ikrar dari kedua pihak
yang bertransaksi, atau dari salah satu pihak lalu diterima pihak
lainnya/keduanya, atau kedua pihak sama-sama menghendaki.
Khiyar hukumnya boleh berdasarkan sunnah Rasulullah SAW. Aka
tetapi, jika khiyar bertujuan untuk menipu maka hukumnya menjadi
haram dan dilarang. Hal ini seperti sabda Rasulullah SAW:
َ َ‫اال ِخيَار بِ ُك ِّل ِس ْل َع ٍة ِإ ْبتَ ْعتَهَا ثَال‬
)‫ث لَيَا ٍل (رواه البيهقى واببن ماجه‬ ْ ِ‫اَ ْنتَ ب‬

Artinya: "Engkau berhak khiyar dalam tiap-tiap barang yang engkau beli
selama tiga malam" (HR. Al-Baihaqy dan Ibnu Majah)

I. Jenis-Jenis Khiyar
Pada penerapannya, khiyar dibagi menjadi empat jenis sesuai
dengan proses transaksinya. Pembagian jenis ini bertujuan supaya sistem
atau konsep khiyar bisa diadaptasi dengan mudah dalam kondisi apapun.
Berikut penjabaran dari jenis-jenis khiyar adalah sebagai berikut:
1. Khiyar Majelis
Khiyar majlis adalah khiyar yang berlangsung asalkan penjual dan
pembeli masi ada di tempat berlangsungnya transaksi. Hak khiyar
berakhir saat kedua pihak berpisah dan transaksi tidak dapat dibatalkan.
Nabi Muhammad berkata:
"Orang yang mengadakan jual beli, diperbolehkan melakukan khiyar
selama keduanya belum terpisah (dari tempat aqad)" (HR. Al-Bukhari)
2. Khiyar Syarat
Khiyar syarat merupakan hal yang dimiliki oleh penjual, pembeli,
atau keduanya untuk tetap melanjutkan mau pun membatalkan transaksi
dalam masa tenggang yang disetujui bersama. Apabila waktu yang
ditentukan sudah tiba, maka proses transaksi jual beli tersebut wajib
dipastikan apakah akan berlanjut atau tidak.
3. Khiyar Aib
Khiyar aibi adalah khiyar untuk pembeli yang memiliki hak
memilih untuk membatalkan atau meneruskan transaksi jika terdapat
kecacatan pada barang yang dibeli. Hal ini terjadi apabila pembeli tidak
mengetahui adanya kecacatan di saat akad jual beli berlangsung.
4. Khiyar Ru'yah
Khiyar ru'yah adalah hak pembeli dalam membatalkan atau
meneruskan transaksi jual beli yang disebabkan objek transaksi belum
tampak saat akad dilakukan. Pada khiyar ini, pembeli belum dapat
meneliti barang yang dibelinya.
Nabi Muhammad bersabda: "Siapa saja yang membeli sesuatu yang
belum dilihatnya, maka ia berhak khiyar bila telah melihatnya" (H.R. At-
Tirmizi).

J. Manfaat Khiyar
Konsep atau sistem khiyar tersebut hadir dan dipraktikkan dalam
aktivitas ekonomi sebagai solusi dari berbagai permasalahan yang kerap
kali muncul ketika orang-orang melaksanakan transaksi jual beli.
Khiyar memiliki manfaat yang dapat dipetik dari orang-orang yang
terlibat jual beli. Dengan adanya khiyar, berbagai masalah yang kerap
muncul bisa diatasi untuk meminimalisir dampak negatif ke depannya.
Adanya hukum khiyar ini senantiasa membantu meningkatkan
hajat hidup orang banyak dari sisi ekonomi maupun sosial. Adapun
Hikmah yang dapat diperoleh di antaranya:
•Akad jual beli bisa dipertegas dan akan jadi lebih aman.
•Memberi kenyamanan dan akan muncul kepuasan dari tiap pihak yang
bersangkutan.
•Risiko penipuan dalam transaksi bisa terhindarkan. Sebab, dalam khiyar
perlu adanya kejelasan serta hak masing-masing pihak yang sudah jelas.
•Masing-Masing penjual maupun pembeli bisa dengan jujur dan terbuka
untuk melaksanakan proses transaksi.
•Sebagai jalan untuk menghindari adanya perselisihan di dalam sebuah
proses jual beli.

Anda mungkin juga menyukai