Kelompok 4 :
1. M. Usman Saputra (12)
2. Nabila Permatasari (15)
3. Yuliar Bayu Anggoro (24)
ِ َٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا اَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب
َ اط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُك ْو َن تِ َج
ًارة
ان بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما َ اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َك
ٍ َع ْن تَ َر
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka diantara
kamu.
Ayat ini memberikan kesan bahwa dikehidupan konsekuensi iman
dan konsekuensi sifat, yang dengan sifat itu Allah memanggil mereka
untuk dilarang dari memakan harta sesama secara batil, meliputi semua
cara mendapatkan harta yang tidak diizinkan atau tidak diberkenankan
Allah. yakni dilarang olehnya diantara dengan cara menipu, menyuap,
berjudi, menimbun barang-barang kebutuhan pokok untuk menaikkan
harganya, serta sebagai pemukanya adalah riba.
Terdapat ayat lain dalam Qur’an Surat Al-Jumuah ayat 10:
فَا ْنتَشر ُْوا فى ااْل َرْ ض وا ْبتَ ُغ ْوا م ْن فَضْ ل هّٰللاvُفَا َذا قُضيت الص َّٰلوة
ِ ِ ِ َ ِ ِ ِ ِ َِ ِ
هّٰللا َ َكثِ ْيرًا لَّ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِح ُْو َنvَو ْاذ ُكرُوا
Artinya: Apabila telah ditunaikan shalat, Makabertebaranlah kamu di
muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-
banyak supaya kamu beruntung.
Maksud dari potongan ayat ini, Inilah keseimbangan yang menjadi
ciri khas dari manhaj Islami. Yaitu keseimbangan antara tuntutan
kehidupan dunia yang terdiri dari pekerjaan, kelelahan, aktivitas dan
usaha dengan proses ruh yang kenan berserah diri dalam beribadah dan
meninggalkan sejenak suasana yang menyibukkan dan melalaikan itu
disertai dengan konsentrasi hati dan kemurniannya dalam berzikir. Ia
sangat penting bagi kehidupan, hati, dimana tanpanya hati tidak mungkin
memiliki hubungan, menerima, dan menunaikan beban-beban amanat
yang besar itu. yaitu berzikir kepada allah di selah-selah aktivitas.
Jadi, ketiga ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT,
memperbolehkan kepada manusia untuk melaksanakan transaksi jual beli
demi memenuhi kebutuhan hidupnya.Akan tetapi tentu saja transaksi jual
beli itu harus sesuai dengan koridor atau ketentuan yang telah Allah SWT
berikan. Dan Allah menyerukan kepada manusia agar mencari
karuniannya dan selalu ingat kepadanya.
b. Hadish
Hadis yang menerapkan tentang jual beli yaitu:
صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َ هللا ِ ُول َ َع ْن َجابِ ِر اب ِْن َع ْب ِد هللاِ َأنَّهُ َس ِم َع َرس
ح َوهُ َو بِ َم َّكةَ ِإ َّن هللاَ َو َرس ُْولَهُ َح َّر َم بَ ْي َع ِ َو َسلَّ َم يَقُ ْو ُل َعا َم ْالفَ ْت
َ ارس ُْو َل هللاِ َأ َرَأي
ْت َ َْال َخ ْم ِر َو ْال َم ْيتَ ِة َو ْال ِخ ْن ِزي ِْر َواَألصْ نَ ِام فَقِي َْل ي
دvُ ُطلَى بِهَا ال ُّسفُ ُن َويُ ْدهَ ُن بِهَا ْال ُجلُ ْو ْ ُشح ُْو ُم ْال َم ْيتَ ِة فَِإنَّهُ ي
ُِول هللا َ ال َرس َ َال الَ هُ َو َح َرا ٌم ثُ َّم ق َ َ فَق. َُويَ ْستَصْ بِ ُح بِهَا النَّاس
ك قَاتَ َل هللاُ ْاليَه ُْو َد ِإ َّن هللاَ َع َّز vَ ِصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِع ْن َد َذال َ
.َُو َج َّل لَ َّما َح َّر َم َعلَ ْي ِه ْم ُشح ُْو ُمهَا َأجْ َملُ ْوهُ ثُ َّم بَا ُع ْوهُ فََأ َكلُ ْوا ثَ ُمنَه
– رواه الجماعة
Artinya: Dari Jabir bin Abdullah r.a bahwasanya ia mendengar Rasululloh
bersabda pada tahun kemenangan di Mekah: Sesungguhnya Allah dan Rasul-
Nya mengharamkan menjual minuman yang memabukkan (Khamr), bangkai,
babi dan berhala. Lalu ada orang bertanya, “ya, Rasululloh bagai manakah
tentang lemak bangkai, karena dipergunakan mengecat perahu-perahu supaya
tahan Air, dan meminyaki kulit-kulit, dan orang-orang mempergunakannya,
untuk penerangan lampu ? beliau menjawab, “ tidak boleh, itu haram”
kemudian diwaktu itu Rasulullah saw., bersabda: Allah melaknat orang-orang
yahudi, sesungguhnya Allah tatkala mengharamkan lemaknya bagi mereka,
mereka cairkan lemak itu kemudian dijualnya kemudian mereka makan
harganya (HR Bukhari).
Berdasarkan uraian hadits di atas dapat di simpulkan bahwa
manusia yang baik memakan suatu makanan adalah memakan hasil usaha
tangannya sendiri. Maksudnya, apabila kita akan menjual atau membeli
suatu barang, yang diperjual belikan harus jelas dan halal, dan bukan
milik orang lain, melainkan milik kita sendiri. Allah melarang menjual
barang yang haram dan najis, maka Allah melaknat orang-orang yang
melakukan jual beli barang yang diharamkan, seperti menjual minuman
yang memabukkan (Khamr), bangkai, babi lemak bangkai dan berhala.
c. Dasar hukum Ijma’
Para ulama fiqih dari dahulu sampai dengan sekarang telah sepakat
bahwa pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Kaidah yang telah diuraikan di atas dapat dijdikan dasar atau hujjah
dalam menetapkan hukum berbagai masalah berkenaan dengan keuangan
syariah. Dari dasar hukum sebagaimana tersebut di atas bahwa jual beli
itu adalah hukumnya mubah.Artinya jual beli itu diperbolehkan asal saja
di dalam jual beli tersebut memenuhi ketentuan yang telah ditentukan di
dalam jual beli dengan syarat-syarat yang sesuaikan dengan hukum Islam.
Agama Islam melindungi hak manusia dalam pemilikan harta yang
dimilikinya dan memeberi jalan keluar untuk masing-masing manusia
untuk memiliki harta orang lain dengan jalan yang telah ditentukan,
sehingga dalam Islam perinsip perdagangan yang diatur adalah
kesepakatan keduabelah pihak yaitu penjual dan pembeli. sebagaimana
yang telah digariskan oleh prinsip muamalah adalah sebagai berikut.
1. Prinsip Kerelaan
2. Prinsip bermanfaat
3. Prinsip tolong menolong
4. prinsip tidak terlarang
Berdasarkan syarat umum di atas, jual beli dianggap sah jika terpenuhi
syarat-syarat khusus yang disebut dengan syarat Ijab dan Qabul sebagai
berikut.
orang yang mengucapkan telah balikh dan berakal
Qabul sesuai dengan ijab
Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis.
Ulama Hanafiah dan Malikiyah mengatakan bahwa antara ijab dan
qabul boleh diantarai waktu yang telah disepakati sehingga pihak pembeli
sempat berfikir. Namun Ulama safiiyah dan Hanabilah berpendapat
bahwa antara ijab dan qabul tidak terlalu lama yang dapat menimbulkan
dugaan bahwa objek pembicaraan tersebut berubah.
Pada zaman modern, perwujudan ijab dan kabul tidak lagi
diucapkan tetapi dilakukan dengan sikap mengambil barang membayar
uang dari pembeli, serta menerima uang dan meneyerahkan barang tanpa
ucapan apapun. Contohnya jual beli yang berlangsung di pasar
swalayan.Dalam fiqih muamalah jual beli semacam ini disebut dengan
bai’al-muathah, namun jumhur ulama berpendapat bahwa jual beli seperti
ini hukumnya boleh jika hal itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat.
1. Ada barang yang diperjual belikan.
a. Barang yang ada di dalam kekuasaan penjual (milik sendiri)
Barang atau benda yang akan diperjual belikan adalah milik
seseorang atau milik sendiri bukan milik orang lain, barang yang
sifatnya belum dimiliki oleh seseorang tidak boleh
diperjualbelikan. Memperjual belikan ikan yang masih di dalam
laut atau burung yang masih di alam bebas, karena ikan atau
burung itu belum dimiliki oleh penjual, tentang larangan menjual
sesuatu yang bukan miliknya, tanpa seizin pemilik barang tersebut
jual beli yang demikian adalah haram.
b. Barang yang jelas zatnya, ukuran dan sifatnya (dapat diketahui)
Hendaklah yang menjual dan membeli mengetahui jenis
barang dan mengetahui harganya.Hal ini untuk menghindari
kesamaran baik wujud sifat dan kadarnya. Jual beli yang
mengandung kesamaran adalah salah satu jual beli yang
diharamkan oleh Isalam. Boleh menjual barang yang tidak ada di
tempat aqad dengan ketentuan dijelaskan sifatnya yang
mengakibatkan ciri-ciri dari barang tersebut dapat diketahui, jika
ternyata barang tersebut sesuai dengan barang yang disepakati,
maka wajib membelinya, tapi jika tidak sesuai dengan yang
disifatkan maka dia mempunyai hak memilih untuk dilansungkan
akad atau tidak.
c. Barang yang dapat diserahkan. Barang atau benda diserahkan
pada saat aqad berlangsung atau pada waktu yang telah disepakati
bersama ketika transaksi berlangsung.
d. Suci Bendanya Diantara benda yang tergolong najis adalah
bangkai, darah, daging Babi, para ulama sepakat tentang
keharamannya dengan berdalil pada firman Allah dalam surat Al-
Baqarah ayat 173 :
م َولَحْ َم ْال ِخ ْن ِزي ِْرvَ اِنَّ َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةَ َوال َّد
Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, daging babi.
Juga dalam firmannya pada surat Al-Maidah ayat: 3
Demikianlah rukun dan syarat jual beli yang telah ditetapkan oleh
para ulama, hanya rukun dan syarat yang menyebabkan jual beli yang
sesuai dengan ketentuan syara’ jika segala ketentuan-ketentuan tersebut
telah terpenuhi maka jual beli yang dilakukan sah menurut hukum Islam.
C. Macam-Macam Jual Beli
Secara garis besar dalam Islam, dikenal beberapa bentuk dan jenis
jual beli, adapun secara gelobalnya jual beli itu dibagi kedalam dua
bagian besar yaitu:
1. Jual beli shahih. Jual beli sahih yaitu apabila jual beli itu disyari’atkan,
memenuhi rukun dan syarat yang telah ditentukan, bukan milik orang
lain, dan tidak tergantung pada hak khiyar lagi.Jual beli yang telah
memenuhi rukun dan syarat adalah boleh atau sah dalam Agama
Islam, selagi tidak terdapat padanya unsur-unsur yang dapat
membatalkan kebolehan kesahannya.Adapun hal-hal yang
menggugurkan kebolehan atau kesahan jual beli pada umumnya
adalah sebagai berikut.
a. Menyakiti si penjual
b. Menyempitkan gerakan pasar
c. Merusak ketentuan umum.
2. Jual beli yang batal atau fasid. Batal adalah tidak terwujudnya
pengaruh amal pada perbuatan di dunia karena melakukan perintah
syara’ dengan meninggalkan syarat dan rukun yang mewujudkannya,
Jual beli yang batal adalah apabila salah satu rukunnya dan syaratnya
tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak
disyaratkan, seperti jual beli yang dilakukan anak kecil, orang yang
gila atau barang yang diperjual belikan adalah barang-barang yang
diharamkan syara’ seperti bangkai, darah, babi dan khamr. Jual beli
yang batal ini banyak macam dan jenisnya, diantaranya adalah.
a. Jual beli buah yang belum muncul di pohonnya.
Memperjual belikan yang putiknya belum muncul di pohonnya,
atau anak sapi yang belum ada, sekalipun di perut induknya telah
ada. Maksudnya adalah melarang memperjual belikan yang
putiknya belum muncul di pohonnya, atau anak sapi yang belum
ada, sekalipun diperut induknya telah ada karena jual beli yang
demikian adalah jual beli yang tidak ada, atau belum pasti baik
jumlah maupun ukurannya.
b. Menjual barang yang tidak bisa diserahkan pada pembeli. Seperti
menjual barang yang hilang atau burung piaraan yang lepas dan
terbang di udara atau juga seperti menjual ikan yang masih ada di
dalam air yang kuantitasnya tidak diketahui, hal ini sejalan dengan
sabda Rasulullah Saw berikut ini.
عن عبد هللا بن مسعود قالقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
ال تشتروا السمك في الماء فإنه غرره
Artinya: Ibnu Mas’ud ra. Berkata, Rasulullah Saw bersabda
janganlah membeli ikan dalam air karena itu gharar.(HR
Bukhori).
Maksud dari hadis di atas adalah menjual barang yang tidan
jelas baik itu ukuran, bentuk, dan jenis barang yang akan dijadikan
objek jual beli, dengan adanya larangan hadis tersebut, maka haram
bagi orang yang melakukan jual beli yang bendanya tidak dapat
diserahkan.
c. Jual beli yang mengandung unsur penipuan Jual beli yang
mengandung unsur penipuan yang pada lahirnya baik, tapi dibalik
itu terdapat unsur penipuan, sebagaimana terdapat dalam sabda
Rasulullah Saw tersebut di atas. Contohnya yang lain juga
dikategorikan jual beli yang mengandung unsur penipuan adalah
jual beli al-Mazabanah (barter yang diduga keras tidak sebanding),
contohnya menukar buah yang basah dengan buah yang kering,
karena yang dikhawatirkan antara yang dijual dan yang dibeli tidak
seimbang. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulallah Saw berikut ini.
عن جا برقال نهى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم عن بيع
الصبرة من التمراليعلم كيلها با لكيل المسمى من الثمر
Artinya: Dari Jabir r.a., Rasulallah saw, melarang menjual
setumpuk tamar yang tidak diketahui takarannya dengan tamar
yang diketahui takarannya (HR BUkhari-Muslim)
Maksud hadis di atas adalah melarang jual beli dengan cara
menukar antara barang yang sejenis dan barang yang sudah di takar
dengan barang yang belum di takar karena jual beli yang demikian
adalah mengandung unsur penipuan, atau menjual barang yang
takarannya tidak sesuai dengan aqadnya atau mengurangi
takarannya.
d. Jual Beli Takaran
Dalam Islam Hendaklah apabila seseorang jika melakukan jual beli
dengan cara menggunakan takaran atau timbangan harus sesuai
dengan apa yang telah diakadkan kepada pihak pembeli atau
menggunakan takaran yang sah, jual beli ini dapat dilihat dalam
firman Allah Q.S Al-mutaffifin ayat 1-3 sebagai berikut:
اس يَ ْستَ ْوفُ ْو ۖ َن َواِ َذا
ِ َّْن اِ َذا ا ْكتَالُ ْوا َعلَى النvَ َو ْي ٌل لِّ ْل ُمطَفِّفِي ۙ َْن الَّ ِذي
َكالُ ْوهُ ْم اَ ْو َّو َزنُ ْوهُ ْم ي ُْخ ِسر ُْو ۗ َن
Artinya: kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang,
(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang
lain mereka minta dipenuhi,dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.
Maksud ayat diatas adalah Allah melarang keras kepada
orang - orang yang melakukan transaksi jual beli menggunakan
takaran dan timbangan yang tidak sesuai dengan apa yang
diakadkan atau tidak sesuai dengan kenyataannya, maksudnya
orang yang curang di sini ialah orang-orang yang curang dalam
menakar dan menimbang.
F. Pengertian Khiyar
Khiyar adalah sistem transaksi yang ada dalam Islam. Secara
bahasa, khiyar berarti memilih, menyisihkan, atau menyaring. Artinya,
khiyar adalah kegiatan memilih atau menentukan sesuatu yang paling
baik di antara dua atau lebih pilihan yang ada. Khiyar juga bisa diartikan
sebagai hak untuk meneruskan atau membatalkan perjanjian jual beli. Di
dalam bisnis, khiyar adalah salah satu hal yang penting dipahami, baik
oleh penjual ataupun pembeli. Sebab, dalam konteks jual beli konsep
khiyar adalah memberi hak memilih pada kedua belah pihak. Di mana
penjual dan pembeli mendapatkan hak yang sama dalam melangsungkan
jual beli dan mengikuti syarat-syarat dari jual beli tersebut.
G. Tujuan Khiyar
Tujuan dari khiyar sendiri tak lain supaya kedua belah pihak, baik
itu penjual atau pembeli, tidak mengalami kerugian maupun penyesalan
setelah melakukan sebuah transaksi yang disebabkan oleh hal tertentu.
Maka dari itu, penting bagi umat muslim memahami tentang khiyar
dalam sistem jual beli.
H. Hukum Khiyar
Adanya khiyar bertujuan sebagai bentuk jaminan kebebasan
berpikir bagi pembeli dan atau penjual yang memerlukan khiyar. Namun,
salah satu pihak tentu tidak bisa menentukan sendiri khiyarnya.
Khiyar akan menjadi sah dengan adanya ikrar dari kedua pihak
yang bertransaksi, atau dari salah satu pihak lalu diterima pihak
lainnya/keduanya, atau kedua pihak sama-sama menghendaki.
Khiyar hukumnya boleh berdasarkan sunnah Rasulullah SAW. Aka
tetapi, jika khiyar bertujuan untuk menipu maka hukumnya menjadi
haram dan dilarang. Hal ini seperti sabda Rasulullah SAW:
َ َاال ِخيَار بِ ُك ِّل ِس ْل َع ٍة ِإ ْبتَ ْعتَهَا ثَال
)ث لَيَا ٍل (رواه البيهقى واببن ماجه ْ ِاَ ْنتَ ب
Artinya: "Engkau berhak khiyar dalam tiap-tiap barang yang engkau beli
selama tiga malam" (HR. Al-Baihaqy dan Ibnu Majah)
I. Jenis-Jenis Khiyar
Pada penerapannya, khiyar dibagi menjadi empat jenis sesuai
dengan proses transaksinya. Pembagian jenis ini bertujuan supaya sistem
atau konsep khiyar bisa diadaptasi dengan mudah dalam kondisi apapun.
Berikut penjabaran dari jenis-jenis khiyar adalah sebagai berikut:
1. Khiyar Majelis
Khiyar majlis adalah khiyar yang berlangsung asalkan penjual dan
pembeli masi ada di tempat berlangsungnya transaksi. Hak khiyar
berakhir saat kedua pihak berpisah dan transaksi tidak dapat dibatalkan.
Nabi Muhammad berkata:
"Orang yang mengadakan jual beli, diperbolehkan melakukan khiyar
selama keduanya belum terpisah (dari tempat aqad)" (HR. Al-Bukhari)
2. Khiyar Syarat
Khiyar syarat merupakan hal yang dimiliki oleh penjual, pembeli,
atau keduanya untuk tetap melanjutkan mau pun membatalkan transaksi
dalam masa tenggang yang disetujui bersama. Apabila waktu yang
ditentukan sudah tiba, maka proses transaksi jual beli tersebut wajib
dipastikan apakah akan berlanjut atau tidak.
3. Khiyar Aib
Khiyar aibi adalah khiyar untuk pembeli yang memiliki hak
memilih untuk membatalkan atau meneruskan transaksi jika terdapat
kecacatan pada barang yang dibeli. Hal ini terjadi apabila pembeli tidak
mengetahui adanya kecacatan di saat akad jual beli berlangsung.
4. Khiyar Ru'yah
Khiyar ru'yah adalah hak pembeli dalam membatalkan atau
meneruskan transaksi jual beli yang disebabkan objek transaksi belum
tampak saat akad dilakukan. Pada khiyar ini, pembeli belum dapat
meneliti barang yang dibelinya.
Nabi Muhammad bersabda: "Siapa saja yang membeli sesuatu yang
belum dilihatnya, maka ia berhak khiyar bila telah melihatnya" (H.R. At-
Tirmizi).
J. Manfaat Khiyar
Konsep atau sistem khiyar tersebut hadir dan dipraktikkan dalam
aktivitas ekonomi sebagai solusi dari berbagai permasalahan yang kerap
kali muncul ketika orang-orang melaksanakan transaksi jual beli.
Khiyar memiliki manfaat yang dapat dipetik dari orang-orang yang
terlibat jual beli. Dengan adanya khiyar, berbagai masalah yang kerap
muncul bisa diatasi untuk meminimalisir dampak negatif ke depannya.
Adanya hukum khiyar ini senantiasa membantu meningkatkan
hajat hidup orang banyak dari sisi ekonomi maupun sosial. Adapun
Hikmah yang dapat diperoleh di antaranya:
•Akad jual beli bisa dipertegas dan akan jadi lebih aman.
•Memberi kenyamanan dan akan muncul kepuasan dari tiap pihak yang
bersangkutan.
•Risiko penipuan dalam transaksi bisa terhindarkan. Sebab, dalam khiyar
perlu adanya kejelasan serta hak masing-masing pihak yang sudah jelas.
•Masing-Masing penjual maupun pembeli bisa dengan jujur dan terbuka
untuk melaksanakan proses transaksi.
•Sebagai jalan untuk menghindari adanya perselisihan di dalam sebuah
proses jual beli.