Anda di halaman 1dari 9

Latar Belakang

           Atas dasar  pemenuhan kebutuhan sehari –hari, maka terjadilah suatu kegiatan
yang di namakan jual beli. Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan
sesuatu, sedang menurut syara’ artinya menukar harta dengan harta menurut cara-cara
tertentu (‘aqad). Sedangkan riba yaitu memiliki sejarah yang sangat panjang dan
prakteknya sudah dimulai semenjak banga Yahudi sampai masa Jahiliyah sebelum
Islam dan awal-awal masa ke-Islaman. Padahal semua agama Samawi mengharamkan
riba karena tidak ada kemaslahatan sedikitpun dalam kehidupan bermasyarakat. Allah
SWT berfirman:

‫ص ِّد ِه ْم عَن َسبِي ِل هّللا ِ َكثِيرًا‬ َ ِ‫ت لَهُ ْم َوب‬ ْ َّ‫ت أُ ِحل‬ ْ ‫فَبِظُ ْل ٍم ِّمنَ الَّ ِذينَ هَا ُد‬
ٍ ‫وا َح َّر ْمنَا َعلَ ْي ِه ْم طَيِّبَا‬
‫اط ِل َوأَ ْعتَ ْدنَا لِ ْل َكافِ ِرينَ ِم ْنهُ ْم َع َذابًا‬
ِ َ‫اس بِ ْالب‬
ِ َّ‫ُوا َع ْنهُ َوأَ ْكلِ ِه ْم أَ ْم َوا َل الن‬
ْ ‫َوأَ ْخ ِذ ِه ُم ال ِّربَا َوقَ ْد نُه‬
‫أَلِي ًما‬
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan
karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan
mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan
karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (QS
an-Nisaa’ 160-161)

ِّ‫ان ِم َن ْال َمس‬


ُ َ‫ون إِالَّ َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَتَ َخبَّطُهُ ال َّش ْيط‬ َ ‫ون الرِّ بَا الَ يَقُو ُم‬ َ ُ‫ين يَأْ ُكل‬ َ ‫الَّ ِذ‬
‫وا إِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل الرِّ بَا َوأَ َح َّل هّللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ بَا‬
ْ ُ‫ك بِأَنَّهُ ْم قَال‬َ ِ‫َذل‬
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-
beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-Baqarah : 275)
A.    Pengertian Jual Beli
            Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu, sedang
menurut syara’ artinya menukar harta dengan harta menurut cara-cara tertentu (‘aqad)
Jual beli secara lughawi adalah saling menukar. Jual beli dalam bahasa Arab
dikenal dengan istilah al-bay’. Secara terminology jual beli adalah suatu transaksi yang
dilakukan oleh pihak penjual dengan pihak pembeli terhadap sesuatu barang dengan
harga yang disepakatinya. Menurut syari’at islam jual beli adalah pertukaran harta atas
dasar saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat
dibenarkan.
Jual-beli atau bay’u adalah suatu kegiatan tukar-menukar barang dengan barang
yang lain dengan cara tertentu baik dilakukan dengan menggunakan akad maupun tidak
menggunakan akad. Intinya, antara penjual dan pembeli telah mengetahui masing-
masing bahwa transaksi jual-beli telah berlangsung dengan sempurna.

B.     Landasan Hukum Jual Beli


Landasan Syara’: Jual beli di syariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, dan
Ijma’. Yakni:
a.       Berdasarkan Al-Qur’an diantaranya:

َّ ‫ َوأَ َح‬ ُ
                                                                                                ‫ل‬ ‫هَّللا‬ ‫ ْالبَ ْي َع‬ ‫ َو َح َّر َم‬ ‫َو َح َّر َم‬
Artinya: “ Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al-
Baqarah : 275)

‫ َوال‬ ‫تُ ْؤتُوا‬ ‫ال ُّسفَهَا َء‬ ‫أَ ْم َوالَ ُك ُم‬ ‫الَّتِي‬ ‫ َج َع َل‬ ُ ‫هَّللا‬ ‫لَ ُك ْم‬ ‫قِيَا ًما‬
Artinya: “ dan janganlah kamu berikan hartamu itu kepada orang yang bodoh dan harta
itu dijadikan Allah untukmu sebagai pokok penghidupan”. (An-Nisa:5).

      


          
       

Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu”. (An-Nisa: 29).

b.      Berdasarkan Sunnah
       Rasulullah Saw. Bersabda: 
         “dari Rifa’ah bin Rafi’ ra.: bahwasannya Nabi Saw. Ditanya: pencarian apakah
yang  paling baik? Beliau menjawab: “Ialah orang yang bekerja dengan tangannya
dan tiap-tiap jual beli yang bersih”. (H.R Al-Bazzar dan disahkan Hakim).
        Rasulullah Saw, bersabda:
“sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka (saling meridhoi) (HR.
Ibnu Hibban dan Ibnu Majah).
c.       Bardasarkan Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual-beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia
tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun
demikian, bantuan atau harta milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti
dengan barang lainnya yang sesuai.

C.    Rukun dan Pelaksanaan Jual Beli


Dalam menetapkan rukun jual-beli, diantara para ulama terjadi perbedaan
pendapat. Menurut Ulama Hanafiyah, rukun jual-beli adalah ijab dan qabul yang
menunjukkanpertukaran barang secara rida, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Adapun rukun jual-beli menurut Jumhur Ulama ada empat, yaitu:
a.       Bai’ (penjual)
b.      Mustari (pembeli)
c.       Shighat (ijab dan qabul)
d.      Ma’qud ‘alaih (benda atau barang).

D.    Syarat Jual-beli
Transaksi jual-beli baru dinyatakan terjadi apabila terpenuhi tiga syarat jual-beli,
yaitu
a.       Adanya dua pihak yang melakukan transaksi jual-beli
b.      Adanya sesuatu atau barang yang dipindahtangankan dari penjual kepada pembeli
c.       Adanya kalimat yang menyatakan terjadinya transaksi jual-beli (sighat ijab qabul).

Syarat yang harus dipenuhi oleh penjual dan pembeli adalah:


a.       Agar tidak terjai penipuan, maka keduanya harus berakal sehat dan dapat
membedakan (memilih).
b.      Dengan kehendaknya sendiri, keduanya saling merelakan, bukan karena terpaksa.
c.       Dewasa atau baligh.

Syarat benda dan uang yang diperjual belikan sebagai berikut:


a.       Bersih atau suci barangnya
Tidak syah menjual barang yang najis seperti anjing, babi, khomar dan lain-lain yang
najis.
b.      Ada manfaatnya: jual beli yang ada manfaatnya sah, sedangkan yang tidak ada
manfaatnya tidak sah, seperti jual beli lalat, nyamuk, dan sebagainya.
c.       Dapat dikuasai: tidak sah menjual barang yang sedang lari, misalnya jual beli kuda
yang sedang lari yang belum diketahui kapan dapat ditangkap lagi, atau barang yang
sudah hilang atau barang yang sulit mendapatkannya.
d.      Milik sendiri: tidak sah menjual barang orang lain dengan tidak seizinnya, atau barang
yang hanya baru akan dimilikinya atau baru akan menjadi miliknya.
e.       Mestilah diketahui kadar barang atau benda dan harga itu, begitu juga jenis dan
sifatnya. Jual beli benda yang disebutkan sifatnya saja dalam janji (tanggungan), maka
hukumnya boleh.

E.     Hukum Jual Beli


Secara asalnya, jua-beli itu merupakan hal yang hukumnya mubah atau
dibolehkan. Sebagaimana ungkapan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah : dasarnya
hukum jual-beli itu seluruhnya adalah mubah, yaitu apabila dengan keridhaan dari
kedua-belah pihak. Kecuali apabila jual-beli itu dilarang oleh Rasulullah SAW. Atau
yang maknanya termasuk yang dilarang beliau SAW.
F.     Macam – macam Jual Beli
Macam–macam jual beli (bisnis) dalam Islam, dapat di lihat pada dua sudut
pandang yaitu dari kaca mata hukum Islam dan dari kaca mata barang yang di perjual
belikan. Bisnis dilihat dari kaca mata hukum Islam di bagi menjadi dua macam, yaitu
jual beli (bisnis) yang sah menurut hukum Islam dan jual beli yang batal menurut
hukum Islam.
Jual beli (bisnis) yang dapat dibatalkan menurut hukum Islam, yaitu;
(a) jual beli barang yang di haramkan,
“Dari jabir r.a Rasulullah, bersabda sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya
telah mengharamkan menjual arak,bangkai,babi dan berhala”(HR Bukhari
dan Muslim)
(b) Jual beli sperma (mani) hewan. Hukum Islam mebolehkan untuk menjual
daging kambing yang belum di kuliti dengan ukuran timbang ,dan sama
halnya dengan di bolehkan menjual ayam sembelihan dengan kotorannya
masih di dalam perut ayam tersebut (Abdurrahman, 2004: 40).
(c) Jual beli dengan perantara (al–wasilat), melalui perantara artinya memesan
barang dengan akad jual membeli yang belum sempurna membayarnya
tetapi tiba tiba ia mundur dari hak akad. Para ulama’ memperbolehkan jual
beli dengan membayar dahulu agar barang tersebut tidak di beli oleh orang
lain.
(d) Jual beli anak binatang yang masih berada di perut induknya karena
barangnya belum ada jadi tidak di bolehkan.
(e) Jual beli muhaqallah / baqallah tanah, sawah dan kebun maksudnya jual beli
tanaman yang masih diladang atau sawah yang belum pasti wujudnya, hal
ini masih diragukan bisa mengakibatkan ketidak rilaan dari pembeli atau
penyesalan dari penjual, termasuk kategori jual beli gharar.
(f) Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah–buahan yang belum pantas
untuk panen, di dilarang karena masih samar karena dapat dimungkinkan
buah itu jatuh tertiup angin sebelum diambil oleh pembelinya atau busuk
dan lain sebaginya.
(g) Jual beli muammasah, yaitu jual beli secara sentuh menyantuh kain yang
sedang dipajangkan, orang yang menyentuh kain tersebut harus membeli.
(h) Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar,
maksudnya seperti pelelengan barang harga yang paling besar itu yang akan
mendapatkan barang tersebut, hal ini ditakutkan adanya penipuan.
(i) Jual beli muzaabanah, yaitu menjual barang yang basah dan yang kering,
maksudnya barang yang diperjual belikan dicampur dan mengakibatkan
tidak adanya keseimbangan barang.

Merut para jumhur ulama jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi, di lihat dari
segi hukumnya, jual beli ada dua macam yaitu :
1)      Jual beli yang sah,adalah jual beli yang telah memenuhi ketentuan  syara’, baik rukun
maupun syaratnya, syarat jual beli antara lain  :
1.      Barangnya suci
2.      Bermanfaat
3.      Milik penjual (dikuasainya )
4.      Bisa di serahkan
5.      Di ketahui keadaannya
2)      Jual beli yang batal, adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukun
sehingga jual beli menjadi rusak (fasid). Dengan kata lain, menurut jumhur ulama,
rusak dan batal memiliki arti yang sama. Adapun ulama hanafiyah membagi hukum dan
sifat jual beli menjadi sah, batal, dan rusak. 
3)      Jual beli yang di larang dalam islam
Jual beli yang dilarang dalam islam sangatlah banyak  menurut jumhur ulama.
Berkenaan dengan jual beli yang di larang dalam islam, Wahbah Al-Juhalili
meringkasnya sebagai berikut :
1.      Terlarang Sebab Ahliah (Ahli Akad )
Ulama telah sepakat bahwa jual beli dikategorikan sahih apabila dilakukan oleh
orang yang baligh, berakal, dan dapat memilih, dan mampu ber-tasharruf secara bebas
dan baik. Mereka yang di pandang tidak sah jual belinya adalah berikut ini :
a.       Jual beli orang gila
Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli orang gila tidak sah. Begitu pula sejenisnya, seperti
orang mabuk, sakalor, dan lain-lain.
b.      Jual beli anak kecil
Menurut ulama fiqih jual beli anak kecil di pandang tidak sah, kecuali dalam perkara –
perkara yang ringan atau sepele. Menurut ulama Syafi’iyah, jual beli anak mimayyiz
yang belum baligh, tidak sah sebab tidak ada ahliyah.
            Adapun menurut ulama Malikiyyah, Hanafiyyah, dan Hanabilah, jual beli anak-
anak kecil dianggap sah jika diizinkan walinya. Mereka antara lain beralasan, salah satu
cara untuk melatih kedewasaan adalah dengan cara  memberikan keleluasaan untuk jual
beli, juga pengamalan atas firman Allah, yang artinya:

“ dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian
jika menurut pendapat mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka
serahkanlah kepada mereka hartanya. (Q.S. An-Nisa’ :6)
c.       Jual beli orang buta
Jual beli orang buta di kategorikan sahih munurut jumhur ulama jika barang yang
dibelinya diberi sifat ( diterangkan sifat-sifatnya ). Menurut Safi’iyah, jual beli orang
buta tidak sah sebab ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan yang baik.
d.      Jual beli terpaksa
Menurut ulama Safi’iyah dan Hanabilah, jual beli ini tidak sah , sebab tidak ada
keridaan ketika akad.
e.       Jual beli fudhul
Adalah jual beli milik orang tanpa seizinnya. Munurut Hanafiyah dan Malikiyah, jual
beli di tangguhkan sampai ada izin pemilik. Menurut Safi’iyah dan Hanabilah, jual beli
fudhul tidak sah.
f.       Jual beli orang yang terhalang
Maksudnya adalah terhalang karena kebodohan, bangkrut ataupun sakit.
2.      Terlarang Sebab Ma’qud Alaih ( barang jualan )
Secara umum, ma’qud alaih adalah harta yang di jadikan alat pertukaran olah orang
yang akad, yang biasa di sebut mabi’ (barang jualan) dan harga.
a.       Jual-beli benda yang tidak ada atau di khawatirkan tidak ada
b.      Jual-beli barang yang tidak dapat di serahkan
c.       Jual-beli gharar ataui di sebut juga dengan jual beli yang tidak jelas (majhul)
d.      Jual-beli barang yang najis dan yang terkena najis.
e.       Jual-beli barang yang tidak ada ditempat akad (ghaib), tidak dapat dilihat.
3.      Terlarang sebab syara’
a.       Jual-beli riba
b.      Jual-beli barang yang najis
Barang yang diperjual belikan harus suci dan bermanfaat untuk manusia. Tidak boleh
(haram) berjual beli barang yang najis atau tidak bermanfaat seperti: arak, bangkai,
babi, anjing, berhala, dan lain-lain.
           Nabi saw. Bersabda ;
]7[)‫ (رواه الشيغان‬. ‫اِ ّن ا هللَ تعالى َحرَّم بَ ْي َع ْال َخ ْم ِر َو ْال َم ْيتَ ِة َو ْال ِخ ْن ِزي ِْر َواألَصْ ن َِام‬
Artinya : “ Nabi bersabda : Allah ta’ala melarang jual beli arak, bangkai, babi, anjing,
dan berhala.”(bukhari dan muslim)
c.       Jual-beli dengan uang dari barang yang diharamkan
d.      Jual-beli barang dari hasil pencegatan barang
e.       Jual-beli waktu ibadah sholat jum’at, berdasarkan Q.S. Al Jumu’ah ayat 9, yaitu:
Artinya :
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli[1475]. yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
f.       Jual-beli anggur untuk dijadikan khamar
g.      Jual-beli induk tanpa anaknya yang masih kecil
h.      Jual-beli barang yang sedang dibeli oleh orang lain
i.        Jual-beli memakai syarat.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
Jual beli secara lughawi adalah saling menukar. Jual beli dalam bahasa Arab
dikenal dengan istilah al-bay’. Secara terminology jual beli adalah suatu transaksi yang
dilakukan oleh pihak penjual dengan pihak pembeli terhadap sesuatu barang dengan
harga yang disepakatinya. Menurut syari’at islam jual beli adalah pertukaran harta atas
dasar saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat
dibenarkan.
Adapun rukun jual-beli menurut Jumhur Ulama ada empat, yaitu:
e.       Bai’ (penjual)
f.       Mustari (pembeli)
g.      Shighat (ijab dan qabul)
h.      Ma’qud ‘alaih (benda atau barang).

Anda mungkin juga menyukai