Anda di halaman 1dari 18

Akad Jual Beli

Dipresentasikan oleh kelompok 2


Anggota Kelompok
Af'idatul Maulidyah Aisyah Nawaratallah Alifiah Farizky
08040420089 08040420092 08040420096

Ahmad Musyrif Yusril F. Alfan Nuril Hidayat Arrizqoh Barirah


08040420090 0804042004 08040420104

Ahmad Warid Asy'ari Alifatul Mujahadah Fadila Sarah Sehan


08040420091 08040420095 08040420115
DEFINISI
AKAD JUAL BELI
AKAD
Akad adalah ikatan, perjanjian, dan pemufakatan. Pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul
(pernyataan menerima ikatan) sesuai dengan kehendak syari’at yang berpengaruh pada objek perikatan.

Menurut istilah, akad adalah suatu ikatan antara ijab dan qabul dengan cara yang dibenarkan syara’ yang
menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada objeknya. Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi
perikatan yang diinginkan, sedangkan qabul adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya.

Istilah akad berasal dari bahasa Arab yakni al-‘Aqd. Secara bahasa kata al-‘Aqd, bentuk masdarnya adalah ‘Aqada
dan jamaknya adalah al-‘Uqud yang berarti perjanjian (yang tercatat) atau kontrak.
Di dalam buku Ensiklopedi Hukum Islam, al-‘aqd memiliki arti perikatan, perjanjian, dan per mufakatan (al-ittifaq)

Adapun pengertian akad menurut istilah, ada beberapa pendapat di antaranya adalah Wahbah al-Zuhaylî dalam
kitabnya al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh yang dikutip oleh Dimyauddin Djuwaini bahwa akad adalah
hubungan/keterkaitan antara ijâb dan qabulatas diskursus yang dibenarkan oleh syara’ dan memiliki implikasi
hukum tertentu. Sedangkan menurut Hasbi Ash-Shiddieqy bahwa akad adalah perikatan antara ijab dengan
qabul yang dibenarkan syara’ yang menetapkan keridaan kedua belah pihak.

Maka dapat dipahami bahwa akad adalah suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua orang atau lebih
berdasarkan keridaan masing-masing pihak yang melakukan akad dan memiliki akibat hukum baru bagi mereka
yang berakad.
JUAL BELI
Menurut terminologi fikih, jual beli diartikan dengan al-bai’ yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu
dengan sesuatu yang lainnya. Secara makna etimologi jual beli merupakan masdar dari kata ‫ باع‬yang bermakna
memiliki dan membeli. Sedangkan jual beli secara istilah syara’ adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau
barang yang mempunyai nilai secara ridha diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan
pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.

Didalam fikih muamalah jual beli diartikan sebagai Pertukaran (sesuatu dengan sesuatu yang lainnya). Sedangkan
menurut Hanafiah pengertian jual beli (al-bai’) yaitu tukar menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan
dengan sesuatu yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat. Sedangkan menurut Malikiyah, Syafi’iyah,
dan Hanabilah, bahwa jual beli (al-bai’) yaitu tukar menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan
milik dan kepemilikan. Dan menurut Pasal 20 ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, bai’ merupakan jual beli
antara benda dengan benda, atau pertukaran antara benda dengan uang.

Berdasarkan dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli merupakan suatu perjanjian tukar-
menukar benda atau barang dengan barang, uang dengan barang yang mempunyai nilai dengan pemindahan
kepemilikan benda tersebut yang dilakukan secara sukarela diantara kedua belah pihak dan sesuai dengan aturan
hukum di dalam Islam.
DALIL LEGITIMASI
Dalil legitimasi
Kata legitimasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti Keterangan yang
mengesahkan atau membenarkan bahwa pemegang keterangan adalah betul-betul orang
yang dimaksud . Gaetano Mosca menyatakan bahwa legitimasi merupakan suatu keyakinan
yang menunjukkan ketundukan terhadap peraturan-peraturan yang ada. Secara umum
legitimasi merupakan sebuah konsep keterikatan yang kuat antara pemimpin dan yang
dipimpin dalam ilmu politik .Menurut suchman legitimacy merupakan persepsi atau asumsi
umum bahwa tindakan suatu entitas diinginkan, tepat atau sesuai dalam beberapa sistem
norma, nilai.

Berdasarkan definisi di atas, dalam masalah akad kita dapat asumsikan bahwa legitimasi
akad dimaksudkan sebagai keyakinan pembuat akad akan keterikatannya dengan akad
yang dibuat. Hal tersebut memberikan konsekuensi bahwa akad yang sah membuat
pelakunya harus mengikuti semua prosedur akad sesuai jenisnya. Dalam kajian ekonomi
Islam ada akad yang shah adapula akad yang bathil (tidak shah), sehingga legitimasi yang
berlaku dalam akad tersebut tergantung pada hal ini.
Legitimasi terhadap akad ini sejatinya merupakan instruksi dari Sang maha pencipta, ketika
memerintahkan manusia untuk menunaikan akad-akad yang disepakati (Q.S: Al-maidah, 01).

‫َع َلْي ُكْم َغ ْي َر ُم ِح ىِّل‬ ‫ٰٓيَاُّيَه ا اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا َاْو ُف ْو ا ِباْلُع ُق ْو ِۗد ُاِح َّلْت َلُكْم َبِه ْي َم ُة اَاْلْنَع اِم ِااَّل َم ا ُيْت ىٰل‬
‫الَّص ْي ِد َو َاْنُتْم ُحُرٌۗم ِاَّن َهّٰللا َيْحُكُم َم ا ُيِرْيُد‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan
kepadamu, dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah menetapkan
hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki.

Adapun dalil-dalil yang merupakan dasar atau landasan ataupun pondasi bagi umat Islam untuk
melakukan perdagangan para pelaku jual beli itu sendiri sebagai berikut :

ࣖ ‫َو اَل َتْأُكُلْٓو ا َاْم َو اَلُكْم َبْي َنُكْم ِباْلَباِط ِل َو ُتْد ُلْو ا ِبَه ٓا ِاىَل اْلُحَّكاِم ِلَت ْأُكُلْو ا َف ِرْيًق ا ِّم ْن َاْم َو اِل الَّناِس ِباِاْلْثِم َو َاْنُتْم َتْع َلُم ْو َن‬
Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang
lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah:188).
‫َاَّلِذ ْيَن َيْأُكُلْو َن الِّرٰب وا اَل َيُق ْو ُم ْو َن ِااَّل َك َم ا َيُق ْو ُم اَّلِذ ْي َيَت َخَّبُط ُه الَّش ْي ٰط ُن ِم َن اْلَم ِّۗس ٰذ ِلَك ِبَاَّنُه ْم َق اُلْٓو ا ِاَّنَم ا اْلَبْي ُع ِم ْث ُل‬
‫الِّرٰب وۘا َو َاَحَّل ُهّٰللا اْلَبْي َع َوَحَّرَم الِّرٰب وۗا َف َم ْن َجۤاَءٗه َم ْو ِع َظ ٌة ِّم ْن َّرِّبٖه َف اْنَت ٰه ى َفَلٗه َم ا َس َلَۗف َو َاْم ُرٓٗه ِاىَل ِهّٰللا ۗ َو َم ْن َع اَد‬
‫ٰۤل‬
‫َفُاو ِٕى َك ْص ٰح ُب الَّناِر ۚ ُه ْم ِف ْي َه ا ٰخ ِلُد ْو َن‬
‫َا‬
Artinya: Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang
demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-

‫ْأ‬
Baqarah:275).
ۗ ‫ِّم ْن ُكْم ۗ َو اَل َتْق ُتُلْٓو ا َاْنُف َس ُكْم‬ ‫ٰٓيَاُّيَه ا اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َت ا ْم َو ا ْم َبْي َن ْم ِبا َباِط ِل ِا ْن ْو َن ِتَجاَر َع ْن َراٍض‬
‫َت‬ ‫ًة‬ ‫َتُك‬ ‫َا‬ ‫ٓاَّل‬ ‫ْل‬ ‫ُك‬ ‫ُك‬‫َل‬ ‫َا‬ ‫ْٓو‬‫ُل‬ ‫ُك‬
‫ِاَّن َهّٰللا َك اَن ِبُكْم َرِح ْي ًم ا‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar),
kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh,
Allah Maha Penyayang kepadamu. (QS.An-Nisa’:29).

Dengan adanya dalil tersebut proses transaksi jual beli umat lebih terarah kepada
perdagangan yang Islami, yang sesuai dengan ajaran Islam dan norma ataupun etika yang
berlaku dalam dunia bisnis Islam. Selain itu, agar pihak penjual maupun pembeli dalam
bertransaksi terhindar dari praktik jual beli yang menimbulkan riba.
RUKUN DAN SYARAT AKAD
Orang-orang yang berakad
(penjual dan pembeli)

Shighat

Rukun Akad
(ijab dan qabul)

Ma’qud alaih Jual Beli


(Benda atau barang)

Ada nilai tukar pengganti


barang.
Syarat Akad Jual Beli
Orang yang berakad (penjual dan pembeli) Para Ulama fikih sepakat menyatakan bahwa orang
yang melakukan akad jual beli harus memenuhi syarat:
a. Berakal
b. Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda
c. Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa)
d. Baligh atau dewasa

Syarat Benda atau Barang yang Menjadi Obyek Akad


Objek jual beli di sini dapat diartikan sebagai benda yang menjadi sebab terjadinya perjanjian jual
beli. Adapun syarat-syaratnya adalah :
a. Suci dan halal
b. Ada manfaatnya
c. bisa diserah terimakan
d.milik sendiri
e.bisa diketahui dengan jelas
f. Barang yang diakadkan ada di tangan
ijab dan Qabul
a. Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.
b. Qabul sesuai dengan ijab.
c. Ijab dan qabul itu dilakukan dalam satu majelis atau satu tempat.
d. Ijab dan qabul dinyatakan di satu tempat. Konkritnya, kedua pelaku transaksi hadir
bersama di tempat atau transaksi dilangsungkan di satu tempat dimana pihak yang absen
mengetahui terjadinya pernyataan ijab.

Mempunyai nilai tukar, Termasuk unsur penting dalam jual beli adalah nilai tukar dari
barang yang dijual (untuk zaman sekarang adalah uang).
a. Harga yg disepakati harus jelas jumlahnya.
b. Dibayar pada waktu akad, jika hutang harus jls waktunya
c. Jika alat tukarnya dalam bntuk barang (selain uang) maka harus barang halal.
CONTOH PRAKTIK KLASIK
KONTEMPORER
Contoh Praktik Klasik

Adapun contoh praktik akad jual beli klasik ialah sistem atau metode Barter, Di masa awal risalah kenabian, tradisi ini
sudah sangat berkembang dan umum berlaku di kalangan masyarakat jahiliyah kala itu. Itulah sebabnya ada istilah
dzahaban bi dzahabin, yadan bi yadin di dalam seri pelajaran fiqih muamalah terapan pada umumnya. Istilah yadan bi
yadin sering dimaknai dengan unsur saling serah-terima barang antara penjual dan pembeli. Sementara itu, unsur
dzahaban bi dzahabin sering dimaknai dengan unsur tukar-menukar yang sama jenis, misalnya emas dengan emas,
gandum dengan gandum, beras dengan beras sebagainya.Syarat – syarat diperbolehkannya sistem Barter ini alah
sebagai berikut :
1. Jual beli barter adalah boleh namun harus berupa barang yang semisal (sama)
2. Salah satu dari dua pihak penjual dan pembeli, tidak boleh ada yang melebihkan takaran atau menguranginya.
3. Tidak boleh barter antara dua barang yang berbeda jenis. Misalnya antara emas dengan perak, atau antara gandum
dengan beras kecuali dilakukan secara yadan bi yadin.
4. Tidak boleh tukar-menukar antara barang yang berbeda timbangan atau takaran. Misalnya, antara beras dengan
berat dengan jenis bagus seberat 1 kilogram, ditukar dengan beras kualitas rendah seberat 1,5 kilogram.
5. Tidak boleh jual beli barang yang tidak ada atau belum ada.
Contoh Praktik Kontemporer

Adapun contoh praktik akad jual beli kontemporer ialah jual beli dalam Online Shop. Jual beli online di
artikan sebagai jual beli barang dan jasa melalui media elektronik, khususnya melalui internet atau secara
online. Metode dari online shop sendiri ialah para penjual menjual barang dengan cara memajang foto
suatu produk beserta dengan keterangan produk atau deskripsi secara jelas. Salah satu contoh adalah
penjualan produk secara online melalui internet seperti yang dilakukan oleh shopee, tokopedia, blibli dan
lain – lain. Atau jual beli via internet adalah “akad yang disepakati dengan menentukan ciri-ciri tertentu
dengan membayar harganya terlebih dahulu sedangkan barangnya diserahkan kemudian”. Tetapi seiring
berjalannya waktu para online shop menggunakan beberapa metode pembayaran, seperti COD (Cash On
Delivery) penjelasam dari metode ini ialah penjual mengirimkan barang terlebih dahulu kepada pembeli
yang akan membeli barang tersebut, lalu ketika pembeli sudah menerimanya maka pembeli akan
membayar secara cash.
Terima kasih!
Ada pertanyaan untuk kami?
Daftar
Pertanyaan

Anda mungkin juga menyukai