Anda di halaman 1dari 5

Abstrak

Salah satu fitrah manusia adalah berhutang. Rata-rata manusia pasti pernah berhutang kepada orang
lain, sebab manusia memang telah digariskan untuk menjalani hidup yang terkadang tidak menentu.
Qardh (hutang piutang) dalam akadnya termasuk perilaku yang ihsan, karena bernilai kebajikan dalam
dimensi sosial. Selain itu qardh juga amat membantu khalayak umum yang membutuhkan uluran dana
maupun sedang dilanda kesusahan pada masalah perekonomian.

Definisi

Utang piutang atau pinjaman disebut qardh. Dalam tinjauan etimologi, qardh memiliki makna ‫القطع‬
(memotong). Bermakna tersebut, sebab uang yang diambil oleh orang yang meminjamkan, memotong
sebagian hartanya. Harta yang dibayarkan kepada muqtaridh (yang mempunyai hutang) disebut qardh,
karena merupakan potongan dari harta muqridh (pemilik harta). Sehingga al-Qardh dapat diketahui
sebagai bentuk pinjaman yang diberikan muqridh kepada muqtaridh. Secara terminologi, ulama
Syafi‟iyah mengemukakan, “qardh mempunyai pengertian yang sama dengan dengan term as-Salaf,
yakni akad pemilikan sesuatu untuk dikembalikan dengan yang sejenis atau yang sepadan”.

Dari penjelasan di atas tampaklah bahwa sesungguhnya qardh merupakan salah satu jenis sarana
mendekatkan diri kepada Allah juga jenis muamalah yang bercorak ta’awun (pertolongan) kepada pihak
lain untuk memenuhi hajatnya, dapat dikata demikian sebab muqtaridh (penghutang/debitur) tidak
diwajibkan memberikan iwadh (tambahan) dalam pengembalian harta yang dipinjamnya itu kepada
muqridh (yang memberikan pinjaman/kreditur).

Pembahasan

a. Dasar hukum Al-Qur'an

Dasar hukum utang-piutang atau qardh, dalam al-Qur'an diantaranya adalah:


‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا َأْو ُفوا ِباْلُع ُقوِۚد‬

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad (Q.S. al-Maidah: 1)


Penjelasan ayat:

Yang dimaksud aqad-aqad dalam ayat ini adalah perjanjian, baik janji yang terikat antara manusia
dengan Allah Swt, maupun perjanjian yang dibuat oleh kesepakatan antar manusia itu harus dipenuhi.
Selain kata akad di dalam Al-Quran dikenal juga kata ‘ahd atau al-ahdu yang secara etimologi berarti
masa, pesan, penyempurnaan, dan janji atau perjanjian. Syarat-syarat dalam akad antara lain adalah: (1)
yang dijadikan objek akad bisa menerima hukumnya; (2) Akad tersebut diizinkan oleh syara’, dikerjakan
oleh orang yang memiliki hak mengerjakannya, walaupun dia bukan aqid yang memiliki barang; (3)
Janganlah akad itu akad yang dilarang oleh syara’, seperti jual beli mulasamah. Akad bisa memberikan
faedah, sehingga tidaklah sah apabila rahn (gadai) dianggap sebagai imbalan amanah (kepercayaan), (4)
Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi qabul. Maka apabila orang ber-ijab menarik kembali
ijab-nya sebelum qabul maka batallah ijab-nya, (5) Ijab dan qabul harus bersambung, sehingga apabila
seseorang yang ber-ijab telah berpisah sebelum adanya qabul, maka ijab tersebut menjadi batal.
Adanya konteks pembahasan akad dikarenakan dalam setiap bermuamalah pasti terdapat akadnya,
begitu pun qardh. Dalam literatur Fikih, qardh dikategorikan dalam aqad tathawwu’i atau akad saling
membantu dan bukan transaksi komersil.

‫َم ْن َذ ا اَّلِذ ي ُيْقِرُض َهَّللا َقْر ًضا َحَس ًنا َفُيَض اِع َفُه َلُه َأْض َع اًفا َك ِثيَر ًةۚ َو ُهَّللا َيْقِبُض َو َيْبُس ُط َوِإَلْيِه ُتْر َج ُعوَن‬

Artinya: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat
ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan. (QS. Al-Baqarah : 245)

Tafsir:

Barang siapa mau meminjami atau menginfakkan hartanya di jalan Allah dengan pinjaman yang baik
berupa harta yang halal disertai niat yang ikhlas, maka Allah akan mengganti atau melipatgandakan
kepadanya suatu balasan yang banyak dan berlipat sehingga kamu akan senantiasa terpacu untuk
berinfak. Allah dengan segala kebijaksanaan-Nya akan menahan atau menyempitkan dan bahkan
melapangkan rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, serta kepada-Nyalah kamu dikembalikan
pada hari kebangkitan guna mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai dengan apa yang diniatkan.
‫ٰٓل‬
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا َتَداَيْنُتْم ِبَد ْيٍن ِا ى َاَج ٍل ُّمَس ًّمى َفاْكُتُبْو ُۗه َو ْلَيْكُتْب َّبْيَنُك ْم َكاِتٌۢب ِباْلَع ْدِۖل َو اَل َيْأَب َكاِتٌب َاْن َّيْكُتَب َك َم ا َع َّلَم ُه ُهّٰللا َفْلَيْكُتْۚب َو ْلُيْمِلِل‬
‫اَّلِذ ْي َع َلْيِه اْلَح ُّق َو ْلَيَّتِق َهّٰللا َر َّبٗه َو اَل َيْبَخ ْس ِم ْنُه َش ْئًـۗا َفِاْن َك اَن اَّلِذ ْي َع َلْيِه اْلَح ُّق َسِفْيًها َاْو َضِع ْيًفا َاْو اَل َيْسَتِط ْيُع َاْن ُّيِم َّل ُهَو َفْلُيْمِلْل َو ِلُّيٗه ِباْلَع ْدِۗل‬
‫َو اْسَتْش ِهُد ْو ا َش ِهْيَد ْيِن ِم ْن ِّر َج اِلُك ْۚم َفِاْن َّلْم َيُك ْو َنا َر ُج َلْيِن َفَر ُجٌل َّواْمَر َاٰت ِن ِمَّم ْن َتْر َض ْو َن ِم َن الُّش َهَۤد اِء َاْن َتِض َّل ِاْح ٰد ىُهَم ا َفُتَذِّك َر ِاْح ٰد ىُهَم ا اُاْلْخ ٰر ۗى َو اَل‬
‫َيْأَب الُّش َهَۤد اُء ِاَذ ا َم ا ُدُع ْو اۗ َو اَل َتْس َٔـُم ْٓو ا َاْن َتْكُتُبْو ُه َصِغ ْيًرا َاْو َك ِبْيًرا ِآٰلى َاَج ِلٖۗه ٰذ ِلُك ْم َاْقَس ُط ِع ْنَد ِهّٰللا َو َاْقَوُم ِللَّش َهاَد ِة َو َاْد ٰن ٓى َااَّل َتْر َتاُبْٓو ا ِآاَّل َاْن َتُك ْو َن‬
ۗ ‫ِتَج اَر ًة َح اِض َر ًة ُتِد ْيُرْو َنَها َبْيَنُك ْم َفَلْيَس َع َلْيُك ْم ُجَناٌح َااَّل َتْكُتُبْو َهۗا َو َاْش ِهُد ْٓو ا ِاَذ ا َتَباَيْع ُتْم ۖ َو اَل ُيَض ۤا َّر َكاِتٌب َّو اَل َش ِهْيٌد ۗە َوِاْن َتْفَع ُلْو ا َفِاَّنٗه ُفُسْو ٌۢق ِبُك ْم‬
‫َو اَّتُقوا َهّٰللاۗ َو ُيَع ِّلُم ُك ُم ُهّٰللاۗ َو ُهّٰللا ِبُك ِّل َش ْي ٍء َع ِلْيٌم‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan
(apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia
mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau
lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya
mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di
antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari
saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu
menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih
adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu
jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan
persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika
kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-
Baqarah : 282)

Tafsir:

Dalam Tafsir Al-Mishbah, ayat ini secara khusus ditujukan kepada orang-orang beriman yang melakukan
transaksi utang piutang. Selain itu, dijelaskan juga mengenai perlunya seseorang atau para pihak untuk
menuliskan transaksi utang piutang tersebut. Sehingga, Allah pun memerintahkan supaya menulis
transaksi tersebut dengan menyebutkan hari, bulan, dan tahun pembayaran yang telah
dijanjikan/disepakati dengan sejelas-jelasnya. Kandungan yang termuat dalam surah Al Baqarah Ayat
282 tersebut yakni:

a. Setiap transaksi yang mengandung perjanjian penangguhan seharusnya terdapat bukti tertulis. Akan
tetapi jika tidak memungkinkan perjanjian tertulis, hendaknya dihadirkan saksi. Apabila ternyata tidak
ada saksi, tidak pula bukti tulisan, diperbolehkan adanya suatu jaminan.

b. Prinsip saling percaya dan menjaga kepercayaan semua pihak. Supaya menghilangkan keraguan maka
disarankan untuk mengadakan perjanjian secara tertulis atau jaminan. Namun bila semua pihak satu
sama lain saling mempercayai, atau dalam transaksi tunai tidak akan menimbulkan masalah di kemudian
hari, tidak mengapa tanpa bukti tertulis atau jaminan asalkan tetap menjaga amanah.

c. Orang yang mengetahui fakta harus bersedia menjadi saksi. Bersaksi dalam kebenaran merupakan
bentuk ibadah. Sebaliknya, yang menyembunyikan kesaksian akan terancam siksa. Sedangkan bersaksi
palsu termasuk dosa besar.

d. Taqwa mencakup segala aspek kehidupan. Maka dari itu, dalam jual beli, utang piutang, atau bahkan
muamalah lainnya haruslah didasari ketaqwaan.

e. Taqwa juga harus amanah dan menjauhi hal-hal yang merugikan pihak manapun. Sebab, Allah SWT
maha mengetahui segalanya, oleh karena itu setiap manusia harus menampakkan fakta yang
sesungguhnya apabila dimintai persaksian.

ۚ‫َوِإْن ُكْنُتْم َع َلٰى َس َفٍر َو َلْم َتِج ُدوا َكاِتًبا َفِرَهاٌن َم ْقُبوَض ٌةۖ َفِإْن َأِم َن َبْعُض ُك ْم َبْعًضا َفْلُيَؤ ِّد اَّلِذ ي اْؤ ُتِم َن َأَم اَنَتُه َو ْلَيَّتِق َهَّللا َر َّبُهۗ َو اَل َتْكُتُم وا الَّش َهاَدَة‬
‫َوَم ْن َيْكُتْمَها َفِإَّنُه آِثٌم َقْلُبُهۗ َو ُهَّللا ِبَم ا َتْع َم ُلوَن َع ِليٌم‬

Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabb-nya;
dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan kesaksian. Dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha-
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Baqarah: 283).

Tafsir:
Apabila kalian dalam keadaan bepergian dan kalian tidak menemukan orang yang bisa menulis untuk
kalian, maka serahkanlah sesuatu kepada pemilik hak sebagai jaminan bagi haknya sampai pihak
penghutang membayar hutang yang menjadi kewajibannya. Jika sebagian di antara kalian mempercayai
sebagian yang lain, maka tidak mengapa bila tidak dilakukan penulisan, kesaksian dan jaminan. Hutang
tersebut merupakan amanat di pundak penghutang, dia harus melunasinya, dia harus merasa diawasi
oleh Allah sehingga tidak akan mengkhianati si pemberi hutang. Akan tetapi jika pihak yang berhutang
mengingkari hutang yang dipikulnya, lalu ada pihak lain yang hadir dan menyaksikan, maka hendaknya
pihak tersebut membuka kesaksiannya. Dan barangsiapa yang menyembunyikan kesaksian tersebut,
maka dia adalah pemilik hati yang buruk lagi pengkhianat. Allah mengawasi apa yang tersimpan di dalam
dada, ilmu-Nya meliputi seluruh urusan kalian dan Dia akan menghisab kalian di atas itu.

‫َّم ن َذ ا ٱَّلِذ ى ُيْقِرُض ٱَهَّلل َقْر ًضا َح َس ًنا َفُيَٰض ِع َف ۥُه َل ۥُه َو َل ٓۥُه َأْج ٌر َك ِريٌم‬

Artinya: Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-
gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak. (QS. Al-Hadid
: 11)

Tafsir:

Barang siapa yang menafkahkan hartanya di jalan Allah dengan baik tanpa mengharapkan pujian dan
tanpa sakit hati, maka akan dilipatgandakan pahalanya dan baginya pahala yang agung di akhirat, yaitu
surga.

‫ِإن ُتْقِرُضو۟ا ٱَهَّلل َقْر ًضا َحَس ًنا ُيَٰض ِع ْفُه َلُك ْم َو َيْغ ِفْر َلُك ْم ۚ َو ٱُهَّلل َش ُك وٌر َح ِليٌم‬

Artinya: Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan
balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun.
(QS. At-Taghabun : 17)

Tafsir:

Jika kalian menafkahkan (harta kalian) pada kebaikan yang diridhai oleh Allah dengan infak yang baik
dari diri kalian, maka pahala kalian akan banyak dilipat gandakan dan dosa-dosa kalian akan ditutupi
(diampuni). Allah adalah Maha Bersyukur yang memberikan pahala yang agung atas ketaatan,
memberikan sesuatu yang banyak bagi orang yang mengerjakan sedikit amal dan tidak mempercepat
hukuman bagi orang yang melakukan maksiat.

b. Dasar hukum hadits

Dari Ibnu Mas'ud, Rasulullah SAW bersabda:

‫َم ا ِم ْن ُم ْس ِلٍم ُيْقِرُض ُم ْس ِلًم ا َقْر ًضا َم َّرَتْيِن ِإَّال َك اَن َك َصَد َقِتَها َم َّر ًة‬

“Tidak ada seorang muslim pun yang memberikan pinjaman kepada muslim lainnya sebanyak dua kali
kecuali akan (bernilai) seperti sedekah sekali.”
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih, yaitu:

‫ اْسَتْس َلَف ِم ْن َر ُج ٍل َبْك ًرا َفَقِد َم ْت َع َلْيِه ِإِبٌل ِم ْن ِإِبِل الَّصَد َقِة َفَأَم َر َأَبا َر اِفٍع َأْن َيْقِض َى الَّرُج َل َبْك َرُه َفَرَج َع‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا‬
‫ َفَقاَل « َأْع ِطِه ِإَّياُه ِإَّن ِخ َياَر الَّناِس َأْح َس ُنُهْم َقَض اًء‬.‫» ِإَلْيِه َأُبو َر اِفٍع َفَقاَل َلْم َأِج ْد ِفيَها ِإَّال ِخ َياًرا َر َباِع ًيا‬.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meminjam dari seorang seekor onta yang masih muda.
Kemudian ada satu ekor onta sedekah yang dibawa kepada beliau. Beliau lalu memerintahkan Abu Rafi’
untuk membayar kepada orang tersebut pinjaman satu ekor onta muda. Abu Rafi’ pulang kepada beliau
dan berkata: “Aku tidak mendapatkan kecuali onta yang masuk umur ketujuh”. Lalu beliau menjawab:
“Berikanlah itu kepadanya! Sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah yang paling baik dalam
membayar hutangnya”. [HR Muslim no.4192].

Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata:

‫ فَقضاني وزاَدني‬، ‫ كان لي على النبِّي صَّلى ُهللا عليه وسَّلَم َديٌن‬:‫ قال‬،‫عن جابِر بِن عبِد ِهللا َرِض َي ُهللا عنه‬.

”Aku pernah mempunyai hutang pada Nabi SAW lalu beliau membayar hutang itu dan menambahinya.”
(Shahih: Muttafaq 'Alaih)

Berdasarkan ayat-ayat dan hadits-hadits yang telah disebutkan, dapat dimengerti bahwa qardh (utang
atau pinjaman) ialah perbuatan yang dianjurkan dan akan diberi balasan atau imbalan oleh Allah SWT.
Karena tergolong kebaikan apabila pihak peminjam memberikan tambahan terhadap harta atau barang
yang dipinjamnya atas dasar sukarela bukan sebab syarat dari peminjaman.

Kesimpulan

Dari keterangan yang sedari telah dikemukakan, maka berkenaan dengan utang piutang tersebut
bisa dipahami dan ditarik titik ringkasnya yakni al-qardh adalah suatu akad yang terjadi dan dilakukan
antara dua pihak, dimana pihak pertama melakukan pemberian uang atau barang kepada pihak lain
guna dimanfaatkan dengan ketentuan bahwa uang atau barang tersebut harus dikembalikan persis
seperti yang ia terima dari pihak pertama sesuai kesepakatan.

Anda mungkin juga menyukai