Disusun Oleh :
MITIA FARINDA
Dosen Pengampu:
Dr. Husni, S.Ag., M.Ag
Mata Kuliah:
HadisIqtishadi
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.
Kami sebagai penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Kelompok 7
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Islam agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaedah-
kaedah dasar dan aturan dalam semua sisi kehidupan manusia baik
dalam ibadah dan juga mu’amalah (hubungan antar makhluk). Setiap
orang mesti butuh berinteraksi dengan lainnya untuk saling menutupi
kebutuhan dan saling tolong menolong diantara mereka.
Karena itulah sangat perlu sekali kita mengetahui aturan islam dalam
seluruh sisi kehidupan kita sehari-hari, diantaranya yang bersifat
interaksi social dengan sesama manusia, khususnya berkenaan
dengan berpindahnya harta dari satu tangan ketangan yang lainnya.
Pembahasan
A. Pengertian Rahn
Hukum Al Rahn
Sistem hutang piutang dengan gadai ini diperbolehkan dan
disyariatkan dengan dasar Al Qur’an, Sunnah dan ijma’ kaum
muslimin.
Dalil Al Qur’an adalah firman Allah:
ِ ِ
َضا َف ْلُيَؤ ِّدالَّذياْؤ مُتِن
ً ض ُك ْمَب ْع
ِ
ُ وضةٌفَِإنَْأمنََب ْع
ِ
َ ُىس َف ٍر َولَ ْمتَج ُدوا َكاتبًافَ ِر َهامٌنَْقب ِإ
َ ََو نْ ُكْنتُ ْم َعل
َِأما َنتهولْيت َِّقاللَّهربَّهوالتَ ْكتمواالشَّهادةَومْني ْكتمهافَِإنَّهآمِث ٌَق ْلبهواللَّهبِماَتعملُو َنعل
َ َ ْ َ ُ َُ ُ ُ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ُ ُ َُ ََ َ َُ َ َ
يمٌ
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi
jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan
hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Rabbnya; dan janganlah kamu
(para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan siapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang
berdosa hatinya; dan Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.
2:283).
4
lihatMughni, IbnuQudamahtahqiq DR. Abdullah bin AbdulmuhsinAlturkidanAbdulfatah Muhammad Al Hulwu,
cetakankeduatahun 1412H, penerbithajar, Kairo, Mesir. 6/443
Dalam ayat ini walaupun ada pernyataan ‘dalam perjalanan’ namun
tetap menunjukkan keumumannya, baik dalam perjalanan atau dalam
keadaan mukim, karena kata ‘dalam perjalanan’ dalam ayat hanya
menunjukkan keadaan yang biasa membutuhkan sistem ini.
َّ َُّريُ ْش َربُبَِن َف َقتِ ِهِإ َذا َكانَ َم ْر ُهونً َاو َعلَىالَّ ِذ َيي ْر َكُب َويَ ْش َرب
ُالن َف َقة ِّ الر ْهُنُي ْر َكبُبَِن َف َقتِ ِهِإ َذا َكانَ َم ْر ُهونً َاولََبنُالد
َّ
5
Taudhih Al Ahkam Syarah Bulugh Al Maram 4/460
Al Rahn (Gadai) ditunggangi dengan sebab nafkahnya, apabila
digadaikan dan susu hewan menyusui diminum dengan sebab nafkah
apabila digadaikan dan wajib bagi menungganginya dan
meminumnya nafkah. (HR Al Bukhori no. 2512).
WallahuA’lam6 Pendapat ini dirojihkan Ibnu Qudamah, Al Hafidz Ibnu
Hajardan Muhammad Al Amien Al Singqithi 7
Setelah jelas pensyariatan Al Rahn dalam keadaan safar (perjalanan),
apakah hukumnya wajib dalam safar dan mukim atau tidak wajib pada
keseluruhannya atau wajib dalam keadaan safar saja? Para ulama
berselisih dalam dua pendapat.
6
AbhatsHai’atKibarUlama 6/107
7
Al Mughni 6/444 dantaudhih Al Ahkam 4/460
Mereka menyatakan bahawa kalimat (maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)) adalah berita
bermakna perintah. Juga dengan sabda Rasululloh SAW :
اطل ٌَوِإنْ َكانَ ِماَئةَ َش ْر ٍط
ِ يكتابِاللَّ ِه َفهوب
َ َُ َ ِ س ِف
ٍ َ ُُّكل
َ ش ْرطلَْي
Semua syarat yang tidak ada dikitabullah maka ia bathil walaupun
seratus syarat. (HR Al Bukhori).
Hikmah Pensyariatannya
Setiap orang berbeda-beda keadaannya, ada yang kaya dan ada yang
miskin, padahal harta sangat dicintai setiap jiwa. Lalu terkadang
seorang disatu waktu sangat butuh kepada uang untuk menutupi
kebutuhan-kebutuhannya yang mendesak dan tidak mendapatkan
orang yang bersedekah kepadanya atau yang meminjamkan uang
kapadanya, juga tidak ada penjamin yang menjaminnya. Hingga ia
mendatangi orang lain membeli barang yang dibutuhkannya dengan
hutang yang disepakati kedua belah pihak atau meminjam darinya
dengan ketentuan memberikan jaminan gadai yang disimpan pada
pihak pemberi hutang hingga ia melunasi hutangnya.
Oleh karena itu Allah mensyariatkan Al Rahn (gadai) untuk
kemaslahatan orang yang menggadaikan (Raahin), pemberi hutangan
(Murtahin) dan masyarakat.
Syarat Al Rahn
Disyaratkan dalam Al Rahn sebagai berikut:
1. syarat yang berhubungan dengan transaktor (orang yang
bertransaksi) yaitu Orang yang menggadaikan barangnya adalah
orang yang memiliki kompetensi beraktivitas, yaitu baligh, berakal dan
rusyd (kemampuan mengatur).[17]
2. Syarat yang berhubungan dengan Al Marhun (barang gadai) ada
dua:
َّ َُّريُ ْش َربُبَِن َف َقتِ ِهِإ ذَا َكانَ َم ْر ُهونً َاو َعلَىالَّ ِذ َيي ْر َكُب َويَ ْش َرب
ُالن َف َقة ِّ الر ْهُنُي ْر َكبُبَِن َف َقتِ ِهِإ ذَا َكانَ َم ْر ُهونً َاولََبنُالد
َّ
Al Rahn (Gadai) ditunggangi dengan sebab nafkahnya, apabila
digadaikan dan susu hewan menyusui diminum dengan sebab nafkah
apabila digadaikan dan wajib bagi menungganginya dan
meminumnya nafkah. (HR Al Bukhori no. 2512). Ini
madzhabHanabilah. Adapun mayotitas ulama fiqih dari hanafiyah,
Malikiyah dan Syafi’iyah mereka memandang tidak boleh murtahin
mengambil manfaat barang gadai dan pemanfaatan hanyalah hak
penggadai dengan dalil sabda Rasululloh:
Daftar pustaka
(2)Lisan Al Arab karya Ibnu Mandzur pada kata Rahana, dinukil dari
kitab Al Fiqh Al Muyassarah, QismulMu’amalah, Prof. DR Abdullah bin
Muhammad Al Thoyaar, Prof. DR. Abdullah bin Muhammad Al Muthliq
dan DR. Muhammad bin Ibrohim Alumusa, cetakan pertama tahun
1425H, Madar Al Wathoni LinNasyr, Riyadh, KSA hal. 115