Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Syari’at Islam memerintahkan umatnya agar saling tolongmenolong dalam segala hal, salah
satunya dapat dilakukan dengan cara pemberian atau pinjaman- Dalam pinjaman hukum Islam
menjaga kepentingan kreditur atau orang yang memlwrikan pinjaman agar jangan sampai ia
dirugikan- Oleh sebab itu, pihak kreditur meminta barang kepada debitur sebagai jaminan atas
pinjaman yang telah kepadanya.

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang berutang atas suatu barang bergerak atau
tidak bergerak ( motor,mobil,tanah sawah, rumah ) yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang
berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan memberikan kekuasaan kepada orang yang
berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-
orang yang berpiutang lainnya; dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut. Dimana
seseorang itu harus menggadaikan barangnya untuk mendapatkan uang.
Secara umum pengertian usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada
pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali
sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan lembaga gadai.
Definisi gadai dalam Islam disebut dengan Rahn, yaitu suatu perjanjian untuk menahan suatu barang
yang digunakan sebagai jaminan atau tanggungan utang. Rahn juga merupakan suatu akad utang
piutang dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai ekonomis menurut pandangan syara’
sebagai jaminan, shingga pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali
seluruh atau sebagian piutangnya.

Gadai-menggadai sudah merupakan kebiasaan zaman dahulu kala dan sudah dikenal dalam adat
kebiasaan. Gadai telah ada sejak zaman Rasulullah Saw. Dan Rasulullah pun telah
mempraktikkannya.Tidak hanya ketika zaman Rasulullah saja, tetapi gadai juga masih hingga
sekarang. Terbukti dengan banyaknya lembaga-lembaga yang menaungi masalah dalam itu seperti
Pegadaian dan muncul pula Pegadaian Syariâh- Di dalam Islam, itu tidak dilarang, namun harus
dengan Syariât Islam, tidak memungut bunga dalam praktik yang dijalankan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Gadai?
2. Bagaimana Hukum Gadai ?
3. Berapa Lama Jangka Waktu dalam Akad Gadai?
4. Apa Rukun Gadai?
5. Apa Syarat Gadai?
6. Apa Manfaat Akad Gadai?
7. Bagaimana Menjaga Barang Gadai?
8. Bagaimana Hukum Memanfaatkan Barang Gadai?
9. Bagaimana Penyelesaian dalam Akad Gadai?
10. Apa Perbedaan Penggadaian Syariah VS Penggadaian Konvensional?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Definisi Gadai
2. Mengetahui Bagaimana itu Hukum Gadai
3. Untuk Mengetahui Berapa Lama Jangka Waktu dalam Akad Gadai
4. Untuk Mengetahui Apa Saja Rukun Gadai

1
5. Untuk Mengetahui Apa Saja Syarat Gadai
6. Mengetahui Apa Manfaat Akad Gadai
7. Mengetahui Bagaimana Menjaga Barang Gadai
8. Mengetahui Bagaimana Hukum Memanfaatkan Barang Gadai
9. Mengetahui Bagaimana Penyelesaian dalam Akad Gadai
10. Untuk Mengetahui Perbedaan Penggadaian Syariah VS Penggadaian Konvensional
1.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Gadai
Gadai dikenal dalam Fiqih- Fiqih Klasik disebut rahn, dalam bahasa mempunyai arti
menggadaikan atau jaminan”.,1 Secara etimologi rahn berarti tetap atau lestari, Rahn dapat
disamakan dengan al-habsu mempunyai arti penahanan”.2 dalam menyerahkan pinjaman uang,
dengan diberi beban kewajiban “tambahan” pada waktu mengembalikan sebagai pengganti “waktu”
yang telah diserahkan memberatkan pihak peminjam”.3
Berdasarkan pendapat Wahbah Zuhaili, beberapa imam madzhab memberi Definisi terkait
gadai, dan hampir sama dari berbagai pendapat mereka, diantaranya, ialah:
a. Berdasarkan pendapat Imam Syafi’i: gadai yang menjadikan suatu benda sebagai jaminan
untuk utang, dimana utang tersebut bisa dilunasi (dibayar) dari benda (jaminan)
b. Berdasarkan pendapat Imam Hambali: harta yang dijadikan sebagai jaminan untuk utang
yang bisa dilunasi dari harganya, bilamana terjadi kesulitan dalam pengembaliannya dari
orang yang berutang.
c. Berdasarkan pendapat Imam Maliki: harta yang diambil dari pemiliknya sebagai jaminan
untuk utang yang tetap (mengikat) atau menjadi tetap”.4
Berdasarkan pendapat Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa: rahn ialah mejadikan barang yang
memiliki nilai harta sebagai jaminan utang, sehingga orang yang bersangkutan boleh mengambil
utang atau bisa mengambil sebagian (manfaat) barangnya itu”.5
Sedangkan akad utang piutang yang disertai dengan jaminan Sesuatu yang dijadikan sebagai jaminan
disebut marhun, pihak yang menyerahkan jaminan disebut rahin. Sedangkan pihak yang menerima
jaminan disebut murtahim.
Dalam fiqh sunnah Gadai ialah : “Menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut
pandangan syara” sebagai jaminan hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil hutang
atau ia bisa mengambil (manfaat) barang itu”.6
Berdasarkan pendapat al-Imam Abu Zakaria al-Anshari, ialah: “Menjadikan benda yang bersifat
harta (harta benda) sebagai kepercayaan dari suatu utang yang dapat dibayar sebagai kepercayaandari
suatu utang yang dibayarkan dari (harga) benda itu bila utang tidak dibayar”.7
Dari berbagai Definisi gadai diatas dapat disimpulkan bahwa: gadai ialah menahan barang yang
lembaga, sehingga murtahin mendapatkan jaminan untuk diambil kembali seluruh atau sebagian
utangnya dari barang gadai tersebut, bilamana pihak rahin tidak bisa membayar utang saat waktu
yang sudah disepakati oleh kedua pihak.

1
Mahnud Yunus,Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Penafsiran al-Qur’an,1989), hlm. 148
2
Choiruman Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, ( Jakarta: Sinar Grafika, 1996) cet 2, hlm. 139
3
Muhammad Solikul Hadi, Penggadaian Syari’ah, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2000), hlm. 49-50
4
Wahbah Zuhaili, Al-fighu Al-Islamiy Wa Adillatuhu, (Beirut: Darul Fikr, 1985) cet -2, hlm. 180-181
5
Sayyid Sabiq, Fikih Sunah, alih bahasa. Terj: Kamaludin A. Marjuki, (Bandung : PT. AlMaarif,1996), hlm. 139
6
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2002), hlm. 175-211 Sabiq, Fikih Sunah, alih
bahasa. Hlm. 189
7
Abi Zakariyah al-Anshari, Fathul Wahab, Terj: Sulaiman Mariy, (Singapura, t.th ), hlm. 192

3
B. Dasar Hukum Gadai

Dasar hukum yang menjadi landasan gadai syariah adalah ayat-ayat Al-Qur’an,Hadist Nabi
Muhammad SAW,Ijma’,Ulama dan Fatwa MUI.
1. Al-Qur’an

Q.S Al-Baqarah ayat 283 yang digunakan sebagai dasar membangun konsep gadai adalah
sebagai berikut.

ِ ‫ض >ا فَ ْليُ>>َؤ ِّد ٱلَّ ِذى ٱْؤ تُ ِمنَ َأ ٰ َمنَتَهۥُ َو ْليَت‬


َ ‫َّق ٱهَّلل‬ ُ ‫ضةٌ ۖ فَ >ِإنْ َأ ِمنَ بَ ْع‬
ً ‫ض > ُكم> بَ ْع‬ َ ‫ُوا َكاتِبًا فَ ِر ٰ َهنٌ َّم ْقبُو‬ ۟ ‫سفَ ٍر َولَ ْم تَ ِجد‬ َ ‫وَِإن ُكنتُ ْم َعلَ ٰى‬
‫ش ٰ َه َدةَ ۚ َو َمن يَ ْكتُ ْم َها فَِإنَّ ٓۥهُ َءاثِ ٌم قَ ْلبُ ۥهُ ۗ َوٱهَّلل ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ َعلِي ٌم‬ ۟ ‫َربَّ ۥهُ ۗ َواَل تَ ْكتُ ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya;dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Syek Muhammad Ali As-Sayis berpendapat bahwa al-qur’an diatas adalah petunjuk untuk
menerapkan prinsip kehati-hatian bila seseorang melakukan transaksi utang piutang yang memakai
jangka waktu dengan orang lain, dengan cara meminjamkan sebuah barang kepada orang yang
berpiutang (Rahn).
2. Hadis Nabi Muhammad SAW.
Dasar hukum yang kedua untuk dijadikan rujukan dalam membuat rumusan gadai/syariah
adalah hadis Nabi Muhammad SAW. Yang antara lain diungkapkan sebagai berikut.

a) Hadis Aisyah Ra. Yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang berbunyi

ٍ ‫ي طَ َعا ًما َو َر َهنَهُ ِد ْرعًا ِمنْ َح ِد‬


‫ي‬ ٍّ ‫سلَّ َم ِمنْ يَ ُهو ِد‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ْ ‫شةَ قَالَتْ ا‬
ُ ‫شت ََرى َر‬ َ ‫عَنْ عَاِئ‬
“Dari Aisyah berkata : Rasulullah saw membeli makanan dari seorang Yahudi  dan
menggadaikannya dengan besi”.

َ‫سنِ َخ ٍة َولَقَ ْد َرهَن‬


َ ‫ش ِعي ٍر َوإهَالَ ٍة‬ َ ‫سلَّ َم بِ ُخ ْب ِز‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َأنَّهُ َمشَى ِإلَى النَّبِ ِّي‬ ِ ‫س َر‬ ٍ َ‫عَنْ َأن‬
‫ي َوَأ َخ َذ ِم ْنهُ ش َِعي ًرا َأِل ْهلِ ِه‬ ٍّ ‫سلَّ َم ِد ْرعًا لَهُ بِا ْل َم ِدينَ ِة ِع ْن َد يَ ُهو ِد‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬َ ‫النَّبِ ُّي‬
“Dari Anas ra bahwasan ya ia berjalan menuju Nabi Saw dengan roti dari gandum dan
sungguh Rasulullah Saw telah menaguhkan baju besi kepada seorang Yahudi di Madinah ketika
beliau mengutangkan gandum dari seorang Yahudi”. (HR. Anas r.a)

َ‫ب بِنَفَقَتِ ِه ِإ َذا َكان‬ ُ ‫سو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم ( اَلظَّ ْه ُر يُ ْر َك‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫َوعَنْ َأبِي ُه َر ْي َرةَ رضي هللا عنه قَا َل‬
‫ي‬ ُّ ‫ َر َواهُ اَ ْلبُ َخا ِر‬ ) ُ‫ب اَلنَّفَقَة‬ ُ ‫ َو َعلَى اَلَّ ِذي يَ ْر َك‬,‫ب بِنَفَقَتِ ِه ِإ َذا َكانَ َم ْرهُونًا‬
ُ ‫ب َويَش َْر‬ ْ ُ‫ َولَبَنُ اَل َّد ّري‬,‫َم ْرهُونًا‬
ُ ‫ش َر‬

4
“Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka
punggungnya boleh dinaiki oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya.
Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum oleh orang yang
menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya. Kepada orang yang naik atau minum, maka
ia harus mengeluarkan biaya perawatannya.”  (HR. Bukhari).

,ُ‫ لَهُ ُغ ْن ُمه‬,ُ‫احبِ ِه اَلَّ ِذي َر َهنَه‬ ِ ‫ص‬ َ ْ‫ق اَل َّرهْنُ ِمن‬ ُ َ‫ ( اَل يَ ْغل‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هَّللَا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫َو َع ْنهُ َقا َل‬
َ - ِ ‫سو ُل هَّللَا‬
‫سالُه‬َ ‫ ِإاَّل َأنَّ اَ ْل َم ْحفُوظَ> ِع ْن َد َأبِي دَا ُو َد َو َغ ْي ِر ِه ِإ ْر‬. ٌ‫ َو ِر َجالهُ ثِقَات‬,‫ َوا ْل َحا ِك ُم‬,‫َّارقُ ْطنِ ُّي‬
َ ‫ َر َواهُ اَلد‬ ُ‫َو َعلَ ْي ِه ُغ ْر ُمه‬
“Dari Abu Hurairah Radliyallaahu’anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda Barang gadaian
tidak menutup pemilik yang menggadaikannya, keuntungan untuknya dan kerugiannya menjadi
tanggungannya.” (Riwayat Daruquthni dan Hakim dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya.
Namun yang terpelihara bagi Abu Dawud dan lainnya hadits itu mursal).

3. Ijma’ Ulama

Jumhur ulama menyepakati kebolehan status hukum gadai. Hal dimaksud berdasarkan pada
kisah Nabi Muhammad, SAW. Yang menggadaikan baju besinya untuk mendapatkan makakanan
dari seorang yahudi. Para ulama juga mengambil indikasi dari contoh nabi tersebut. Ketika beliau
beralih dari yang biasanya bertransaksi kepada para sahabat yang kaya kepada seorang yahudi,
bahwa itu tidak lebih sebagai sikap Nabi Muhammad SAW. Yang tidak mau memberatkan para
sahabat yang biasanya enggan mengambil ataupun harga yang diberikan Nabi Muhammad SAW
peda mereka.Fatwa Dewan Syariah Nasional

4. Fatwa dewan syariah nasional majelis ulama indonesia (DSN-MUI) menjadi salah satu
rujukan yang berkenaan gadai syariah,diantaranya dikemukakan sebagai berikut:
a. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No:25/DSN-MUI/III/2002,tentang rahn;
b. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No:26/DSN-MUI/III/2002,tentang Rahn Emas;
c. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No:09/DSN-MUI/Iv/2000,tentang Pembiayaan Ijarah;
d. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No:10/DSN-MUI/IV/2000,tentang wakalah;
e. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No:43/DSN-MUI/VIII/2004,tentang Ganti rugi.
C. Jangka Waktu Dalam Akad Gadai (Berakhirnya Akad Gadai)

Menurut ketentuan syariah bahwa apabila masa yang telah untuk membayar utang telah
terlewati masa dia yang berhutang tidak punya kemampuan untuk mengembalikan pinjaman
hendaklah ia memberikan izin kepada pemegang gadai untuk menjual barang gadaian.8

Apabila pemegang gadai telah menjual barang gadaian tersebut dan ternyata ada kelebihan
dari yang seharusnya dibayar oleh penggadai tersebut, maka kelebihan tersebut harus
diberikan kepada penggadai. Sebaliknya sekalipun barang gadaian tersebut telah dijual dan
ternyata belum melunasi hutang penggadai, maka penggadai tersebut masi punya kewajiban
untuk membayar kekurangannya.

8
Abdul Ghofur Anshori, Op. Cit. h. 96.

5
D. Rukun Gadai

Rukun akad rahn terdiri atas rahin (orang yang menyerahkan barang), murtahin (penerima
barang), marhun/rahn (barang yang di gadaikan) dan marhun bih (hutang) serta ijab qabul, adapun
rukun merepukan tindak lanjut dari ijab dan qabul”.9 Gadai atau pinjaman dengan jaminan benda
memiliki beberapa rukun, diantaranya, Ialah :
a) Orang yang berakad (Aqid) ada dua macam, diantaranya ialah:
1) Yang menggadai (Rahin)
2) Orang yang menerima gadai (Murtahin).
b) Ma qud ‘alaih (yang diakadkan), yakni meliputi dua hal :
1) Barang pegadaian atau yang digadaikan (Marhun)
2) Hutang yang karenanya diadakan gadai (Dain Marhun biih,)
c) Akad gadai (Sighat).
E. Syarat Gadai

Syarat- syarat Gadai diantaranya ialah:


a. Pemberi ( Rahin ) dan penerima ( murtahin ) gadai, keduanya melakukan sesuatu
perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan syari’at Islam yakni baligh dan berakal.
b. Sighat, diantaranya ialah:
1) Sighat tidak boleh terikat dengan syarat-syarat tertentu.
2) Pemberian utang misalnya: hal ini dapat dismakan dengan akad jual beli.
3) Marhun bih (utang) utang yang tidak boleh bertambah atau yang mempunyai bunga,
sebab seandainya utang tersebut merupakan utang yang berbunga maka perjanjian
tersebut sudah merupakan perjanjian yang mengandung unsur riba, sedangkan
perbuatan riba ini bertentangan dengan ketentuan syari’at Islam”.10
Berdasarkan konsensus ulama’ fiqh menjelaskan syarat-syarat ar-rahn disesuaikan dengan
rukun ar-rahn. Sedangkan syarat-syarat ar-rahn diantaranya, ialah:
a. Pemberi ( Rahin ) dan penerima ( murtahin ) gadai baligh dan berakal, Hanafiyah kontradiksi
persepsi dengan menyatakan: kedua belah pihak yang berakal tidak disyaratkan baligh tetapi
cukup berakal saja. Oleh sebab itu menurut mereka anak kecil yang mumayyiz boleh
melakukan akad rahn, dengan syarat akad rahn yang di lakukan anak kecil yang sudah
mumayyiz ini mendapat persetujuan walinya.
b. Syarat marhun bih (utang): wajib dikembalikan oleh penerima ( murtahin ) kepada pemberi
( Rahin ), utang itu dapat di lunasi dengan Kredit tersebut, dan utang itu harus jelas dan
tertentu (spesifik)
c. Syarat marhun (agunan) berdasarkan konsensus mayoritas Fuqoha’ harus bisa di jual dan
nilainya seimbang dengan besarnya utang, barang pegadaian harus bernilai dan dapat di
manfaatkan sesuai ketentuan hukum islam, agunan harus jelas dan dapat di tunjukkan, agunan
milik sah debitor, barang pegadaian tidak terkait dengan pihak lain, barang pegadaian harus

9
Dimyauddin,. Fiqh Menurut Madzhab Syafi’I, ( Jakarta: Wijaya, 1996), hlm. 38
10
Choiruman Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam,……. Hlm. 142

6
merupakan harta yang utuh dan barang pegadaian dapat diserah terimakan kepada pihak lain,
baik materi maupun manfaatnya”.11
d. Berdasarkan pendapat Hanafiah menjelaskan dalam akad menjadi sah akadnya bilamana
penerima ( murtahin ) mensyaratkan tenggang waktu utang telah habis dan utang belum di
bayar, maka ar-rahn itu di perpanjang satu bulan. Atau pemberi ( Rahin ) mensyaratkan harta
benda pegadaian itu boleh di manfaatkan.
e. Berdasarkan pendapat Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanbilah: syarat yang mendukung
kelancaran akad itu, maka syarat itu di bolehkan, tetapi bilamana syarat itu bertolak belakang
dengan sifat akad ar-rahn maka syaratnya batal. Kedua syarat dalam contoh di atas
(perpanjangan ar-rahn satu bulan dan agunan boleh di manfaatkan), termasuk syarat yang ti
dak sesuai dengan ar-rahn sebab syarat itu di hukumi batal. Syarat yang di bolehkan itu
misalnya pemberi ( Rahin ) minta agar akad itu di saksikan oleh dua orang saksi. Sedangkan
syarat yang batal misalnya disyaratkan bahwa agunan itu tidak boleh di jual ketika ar- rahn
itu jatuh tempo, dan orang yang berhutang tidak mampu membayarnya”.12

F. Manfaat Akad Gadai

Manfaat yang dapat diambil oleh bank dari prinsip rahn adalah sebagai berikut :
a. Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai dan bermain-main dengan fasilitas
pembiayaan yang diberikan bank.
b. Menberikab keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito,bahwa dananya
tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset
atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank.
c. Jika rahn ditetapkan dalam mekanisme penggadaian,sudah barang tentu akan sangat
membantu saudara kita yang kesulitan dana,terutama yang berada di daerah-daerah.

Adapun manfaat yang langsung didapat bank adalah biaya-biaya kongkret yang harus
dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan dan keamanan aset tersebut. Jika penahanan
aset berdasarkan fidusia (penahanan barang bergerak sebagai jaminan pembayaran),
nasabah juga harus membayar biaya asuransi yang besarnya sesuai dengan yang
berlaku secara umum.

G. Menjaga Barang Gadai

Dalam menjaga barang gadai siapakah yang menanggung risiko bila terjadi kerusakan barang
yang digadaikan? Hendi Suhendi dalam bukunya Fiqh Muamalah menyatakan, bahwa
menurut Syafi’iyah bila barang gadai atau almarhun hilang dibawah penguasaan al-murtahin,
maka al-murtahin tidak wajib menggantinya, kecuali bila rusak atau hilangnya itu karena
kelalaian al-murtahin atau karena disia-siakan. Umpamanya, al-murtahin bermain-main api
lalu barang gadai itu terbakar, atau gudangnya tidak dikunci lalu barang gadai itu dicuri
orang. Konkretnya al-murtahin diwajibkan memelihara al-marhun secara layak dan wajar.
Sebab bila tidak demikian, ketika adacacatatau kerusakan apalagi hilang menjadi tanggung
jawabal-murtahin.
Dengan mengutip pendapat Hanafi dan Ahmad Azhar Basyir,Hendi Suhendi
wmenyatakan bahwa al-murtahin yang memegang al- marhun menanggung risiko kerusakan

11
Dadan Muttaqien, Aspek Legal Lembaga Keuangan Syari’ah, (Yogyakarta: Safiria Insania. Press. 2009), hlm. 109

12
Horoen, Fiqh Muamalah,……. Hlm. 254-255

7
atau kehilangan al-marhun, bila al-marhun itu rusak atau hilang, baik karena kelalaian
maupun tidak.
Perbedaan dua pendapat tersebut ialah jika menurut Hanafi al-murtahin harus menanggung
risiko kerusakan atau kehilangan al-marhun yang dipegangnya, baik al-marhun itu hilang
karena disiasiakan atau dengan sendirinya, sedangkan menurut Syafi'iyah almurttahin
menanggung risiko kehilangan atau kerusakan al-marhun bila al-marhun itu rusak atau hilang
karena tidak diurus atau disia-siakan oleh al-murtahin.
Yang jelas lepas dari perbedaan-perbedaan tersebut, menurut penulis demi tertibnya akad ar-
rahn dan tetap terjalinnya silaturahmi dari kedua belah pihak, sudah selayaknya al-marhun
atau barang gadai itu dijaga dengan sebaik-baiknya oleh al-murtahin.

H. Hukum Memanfaatkan Barang Gadai


Para ulama mampunyai perbedaan pendapat berkenaan pemanfaatan barang gadai,yaitu sebagai
berikut.
1) Pendapat Ulama Syafi’iyah

Menurut ulama Syafi’iyah seperti yang dikutip oleh Chuzaimah T Yanggo dan Hafiz Anshari
bahwa yang mempunyai hak atas manfaat harta benda gadai(marhun)adalah pemberi
gadai(rahin).Walaupun marhun itu berada di bawah kekuasaan penerima gadai (murtahin).13Dasar
hukum hal dimakdud adalah hadis Nabi Muhammad SAW.sebagai berikut.

Pertama,Hadis Nabi Muhammad SAW,sebagai berikut. Yang artinya:

“Dari Abu Huraira ra.Berkata bahwasanya rasulullah saw.Bersabda:Barang jaminan itu


dapat air susunya dan ditunggangi/dinaiki.”
Kedua,Hadis Nabi Muhammad SAW,yang artinya:
“Dari Abu Huraira nabi muhammad saw.Bersabda:gadaian itu tidak menutup hak yang
punya dari manfaat barang itu,faedahnya kepunyaan dia dan dia wajib mempertanggung jawabkan
segalanya(kerusakan dan biaya) .(HR. Asy-syafi’I dan Ad-Daruqutni).
2) Pendapat Ulama Malikiyah
Ulama Malikiyah berpendapat seperti yang dikutip oleh Muhammad dan Sholikhul Hadi
bahwa penerima harta benda gadai(murtahin)hanya dapat memanfaatkan harta benda barang gadaian
atsa izin dari pemberi gadai dengan persyaratan berikut.
a) Utang disebabkan dari jual-beli,bukan karna mengutangkan. Hal itu terjadi seperti orang yang
menjual barang dengan harta tangguh,kemudian orang itu meminta gadai dengan suatu
barang sesuai dengan utangnya maka hal ini diperbolehkan.
b) Pihan murtahin mensyaratkan bahwa manfaat dari harta benda gadaian di peruntuhkan pada
dirinya.
c) Jika waktu menggambil manfaat yang telah disyaratkan harus di tentukan,apabila tidak di
tentukan batas waktunya maka menjadi batal.14
13
Chuzaimah T Yanggo dan Hafiz Anshari, Problematika Hukum Islam Kontemporer, Edisi ke-3, (Jakarta: LSIK, 1997, hlm. 333
14
Muhammad dan Sholikhul Hadi, penggadaian Syariah: Suatu Alternatif Konstruksi Penggadaian Nasional, edisi 1,
(Jakarta:Salemba Diniyah, 2003), hlm. 70

8
Pendapat di atas,berdasarkan hadis Rasulullah SAW.Sebagai berikut.
Hadis nabi muhammad saw yang artinya:
“Dari Umar bahwasanya rasulullah bersabda:hewan seseorang tidak boleh diperas tanpa
seizin pemiliknya”. (HR. Al-Bukhari)
3) Pendapat Ulama Hanabilah
Menurut pendapat Hanabilah, persyaratan dari murtahin untuk menggambil manfaat harta
benda gadai yang bukan berupa hewan adalah:
a) Ada izin dari pemilik barang,dan
b) Adanya gadai bukan karena mengutangkan.
Hal ini berdarkan dalil hukum sebagai berikut.Yang artinya:
“Barang gadai (marhun dikendarai)oleh sebab nafkahnya apabila digadaikan dan atas yang
mengendarai dan meminum susunya wajib nafkahnya.” (HR. Al-Bukhari)
4) Pendapat Ulama Hanafiyah
Menurut pendapat Ulama Hanafiyah,tidak ada berpedaan antara pemanfaatan barang gadai
yang mengakibatkan kurangnya harga atau tidak.Alasnya adalah hadis muhammad saw. Sebagai
berikut. Yang artinya:
”Dari Abu Shalih dari Abu Hurairah ra.Berkata,bahwasanya rasulullah
saw.Bersabda:Barang jaminan utang(gadai) dapat ditunggangi dan si peras susunya,wajib
menafkahi.”(HR. Al-Bukhari).

I. Penyelesaian Akad Gadai

Untuk menjaga supaya tidak ada pihak yang dirugikan, dalam gadai tidak boleh diadakan
syarat-syarat, misalkan ketika akad gadai diucapkan, “Apabila rahin tidak mampu melunasi
utangnya hingga waktu yang telah ditentukan, maka marhun menjadi milik murtahin sebagai
pembayaran utang”,sebab kemungkinan pada waktu pembayaran yang telah ditentukan untuk
membayar utang harga marhun akan lebih kecil dari pada utang rahin yang harus dibayar, yang
mengakibatkan ruginya pihak murtahin. Sebaliknya ada kemungkinan juga harga marhun pada
waktu pembayaran yang telah ditentukan akan lebih besar jumlahnya dari pada utang yang harus
dibayar,yang akibatnya merugikan pihak rahin.

Apabila syarat seperti diatas diadakan dalam akad gadai,akad gadai itu sah,tetapi syarat-
syaratnya batal dan tidak perlu diperhatikan.

Apabila pada waktu pembayaran yang telah ditentukan rahin belum membayar utangnya, hak
murtahin adalah menjual marhun, pembelinya boleh murtahin sendiri atau yang lain, tetapi
dengan harga yang umum berlaku pada waktu itu dari penjualan marhun tersebut. Hak murtahin
hanyalah sebesar piutangnya, dengan akibat apabila harga penjualan marhun lebih besar dari
jumlah utang, sisanya dikembalikan pada rahin. Apabila sebaliknya, harga penjualan marhun
kurang dari jumlah utang, rahin masih menanggung pembayaran kekurangannya.

9
J. Penggadaian syariah VS Penggadaian Konvesional
Apabila membandingkan produk gadai syariah versi Bank Syariah Mandiri dengan pegadaian
konvensional , maka pegadaian syariah dapat menjadi alternatif bagi orang yang membutuhkan dana
murah , cepat , dan sesuai hukum Islam . Biaya gadai dimaksud , hanya 4 % selama dua bulan , jauh
lebih kecil dari bunga di Perum Pegadaian yang mencapai 14 % per empat bulan . Keabsahan prinsip
syariahnya dapat dilihat pada keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
( DSN – MUI ) No : 09 / DSN – MUI / IV / 2000 tentang Pembiayaan Ijarah dan Fatwa lainnya yang
berkaitan gadai .15
Sebagai ilustrasi mengenai pembiayaan ijarah , penulis mengemukakan bahwa menjelang
perayaan Hari Raya Idul Fitri 1428 H / 2007 M , bagi umat Islam Indonesia termasuk yang mendiami
wilayah Sulawesi Tengah , ditemukan beberapa orang kepepet butuh uang . Bila orang dimaksud , ke
bank untuk meminjam uang maka pihak bank mempunyai persyaratan berdasarkan aturan yang
dianggap oleh calon peminjam susah untuk dipenuhinya . Selain itu , mempunyai proses yang lama
dan bunganya mencekik leher . Sudah begitu , belum tentu ada bank yang mau memberi kredit .
Akhirnya , warga masyarakat Islam berbondong – bondong pergi berurusan ke kantor pegadaian
yang selama ini “ dimonopoli “ Perum Pegadaian . Hanya , menggadaikan barang di pegadaian
konvensional pelat merah itu biayanya cukup besar dan antriannya pun panjang . Karena itu , saat ini
ada alternatif lain , yaitu ke Bank Syariah Mandiri ( BSM ) yang mempunyai program gadai emas
syariah . Lewat produk berlabel agama ini , “ warga masyarakat bisa mendapatkan dana murah ,
cepat , dan berdasarkan prinsip syariah , “ kata Sunarto Zulkifli , Kepala Pengembangan Produk
BSM .12
Selain perbandingan di atas , perlu diungkapkan jasa perbandingan antara gadai syariah dengan
jasa gadai konvensional sebagai berikut .
1. Jasa Gadai Syariah
Pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang disebut dengan gadai syariah .
Gadai syariah dimaksud , dalam istilah bahasa Arab disebut rahn . Rahn tersebut ,
beroperasional berdasarkan prinsip syariah sehingga tidak mengenakan bunga tetapi
menggunakan pendekatan bagi hasil yang dikenal dengan istilah mudharabah atau Fee Based
Income . Pegadaian syariah sebagai penerima gadai disebut murtahim dan pemberi gadai
disebut rahin . Rahin akan mendapatkan surat bukti gadai ( rahn ) berikut dengan akad
pinjam – meminjam yang disebut akad gadai syariah dan akad sewa tempat ( ijarah ) . Dalam
akad gadai syariah disebutkan bahwa jangka waktu akad tidak diperpanjang maka penggadai
menyetujui agunan ( marhun ) miliknya dijual oleh pegadaian( murtahin ) guna melunasi
pinjaman . Sedangkan akad sewa tempat ( ijarah ) merupakan kesepakatan antara penggadai
dengan penerima gadai dalam menyewa tempat untuk penyimpanan dan penerima gadai akan
mengenakan jasa simpan .

Pegadaian memiliki banyak produk yang mungkin cocok buat seseorang yang
membutuhkan dana dalam jangka pendek . “ tak kenal maka tak sayang “ demikian kata
pepatah , sehingga ada baiknya sebelum seseorang membutuhkan dang yang mendesak ,
seseorang benar – benar “ kepepet “ membutuhkan modal maka tidak ada salahnya untuk
meluangkan waktu sebentar ke kantor pegadaian terdekat dari tempat tinggal seseorang untuk
menanyakan syarat – syarat dan prosedur yang ada serta daftar barang yang diterima sebagai
jaminan gadai . Tujuannya adalah suatu waktu ketika membutuhkan dana maka alternatif
pegadaian dapat menjadi sarana yang efektif dan efisien dalam memperoleh pendanaan
15
Bandingkan uraian Mesti Sinaga, Kun Wahyu, Ariyanto Widhinugroho, dan Cipta W., Dana Murah dari Bank Syariah Menyorot
Produk Gadai Syariah Versi Bank Syariah Mandiri, Dikutip dari internet, www.yahoo.com, 25 juni 2006

10
jangka pendek . Prinsipnya , jangan terkungkung dengan alternatif pendanaan yang biasa
digunakan . Ada baiknya “ buka mata dan buka telinga “ sehingga akan semakin banyak
informasi yang didapat serta semakin mengetahui beberapa alternatif sumber pendanaan yang
diperlukan . Prinsip “ sedia payung sebelum hujan “ dan “ malu bertanya sesat di jalan “
sungguh sangat relevan dalam kehidupan sosial seseorang sehari – hari .

Selain itu , ditemukan bahwa pegadaian konvensional menarik bunga 10 % 14 %


untuk jangka waktu empat bulan , plus asuransi sebesar 0,5 % dari jumlah pinjaman . Jangka
waktu empat bulan itu dapat terus diperpanjang , selama nasabah mampu membayar bunga .
Lain halnya pegadaian syariah , hanya memungut biaya ( termasuk asuransi barang ) sebesar
4 % untuk jangka waktu dua bulan . Apabila lewat dua bulan nasabah tidak mampu menebus
barangnya , masa gadai bisa diperpanjang dua periode . Jadi , total waktu maksimalnya enam
bulan . “ Tidak ada tambahan pungutan biaya untuk perpanjangan waktu , “ terang Sunarto .
Tapi , jika melewati masa enam bulan , BSM akan langsung mengeksekusi barang gadai .

Perbedaan lain , di pegadaian konvensional nasabah bisa menggadaikan berbagai


macam barang , mulai dari emas , barang elektronik , sampai kain Sementara itu , gadai emas
syariah hanya menerima barang jaminan berupa emas ( minimal 16 karat ) . Penghitungan
nilai gadainya juga berbeda . Nasabah gadai syariah mendapat pinjaman sebesar 75 % dari
nilai pasar emas yang digadaikan . Di pegadaian konvensional nasabah bisa mendapat 90 %
dari harga taksiran barang . Padahal , menurut Sunarto , nilai taksiran itu paling banter 80 %
dari harga pasar , “ Jadi , sebenarnya nasabah hanya mendapat 72 % dari harga pasar .”

Dalam jaringan pemasaran , gadai emas syariah memang jauh tertinggal dari Perum
Pegadaian . Perusahaan milik pemerintah itu telah memiliki 721 cabang yang tersebar di
berbagai pelosok nusantara ; sementara gadai emas syariah baru bisa dilayani di satu tempat :
BSM Cabang Majestik , Jakarta Rencananya , di akhir tahun 2002 jumlah cabang yang
melayani gadai syariah ini akan ditambah menjadi sembilan gerai .

Berdasarkan hal di atas , merasa tersaingikah Perum Pegadaian ? “ , tentu tidak .


Mereka itu mitra yang membidik segmen tersendiri , “ kata Bagus Aprianto Kasi Investasi
dan Permodalan Perum Pegadaian . Bahkan , melihat lebarnya peluang , Perum Pegadaian
akan ikut bermain dalam produk syariah . “ Pada Desember 2001 telah dilakukan uji coba di
Medan dan Aceh” .

Gadai emas syariah versi Bank Syariah Mandiri ( selanjutnya disebut BSM ) dalam
hal ini , merupakan hal baru . Prinsip kesyariahan yang diterapkan dalam produk ini pun
masih dipertanyakan banyak orang . BSM sendiri mendasari produk ini atas prinsip ar – rahn
yang tercantum dalam QS . Al – Baqarah ( 2 ) ayat 283 .

Selain ayat Alquran dimaksud , Istilah ar – rahnu juga dikenal lewat sebuah hadis
yang artinya : Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi di Madinah dan
mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau .
Pengamat produk syariah , Ahmad Baraja , menilai prinsip dan dasar syariah yang
diterapkan BSM tidak tepat . “ Ar – rahnu itu jaminan bukan produk dan semata untuk
kepentingan sosial , bukan kepentingan bisnis , jual beli atau bermitra ,” tandasnya . Jadi ,
menurutnya , uang hasil gadai syariah ini tidak boleh dipakai berinvestasi . Berbeda dengan
produk pegadaian konvensional seperti koin emas yang selain untuk biaya haji , bisa pula
dipakai sebagai alat berinvestasi . Ahmad Baraja menyorot kebijakan BSM yang mematok
biaya gadai 4 % . Sebab , menurutnya , kalau memakai prinsip penitipan barang , mestinya

11
biaya yang dikenakan harus real cost . Artinya , biayanya haruslah yang benar – benar
dikeluarkan , jadi bisa dipatok di awal . Karena itu , tidak melakukan manipulasi pengenaan
biaya yang bisa dikategorikan bunga , dalam hukum Islam disebut haram .
2. Jasa Gadai Konvensional

Pegadaian konvensional memberikan pinjaman kepada warga masyarakat mulai dari


Rp10.000,00 sampai Rp20 juta per surat gadai . Namun demikian , pegadaian juga memiliki
produk untuk pinjaman di atas Rp20 juta . Perhitungan bunga dilakukan setiap 15 hari .
Sebagai contoh , bila seseorang menggadaikan suatu barang dan kemudian menerima kredit
gadai sebesar Rp1.000.000,00 maka setiap 15 hari ke depan , bila bunga yang dikenakan 1,5
% per 15 hari , orang dimaksud mesti membayar bunga sebesar Rp15 ribu per lima belas hari.
Yang unik dan mungkin sedikit merugikan bagi nasabah pegadaian adalah bila seseorang
ingin melunasi misalnya dalam jangka waktu 17 hari maka orang itu akan dikenakan bunga
untuk 30 hari . Mengapa ? Karena pegadaian menghitung bunga setiap 15 hari dan untuk
setiap kelebihannya akan dibulatkan menjadi 15 hari sehingga nasabah harus benar – benar
menaati jadwal pembayaran bunga sesuai dengan waktunya . Juga bila nasabah ingin
menebus kembali barang yang digadaikan , sebaiknya sesuai dengan pola waktu 15 harian .
Jangka waktu pinjaman diberikan oleh pegadaian selama 4 ( empat ) bulan . Apabila telah
thelewati batas pinjaman , nasabah dapat memperpanjang dengan membayar lewa modal
( bunga ) atau dapat menebus barang jaminannya . Apabila kedua hal tersebut tidak
dilaksanakan maka pegadaian berhak untuk melelang barang jaminan . Nasabah masih diberi
hak mendapatkan uang lelang jika hasil lelang yang diterima melebihi nilai utang pokok
ditambah sewa modal dan biaya lelang . Sebaliknya , jika hasil lelang lebih kecil
dibandingkan kewajiban nasabah , kekurangan itu menjadi risiko yang ditanggung oleh
pegadaian .

Perbedaan mendasar antara pegadaian syariah dengan pegadaian konvensional adalah


dalam pengenaan biayanya . Menurut Sunarto , pegadaian konvensional memungut biaya
dalam bentuk bunga yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda ; lain halnya biaya di
pegadaian syariah tidak berbentuk bunga , tetapi berupa biaya penitipan , pemeliharaan ,
penjagaan , dan penaksiran . Singkatnya , biaya gadai syariah lebih kecil dan hanya sekali
dikenakan.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gadai dalam Islam disebut (Rahn), penggadaian Islam akan memperoleh keuntungan hanya
dari biaya sewa yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa atas modal yang
diperhitungkan dari uang pinjaman.

Menurut ekonomi syari’ah bahwa penyimpanan barang gadaibmenjadi kewajiban murtahin.


Kewajiban secara otomatis dilakukan oleh murtahin. Namun tujuan ekonomi syariah yaitub
untuk mencapai fallah di dunia dan di akhirat. Prinsip syariah ini bertujuan untuk
menciptakan masyarakat yang seimbang.

Barang jaminan sama halnya dengan amanat. Pengadaian akan memberikan ganti rugi jika
barang jaminan milik nasabah rusak. Maka dari itu pegadaian akan berusaha semaksimal
mungkin agar barang jaminan milik nasabah tidak rusak. Dalam menunjang kegiatan
tersdebut pegadaian mengenakan biaya penimpanan dan pemeliharaan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Mahnud Yunus,Kamus Arab Indonesia, (Jakarta:Yayasan Penyelenggara


Penterjemah Penafsiran al-Qur’an,1989)

Choiruman Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam,


( Jakarta: Sinar Grafika, 1996)

Muhammad Solikul Hadi, Penggadaian Syari’ah, (Jakarta: Salemba Diniyah,


2000)

Wahbah Zuhaili, Al-fighu Al-Islamiy Wa Adillatuhu, (Beirut: Darul Fikr, 1985)

Sayyid Sabiq, Fikih Sunah, alih bahasa. Terj: Kamaludin A. Marjuki, (Bandung : PT.
AlMaarif,1996)

Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada,2002), Sabiq, Fikih Sunah, alih bahasa.

Abi Zakariyah al-Anshari, Fathul Wahab, Terj: Sulaiman Mariy,(Singapura,t.th)

Abdul Ghofur Anshori, PERBANKAN SYARIAH INDONESIA, (Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press, 2018)

Dimyauddin,. Fiqh Menurut Madzhab Syafi’I, ( Jakarta: Wijaya, 1996)

Choiruman Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam,


(Jakarta: Sinar Grafika, 1994)

Dadan Muttaqien, Aspek Legal Lembaga Keuangan Syari’ah, (Yogyakarta: Safiria


Insania. Press. 2009)

Harun, Fiqh Muamalah, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017)

Chuzaimah T Yanggo dan Hafiz Anshari, Problematika Hukum Islam


Kontemporer, Edisi ke-3, (Jakarta: LSIK, 1997)

Muhammad dan Sholikhul Hadi, penggadaian Syariah: Suatu Alternatif


Konstruksi Penggadaian Nasional, edisi 1, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003)

Bandingkan uraian Mesti Sinaga, Kun Wahyu, Ariyanto Widhinugroho, dan Cipta
W., Dana Murah dari Bank Syariah Menyorot Produk Gadai Syariah Versi Bank
Syariah Mandiri, Dikutip dari internet, www.yahoo.com, 25 juni 2006

14

Anda mungkin juga menyukai