A. Latar Belakang
Syari’at Islam memerintahkan umatnya agar saling tolong menolong
dalam segala hal, salah satunya dapat dilakukan dengan cara pemberian atau
pinjaman. Dalam bentuk pinjaman hukum Islam menjaga kepentingan kreditur
atau orang yang memeberikan pinjaman agar jangan sampai ia dirugikan. Oleh
sebab itu, pihak kreditur diperbolehkan meminta barang kepada debitur sebagai
jaminan atas pinjaman yang telah diberikan kepadanya.
Tidak hanya ketika zaman Rasulullah saja, tetapi gadai jugamasih berlaku
hingga sekarang. Terbukti dengan banyaknya lembaga-lembaga yang menaungi
masalah dalam gadai itu sendiri, seperti Pegadaian dan sekarang muncul pula
Pegadaian Syariah.
Di dalam Islam, pegadaian itu tidak dilarang, namun harus sesuai dengan
syari’at Islam, seperti tidak memugnut bunga dalam praktik yang dijalankan.
Selanjutnya dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai gadai dan jaminan
dalam syari’at Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Gadai dan Jaminan?
2. Apa dasar hukum gadai dan jaminan dan gadai dalam Islam?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui apa itu gadai dan jaminan.
2. Mengetahui dasar hukum gadai dan jaminan dalam Islam.
1
Bab 2 Pembahasan
Dibolehkannya Ar-Rahn, juga dapat ditunjukkan dengan amalan Rasululloh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau pernah melakukan sistem gadai ini,
sebagaimana dikisahkan Umul Mukminin A’isyah Radhiyallahu ‘anha.
1. رهن: gadai
2. ٍّدِي: hutang
Transaksi hukum gadai dalam fikih Islam disebut al-Rahn. Kata al-Rahn
berasal dari bahasa Arab “rahana-yahranu-rahnan” yang berarti menetapkan
sesuatu.2 Secara istilah menurut Ibn Qudamah (w. 629 H), pengertian al-Rahn
1
http://surya-muamalah.blogspot.co.id/2012/04/hukum-jaminan-perbandingan-gadai-
dengan.html minggu 25 maret 2018 10:39
2
Louis Ma’luf, al-Munjid (Beirut:Darul Massrik, 1986), 284
2
adalah suatu benda yang dijadikan kepercayaan atas utang, untuk dipenuhi dari
harganya, bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya. 3
ٌٌقالتٌياٌرسولٌهللاٌ!ٌانٌفالناٌقدمٌلهٌبزٌمنٌالشامٌفلوٌبعثتٌاليه-عنٌعائشةٌ–ٌرضيٌهللاٌعنها
ٌوالبيهقيٌورجالهٌثقات,ٌاخرجهٌالحاكم.ٌفاخذتٌمنهٌثوبينٌبنسيئةٌاليٌميسرةٌ؟ٌفارسلٌاليهٌفامتنع
3
Ade Sofyan Mulazid, Kedudukan Sistem Pegadaian Syariah dalam Sistem hokum nasional di
Indonesia (Kementerian gama RI) hal 28
4
https://id.wikipedia.org/wiki/Jaminan minggu 25 maret 10:41
5
http://armandrachmandd.blogspot.co.id/2015/06/hadits-gadai.html senin 26 maret 01:09
3
Adapun hukum gadai dalam Islam adalah dianjurkan bukan suatu hal yang
wajib. Dan menjadi haram ketika dalam gadai itu terdapat praktek yang
menyalahi atau melanggar aturan syara’.
C. Rukun gadai
Rukun gadai ada 3, yaitu:6
1. Akad akan dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pemilik uang
dengan orang yang berhutang yang menyerahkan suatu jaminan atas
pinjamannya.
2. Ada objek (barang) yang digadai, yaitu pinjaman dan barang yang
digadaikan.
3. Shighah: Menurut para penganut Imam Hanafi, suatu gadai
mempunyai satu rukun, yaitu ijab dan qabul, karena keduanya itulah
yang merupakan akad sebenarnya.
D. Syarat Gadai7
1. Rahin dan murtahin
Tentang pemberian dan penerima gadai disyaratkan keduanya
merupakan orang yang cakap untuk melakukan sesuatu perbuatan
hukun sesuai dengan ketentuan syari’at Islam yaitu berakal dan baliqh.
2. Sighat
Ulama hanafiyah berpendapat bahwa sighat dalam rahn tidak boleh
memakai syarat atau dikaitkan dengan sesuatu. Hal ini karena sebab
rahn jual beli, jika memakai syarat tertentu, syarat tersebut batal dan
rahn tetap sah.
3. Marhun bih (utang)
Menyangkut adanya utang, bahwa utang tersebut disyaratkan
merupakan utang yang tetap, dengan kata lain utang tersebut bukan
merupakan utang yang bertambah-tambah atau utang yang mempunyai
bunga, sebab seandainya utang tersebut merupakan utang yang
berbunga maka perjanjian tersebut sudah merupakan perjanjian yang
mengandung unsur riba, sedangkan perbuatan riba ini bertentangan
dengan ketentuan syari’at Islam.
6
http://www.pustaka.abatasa.co.id/pustaka/detail/fiqih/allsub/972/pengertian-gadai-hukum-
gadai-dan-rukunnya.html./%5B13-01-2017 26 maret 01:32
7
Ahmad Sarwat, Fikih sehari-hari, (PT Gramedia) hal 92.
8
Ade Sofyan Mulazid, Kedudukan Sistem Pegadaian Syariah dalam Sistem hokum nasional di
Indonesia (Kementerian gama RI) hal 37
4
Ulama yang membolehkan pemanfaatan barang jaminan adalah al-Jaziri
(w. 136 H), Imam Shafi’I (w. 204 H), Imam Ahmad Hambali (w. 241 H), Ibn
Quddamah (w. 629 H), Abu Zakariyya Muhyiddun Ibn Sharf al-Nawawi (w. 1278
H), Ibn Qayyim (w. 1350 H), dan Wahbah Zuhayli.
Al-Jaziri menyatakan bahwa jika barang jaminan itu adalah hewan yang
dapat dikendarai dan disusui, maka diperbolehkan walaupun tanpa izin rahin
dengan syarat nafaqah. Pendapat yang dikemukakan ulama Hanabilah ini
menafsirkan bahwa barang jaminan ada kalanya hewan yang dapat ditunggangi
dan diperah, serta ada kalanya bukan hewan. Jika dijaminkan beruoa hewan yang
dapat ditunggangi, pihak murtahin dapat mengambil manfaat barang jaminan
tersebut dengan menungganginya dan memerah susunya tanpa seizing rahin.
Namun, jika barang jaminan tersebut berupa hewan yang tidak dapat dikendarai
dan disusui, maka dapat dimanfaatkan murtahin dengan syarat ada izin dari rahin.
2. Kelompok yang melarang
Ulama yang melarang memanfaatkan barang jaminan adalah Imam Abu
Hanifah (w. 150 H) dan Imam Malik (w. 179 H).
Imam Abu Hanifah menyatakan bahwa Jumhur ulama membolehkan
pemanfaatan barang jaminan karena didasarkan pada hadis: Abu Hurayyah r.a. ia
berkata, bersabda Rasulullah saw. Barang gadai itu tidak dimiliki (oleh penerima
gadai), baginya keuntungan atas kerugian. (HR. Hakim). Bagi Imam Abu
Hanifah, perawi hadis ini kurang terpercaya sehingga ia tidak menggunakannya
sebagai dasar hokum atau hujjah.
Hanafiyyah berpendapat bahwa murtahin tidak dapat memanfaatkan
barang jaminan yang dapat digunakan, dikendarai maupun ditempati, kecuali
mendapat izin rahin karena murtahin sebatas memiliki hak menahan barang bukan
memanfaatkannya. Kemuadian, jika barang jaminan itu dimanfaatkan hingga
rusak, maka murtahin harus mengganti nilai barang tersebut karena dianggap
sebagai ghasib(pengguna barang yang bukan menjadi hak miliknya)
3. Kelompok yang memberi syarat
Ulama yang mensyaratkan tertentu atas manfaat barang jaminan adalah al-
Jaziri (w. 136 H), Imam Shafi’I (204 H), Imam Ahmad Ibn Hanbal (w. 241 H),
dan Ibn Rushd (w. 1198 H).
Menurut al-Jaziri, terhadap permasalahan pemanfaatan barang jaminan
terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi. Malikyyah menyatakan bahwa barang
jaminan dan derivasi merupakan hak rahin, selama tidak ada syarat dari murtahin.
Jika murtahin mensyaratkan bahwa barang jaminan itu untuknya, hal ini
dimungkinkan dengan beberapa syarat di antaranya:
a. Utang yang disebabkan jual-beli bukan karena al-qard (pinjaman yang
menguntungkan), sebagai contoh jika seorang menjual rumah kepada
orang lain secara kredit kemudian orang tersebut meminta gadai
dengan suatu barang yang sesuai dengan utangnya, hal ini dibolehkan.
b. Murtahin mensyaratkan manfaat barang jaminan untuknya, maka jika
rahin melakukan hal tersebut menjadi tidak sah pemanfaatannya.
5
c. Jangka waktu mengambil manfaat yang telah disyaratkan harus
ditentukan. Jika tidak ditentukan dan tidak diketahui batas waktunya,
maka akad rahn menjadi tidak sah.
9
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, (PT Alma’arif Bandung) Bandung hal 156
6
Bab 3 Penutup
Kesimpulan:
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berputang atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur (si berutang), atau oleh
seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditor itu
untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada
kreditur kreditur lainnya, dengan kekecualian biaya yang telah dikeluarkan untuk
menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya biaya mana yang harus
didahulukan. Sedangkan jaminan adalah asset pihak peminjam yang dijanjikan
kepada pemberi pinjaman jika peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman
tersebut. Apabila sang peminjam tidak mampu mengembalikan pinjaman makan
jaminan akan menjadi milik sang pemberi pinjaman.
Saran:
Kami menerima saran dan kritik dari para pembaca. Semoga saran dan
kritik yang diberikan dapat membangun kelengkapan makalah ini
7
Daftra Pustaka
Senthia, Zezameiri. “Makalah Gadai (Rahn)”. 4 Juni 2016.
http://zezameirisenthia90.blogspot.co.id/2016/06/makalah-fiqh-muamalah-gadai-
rahn.html
Anonim. “Pinjaman Bank – Prosedur dan Bunga Dari KPR, KTA, Kredit Mobil Serta
Kredit Motor”. 27 Juli 2017. https://www.aturduit.com/articles/panduan-
perbankan/pinjaman-bank/