Anda di halaman 1dari 18

WADI’AH

Disusun Oleh :

Andra Fahlevi 180105020041

Universitas Islam Negeri Antasari

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam

Program Studi Perbankan Syariah

Banjarmasin

2020
Pendahuluan

Keberadaan bank Syariah memiliki arah dan tujuan untuk membrikan kemaslahatan
kepada seluruh masyarakat di Indonesia. Selama ini, masyarakat memandang perbankan syariah
sebatas hanya untuk yang beragama muslim. Sedangkan faktanya banyak masyarakat non
muslim yang menjadi nasabah di bank syariah1. Selain sebagai lembaga pinjaman, Perbankan
syariah produk seperti tabungan dan giro Wadi’ah yang mirip dengan perbankan konvensional.
Tapi tanpa adanya pungutan bunga2 Ini menunjukkan bahwa bank syariah lebih menekankan
bisnis yang nyata dan bukan spekulasi.3 Fenomena yang ada sekitar kita dimana salah satunya
yang akan penulis bahas dalam makalah ini, yaitu penitipan ( Wadi’ah ). Seiring dengan
bermunculannya lembaga-lembaga penitipan barang, jasa ini sangat membantu. Terutama bagi
orang-orang yang ingin menitipkan barangnya dalam jangka waktu yang lama, mereka jadi tidak
khawatir akan keadaan barang yang ditinggalkannya. Oleh karena itu, fenomena yang demikian
perlulah diperhatikan oleh seseorang yang diberikan amanah dan pemberi amanah.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa untuk melarang adanya bunga di
tahun 2003. Dan juga menyetujui undang-undang Perbankan Syariah no.21/2008 yang
memberikan dasar hukum yang kuat untuk melaksanakan perlindungan dana simpanan dan
modal investor (Bank Indonesia, 2008). Dan hasilnya pada tahun 2011 ada total 11 bank syariah
yang beroperasi penuh dan 23 unit bisnis Islam yang beroperasi di Indonesia di bawah prinsip
Islami.4

Selain itu wadi’ah juga merupakan salah satu produk yang ada di bank-bank syariah,
maka karena itu perlu dicermati bagaimana mekanisme wadi’ah di lembaga-lembaga keuangan
yang ada sekarang.

1
Muhammad Rizalun Nashoha, “Pengaruh Faktor Kebudayaan, Sosial, Pribadi dan Psikologis terhadap Keputusan
Memilih Bank Syariah di Kota Yogyakarta (Studi pada Masyarakat Non Muslim Kota Yogyakarta),” At-Taradhi:
Jurnal Studi Ekonomi 10, no. 2 (31 Desember 2019): 181, https://doi.org/10.18592/at-taradhi.v10i2.3338.
2
Ayman Abdal-Majeed Ahmad Al-smadi, Faizul Hamdan, dan Mahmoud Khalid Almsafir, “ISLAMIC BANKING VS
CONVENTIONAL BANKING, DURING THE GLOBAL FINANCIAL CRISIS: MALAYSIA AS A CASE” 3, no. 1 (2013): 8.
3
Yusup Hidayat, Fokky Fuad, dan Maslihati Nurhidayati, “IMPLEMENTATION OF ECONOMIC DEMOCRACY
PRINCIPLE IN ISLAMIC BANKING POLICIES THROUGH FINANCIAL SERVICES AUTHORITY (FSA) IN INDONESIA,” At-
Taradhi: Jurnal Studi Ekonomi 8, no. 2 (19 Januari 2018): 78, https://doi.org/10.18592/at-taradhi.v8i2.1996.
4
Mohammed T Abusharba dkk., “Determinants of Capital Adequacy Ratio (CAR) in Indonesian Islamic Commercial
Banks,” t.t., 161.

1
Pembahasan

A. Pengertian Wadi’ah
Kata dari Wadi’ah adalah wada’a asy-sya’a yang artinya meninggalkan sesuatu
yang dititipkan oleh seseorang kepada orang lain agar dijaga. Dinamakan Wadi’ah karena
dia meninggalkannya pada orang yang menerima titipan tersebut.
Secara teknis maka akad Wadi’ah diartikan akad titipan baik barang maupun uang
anatara pihak penitip yang memiliki titipan tersebut dengan pihak yang dipercaya
menerima titipan yang harus dijaga dan dikembalikan kapanpun pihak penitip
memintanya kembali5
Wadi’ah dalam Islam merujuk pada konsep menyimpan dan menabung untuk
jangka waktu tertentu. Istilah Wadia’ah berasal dari kata kerja Wada’a, yang berarti
meninggalkan,mengajukan atau menyimpan.6
Secara Etimologi Wadi’ah berarti titipan murni (amanah). Wadiah dikatakan
bermakna amanah karena Allah menyebut Wadi’ah dengan kata amanah dibeberapa ayat
Al-Qur’an, sedangkan secara terminologi ada beberapa pendapat dari para ulama,
diantaranya :

a. Hanafiah: Wadi’ah adalah suatu amanah yang ditinggalkan untuk dipeliharakan


kepada orang lain.
b. Malikiah: Wadi’ah adalah suatu harta yang diwakilkan kepada orang lain untuk
dipeliharakan.
c. Syafi’iah: Wadi’ah adalah sesuatu harta benda yang disimpan ditempat orang lain
untuk dipeliharakan.
d. Hanabilah: suatu harta yang diserahkan kepada seseorang untuk memeliharanya tanpa
adanya ganti rugi.
e. Ulama Fiqh Kontemporer: Wadi’ah adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,
baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si
penitip menghendakinya.7

5
Muhammad Syarif Hidayatullah, Perbankan Syariah Pengenalan Fundamental dan Pengembangan Kontemporer
(Banjarbaru: CV Dreamedia, 2017), 73.
6
Mohd Sollehudin Shuib dkk., “Implementation of Al-Wadiah (Saving Instrument) Contract In Contemporary Gold
Transaction,” Journal of Business 1, no. 4 (29 September 2016): 1, https://doi.org/10.18533/job.v1i4.48.

2
f. Sayyid Sabiq : Titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun
badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja penitip menghendaki.
g. KHES : Wadi’ah adalah penitipan dana antara pihak pemilik dana dengan pihak
penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut.8

Wadi’ah ialah sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya supaya dijaga
(Ma Wudi’a ‘Inda Ghair Malikhi Layahfadzuhu), berarti bahwa Wadi’ah ialah
memberikan makna yang kedua Wadi’ah dari segi bahasa adalah menerima, seperti
seseorang berkata : ”awda’tubu” artinya aku menerima harta tersebut darinya (Qabiltu
minhu dzalika al-Mal Liyakuna Wadi’ah ‘Indi), secara bahasa Wadi’ah memiliki 2
makna, yakni memberikan harta untuk dijaga dan pada penerimaannya.9

B. Dasar Hukum Wadi’ah


Dasar hukum Wadi’ah ada didalam Al-qur’an, Hadits, dan Ijma.
a. Al-Quran.
• Q.S. An-Nisa : 58

َ ‫الناس َأن َت ْح ُك ُموا ب ْال َع ْدل ۚ إ َّن ه‬


َّ َ‫َ ٰ َ ْ َ َ َ َ َ ْ ُ َ ْ ن‬ َ َ َ ْ ُّ َ ُ َ ْ ُ ُ ُ ْ َ َ ‫َّ ه‬
‫اَّلل‬ ِ ِ ِ ِ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫م‬ ‫ت‬ ‫م‬‫ك‬‫ح‬ ‫ا‬‫ذ‬ ‫إ‬
ِ ‫و‬ ‫ا‬‫ه‬ ‫ل‬ِ ‫ه‬‫أ‬ ‫َل‬‫إ‬ ِ ‫ات‬ِ ‫ان‬‫ِإن اَّلل يأمركم أن تؤدوا اْلم‬
ً‫يعا َب ِصيا‬ َ َ َ ‫َّ ه‬ ُ ُ
ً ‫ان َسم‬
ِ ‫ِن ِع َّما َي ِعظكم ِب ِه ۗ ِإن اَّلل ك‬

”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat (titipan)


kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesunggunya
Allah maha memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Mendengan lagi Maha Melihat”
• Q.S. Al-Baqarah : 283

ُْ ‫ً َ ْ َ ِّ ه‬ ُ ُ َ ْ َ ٌ َ ْ ٌ َ َ َ ُ َ َ َ ََٰ ُُْْ ْ َ
‫َل َسف ٍر َول ْم ت ِجدوا ك ِات ًبا ف ِرهان َمق ُبوضة ۖ ف ِإن أ ِم َن َب ْعضك ْم َب ْعضا فل ُيؤد ال ِذي اؤت ِم َن‬‫و ِإن كنتم ع‬
َ ُ َ ْ َ َ ُ ‫َّ َ َ َ َ َ ْ َ ْ ُ ْ َ َ َّ ُ ٌ َ ْ ُ ُ َ ه‬
ٌ‫ون َعليم‬ ُ ْ َ َ َ ُ َّ َ َ ‫ه‬ َّ ْ ُ َ َ َ
ِ ‫أ َمانته َول َيت ِق اَّلل ربه ۗ وَل تكتموا الشهادة ۚ ومن يكتمها ف ِإنه ِآثم قلبه ۗ واَّلل ِبما تعمل‬
ُ

7
Any Widayatsari, “Akad Wadiah dan Mudharabah dalam Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Syariah” 3, no. 1
(2013): 4.
8
Andri Soemitra, Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah di Lembaga Keuangan dan Bisnis Kontemporer
(Jakarta Timur: Prenadamedia Group, 2019), 157.
9
Desminar, “AKAD WADIAH DALAM PERSPEKTIF FIQIH MUAMALAH” 13, no. 3 (2019): 28.

3
“Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang
penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian
kamu memercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amantnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan
janganlah kamu menyembunyikan kesaksian karena barang siapa yang
menyembunyikannya, sungguh hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan”
b. Hadits
• HR. Abu Daud
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda “Sampaikanlah
(tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas
khianat kepada orang yang telah menghianatimu”

Hadits diatas menjelaskan bahwa orang yang diberi amanah harus bisa menjaga
amanah tersebut dengan baik dan jangan sampai menghianati orang yang telah
memberikan amanah.10
• HR. Bukhari – Muslim
”Tanda-tanda munafik ada tiga : bila berkata bohong, bila berjanji ingkar, dan
bila dipercaya khianat”11

c. Ijma’

Para tokoh ulama sepanjang zaman telah melakukan ijma’ , karena kebutuhan
manusia terhadap hal tersebut (Wadi’ah) jelas terlihat (Dr. Azzuhaily dalam al-Fiqh al-
Islami wa Adillatuhu dari kitab al-Mughni wa Syarh Kabir li Ibni Qudhamah dan
Mubsuthli Imam Sarakhsy.12

10
Imam Mustofa, “KONSEP DASAR WADI’AH,” t.t., 6.
11
Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia (Yogyakarta: UII Press, 2008), 263.
12
Widayatsari, “Akad Wadiah dan Mudharabah dalam Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Syariah,” 4.
Widayatsari, 6.

4
C. Rukun Wadi’ah

Menurut Hanafiah : Rukun Wadi’ah menurutnya hanya satu, yaitu adanya


pernyataan kehendak (Sighat : ijab (ungkapan kehendak menitipkan barang dari
pemiliknya) dan Qabul (ungkapan kesiapan menerima titipan tersebut oleh pihak yang
dititipi).

Namun menurut Jumhur Ulama Fiqh, Rukun Wadi’ah ada tiga :

1. Ada Pelaku Akad (Muwaddi’ dan Mustawda’)


2. Barang titipan (Wadi’ah bih)
3. Pernyataan kehendak/akad (Ijab dan Qabul)13

D. Syarat Wadi’ah
1. Pelaku akad
Ulama : Para pihak boleh bertasharruf dan syarat lain untuk berwakil. Tidak
sah menitipkan atau menerima titipan dari anak kecil dan orang gila.
KHES : Pasal 371, Para pihak yang melakukan akad wadi’ah harus memiliki
kecakapan hukum.
2. Barang titipan
Ulama : Harta Wadi’ah harus dapat dikuasai dan diserah terimakan
KHES : Pasal 372, Harta wadi’ah harus dapat dikuasai dan diserah terimakan
3. Akad
Ulama : Sighat yang dimengerti para pihak dan disyaratkan datang dari
penitip dengan ucapan yang menunjukkan arti meminta penjagaan seperti
“Aku titipkan atau aku minta penjagaanmu”. Kabul tidak disyaratkan dengan
lafal bisa dengan menerimanya saja. Kabul bisa dengan lafaz, misalnya saya
terima atau tersirat saja, misalnya ada seseorang yang menitipkan hartanya
kepada orang lain dan orang itu diam saja, maka diamnya ini sama dengan
persetujuannya, sama seperti saling memberikan pada jual beli.

13
Widayatsari, “Akad Wadiah dan Mudharabah dalam Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Syariah,” 6.

5
KHES : Pasal 370 (2), akad dapat dinyatakan dengan lisan,tulisan,atau isyarat.
Pasal 373, Muwaddi’ dan Mustawdi’ dapat membatalkan akad wadi’ah sesuai
kesepakatan14
4. Menurut Hanafiah
Pihak pelaku akad disyaratkan harus orang yang berakal, sehingga sekalipun
anak kecil namun sudah dianggap telah berakal dan mendapat izin dari
walinya, akad Wadi’ah nya dianggap sah.15
E. Jenis Wadi’ah
1. Wadiah Yad Al-Amanah

Wadi’ah yad al-amanah (tangan amanah) adalah akad penitipan dengan pihak
yang menerima titipan adalah penerima kepercayaan yang tidak diharuskan untuk
menanggung resiko, baik kerusakan atau kehilangan titipan tersebut dengan
menggantinya jikahalnya terjadi kecuali memang kerusakan atau kehilangan titipan
tersebut terjadi dikarenakan atau kecerobohan si penerima titipan. Pihak menerima titipan
tidak diperkenankan untuk mempergunakan titipan tersebut, melainkan hanya
menjaganya sesuai kelaziman. Dalam praktiknya di Bank Syariah, bank diperbolehkan
membebankan biaya sebagai biaya penitipan kepada penitip.16

Wadi’ah yad al-amanah merupakan titipan murni dari pihak yang menitipkan
barangnya kepada pihak penerima titipan. Pihak penerima titipan harus menjaga dan
memelihara barang titipan dan tidak diperkenankan untuk memanfaatkannya. Penerima
titipan akan mengembalikan barang titipan dengan utuh kepada pihak yang menitipkan
setiap barang itu dibutuhkan. Dalam aplikasi perbankan syariah, produk yang dapat
ditawarkan dengan menggunakan akad al-wadiah yad al-amanah adalah save deposit
box.

Dalam produk save deposit box, bank menerima titipan barang dari nasabah untuk
ditempatkan di kotak tertentu yang disediakan oleh bank syariah. Bank syariah wajib
menjaga dan memelihara kontak itu. Bank syariah perlu tempat dan petugas untuk

14
Soemitra, Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah di Lembaga Keuangan dan Bisnis Kontemporer, 157.
15
Widayatsari, “Akad Wadiah dan Mudharabah dalam Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Syariah,” 6.
16
Hidayatullah, Perbankan Syariah Pengenalan Fundamental dan Pengembangan Kontemporer, 74.

6
menjaga dan memelihara titipan nasabah, sehingga bank syariah akan membebani biaya
administrasi yang besarnya sesuai dengan ukuran kotak itu. Pendapatan atas jasa save
deposit box termasuk dalam fee based income.17

a. Save Deposit Box

Save deposit bos merupakan jasa yang diberikan oleh bank dalam penyewaan Box
atau kotak pengaman yang dapat digunakan untuk menyimpan barang atau surat-surat
berharga milik nasabah. Nasabah memanfaatkan jasa tersebut untuk menyimpan surat
berharga maupun perhiasan untuk keamanan, karena bank wajib menyimpan save deposit
box di dalam ruang dan dalam lemari besi yang tahan api. Atas pelayanan jasa save
deposit box, bank akan mendapat fee/upah. Besar kecilnya fee tergantung pada besar
kecilnya ukuran box dan pada umumnya fee atas sewa box ini diberikan setiap tahun.

Dokumen yang dapat disimpan dalam save deposit box yaitu :

a. Sertifikat Tanah.
b. Sertifikat deposito, bilyet deposito, surat berharga.
c. Saham, obligasi.
d. Ijazah, paspor, surat nikah, dan surat-surat lainnya.
e. BPKB.
f. Perhiasan, emas, berlian, permata, dan perhiasan lainnya.
g. Uang rupiah maupun mata uang asing.

Keuntungan bagi bank syariah :


a. Fee/Upah atas penyimpanan
b. Dapat menarik dana nasabah dengan memberikan pelayanan yang memuaskan

Keuntungan bagi nasabah :


a. Jaminan atas kerahasiaan baarang yang disimpan, karena bank tidak dapat
mengetahui isi Save deposit box.
b. Jaminan keamanan barang yang disimpan.

17
Drs Ismail Ak MBA, Perbankan Syariah (Kencana, 2017), 47–48.

7
c. Biayanya relatif murah.

b. Karakteristik Wadiah Yad Al-Amanah


a. Barang yang dititpkan oleh nasabah tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak penerima
titipan. Penerima titipan dilarang untuk memanfaatkan barang titipan.
b. Penerima titipan berfungsi sebagai penerima amanah yang harus menjaga dan
memelihara barang titipan.
c. Penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya atas barang yang
dititipkan. Hal ini karena penerima titipan perlu menyediakan tempat untuk
menyimpan dan membayar biaya gaji pegawai untuk menjaga barang titipan,
sehingga boleh meminta imbalan jasa18

2. Wadiah Yad Dhamanah

Wadi’ah pada dasarnya bersifat amanah, kemudian dalam perkembangannya


pada perkembangannya pada perekonomian modern, untuk menghindari tindakan
menganggurkan harta tanpa dimobilisasi untuk sesuatu yang bermanfaat, muncullah
istilah Wadi’ah yad dhamanah. Wadi’ah yad dhamanah (tangan penanggung) adalah
akad penitipan dengan pihak yang menerima titipan diperbolehkan memanfaatkan titipan
tersebit dengan konsekuensi menerima dan menanggung segala resiko yang mungkin
terjadi, baik itu kerusakan atau kehilangan dan wajib menggantinya jika halnya resiko itu
benar-benar terjadi. Disyaratkan pula sewaktu-waktu penitip perlu dan meminta
titi[annya dikembalikan maka harus dikembalikan. Semua manfaat dan keuntungan yang
diperoleh dari penggunaan titipan tersebut menjadi hak penerima titipan.19

Wadiah yad dhamanah adalah akad antara dua pihak, satu pihak sebagai pihak
yang menitipkan (nasabah) dan pihak lain sebagai pihak yang menerima titipan. Pihak
penerima titipan dapat memanfaatkan barang yang dititipkan. Penerima titipan wajib

18
Drs Ismail Ak MBA, Perbankan Syariah (Kencana, 2017), 48-50.

19
Hidayatullah, Perbankan Syariah Pengenalan Fundamental dan Pengembangan Kontemporer, 74.

8
mengembalikan barang yang dititipkan dalam keadaan utuh. Penerima titipan
diperbolehkan memberikan imbalan dalam bentuk bonus yang tidak diperjanjikan
sebelumnya.

Dalam aplikasi perbankan, akad wadi’ah yad dhamanah dapat diterapkan dalam
produk penghimpunan dana pihak ketiga antara lain giro dan tabungan. Bank syariah
akan memberikan bonus kepada nasabah atas dana yang dititipkan di bank syariah.
Besarnya bonus tidak boleh diperjanjikan sebelumnya, akan tetapi tergantung pada
kebijakan bank syariah. Bila bank syariah memperoleh keuntungan, maka bank akan
memberikan bonus kepada pihak nasabah.20

Giro dan simpanan tabungan disusun berdasarkan konsep Wadi’ah, dimana bank
akan menjamin kembalinya barang/uang kepada nasabah ketika diminta. Dan bank bisa
memberikan hadiah kepada para nasabah secara berkala sebagai bentuk apresiasi21

Menurut Adiwarman A. Karim, Perbankan syariah yang berada di Arab terkadang


memberikan bonus kepada pelanggannya berupa sebuah mobil. Bonus ini berbeda dari
hadiah yang sering dilakukan oleh bank konvensional untuk menarik perhatian pelanggan
untuk menabung di bank syariah.22

Karakteristik Wadiah Yad Dhamanah

a. Harta dan barang yang dititipkan boleh dimanfaatkan oleh pihak yang menerima
titipan.

20
Drs Ismail Ak MBA, Perbankan Syariah (Kencana, 2017), 50-51.
21
Chong, Beng Soon, and Ming-Hua Liu. "Islamic banking: interest-free or interest-based?." Pacific-Basin finance
journal 17.1 (2009): 134

22
Eka Supriatiningsih, “The Principal of Risk and Profit Sharing in Islamic Banking,” Ijtimā’iyya: Journal of Muslim
Society Research 3, no. 2 (28 September 2018): 274,

9
b. Penerima titipan sebagai pemegang amanah. Meskipun harta yang dititipkan
boleh dimanfaatkan, namun penerima titipan harus memanfaatkan harta titipan
yang dapat menghasilkan keuntungan.
c. Bank mendapat manfaat atas harta yang dititipkan, oleh karena itu penerima
titipan boleh memberikan bonus. Bonus sifatnya tidak mengikat, sehingga dapat
diberikan atau tidak. Besarnya bonus tergantung pada pihak penerima titipan.
Bonus tidak boleh diperjanjikan pada saat kontrak, karena bukan merupakan
kewajiban bagi penerima titipan.
d. Dalam aplikasi bank syariah, produk yang sesuai dengan akad wadi’ah yad
dhamanah adalah simpanan giro dan tabungan.23

Produk dari Wadiah Yad Dhamanah :

A. Tabungan Wadiah

Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut


syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro, dan atau
alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.24

Bank syariah menawarkan rekening tabungan dengan tujuan menarik dan


membujuk para calon nasabah untuk menikmati fasilitas penyimpanan yang aman, karena
sejalan dengan konsep Wadi’ah. Para nasabah bank biasanya memilih rekening tabungan
karena motif kehati-hatian dan bersamaan disebabkan oleh motif investasi. Dari tabungan
nasabah bisa dimobilisasi dananya untuk tujuan produktif, seperti untuk membiayai
proyek dan berbagai transaksi bisnis.25

Ada dua kategori titipan dalam prakteknya di bank syariah yaitu :

1. Wadiah jariyah ( tahta tholab ) yaitu suatu titipan, di mana penyimpan berhak
mengambilnya kapan saja baik secara tunai, cek ataupun melalui nasabah pihak ketiga.

23
Drs Ismail Ak MBA, Perbankan Syariah (Kencana, 2017), 51-52.
24
Hidayatullah, Perbankan Syariah Pengenalan Fundamental dan Pengembangan Kontemporer, 76.
25
Hanudin Amin, “Some Viewpoints of Islamic Banking Retail Deposit Products in Malaysia” 18, no. 2 (2013): 4.

10
Bentuk tabungan ini murni titipan, sehingga danya tidak boleh digunakan oleh pihak
bank untuk keperluan investasi.
2. Wadiah Iddikhoriyah ( at taufir ) yaitu simpanan nasabah disalurkan bank untuk investasi
dengan akad mudhorobah muthlaqoh. Tabungan dalam bentuk ini dapat dikelola oleh
pihak bank untuk berinvestasi atau dengan kata lain dana yang telah dititipkan tersebut
dapat diputar oleh pihak untuk meningkatkan pendapatannya.26

Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan ketentuan Tabungan Wadiah


sebagai berikut :

1. Bersifat Simpanan
2. Simpanan bisa diambil kapan saja atau berdasarkan kesepakatan
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian yang
bersifat sukarela dari pihak bank.

Tujuan dan manfaat :

a. Bagi Bank

1. Sumber pendanaan, baik Rupiah maupun Valuta Asing


2. Salah satu sumber pendapatan dalam bentuk jasa ( Fee Base Income ) dari
aktifitas lanjutan pemanfaatan rekening giro oleh nasabah

b. Bagi Nasabah

1. Kemudahan dalam pengolaan likuiditas, baik dalam hal penyetoran, penarikan,


transfer, dan pembayaran transaksi yang fleksibel.
2. Dapat memperoleh bonus.27

Di Indonesia produk tabungan yang berakad Wadi’ah yad dhamanah biasanya ada pada
produk dengan nama ”tabunganku” di beberapa Bank Syariah di Indonesia. Tabunganku adalah

26
Melva Vicensia Gulo, “WADIAH VS JU’ALAH PADA SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH,” Jurnal Akuntansi
AKUNESA 2, no. 1 (1 September 2013): 16, https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-
akuntansi/article/view/6735.
27
Bambang Murdadi, “MENGUJI KESYARIAHAN AKAD WADIAH PADA PRODUK BANK SYARIAH,” VALUE ADDED |
MAJALAH EKONOMI DAN BISNIS 12, no. 1 (2016): 7,
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/vadded/article/view/2940.

11
tabungan untuk perorangan dengan persyaratan mudah dan ringan yang diterbitkan secara
bersama oleh bank-bank di Indonesia guna menumbuhkan budaya menabung serta meningkatkan
kesejahteraan masuarakat. Jadi tabunganku merupakan sebuah program untuk lebih
memasyarakatkan budaya menabung dengan setoran yang lebih terjangkau.

Dalam praktiknya di Indonesia, tabungan Wadi’ah memiliki setoran awal minimun,


setoran minimum, dan saldo minimun yang lebih rendah dibandingkan dengan tabungan
mudharabah28

Menabung di bank syariah cukup murah. Banyak bank syariah yang membebaskan biaya
administrasi, salah satunya adalah Bank BRI Syariah. Ini membudahkan penabung yang nilai
setorannya kecil. Namun kurangnya publisitas yang dilakukan oleh bank mengakibatkan
ketidaktahuan calon nasabah mengenai produk ini.29

B. Giro Wadi’ah

Undang-undang no. 10 tahun 1998 pasal 1 ayat 6 menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara
pemindahbukuan30. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan ketentuan tentang Giro
Wadiah Sebagai berikut :

1. Bersifat titipan
2. Titipan bisa diambil kapan saja
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian yang
bersifat sukarela dari pihak bank.

Karakteristik dari giro wadiah antara lain :

1. Harus dikembalikan utuh seperti semula sehingga tidak boleh Overdraft


2. Dapat dikenakan biaya titipan
28
Hidayatullah, Perbankan Syariah Pengenalan Fundamental dan Pengembangan Kontemporer, 76–78.
29
Jenio Yusma F, “CUSTOMER PREFERENCE IN STORING WADIAH YAD DHAMANAH SAVINGS (Survey at Bank BRI
Syariah KCP Setiabudhi),” Review of Islamic Economics and Finance 1, no. 1 (19 Desember 2018): 10.
30
Indria Widyastuti, “ANALISIS AKUNTANSI PENGHIMPUNAN DANA DENGAN PRINSIP WADIAH DAN
MUDHARABAH DI PERBANKAN SYARIAH,” Moneter - Jurnal Akuntansi Dan Keuangan 1, no. 1 (1 April 2014): 60,
https://doi.org/10.31294/moneter.v1i1.939.

12
3. Dapat diberikan syarat tertentu untuk keselamatan barang titipan misalnya
menetapkan saldo minimum
4. Penarikan giro wadiah dilakukan dengan cek dan bilyet giro sesuai ketentuan
yang berlaku
5. Jenis dan kelompok rekening sesuai dengan ketentuan yang berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan syariah.
6. Dana wadiah hanyadapat digunakan seijin penitip.

Tujuan dan Manfaat :

a. Bagi Bank

1. Sumber pendanaan, baik Rupiah maupun Valuta Asing


2. Salah satu sumber pendapatan dalam bentuk jasa ( Fee Base Income ) dari
aktifitas lanjutan pemanfaatan rekening giro oleh nasabah.

b. Bagi Nasabah

1. Memperlancar aktivitas pembayaran dan/atau penerimaan dana


2. Dapat memperoleh bonus31

Fasilitas yang diperoleh dari Giro Wadiah :

1. Kepada pemegang rekening diberikan buku cek untuk mengoperasikan rekening.


2. Ada minimum setoran awal, dan diperlukan referensi bagi pemegang rekening.
3. Calon pemegang rekening tidak terdaftar dalam daftar hitam dari BI
4. Penarikan dana dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan menggunakan cek atau
intruksi tertulis lainnya.

Tipe rekening :

1. Rekening perorangan
2. Rekening bersama atau rekening kelompok
3. Rekening Perusahaan (Badan Hukum)

31
Murdadi, “MENGUJI KESYARIAHAN AKAD WADIAH PADA PRODUK BANK SYARIAH,” 6.

13
Layanan lainnya :

1. Cek Khusus
2. Intruksi siaga (standing instruction)
3. Transfer dana secara otomatis
4. Pemegang rekening menerima salinan rekening setiap bulan dengan rincian
transaksi selama bulan yang bersangkutan
5. Bank dapat mengirim konfirmasi saldo kepada pemegang rekening setiap akhir
tahun atau setiap periode tertentu bila dianggap oleh bank atau atas permintaan
pemegang rekening32

F. Rusak atau Hilangnya Benda Titipan

Jika orang yang menerima titipan mengaku bahwa benda-benda yang titipan telah rusak
tanpa adanya unsur kesengajaan darinya, maka ucapannya harus disertai dengan sumpah, supaya
perkataanya itu kuat kedudukannya menurut hukum. Namun Ibnu al-Munzir berpendapat, bahwa
orang tersebut sudah dapat diterima ucapannya secara hukum tanpa dibutuhkan adanya sumpah.

Menurut Ibnu Taimiyah, apabila seseorang yang memelihara benda-benda titipan


mengaku bahwa benda titipan ada yang mencuri, sementara hartanya yang ia kelola tidak ada
yang mencuri, maka orang yang menerima benda-benda titiap n tersebut wajib menggantinya.
Pendapat Ibnu Taimiyah ini berdasarkan pada atsar bahwa Umar ra. Pernah meminta jaminan
harta dari Anas ra. Yang dinyatakan hilang, sedangkan harta Anas ra. Sendiri masih ada.

Orang yang meninggal dunia dan terbukti padanya terdapat benda-benda titipan milik
orang lain, ternyata barang-barang titipan itu tidak dapat ditemukan, maka ini merupakan utang
bagi yang menerima titipan dan wajib dibayar oleh para ahli warisnya. Jika terdapat surat dengan
tulisannya sendiri yang berisi tentang pernyataan benda titipan yang hilang, maka surat tersebut
dapat dijadikan pegangan, karena tulisan dianggap sama dengan perkataan apabila tulisan
tersebut ditulis oleh dirinya sendiri.

32
Widayatsari, “Akad Wadiah dan Mudharabah dalam Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Syariah,” 8–9.

14
Bila seseorang menerima benda-benda titipan yang sudah sangat lama waktunya,
sehingga ia tidak lagi mengetahui di mana atau siapa pemilik benda-benda titipan tersebut dan
sudah berusaha mencarinya dengan cara yang wajar, namun tidak diperoleh keterangan yang
jelas, maka benda-benda titipan tersebut dapat digunakan untuk kepentingan agama Islam,
dengan mendahulukan hal-hal yang paling penting di antara masalah-masalah yang penting.33

33
Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 240–41.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abusharba, Mohammed T, Iwan Triyuwono, Munawar Ismail, dan Aulia F Rahman.


“Determinants of Capital Adequacy Ratio (CAR) in Indonesian Islamic Commercial
Banks,” t.t., 12.
Ak, Drs Ismail, MBA. Perbankan Syariah. Kencana, 2017.
Al-smadi, Ayman Abdal-Majeed Ahmad, Faizul Hamdan, dan Mahmoud Khalid Almsafir.
“ISLAMIC BANKING VS CONVENTIONAL BANKING, DURING THE GLOBAL
FINANCIAL CRISIS: MALAYSIA AS A CASE” 3, no. 1 (2013): 10.
Amin, Hanudin. “Some Viewpoints of Islamic Banking Retail Deposit Products in Malaysia” 18,
no. 2 (2013): 13.
Chong, Beng Soon, Ming-Hua Liu. "Islamic Banking : Interest-free or Interest-based?" 17,no. 1
(2009).

Desminar. “AKAD WADIAH DALAM PERSPEKTIF FIQIH MUAMALAH” 13, no. 3 (2019):
35.
F, Jenio Yusma. “CUSTOMER PREFERENCE IN STORING WADIAH YAD DHAMANAH
SAVINGS (Survey at Bank BRI Syariah KCP Setiabudhi).” Review of Islamic
Economics and Finance 1, no. 1 (19 Desember 2018): 10–23.
Gulo, Melva Vicensia. “WADIAH VS JU’ALAH PADA SERTIFIKAT BANK INDONESIA
SYARIAH.” Jurnal Akuntansi AKUNESA 2, no. 1 (1 September 2013).
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-akuntansi/article/view/6735.
Hidayat, Yusup, Fokky Fuad, dan Maslihati Nurhidayati. “IMPLEMENTATION OF
ECONOMIC DEMOCRACY PRINCIPLE IN ISLAMIC BANKING POLICIES
THROUGH FINANCIAL SERVICES AUTHORITY (FSA) IN INDONESIA.” At-
Taradhi: Jurnal Studi Ekonomi 8, no. 2 (19 Januari 2018): 78–86.
https://doi.org/10.18592/at-taradhi.v8i2.1996.
Hidayatullah, Muhammad Syarif. Perbankan Syariah Pengenalan Fundamental dan
Pengembangan Kontemporer. Banjarbaru: CV Dreamedia, 2017.
Murdadi, Bambang. “MENGUJI KESYARIAHAN AKAD WADIAH PADA PRODUK BANK
SYARIAH.” VALUE ADDED | MAJALAH EKONOMI DAN BISNIS 12, no. 1 (2016).
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/vadded/article/view/2940.
Mustofa, Imam. “KONSEP DASAR WADI’AH,” t.t., 12.
Nashoha, Muhammad Rizalun. “Pengaruh Faktor Kebudayaan, Sosial, Pribadi dan Psikologis
terhadap Keputusan Memilih Bank Syariah di Kota Yogyakarta (Studi pada Masyarakat
Non Muslim Kota Yogyakarta).” At-Taradhi: Jurnal Studi Ekonomi 10, no. 2 (31
Desember 2019): 181–201. https://doi.org/10.18592/at-taradhi.v10i2.3338.
Sahrani, Sohari, dan Ru’fah Abdullah. Fikih Muamalah. Bogor: Ghalia Indonesia, 2011.
Shuib, Mohd Sollehudin, Azizi Abu Bakar, Amirul Faiz Osman, Hydzulkifli Hashim, dan Aiman
bin Fadzil. “Implementation of Al-Wadiah (Saving Instrument) Contract In
Contemporary Gold Transaction.” Journal of Business 1, no. 4 (29 September 2016): 35–
38. https://doi.org/10.18533/job.v1i4.48.
Soemitra, Andri. Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah di Lembaga Keuangan dan
Bisnis Kontemporer. Jakarta Timur: Prenadamedia Group, 2019.

16
Supriatiningsih, Eka. “The Principal of Risk and Profit Sharing in Islamic Banking.” Ijtimā’iyya:
Journal of Muslim Society Research 3, no. 2 (28 September 2018): 262–80.
https://doi.org/10.24090/ijtimaiyya.v3i2.1850.
Susanto, Burhanuddin. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: UII Press, 2008.
Widayatsari, Any. “Akad Wadiah dan Mudharabah dalam Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
Bank Syariah” 3, no. 1 (2013): 21.
Widyastuti, Indria. “ANALISIS AKUNTANSI PENGHIMPUNAN DANA DENGAN PRINSIP
WADIAH DAN MUDHARABAH DI PERBANKAN SYARIAH.” Moneter - Jurnal
Akuntansi Dan Keuangan 1, no. 1 (1 April 2014).
https://doi.org/10.31294/moneter.v1i1.939.

17

Anda mungkin juga menyukai