Anda di halaman 1dari 11

PENITIPAN (WADI’AH) DAN GADAI (RAHN)

Makalah yang diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadist Ekonomi

Dosen Pengampu: Ferliansyah Zais, Lc., M.Si

Disusun Oleh Kelompok: 9

1. Ananda Elsa Pratiwi (2151030120)


2. Febiola Valentry (2151030159)
3. Reza Amanda Bahtiari (2151030080)
4. Silvi Moli Lutfhia (2151030088)
5. Monica Shafira (1951030114)

COVER

AKUNTANSI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulilah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat berkumpul menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Hadist Ekonomi, dengan
judul: “ Penitipan (wadi’ah) Dan Gadai (Rahn)”Kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang denngan tulus memberikan do’a
saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami dapat menyadari sepenuuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan ppengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia Pendidikan

Bandar Lampung, November 2022

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Lembaga keuangan non bank adalah semua badan yang melakukan kegiatan dibidang
keuangan, yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana terutama dengan
jalan mengeluarkan kertas berharga dan menyalurkan dalam masyarakat terutama guna
membiayai investasi perusahaan. Atau dapat juga diartikan sebagai badan usaha yang
melalukan kegiatan dibidang keuangan, secara langsung ataupun tidak langsung,
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat untuk
kegiatan produktif. Manfaat dari lembaga keuangan bukan bank ini adalah membantu
menggerakkan sistem perekonomian masyarakat, khususnya melayani kebutuhan
ekonomi masyarakat yang tidak bisa dijangkau oleh fungsi lembaga perbankan. Hal ini
dikaitkan dengan masalah psikologis yang dimiliki oleh sebagian masyarakat, dimana ada
kelompok yang masih memandang lembaga perbankan sebagai lembaga eksklusif,
sehingga kelompok ini merasa segan dan enggan berurusan dengan lembaga tersebut .
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dengan transaksi, Allah SWT telah
menjadikan manusia saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya, agar mereka
saling tolong-menolong, baik dengan jalan tukar-menukar, sewa menyewa, bercocok
tanam atau dengan cara yang lainnya, karena sejatinya manusia adalah makhluk sosial
(social creature). Bentuk dari tolong menolong ini bisa berupa pemberian dan bisa berupa
pinjaman (gadai) Dan juga Penitipan (Wadiah) Belum banyaknya masyarakat yang
mengetahui gadai syariah dan penitipan wadiah

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian penitipan ( wadiah ) ?
2. Bagaimana hadist wadiah ?
3. Apa saja Rukun dan Syarat al wadiah ?
4. Apa pengertian Gadai ( Ar-Rahn )?
5. Bagaimana Hadist Gadai ?
6. Apa rukun dan Syarat Gadai ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. untuk mengetahui pengertian penitipan ( wadiah )
2. untuk mengetahui Bagaimana hadist wadiah
3. untuk mengetahui Apa saja Rukun dan Syarat al wadiah
4. untuk mengetahui Apa pengertian Gadai ( Ar-Rahn )
5. untuk mengetahui Bagaimana Hadist Gadai ?
6. untuk mengetahui Apa rukun dan Syarat Gadai ?

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENITIPAN (WADI’AH)
Barang titipan dikenal dalam bahasa fiqih dengan al-wadiah. Menurut bahasa, Al-
wadi’ah ialah sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya supaya dijaganya (Ma
Wudi’a ‘inda Ghair Malikihi Layahfadzahu), berarti bahwa al-wadi’ah ialah
memberikan. Makna yang kedua al-wadi’ah dari segi bahasa ialah menerima. Secara
bahasa al-wadi’ah memiliki dua makna, yaitu memberikan harta untuk dijaganya dan
pada penerimanya.

Hendi Suhendi mengutip sebagian pendapat beberapa ulama mengenai pengertian


al-wadi‟ah secara istilah yaitu:1

a. Menurut malikiyah al-wadi‟ah adalah mewakilkan orang lain untuk memelihara


harta tertentu dengan cara tertentu.
b. Menurut hanafi al-wadi‟ah adalah al-ida‟ yaitu seseorang menyempurnakan
hartanya kepada yang lain untuk dijaga secara jelas atau dilalah.
c. Menurut syafi‟ah al-wadi‟ah ialah akad yang dilaksanakan untuk menjaga sesuatu
yang dititipkan.
d. Hanabilah berpendapat bahwa al-wadi‟ah adalah titipan, perwakilan dalam
pemeliharaan sesuatu scara bebas.
e. Hasbi ash shidqie menyampaikan secara istilah ialah akad yang intinya minta
pertolongan kepada seseorang dalam pemeliharaan harta si penitip2

B. HADITS TENTANG WADI’AH


1. HR.Tirmidzi

ْ‫ َأدِّاَأْل َمانَ<ةَ ِإلَى َم ِن اْئتَ َمنَ<<كَ َوالَت َُخنْ َمن‬:‫س< ْو ُل هَّللا ِ ص م‬ ِ ‫عَنْ َأبِ ْي ُه َر ْي َرةَ َر‬
ُ ‫ قَ<<ا َل َر‬:‫ضيَاهَّلل ُ َع ْن<هُ قَ<<ا َل‬
‫َخانَ َكض‬

Dari Abi Hurairah RA ia berkata: Rasulullah bersabda: tunaikanlah amanah


kepada orang yang mempercayakan (menitipkan) kapadamu dan janganlah engkau
berkhianat kepada orang yang mengkhianatimu. (HR.At-Tirmidzi dan Abu Dawud).

1
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: Rajawali Pers, 2015). Hlm. 179-181

2
Hendi Suhendi, Fikih Muamalah (Jakarta: Rajawali Pers, 2015).Hm. 179-181

v
Rincian:

a. Analisa kata kunci :


Pada hadis tersebut, terdapat matan yang berbunyi : َ‫َأدِّاَأْل َمانَةَ ِإلَى َم ِن اْئتَ َمن‬

“…tunaikanlah amanah keadaan orang yang mempercayakan (menitipkan)


kepadamu…”, jadi dapat kita ketahui bahwa yang dimaksud pada matan tersebut
adalah amanah harus diberikan kepada orang yang mempercayakan.

b. Isi kandungan :

Hadis diatas mengisaratkan untuk menitipkan barang kepada seseorang yang


dipercayai dan orang tersebut tidak berkhianat kepada orang menitipkan barang.
kepada orang-orang yahudi Khaibar agar mereka mengerjakannya dari harta
mereka, dan Rasulullah SAW mendapatkan setengah dari buahnya.” (HR. Bukhari
dan Muslim)

c. Kesimpulan
Maksud dari hadits diatas adalah apabila kita menyerahkan barang kita kepada
orang yang kita percayai maka orang tersebut harus menjaga barang yang kita
miliki tersebut tanpa imbalan. Barang tersebut merupakan amanah yang harus
dijaga dengan baik, meskipun orang tersebut menerima imbalan. Hal ini juga
sesuai dengan firman Allah SWT dalam (Q.S. Al-Baqarah ayat 283)
2. Dasar hukum wadiah dalam al-quran :

‫ض <ا فَ ْليُ<<َؤ ِّد الَّ ِذى‬


ً ‫ض < ُك ْم بَ ْع‬ ُ ‫ضةٌ ۗفَاِنْ اَ ِمنَ بَ ْع‬ َ ‫سفَ ٍر َّولَ ْم ت َِجد ُْوا َكاتِبًا فَ ِر ٰهنٌ َّم ْقبُ ْو‬ َ ‫َواِنْ ُك ْنتُ ْم ع َٰلى‬
‫هّٰللا‬ َّ ‫َّق هّٰللا َ َربَّ ٗه ۗ َواَل تَ ْكتُ ُموا ال‬
ْ ُ‫ش َها َد ۗةَ َو َمنْ يَّ ْكتُ ْم َها فَاِنَّ ٗ ٓه ٰاثِ ٌم قَ ْلبُ ٗه ۗ َو ُ بِ َما تَ ْع َمل‬
َ‫<<ون‬ ِ ‫اْؤ تُ ِمنَ اَ َمانَت َٗه َو ْليَت‬
‫ࣖ َعلِ ْي ٌم‬

Artinya : Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan
seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah,
Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa
menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan ( Q.S Al-baqarah ayat 283 )

vi
C. RUKUN DAN SYARAT AL-WADIAH
Adapun rukun dan syarat wadiah, yaitu sebagai berikut:
1. Rukun Al-Wadiah
a. Pihak yang berakad. Orang yang menitipkan mudi orang yang dititipin wadi
b. Obyek yang diakadkan yaitu barang yang dititipkan (wadiah)
c. Sighat, ucapan serah (ijab) dan ucapan terima (qabul)
2. Syarat Al-Wadiah
a. Pihak yang berakad: cakap hukum, suka rela (ridha), tidak dalam keadaan
dipaksa/terpaksa dibawah tekanan
b. Obyek yang dititipkan merupakan milik mutlak si penitip (muwaddi)
c. Sighat, jelas apa yang dititipkan dan tidak mengandung persyaratan-persyaratn
lain3

D. PENGERTIAN GADAI ( AR-RAHN )


Gadai berasal dari bahasa Arab yaitu ( ‫ الرهن‬Ar-Rahnu) yang berarti ‫الثبوت – ال‬2‫( دوام‬Ats-
Tsubut – Ad-Dawam) yaitu tetap dan terus menerus . 4 Imam Asy-Syaukani mengatakan
bahwa rahn (gadai) dengan fathah di awalnya dan huruf “ha“ disukun menurut bahasa (
‫ األحتب‬2‫اس‬Al-Ihtibas) yang berarti menahan dalam bentuk maf’ul bih dengan sebutan
masdar. Adapun kata ‫رهن‬gg‫( ال‬Ar-Ruhun) dengan dhomatain adalah jama’nya, bentuk
jama’ lainnya yaitu ( ‫ الره‬22‫ان‬Ar-Rihan) dengan “ra“ dikasrah seperti dalam kata 22‫(ب‬
‫كت‬kutubun) dari mufrad kitab yang dapat dibaca dua duanya. Seperti firman Allah dalam
QS Al Mudatsir ayat 38

‫َسب ْت َ ِرهينَة‬
َ ‫ك ُّل نـَْف ٍس ِب َم َ ا ك‬

“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya “

Pegadaian adalah suatu lembaga keuangan bukan bank yang memberikan kredit
kepada masyarakat dengan corak khusus, yaitu secara hukum gadai. Pengertian hukum
gadai adalah kewajiban calon peminjam untuk menyerahkan harta geraknya (sebagai
agunan) kepada kantor cabang pegadaian, disertai dengan pemberian hak kepada
pegadaian untuk melakukan penjualan (lelang) misalnya perhiasan, barang elektonika,
sepeda motor, kain, dan sebagainya. 5
3
Zainul Arifin, Dasar Dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Azkia Publisher, 2009). Hlm. 81
4
Sayid Sabiq, Fiqh As-Sunnah Jilid III, Darul Fath, Kairo : Mesir, 2000 hal. 131
5
Subagyo, Ekonomica Sharia: Jurnal Pemikiran dan Pengembangan Ekonomi Syariah Volume 6 Nomor 1 Edisi Agustus
2022 Hlm 64

vii
Selanjutnya, pengertian pelelangan adalah penjualan barang agunan oleh perusahaan
pegadaian apabila setelah batas waktu perjanjian kredit habis, nasabah tidak menebus
barang tersebut, atau tidak memperpanjang kredit. Satu-satunya perusahaan pegadaian di
Indonesia saat ini adalah perusahaan milik pemerintah (BUMN), yang berada dibawah
wewenang departemen keuangan. Badan usaha ini berstatus perusahaan umum (perum)
dengan nama perum pegadaian. Kegiatan usaha perum pegadaian tersebut diatur oleh
peraturan pemerintsh Nomor 10 Tahun 1990. usaha perum pegadaian ini terutama adalah
memberi kredit gadai pada masyarakat dengan prosedur yang sederhana dan cepat,
ditambah dengan kegiatan lain yang masih erat kaitannya dengan usaha gadai.

Secara umum pengertian usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-barang


berharga kepada pihak-pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang
dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan
lembaga gadai. Dan dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa usaha gadai
memiliki ciri-ciri sebagai berikut 6

1. Terdapat barang-barang berharga yang digadaikan.


2. Nilai jumlah pinjaman tergantung nilai barang yang digadaikan.
3. Barang yang digadaikan dapat ditebus kembali

E. DASAR HUKUM GADAI ( AR-RAHN )


1. Kitab Shahih Bukhari (Muhammad bin Ismail al-Bukhari)

َ <‫الش < ْعبِ ِّي عَنْ َأبِي ه َُر ْي‬


َ‫<رة‬ َّ ْ‫<ار ِك َأ ْخبَ َرنَ<<ا زَ َك ِريَّا ُء عَن‬
َ <َ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ُمقَاتِ ٍل َأ ْخبَ َرنَا َع ْب< ُد هَّللا ِ ا ْب ِن ا ْل ُمب‬
,‫ب بِنَفَقَتِ ِه ِإ َذا َكانَ َم ْرهُونً<<ا‬
ُ ‫سلَّ َم)) الظَّ ْه ُر يُ ْر َك‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل‬
ِ ‫َر‬
‫ش<<<<< َر‬
ْ َ‫ب َوي‬ ْ َ‫ َو َعلَى الَّ ِذي ي‬,‫ب بِنَفَقَتِ<<<<<ه ِإ َذا َك<<<<<انَ َم ْرهُونً<<<<<ا‬
ُ ‫<<<<<ر َك‬ ُ ‫ش<<<<< َر‬ْ ُ‫ولَبَنُ ال<<<<< َّد ِّر ي‬z
َ ‫))النَّفَقَة‬
Artinya:
“ Telah menceritakan kepada kami muhammad bin muqatil telah mengabarkan
kepada kami ‘abdullah telah mengabarkan kepada kami zakariyah dari asy-sya’biy
dari abu hurairah radliallahu ‘anhu berkata; rasulullah saw bersabda: binatang
tunggangan yang digadaikan boleh ditunggangi kerena nafkah yang ia berikan, susu
hewan juga boleh diminum bila digadaikan dengan pembayaran tertentu, dan terhadap
orang yang mengendarai dan meminum susunya wajib membayar”(HR.Bukhari)

6
Ibid

viii
2. [HR al Bukhari, no. 2513 dan Muslim, no. 1603].

‫ي ِإلَى َأ َج ٍل َو َر َهنَهُ ِد ْرعًا ِمنْ َح ِدي ٍد‬


ٍّ ‫شتَ َرى طَ َعا ًما ِمنْ يَ ُهو ِد‬
ْ ‫سلَّ َم ا‬ َ ‫َأنَّ النَّبِ َّي‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬

Artinya: “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli dari seorang

Yahudi bahan makanan dengan cara hutang dan menggadaikan baju besinya.”

F. RUKUN DAN SYARAT GADAI (AR-RAHN)

1. Rukun dan syarat sah Gadai


Tidak akan sah suatu akad tanpa adanya unsur-unsur yang menjadi rukun serta syarat
sahnya, gadai sebagai sebuah akad perjanjian hutang piutang harus memenuhi rukun
dan syarat-syarat tertentu. Adapun rukun dari gadai adalah ;
a. Orang yang berakad, mereka adalah dua orang yang berakad (rahin) dan murtahin
(pemilik piutang yang menguasai harta gadai sebagai jaminan hutangnya).
b. Ma'qud alahi, yaitu harta benda yang menjadi barang jaminan serta hutang sebagai
pinjaman rahin.
c. Shighat, yaitu lafadz yang terdiri dari ijab dan qabul dari kedua pihak yang
melakukan transa7

Adapun syarat-syarat bagi sahihnya suatu akad gadai adalah sebagai berikut:
a. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh dua orang yang berakad adalah faham
dengan akad yang dilaksanakan, yang berarti sudah baligh, berakal dan tidak gila.
b. Syarat bagi barang jaminan adalah hendaknya barang tersebut ada ketika akad
berlangsung, namun boleh juga dengan menunjukan bukti kepemilikannya karena itu
tidak sah menggadaikan barang-barang haram.
c. Syarat pada sighat (lafadz), hendaknya lafadz dalam ijab qabul itu jelas dan dapat
dipahami oleh pihak yang berakad8

7
Abdurrahman Al-Jazairi, Fiqh ‘Ala Madzahibul Arba’ah Juz II, hal. 320
8
Sayid Sabiq, Fiqh As-Sunnah Jilid III, hal. 132

ix
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Barang titipan dikenal dalam bahasa fiqih dengan al-wadiah. Menurut bahasa, Al-
wadi’ah ialah sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya supaya dijaganya (Ma
Wudi’a ‘inda Ghair Malikihi Layahfadzahu), berarti bahwa al-wadi’ah ialah
memberikan. Makna yang kedua al-wadi’ah dari segi bahasa ialah menerima. Secara
bahasa al-wadi’ah memiliki dua makna, yaitu memberikan harta untuk dijaganya dan
pada penerimanya.

Rukun Al-Wadiah

a. Pihak yang berakad. Orang yang menitipkan mudi orang yang dititipin wadiah
b. Obyek yang diakadkan yaitu barang yang dititipkan (wadiah)
c. Sighat, ucapan serah (ijab) dan ucapan terima (qabul)
Secara umum pengertian usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-barang
berharga kepada pihak-pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang
dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan
lembaga gadai.
Adapun rukun dari gadai adalah ;
a. Orang yang berakad, mereka adalah dua orang yang berakad (rahin) dan
murtahin (pemilik piutang yang menguasai harta gadai sebagai jaminan
hutangnya).
b. Ma'qud alahi, yaitu harta benda yang menjadi barang jaminan serta hutang
sebagai pin-jaman rahin.
c. Shighat, yaitu lafadz yang terdiri dari ijab dan qabul dari kedua pihak yang
melakukan transaksi
B. SARAN

Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari banyaknya kekurangan di dalam
penyusunannya. Maka dari pada itu kami meminta maaf dan kami mengharapkan kepada
para pembaca, teman-teman dan ibu atau bapak Dosen untuk memberikan krtitik dan
saran agar mekalah kami ini menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Atas
perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

x
DAFTAR PUSTAKA

Hendi Suhendi, Fikih Muamalah

Zainul Arifin, Dasar Dasar Manajemen Bank Syariah

Subagyo, Ekonomica Sharia: Jurnal Pemikiran dan Pengembangan Ekonomi Syariah

Abdurrahman Al-Jazairi, Fiqh ‘Ala Madzahibul Arba’ah

xi

Anda mungkin juga menyukai