Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“AYAT HADIST TENTANG WADI’AH, SYIRKAH, DAN


MUDHARABAH”

Dosen Pengajar: Erwan Setyanor, SE, MH


Oleh Kelompok 9:
Norbaiti (2022140291)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DARUL ULUM KANDANGAN
1444 H/2023 M

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayah-Nya serta berbagai upaya tugas makalah mata
kuliah Tafsir dan Hadist Ekonomi yang membahas tentang “AYAT HADIST WADI’AH,
SYIRKAH, DAN MUDHARABAH”, dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing yang
telah memberikan tugas yang bertujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang
Hadist Wadia’ah, Syirkah, dan Mudharabah.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna dengan kerendahan hati
penulis memohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan, untuk itu diharapkan berbagai
masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaannya. Demikian kata pengantar ini penulis
sampaikan. Terima kasih atas semua pihak yang membantu penyusunan dan membaca makalah
ini.

Hulu Sungai Selatan, 14 Februari 2023

Norbaiti

ii
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR................................................................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................................
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................................
A. Al-Wadi’ah 2
1. Pengertian Al-Wadi’ah 2
2. Landasan Hukum 2
3. Aplikasi Wadi’ah dalam Dunia Perbankan 3
B. Syirkah 4
1. Pengertian Syirkah 4
2. Dasar Hukum Syirkah 5
3. Syarat-Syarat Syirkah 6
4. Rukun Syirkah 6
5. Macam-Macam Syirkah 7
C. Mudharabah 9
1. Pengertian Mudharabah 9
2. Landasan Syariah Mudharabah 10
3. Rukun dan Syarat Mudharabah 10
4. Jenis-Jenis Mudharabah 11
5. Pembatalan Mudharabah 11
6. Aplikasi Mudharabah dalam Dunia Perbankan 12
BAB III PENUTUP....................................................................................................................................................
A. Kesimpulan 14
B. Saran 14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam beberapa tahun belakangan ini, perkembagan lembaga keuangan yang
berlabel Syariah, Bank-bank Syariah sangatlah pesat. Sehingga membuat Bank-bank
konvensional ikut-ikutan terbawa arus dan membuka UUS (Unit Usaha Syariah) yang
manajemennya terpisah dengan induknya yang berlandaskan konvensional. Pada dasarnya
Bank-bank syariah ialah Bank atau lembaga keuangan yang berlandaskan prinsip Islam,
yang mana didalamnya bebas dari unsur-unsur Riba, Gharar, Judi, dan berbagai transaksi-
transaksi yang dilarang oleh hukum islam. Dalam mekanisme pelaksaan kegiatan usaha
bank syariah, untuk menghindari terjadinya unsur-unsur yang dilarang dalam Islam, maka
dalam mekanisme kegiatan usaha bank syariah, baik dalam penghimpunan dan penyaluran
dana. Terdapat berbagai macam akad, diantaranya, akad Wadi’ah, Syirkah, Mudharabah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan wadhi’ah, syirkah, dan mudharabah?
2. Apa landasan hukum diperbolehkannya wadhi’ah, syirkah, dan mudharabah?
3. Apa saja masing-masing jenis dari wadhi’ah, syirkah, dan mudharabah?
4. Bagaimana aplikasi wadhi’ah, syirkah, dan mudharabah dalam dunia perbankan Islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari wadhi’ah, syirkah, dan mudharabah.
2. Mengetahui landasan hukum tentang wadhi’ah, syirkah, dan mudharabah.
3. Dapat mengerti jenis-jenis wadhi’ah, syirkah, dan mudharabah.
4. Memahami aplikasi wadhi’ah, syirkah, dan mudharabah dalam dunia perbankan Islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Al – Wadhi’ah
1. Pengertian Al –Whadi’ah
Dalam tradisi fiqh Islam, prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan prinsip al-
wadi’ah. Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,
baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si
penitip menghendaki.1
2. Landasan Hukum
Menitipkan dan menerima titipan hukumnya jaiz (boleh). Bahkan disunnahkan
bagi
orang yang dapat dipercaya dan mengetahui bahwa dirinya mampu menjaga barang
titipan. Dasarnya adalah Alqur’an, Hadist, dan Ijma’:
a. Dasar Q.S An-Nisa : 58
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬ ۙ ٓ ‫ا َّن هّٰللا يْأم ُر ُكم اَ ْن تَُؤ ُّدوا ااْل َمٰ ٰن‬
ِ َّ‫ت اِ ٰلى اَ ْهلِهَا َواِ َذا َح َك ْمتُ ْم بَ ْينَ الن‬
ٖ ِ‫اس اَ ْن تَحْ ُك ُموْ ا بِ ْال َع ْد ِل ۗ ِا َّن َ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُك ْم ب‬
َ ‫ه ۗ اِ َّن‬PP ِ ْ ُ َ َ ِ
‫ص ْيرًا‬ِ َ‫َكانَ َس ِم ْيع ًۢا ب‬
Artinya: “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya
kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi
pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat”.2
b. Dasar hadist, yaitu HR.At-Tirmidzi dan Abu Dawud sebagai berikut:
Pَ َ‫ َأدِّاَأْل َمانَةَ ِإلَى َم ِن اْئتَ َمن‬:‫ قَا َل َرسُوْ ُل هَّللا ِ ص م‬:‫ضيَاهَّلل ُ َع ْنهُ قَا َل‬
‫ك َوالَتَ ُخ ْن َم ْن خَانَ َكض‬ ِ ‫ع َْن َأبِ ْي هُ َر ْي َرةَ َر‬
Artinya: “Dari Abi Hurairah RA ia berkata: Rasulullah bersabda: tunaikanlah
amanah kepada orang yang mempercayakan (menitipkan) kapadamu dan janganlah
engkau berkhianat kepada orang yang mengkhianatimu.” (HR.At-Tirmidzi dan Abu
Dawud)
c. Dasar dari Ijma’ yaitu ulama sepakat diperbolehkannay wadhi’ah. Ia termasuk ibadah
sunnah. Dalam kitab Mubdi disebutkan: “ijma’ dalam setiap masa memperbolehkan

1
Dr. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta:Gema Insani,2001),
hal. 85
2
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah, (Jakarta: Kencana, 2012), hal. 282

2
wadhi’ah. Dalam kitab Ishfah disebutkan : ulama sepakat bahwa wadhi’ah termasuk
ibadah sunnah dan menjaga barang titipan itu mendapatkan pahala.3
3. Aplikasi Wadhi’ah dalam Dunia Perbankan
Secara umum ada dua jenis wadhi’ah yaitu:
a. Wadhi’ah yad al-amanah
Yang memiliki kriteria sebagai berikut:
1). Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh
penerima titipan.
2). Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan
berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh
memanfaatkannya.4
3). Sebagai konpensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya
kepada yang menitipkan.
4). Mengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh
penerima titipan, aplikasi perbankan yang memungkinkan untuk jenis ini adalah
jasa penitipan (safe defosit box)
b. Wadhi’ah yad adh-dhamamah
Memiliki karakteristik sebagai berikut:
1). Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang
menerima titipan.
2). Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu dapat
menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan bagi penerima
titipan untuk memberikan hasil manfaat kepada si penitip.
3). Produk perbankan adalah yang sesuai dengan akad ini.
Prinsip Wadhi’ah yad adh-dhamamah inilah yang secara luas kemudian
diaplikasikan dalam dunia perbankan syari’ah dalam bentuk produk-produk perdana
yaitu:

1). Giro (Current Account) Wadhi’ah

3
Abdullah bin Muhammad at-Thayar, Ensiklopedi Fiqh Muamalah dalam pandangan 4 Madzhab,
(Yogyakarta: Maktabah al-hanif, 2009), hal. 390
4
Ob.cit., hal. 283

3
Secara umum, yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro,
sarana perintah bayar lainnya atau dengan pemindahbukuan.
Adapun yang dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan
berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah
Nasional (DSN) No: 01/DSN-MUI/IV/2000, menetapkan bahwa Giro yang
dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan
Wadi’ah.
2). Tabungan (Saving Account) Wadhi’ah
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek,
bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Adapun yang dimaksud dengan tabungan syariah adalah tabungan yang
dijalankan berdasar prinsip-prinsip syariah. Berdasarkan Fatwa DSN No:
02//DSN-MUI/IV/2000, menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan, yaitu
tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.
B. Syirkah
1. Pengertian syirkah
Secara etimologi syirkah atau perkongsian berarti percampuran, yakni
bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta lainya , tanpadapat di bedakan
antara keduanya. Sedangkan, Menurut terminologi ulama’ fiqih beragam pendapat
dalam mengklasifikasikannya, antara lain:5
a. Menurut malikiyah: “perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan (tasharruf)
harta
yang di miliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya, yakni keduanya saling
mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya,
namun masing-masing memiliki hak untuk tasharruf”.
b. Menurut hanabilah: “perhimpunan adalah hak (kewenangan) atau pengolahan harta
(tasarruf)”.

5
Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah , (Gunung Djati Press, Bandung, 1997), hal : 184

4
c. Menurut syafi’iyah: “ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih
dengan cara yang masyhur (diketahui)”.
d. Menurut hanafiyah: “ungkapan tentang adanya transaksi (akad) antara dua orang
yang bersekutu pada pokok harta dan keuntungan”.
2. Dasar hukum syirkah
Dasar hukum syirkah (perseroan) terdapat dalam al- qur’an, al - hadist, dan ijma’,
berikut ini:6
a. Al- qur’an
ِ ُ‫فَهُ ْم ُش َر َكا ُء فِي الثُّل‬
...‫ث‬
Artinya: “mereka bersekutu dalam yang sepertiga”. (QS. An- Nisa’ ayat 12)

P‫ى‬ ٰ Pَ‫ ل‬P‫ َع‬P‫م‬Pۡ Pُ‫ ه‬P ‫ض‬ Pُ P‫ع‬Pۡ Pَ‫ ب‬P‫ ی‬P‫ ِغ‬P‫ب‬Pۡ P‫ َی‬Pَ‫ ل‬P‫ء‬Pِ P‫ ۤا‬PP‫ط‬ َ Pَ‫ ل‬P‫ ُخ‬P‫ل‬PۡP‫ ٱ‬P‫ن‬Pَ P‫ ِّم‬P‫ی ࣰر ا‬PPPِ‫ ث‬P‫ َك‬P‫ ِإ َّن‬P‫و‬Pَ P‫ۦ‬Pۖ ‫ ِه‬P‫ ِج‬P‫ ا‬PP‫ َع‬Pِ‫ ن‬P‫ ٰى‬Pَ‫ ِإ ل‬P‫ك‬
َ PPِ‫ ت‬P‫ َج‬P‫ع‬Pۡ Pَ‫ ن‬P‫ل‬Pِ P‫ َؤ ا‬P P‫س‬P ُ Pِ‫ ب‬P‫ك‬َ PP‫ َم‬Pَ‫ ل‬P‫ظ‬ َ P‫د‬Pۡ PPَ‫ ق‬Pَ‫ ل‬P‫ل‬Pَ P‫ ا‬PPَ‫ق‬
P‫ َر‬Pَ‫ ف‬P‫غ‬Pۡ Pَ‫ ت‬PP‫س‬P َ P‫و‬Pَ P‫م‬Pۗۡ Pُ‫ ه‬P‫ ا‬P‫ی ࣱل َّم‬PPِ‫ ل‬Pَ‫ ق‬P‫و‬Pَ P‫ت‬
Pۡ ‫ ٱ‬Pَ‫ ف‬Pُ‫ـ ه‬Pٰ Pَّ‫ ن‬Pَ‫ ت‬Pَ‫ ف‬P‫ ا‬PPP‫ َم‬Pَّ‫ َأ ن‬P‫ ُد‬P‫ۥ‬P‫ ُو‬P‫ ا‬P‫ َد‬P‫ َّن‬P‫ظ‬ ِ ‫ ٰـ‬P‫ح‬Pَ Pِ‫ ٰـ ل‬PَّP‫ص‬P‫ل‬P‫ ٱ‬P‫ا‬P۟P‫ و‬Pُ‫ ل‬P‫ ِم‬P‫ َع‬P‫ َو‬P‫ا‬P۟P‫ و‬Pُ‫ ن‬P‫ َم‬P‫ ا‬P‫ َء‬P‫ن‬Pَ ‫ ی‬P‫ ِذ‬Pَّ‫ل‬P‫ ِإ اَّل ٱ‬P‫ض‬ ٍ P‫ع‬Pۡ Pَ‫ب‬
P‫ب‬ َ P‫ ا‬Pَ‫ َأ ن‬P‫و‬Pَ P‫ ࣰع ا‬P‫ ِك‬P‫ ا‬P‫ر‬Pَ PَّP‫ ر‬P‫خ‬Pَ P‫و‬Pَ P‫ۥ‬Pُ‫ ه‬PَّP‫ ب‬P‫َر‬
Artinya: Dia (Dawud) berkata, "Sungguh, dia telah berbuat zalim kepadamu dengan
meminta kambingmu itu untuk (ditambahkan) kepada kambingnya. Memang banyak
di antara orang-orang yang bersekutu itu berbuat zalim kepada yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; dan hanya sedikitlah mereka
yang begitu." Dan Dawud menduga bahwa Kami mengujinya; maka dia memohon
ampunan kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. (QS.Shad:24)
b. Al-hadist
َ َ‫ "ق‬:‫صلّى هللا َعلَ ْي ِه َو َسلّم‬
ُ ‫ال هَّللا‬PP َ ‫ َرسُو ُل هللا‬:‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قال‬ ِ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قال ع َْن َأبي هُ َريْرةَ َر‬ ِ ‫ع َْن َأبي هُ َريْرةَ َر‬
ُ‫ ّح َحه‬P‫ص‬ َ ‫ ُدهُ َما‬P‫ا لَ ْم يَ ُخ ْن َأ َح‬P‫ ِر ْي َك ْي ِن َم‬P‫الش‬
ُ ْ‫ َرج‬Pَ‫ انَ خ‬Pَ‫إذا خ‬Pَ‫ ف‬،ُ‫ا ِحبَه‬P‫ص‬
َ ‫و دا ُو َد َو‬P‫ا" َر َواهُ أب‬P‫ت ِم ْن بَ ْينِ ِه َم‬ َّ ‫ث‬ ُ ِ‫ َأنا ثَال‬:‫تَعالى‬
ْ
‫ال َحا ِك ُم‬:
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata: Rasulullah pernah bersabda Allah
telah berfirman: “Aku menemani dua orang yang bermitrausaha selama salah seorang
dari keduanya tidak mengkhianati yang lain. Bila salah seorang berkhianat, maka
Aku akan keluar dari kemitrausahaan mereka”. (HR. Abu Daud)
Maksudnya, allah SWT. Akan menjaga dan menolong dua orang yang
bersekutu dan menurunkan berkah pada pandangan mereka. Jika salah seorang yang

6
Ibid, hal. 185

5
bersekutu itu menghianati temannya, Allah SWT. Akan menghilangkan
pertolongan dan keberkahan tersebut.
Legalitas perkongsian pun di perkuat, ketika nabi diutus masyarakat sedang
melakukan perkongsian.
c. Al- ijma’
Umat islam sepakat bahwa syirkah di bolehkan. Hanya saja,meraka berbeda
pendapat tentang jenisnya.7
3. Syarat – syarat syirkah
Syarat – syarat syirkah sebagai berikut:8
a. Lafad akad atau surat perjanjian yang berarti izin untuk membelanjakan barang
serikat
dan penentuan persentase keuntungan. Dengan kata lain, anggaran dasar dan
anggaran
rumah tangganya jelas,sehingga ada pedoman operasional yang jelas.
b. Anggota perseorangan atau perkongsian harus memenuhi syarat:
1). Sehat akalnya.
2). Balig (setidaknya sudah berumur 15).
3). Merdeka dan dengan kehendak sendiri (tidak dipaksa).
c. Pokok atau modal harus jelas, dengan ketentuan sebagai berikut:
1). Jika modal bukan berupa uang, yakni berupa barang, maka barang tersebut dapat
dihitung dengan nilai uang atau dapat diuangkan.
2). Jika terjadi dua jenis barang pokok yang berbeda, maka keduanya dicampurkan
sehingga sebelum akad, kedua jenis barang ini tidak dapat dibedakan lagi.9
4. Rukun syirkah
Rukun-rukun syirkah (berwakil) adalah:
a. Muwakil (orang yang berwakil). Disyaratkan bahwa orang yang berwakil itu sah
melakukan apa yang di wakilkannya, sebab milik atu di bawah kekuasaanya. Maka
tidaklah sah berwakil orang yang tidak ahli milik, atau ahli wilayah, seperti anak
kecil,

7
Ibid, hal. 185
8
Achmadi W, Islam jalan hidupku , (klaten: Cempaka putih 2005), hal: 84
9
Ibid, hal. 84

6
orang gila, dan lain-lain
b. Wakil . Disyaratkan bahwa wakil itu sah melakukan apa yang diwakilkan kepadanya,
tak ubahnya seperti orang yang berwakil. Maka tidaklah sah wakil bagi anak kecil,
orang gila, dll, sebab ia tidak ahli tassaruf (tidak boleh mengendalikan harta benda).
c. Muakkal fih (sesuatu yang diwakilkan). Disyaratkan bahwa muwakkalfih itu adalah:
1). Menerima penggantian, artinya boleh di wakilan kepada orang lain untuk
mengerjakanya. Tidaklah sah mewakilkan shalat dan ibadahyang sifatnya fardhu
ain sebagaimana telah disebutkan diatas.
2). Dimiliki oleh orang yang berwakil . Tidaklah sah mewakilkan menjual barang
yang akan dibeli.
3). Diketahui dengan jelas . Tidaklah sah wakil orang yang berkata “aku
mewakilkan
kepada engkau untuk menikahkan salah seorang anakku”, dan lainya.
4). Shigat (lafal wakil) . Disyaratkan bahwa shigat itu adalah ucapan dari orang
yang berwakil menyatakan kerelaannya, yaitu hendaklah ia berkata, “aku
wakilkan ini….kepada engkau, atau kepada si….” Tidak disyaratkan Kabul dari
yang menerima wakil, tetapi disyarakan agar ia tidak menolak.10
5. Macam-Macam Syirkah
Syirkah/perkongsian terbagi atas dua macam, yaitu perkongsian amla’
(kepemilikan) dan perkongsian uqud (kontrak), sebagai berikut:
a. Perkongsian amla’ Adalah dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa adanya
akad. Perkongsian ini ada dua macam, yakni:
1). Perkongsian sukarela (ikhtiar) adalah perkongsian yang munculkarena adanya
kontrak dari dua orang yang bersekutu. Contohnya: dua orang membeli/memberi
atau berwasiat tentang sesuatu dankeduanya menerima, maka jadilah pembeli ,
yang di beri, dan yang di beri wasiat bersekutu diantara keduanya, yakni
perkongsian milik.
2). Perkongsian paksaan (ijbar) adalah perkongsian yang di tetapkan kepada dua
orang atau lebih yang bukan di dasarkan atas perbuatan keduanya, seperti dua
orang mewariskan sesuatu, maka yang di beri waris menjadi sekutu mereka.

10
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin S, Fiqih madzhab syafi’i, hal. 115-116

7
Hukum kedua jenis perkongsian ini adalah salah seorang yang bersekutu seolah-
olah sebagai orang lain di hadapan yang bersekutu lainya. Oleh karena itu, salah
seorang di antara mereka tidak boleh mengolah (tasharruf) harta perkongsian tersebut
tanpa izin dari teman sekutunya, karena keduanya tidak mempunyai wewenang untuk
menentukan bagian masing-masing.11
b. Perkongsian uqud
Perkongsian ini merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau
lebih untuk bersekutu dalam harta dan keuntunganya. Pegertian ini sama dengan
pengertian perseroan yang telah di kemukakan oleh ulama’ hanafiyah di atas.
Secara umum, fuqaha mesir, yang kebanyakan bermadzhab syafi’i dan maliki,
berpendapat bahwa perkongsian terbagi atas empat macam, yaitu:12
1). Perkongsian ‘inan
Adalah persekutuan antara dua orang dalam harta milik untuk berdagang
secara bersama-sama, dan membagi laba atau kerugian bersama-sama. Ulama’
fiqih sepakat membolehkan perkongsian jenis ini. Hanya saja mereka berbeda
pendapat dalam menentukan persyaratanya, sebagaimana mereka berbeda
pendapat dalam memberikan namanya.
Perkongsian ini banyak dilakukan oleh manusia karena didalamya tidak di
syaratkan adanya kesamaan dalam modal dan pengolahan (tasharruf). Boleh saja
modal satu orang lebih banyak di bandingkan lainnya, sebagaimana di bolehkan
juga seseorang bertanggung jawab sedang yang lain tidak. Begitu pula dalam
bagi hasil, dapat sama dapat juga berbeda, bergantung pada persekutuan, yang
mereka buat sesuai dengan syarat transaksi.13
2). Perkongsian mufawidhah
Arti dari mufawidhah menurut bahasa adalah persamaan. Dinamakan
mufawidhah antara lain sebab harus ada kesamaan dalam modal, keuntungan,
serta bentuk kerja sama lainnya. Menurut istilah , perkongsian mufawidhah
adalah transaksi dua orang atau lebih untuk berserikat dengan syarat memiliki

11
Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, (Gunung Djati Press, Bandung, 1997), hal. 187
12
Ibid, hal. 187
13
Ibid, hal. 189

8
kesamaan dalam jumlah modal, penentuan keuntungan, pengolahan, serta agama
yang di anut.
Dengan demikian, setiap orang akan menjamin yang lain, baik dalam
pemberian atau penjualan. Orang yang bersekutu tersebut saling mengisi dalam
hak dan kewajibannya, yakni masing-masing menjadi wakil yang lain atau
menjadi orang yang di wakili oleh lainnya.14
3). Perkongsian wujuh
Adalah bersekutunya dua pemimpin dalam pandangan masyarakat tanpa
modal, untuk membeli barang secara tidak kontan, kemudian keuntungan yang
di peroleh di bagi di antara mereka dengan syarat tertentu. Penamaan wujud
karena tidak terjadi jual beli secara tidak kontan jika keduanya tidak di anggap
pemimpin dalam pandangan manusia secara adat. Perkongsian ini pun di kenal
sebagai bentuk perkongsian karena adanya tanggung jawab bukan kerena modal
atau pekerjaan.
4). Perkong sian a’mal atau abdan
Adalah persekutuan dua orang untuk menerima suatu pekerjaan yang akan
dikerjakan secara bersama-sama. Kemudian keuntungan di bagi diantara
keduanya dengan menetapkan persyaratan tertentu. Perkongsian jenis ini terjadi,
misalnya diantara dua orang penjahit, tukang besi, dan lain-lain. Perkongsian ini
disebut juga dengan perkongsian shana’I dan taqabbul.
C. Mudharabah
1. Pengertian Mudharabah
Pengertian mudharabah secara definisi adalah suatu bentuk perniagaan di mana
pemilik modal (shahibul maal) menyetorkan modalnya kepada seorang pengusaha yang
sering disebut dengan (mudharib), untuk diniagakan dengan keuntungan yang akan
dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan terdapat
kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal jika disebabkan olehnya, dan jika
disebabkan oleh pengelola modal maka pengelola modal yang harus menanggung
kerugian tersebut.15

14
Ibid, hal. 190 – 192
15
Abdurrahman al-Jaziri, Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, Juz III, Beirut: Dar al-Qalam, t.th, hal. 34

9
2. Landasan Syari’ah Mudharabah
Pada dasarnya landasan dasar syari’ah mudharabah lebih mencerminkan anjuran
untuk melakukan usaha. Landasannya tersebut terbagi menjadi tiga macam, yaitu: Al-
Qur’an
... ‫ وءاخرون يضربون فى األرض يبتغون من فضل هللا‬... “
Artinya: “… dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah SWT …” (al-Muzzammil: 20)
Ayat-ayat yang senada masih banyak yang terdapat dalam al-Qur’an yang
dipandang oleh para fuqoha sebagai basis dari yang diperbolehkannya mudharabah.
Kandungan ayat-ayat di atas mencakup usaha mudharabah karena mudharabah
dilaksanakan dengan berjalan-jalan di muka bumi dan ia merupakan salah satu bentuk
mencari keutamaan Allah.
3. Rukun dan Syarat Mudharabah
Menurut ulama syafiiyah , rukun-rukun qiradh ada enam yaitu :
a. Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya
b. Orang yang bekerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik barang
c. Aqad mudharabah, dilakulan oleh pemilik dengan pengelola barang
d. Mal, yaitu harta pokok atau modal
e. Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan sehingga menghasikan laba
f. Keuntungan Menurut sayyid sabiq rukun mudharabah adalah ijab abul yang keluar
dari orang yang memiliki keahlian.16
Syarat-syarat sah mudharabah berhubungan dengan rukun-rukun mudharabah itu
sendiri. Syarat-syarat sah mudharabah adalah sebagai berikut
a. Modal yang diserahkan itu berbentuk uang tunai. Apabila barang tersebut berbentuk
emas dan perak batangan (tabar) mas hiasan atau barang dagangan lainya
mudharabah tersebut batal.

16
Sayid Sabiq, Fiqih Sunah, hal 212

10
b. Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasharuf, maka
dibatalkan akad anak-anak yang masih kecil, orang gila dan orang-orang yang berada
dibawah pengampunan.
c. Modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang di
perdagangkan dengan laba atau keuntungan dari perdagangan tersebut yang akan
dibagikan oleh kedua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.17
4. Jenis-Jenis Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara penyedia modal
(shahibul maal) dan pengelola modal (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan
tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah yang akan digunakan
untuk usahanya.
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah
atau specified mydharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, yaitu
mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat usahanya. Dengan
adanya pembatasan tersebut seringkali mencerminkan kecenderungan umum
shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usahanya.
5. Pembatalan Mudharabah
Berikut sebab-sebab batalnya mudharabah:
a. Tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah. Apabila terdapat satu syarat yang
tidak dipenuhi, sedangkan mudharib sudah terlanjur menggunakan modal
Mudharabah untuk bisnis perdagangan, maka dalam keadaan seperti ini mudharib
berhak mendapatkan upah atas kerja yang dilakukannya, karena usaha yang
dilakukannya atas izin pemilik modal dan mudharib melakukan suatu pekerjaan yang
berhak untuk diberi upah. Semua laba yang dihasilkan dari usaha yang telah
dikerjakan adalah hak pemilik modal. Jika terjadi kerugian maka pemilik modal juga
yang menanggungnya. Karena mudharib dalam hal ini berkedudukan sebagai buruh
dan tidak dapat dibebani kerugian kecuali karena kecerobohannya.

17
Ibid hal, 298

11
b. Pengelola atau mudharib sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya
dalam memelihara modal, atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan
akad. Jika seperti itu dan terjadi kerugian maka, pengelola berkewajiban untuk
menjamin modal karena penyebab dari kerugian tersebut.
c. Pengelola meninggal dunia atau pemilik modalnya, maka Mudharabah akan menjadi
batal. Jika pemilik modal yang wafat, pihak pengelola berkewajiban mengembalikan
modal kepada ahli waris pemilik modal serta keuntungan yang diperoleh diberikan
kepada ahli warisnya sebesar kadar prosentase yang disepakati. Tapi jika yang wafat
itu pengelola usaha, pemilik modal dapat menuntut kembali modal itu kepada ahli
warisnya dengan tetap membagi keuntungan yang dihasilkan berdasarkan prosentase
jumlah yang sudah disepakati.18 Jika Mudharabah telah batal, sedangkan modal
berbentuk urudh (barang dagangan), maka pemilik modal dan pengelola menjual atau
membaginya, karena yang demikian itu merupakan hak berdua. Dan jika si pengelola
setuju dengan penjualan, sedangkan pemilik modal tidak setuju, maka pemilik modal
dipaksa menjualnya, karena si pengelola mempunyai hak di dalam keuntungan dan
dia tidak dapat memperolehnya kecuali dengan menjualnya. Demikian menurut
madzhab Asy Syafi‟i dan Hambali.
6. Aplikasi Mudharabah dalam Dunia Perbankan
Mudharabah dalam perbankan syari’ah biasanya diterapkan pada produk-produk
pembiayaan dan pendanaan. Sedangkan pada sisi penghimpunan dana mudharabah
diterapkan pada :
a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, yaitu
seperti tabungan haji, dan tabungan kurban, dan sebagainya;
b. Diposito biasa dan special, diposito special (special investment), dimana dana yang
dititipkan nasabah, khusus untuk bisnis tertentu, misalnya saja dalam murabahah
ataupun ijarah saja.
Sedangkan pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk :
a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa;
b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana
khusus

18
Nasrun Harun, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), hal.180

12
dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh
shahibul maal.
Mudharabah juga dapat dilakukan dengan memisahkan atau mencampurkan dana
mudharabah. Seperti dalam penjelasan dibawah ini, yaitu:
a. Dana harta-harta lainnya, Pemisahan total antara dana mudharabah termasuk harta
mudharib. Teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan dari teknik ini
ialah bahwa pendapatan dan biaya dapat dipisahkan dari masing-masing dana dan
dapat dihitung dengan tepat. Selain itu, keuntungan atau kerugian dapat dihitung dan
dialokasikan dengan benar. Sedangkan kekurangan teknik ini terutama menyangkut
masalah moral hazard dan preferensi invertasi seorang mudharib.
b. Dana mudharabah dicampur dan disatukan dengan sumber-sumber dana lainnya.
System ini menghilangkan munculnya masalah etika dan moral hazard seperti di atas,
namun dalanm system ini pendapatan dan biaya mudharabah tercampur dengan
pendapatan dan biaya lainnya.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian akad secara etimologi berarti perikatan perjanjian. Sedangkan secara
terminolagi, pengertian akad adalah suatu perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul
berdasarkan ketentuan syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. Akad
berasal dari bahasa Arab ‘aqoda artinya mengikat atau mengokohkan. Secara bahasa
pengertiannya adalah ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (al-robath) maksudnya adalah
menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada
yang lainnya, hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.
Syirkah secara etimologi berarti percampuran, sedangkan menurut terminologi
ulama’
fiqih beragam pendapat. Seperti halnya menurut malikiyah “perkongsian adalah izin untuk
mendayagunakan (tasharuf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-samamoleh
keduanya, yakni keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya
untukmendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing memiliki hak untuk
tasharuf”. Dasar hukum syirkah ada tiga, yakni: Al - qur’an, Al -hadist, dan Al- ijma’.
Syarat syirkah ada tiga, yakni: lafad akad harus jelas, anggota syirkah harus memenuhi
syarat, dan modal harus jelas. Rukun syirkah ada tiga, yakni: muwakil, wakil, dan muakkal
fih. Sedangkan macam- macam syirkah ada dua yakni: syirkah amla’ dan syirkah uqud.
B. Saran
Setelah disusunnya makalah mengenai Hadist Tentang Wadi’ah, Syirkah, dan
Mudharabah ini, diharapkan dapat menambah wawasan pembaca khususnya di mata kuliah
Tafsir dan Hadist Ekonomi. Disamping itu kami juga menyadari bahwa pada makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami menerima kritik maupun saran yang
membangun agar dalam pembuatan tugas selanjutnya lebih baik lagi.

14
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi W, Islam jalan hidupku , (klaten: Cempaka putih 2005)
al-Jaziri, Abdurrahman, Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, Juz III, Beirut: Dar al-Qalam, t.th
Antonio, Muhammad Syafi’I, M.Ec. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta:Gema
Insani,2001)
at-Thayar, Abdullah bin Muhammad, Ensiklopedi Fiqh Muamalah dalam pandangan 4
Madzhab, (Yogyakarta: Maktabah al-hanif, 2009)
Harun, Nasrun, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007)
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin S, Fiqih madzhab syafi’i
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah, (Jakarta: Kencana, 2012)
Sabiq, Sayid, Fiqih Sunah
Syafe’I, Rachmat, Fiqih Muamalah , (Gunung Djati Press, Bandung, 1997)

15

Anda mungkin juga menyukai