Anda di halaman 1dari 5

Pengertian wadi’ah

Secara etimologis, kata Alwadi’ah berasal dari kata wada’a (wada’a – yada’u – wad’aan)
berarti membiarkan atau meninggalkan sesuatu (Yunus, 2005: 495). Wadi’ah adalah sesuatu
yang seseorang tinggalkan kepada orang lain agar dijaga atau kepada orang yang sanggup
menjaganya.

Menurut bahasa al-wad’ artinya meninggalkan. Sedangkan menurut istilah al-wadi’ah adalah
sesuatu yang diletakkan di tempat orang lain untuk dijaga. Menurut Sudarsono wadi’ah
menurut istilah fiqih adalah menitipkan sesuatu barang kepada orang lain agar dipelihara
sebagaimana mestinya. Wadi’ah merupakan sesuatu yang dititipkan (dipercayakan) oleh
pemiliknya kepada orang lain. Dengan kata lain menitipkan sesuatu kepada orang lain dengan
perasaan percaya.

Menurut Fatwa Dewa Syariah Nasional Nomor 86/DSN-MUI/XII/2012 tentang hadiah


dalam penghimpunan dana lembaga keuangan Syariah wadi’ah adalah suatu titipan yang
diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain untuk dijaga dan dikembalikan ketika diminta
kembali.

Menurut Sayyid Sabiq wadi’ah

“Wadi’ah ialah suatu amanah bagi orang yang dititipkan dan dia berkewajiban
mengembalikannya pada saat pemiliknya meminta kembali.”

Secara harfiah, wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak kepihak
yang lain, baik indovidu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan
saja si penitip menghendakinya ( Haroen , 2000:248). Dalam literatur fiqh, para ulama
berbedabeda dalam mendefinisikannya, disebabkan perbedaan mereka dalam beberapa
hukum yang berkenaan dengan wadi’ah tersebut yaitu perbedaan mereka dalam pemberian
upah bagi pihak penerima titipan, transaksi ini dikatagorikan taukil atau sekedar menitip,
barang titipan tersebut harus berupa harta atau tidak (Hulwati, 2006:106). Secara terminologi
wadi’ah menurut mazhab hanafi, maliki dan hambali. Ada dua definisi wadi'ah yang
dikemukakan ulama fiqh :

1. Ulama Hanafiyah :

“mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta, (baik dengan ungkapan yang
jelas, melalui tindakan, maupun melalui isyarat)"

2. Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah (Jumhur Ulama) :

‫توكيل ف حفظ مملوك ع وجه مصوص‬

“mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu”
3. Menurut UU No 21 Tentang Perbankan Syariah yang dimaksud dengan “Akad
wadi’ah” adalah Akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau
uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan,
keamanan, serta keutuhan barang atau uang.

Dasar Hukum Wadiah:

Ulama fiqh sependapat, bahwa wadi’ah adalah sebagai salah satu akad dalam rangka
tolong menolong antara sesama manusia.Sebagai landasannya firman allah di dalam
Alqur’ansurah annisa : 58

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang


berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik- baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.

Menurut para mufasir, ayat ini berkaitan dengan penitipan kunci Ka’bah kepada Usman
bin Talhah (seorang sahabat Nabi) sebagai amanat dari Allah SWT. Dalam Q.S 2:283
disebutkan :

Artinya : “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang [180] ( oleh yang
berpiutang) akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan
Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa
hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Di dalam hadits Rasulullah disebutkan :

‫لمان\\\\\\\\\\\\\\\ة االى من ائتمن\\\\\\\\\\\\\\\ك ول تن من خن\\\\\\\\\\\\\\\ك (رواه أب\\\\\\\\\\\\\\\و داود والت مي\\\\\\\\\\\\\\\ذى‬


‫)واالكم‬

“Hendaklah amanat orang yang mempercayai anda dan janganlah anda menghianati
orang yang menghianati anda.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Hakim).

Kemudian berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No: 01/DSN


MUI/IV/2000, menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang
berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah. Demikian juga tabungan dengan produk
Wadi’ah, dapat dibenarkan berdasarkan Fatwa DSN No: 02//DSNMUI/IV/2000, menyatakan
bahwa tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan
Wadi'ah (Haroen, 2007 : 244-245)

Syarat dan rukun wadi’ah Rukun Wadi’ah antara lain:

Rukun Wadi’ah antara lain :

1. Muwaddi’ / Orang yang menitipkan.

2. Mustauda’ / Orang yang menerima titipan.

3. Obyek wadi’ah / Barang yang dititipkan.

4. Ijab dan qabul.

Syarat yang terdapat dalam wadi’ah, yaitu:

a. Orang yang menitipkan syaratnya baligh, berakal, dapat dipercaya dan syaratsyarat
lain yang berkaitan dengan kesepakatan bersama.
b. Orang yang menerima titipan syaratnya baligh, berakal, dapat dipercaya dan
syarat-syarat lain yan berkaitan dengan kesepakatan bersama.
c. Barang yang dititipkan syarat barang yang dititipkan adalah barang atau benda itu
merupakan sesuatu yang berwujud, dimiliki oleh orang yang menitipkan, dan dapat
diserahkan ketika perjanjian berlangsung.
d. Ijab dan qabul wadi’ah syaratnya pada ijab dan qabul dimengerti oleh kedua
belah pihak. Ijab merupakan ucapan dari penitip dan qabul adalah ucapan dari
penerima titipan.

http://digilib.uinsby.ac.id/16601/6/Bab%202.pdf

Macam-macam Wadi’ah :

1. Wadi’ah yad-amanah

Para ulama ahli fiqh mengatakan bahwa akad wadi’ah bersifat mengikat kedua belah pihak.
Akan tetapi, apakah orang yang tanggung jawab memelihara barang itu bersifat ganti rugi.
Ulama fiqh sepakat, bahwa status wadi’ah bersifat amanat, bukan dhamaan, sehingga semua
kerusakan penitipan tidak menjadi tangggung jawab pihak yang menitipi, berbeda sekiranya
kerusakan itu disengaja oleh orang yang dititipi, sebagai alasannya adalah sabda Rasulullah :

‫ليس ع المسودع غير المغل ضمان (رواه اليهق و الدار قطن‬

“orang yang dititipi barang, apabila tidak melakukan pengkhianatan

tidak dikenakan ganti rugi.” (HR. Baihaqi dan DaruQuthni)

Dalam riwayat lain dikatakan :


" tidak ada ganti rugi terhadap orang yang dipercaya memegang

amanat.” (HR. Daruquthni”).

Dengan demikian, apabila dalam akad wadi’ah ada disyaratkan untuk ganti rugi atas orang
yang dititipi maka akad itu dianggap tidak sah. dan orang yang dititipi pun juga harus
menjaga amanat dengan baik dan tidak menuntut upah (jasa) dari orang yang menitipkan.

2. Wadi’ah yad dhamanah

Akad ini bersifat memberikan kebebasan kepada pihak penerima titipan dengan atau tanpa
seizin pemilik barang dapat memanfaatkan barang dan bertanggung jawab terhadap
kehilangan atau kerusakan pada barang yang digunakannya.

Contoh wadi’ah :

Contoh penerapan akad wadiah yad amanah adalah pada produk Save Deposit Box
(SDB). Dalam skema ini, nasabah menitipkan barangnya kepada Bank Syariah. Pada
saat awal transaksi akad sudah disepakati adanya sewa penyimpanan atau jasa
penjagaan atau pemeliaraan dari barang titipan tersebut, sehingga pihak Bank Syariah
boleh mengenakan biaya kepada nasabah.

Aplikasi Wadhi’ah dalam Perbankan Syari’ah :

1. Giro Wadiah
Giro wadi’ah adalah “simpanan pihak ketiga pada bank syariah (perorangan atau
badan hukum, dalam mata uang rupiah atau valuta asing) dengan prinsip syariah yang
penarikannya dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan menggunakan cek, bilyet giro
atau pemindah bukuan”.
Dari pengertian diatas, prinsip wadi’ah yang digunakan adalah prinsip wadi’ah yad
dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai penitip (Wadi’i) yang memberikan hak
kepada bank syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang titipannya.
Sedangkan bank syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi (Muwaddi) disertai hak
untuk mengelola dana titipan. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana
ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak
menanggung kerugian. Namun demikian, bank diperkenankan untuk memberikan
intensif berupa bonus dengan syarat tidak boleh diperjanjikan dimuka.
2. Tabungan Wadiah
Tabungan wadi’ah dijelaskan oleh Wiroso dalam bukunya penghimpunan dana dan
distribusi hasil usaha bank syariah yaitu adalah “titipan pihak ketiga kepada bank
syariah yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang
disepakati dengan kwitansi, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau
dengan cara pemindah bukuan”.
Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa dalam prinsip syariah sebenarnya
tabungan juga merupakan simpanan sementara untuk menentukan pilhan apakah
untuk konsumsi yang dapat ditarik setiap saat.
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan ketentuan mengenai tabungan
wadiah yaitu:
1. Bersifat sementara
2. Simpanan bisa diambil kapan saja atau berdasarkan kesepakatan
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian yang bersifat
sukarela dari pihak bank.

https://www.pa-pekanbaru.go.id/images/stories2017/berkas2017/ARTIKEL-
DETWATI-WADIAH.pdf
https://www.academia.edu/33323717/IMPLEMENTASI_WADIAH_FIKIH_KONTE
MPORER

Anda mungkin juga menyukai