Pengertian wadi’ah
Secara etimologi = titipan.
Secara terminologi :
اهلل َربَُّه ِ
َّق
تيل
و ،هتناَم
أ نِاؤ ىذِ َّ
لا دؤ ِ ِ
ْ
َ َ َ َُ َ َ َ مُت ْ ِّ َُ ً ْ َ ْ ُ ْ َ َ َف...
يل
ْف
َ اضعب مكُ ضعب نَمأ ن
ْ إ
2. Pemanfaatan dana
3. Bagi Hasil
USER
OF FUND
(Dunia Usaha)
Dalam skema dia atas, adalah “al-wadi’ah yad adh-dhamanah”, bank sebagai penerima simpanan dapat
memanfaatkan al-wadi’ah untuk tujuan giro (current account) dan tabungan berjangka (saving account).
Sebagai konsekuensi dari dari yad adh-dhamanah, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut
menjadi hak bank, demikian juga sebaliknya, pihak bank akan bertanggung jawab atas seluruh kemungkinan
kerugian. Sebagai imbalan, si penyimpan mendapat jaminan keamanan terhadap hartanya.
Bank yang berstatus sebagai penerima dan sekaligus pengguna titipan dengan
memanfaatkan dana tersebut, tidak dilarang untuk memberikan semacan insentif
berupa bonus dengan catatan hal itu tidak menjadi syarat sebelumnya dan
jumlahnya juga tidak ditentukan dalam nominal atau persentase secara advance,
tetapi betul-betul merupakan kebijaksanaan dari manjemen bank. Dalam hal ini,
Abu Rifai’ pernah meriwayatkan hadits Rasulullah: Beliau pernah meminta
seseorang untuk meminjamkannya seekor unta. Diberinya unta kurban
(berumur + 2 tahun), setelah selang beberapa waktu Rasulullah memerintahkan
kepada Abu Rifai’ untuk mengembalikan unta tersebut kepada pemiliknya, akan
tetapi Abu Rifai’ kembali menghadap kepada Rasulullah dan berkata: Ya
Rasulullah, unta yang sepadan tidak kami temukan, yang ada hanya unta yang
lebih besar dan berumur empat tahun, Rasulullah menjawab: Berikanlah itu
karena sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang terbaik ketika membayar).
Dewasa ini telah banyak bank Islam yang telah berhasil mengkombinasikan
antara sistem transaksi al-wadi’ah dengan sistem transaksi mudharabah,
sehingga dalam kombinasi tersebut dewan direksi menentukan besaran bonus
dengan menetapkan persentase dari keuntungan yang dihasilkan oleh dana al-
wadi’ah dalam satu periode tertentu.
FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL
(DSN) TENTANG DEPOSITO
DSN menetapkan:
1. Deposito ada dua macam:
a. Deposito yang tidak dibenarkan secara syari’ah yaitu deposito yang
berdasarkan perhitungan bunga.
b. Deposito yang dibenarkan, yaitu deposito yang berdasarkan prinsip
mudhrabah.
2. Ketentuan umum Deposito berdasarkan mudharabah:
c. Dalam transaksi ini, nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau
pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
d. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai
macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak
lain.
e. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan
bukan piutang.
d. Pembagian keuntungan harus dinyyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
e. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional deposito dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
f. Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan
nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Fatwa tersebut didasarkan atas:
g. QS. An-Nisa: 29: (Hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling
memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka rela di antaramu…)
h. QS. Al-Baqarah: 283: (Maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan
hendaklah ia bertaqwa kepada Allah…)
i. QS. Al-Maidah: 1: (Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad
(janji-janji itu…)
d. HR. At-Tabrani (290) dari Ibn Abbas: Abbas bin Abdul Muttali saat
menyerahkan harta sebagai muudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-
nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak
membeli hewan ternak, jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus
menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar
Rasulullah, beliau membernrkannya). (Perawi hadis ini terdapat Abu Garud al-
a’ma, yang hadisnya tidak diterima karena dianggap ppembohong, sehingga
dianggap hadis tersebut lemah (Ali Al-Haitsami, Majma’ az-awaid (4/161)
e. HR. Ibn Majah (2289) dari Shuhaib: (Nabi bersabda: ada tiga hal yang
mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muuqaradhah (mudharabah)
danmencapur gandum dengan jewawut (makaroni) untuk keperluan rumah
tangga, bukan untuk dijual).
f. HR. At-Turmuzi (135), Abu Daud (3594), Ibn Majah (2353) dari Amr bin
‘Auf: Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram;
dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram).
g. Ijma’: Sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta
anak yatim sebagai mudharabah dan tidak ada seorang pun
mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’
(Wahbah, Fiqh al-Islam (4/838).
h. Qiyas: Transaksi Mudharabah diqiyas-kan kepada transaksi musaqah.
i. Kaidah Fiqh:
األصل في المعامالت اإلباحة حتى يدل الدليل على تحريمها
(Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan,
kecuali ada dalil yang mengharamkannya).
y. Para ulama menyatakan bahwa dalam kenyataan banyak orang yang
mempunyai harta namun tidak mempunyai kepandaian dalam usaha
memproduktifkan; sementara itu, tidak sedikit pula orang yang tidak
memiliki harta kekayaan namun ia mempunyai kemampuan dalam
memproduktifkannya. Oleh karena itu, diperlukan adanya kerjasama di
antara kedua pihak tersebut.
Wadiah di Bank Syariah
Bagi Hasil
(Profit &
Titipan Loss Jual-Beli
(al Wadi’ah) Sharing) (al Bai’)
Depository Sale &
Purchase
Bank Syariah
Mekanisme
Operasional
(Prinsip & Piranti Keuangannya)
Jasa
Sewa
(Ujroh)
(Ijarah)
Fee-based al-Qard Lease
Service (Soft &
Benevolent
Loan)
Penghimpunan
dana
Prinsip wadiah
• Wadiah yad dhamanah
Titip barang
MEMUTUSKAN :
Berdasarkan sifat dan karakternya, Safe
Deposit Box dilakukan dengan menggunakan
akad Ijarah (sewa).
Jadi,
Bukan akad
wadiah yad Amanah,
tetapi
Yad Dhamanah
Lanjutan fatwa DSN-MUI
Barang-barang yang dapat disimpan dalam SDB
adalah barang yang berharga yang tidak
diharamkan dan tidak dilarang oleh negara
Besar biaya sewa ditetapkan berdasarkan
kesepakatan
Hak dan kewajiban pemberi sewa (bank) dan
penyewa (nasabah) ditentukan berdasarkan
kesepakatan sepanjang tidak bertentangan dengan
rukun dan syarat Ijarah.
Skema Wadiah Yad Amanah
(Penitip, (Penyimpan,
Muwaddi) Mustawda’)
Titip barang/uang
1. Titip Barang/uang
Nasabah Bank
(Penitip) (Penyimpan)
Mustawdi Mustawda’
4. Beri Bonus
2.
3.Bagi Hasil Pemanfaatan
Wadiah Yad adh Dhamanah Barang/uang
Penyimpan boleh memanfaatkan
barang/uang titipan.
Keuntungan sepenuhnya menjadi milik
penyimpan.
Penyimpan dapat memberikan insentif Pengguna
(bonus) kepada penitip yang tidak bleh
dijanjikan dalam akad Dana
Kesimpulan Definisi :
WADI’AH YAD AL-AMANAH
Akad penitipan barang/uang di mana pihak
penerima titipan tidak diperkenankan
menggunakan barang/uang yang dititipkan
dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan
atau kehilangan barang titipan yang bukan
diakibatkan perbuatan atau kelalaian
penerima.
WADI’AH YAD ADH-DHAMANAH
Akad penitipan barang/uang di mana pihak
penerima titipan dengan atau tanpa izin
pemilik barang/uang dapat memanfaatkan
barang/uang titipan dan harus bertanggung
jawab terhadap kehilangan atau kerusakan
barang/uang titipan. Semua manfaat dan
keuntungan yang diperoleh dalam
penggunaan barang/uang tersebut menjadi
hak penerima titipan.
Beri Bonus
bagi hasil /
MARGIN
Pengguna Dana
(Nasabah)
Perbedaan Antara Jasa Giro/Bunga dan Bonus Wadiah
1. Akad Wadi’ah
Mustawda’
Muwaddi’ (Bank)
6. Mustawada’
memberikan bonus 3. Pemanfaatan barang/uang
5. Pengembalian uang
Pemanfaatan 4. Memperoleh
Barang/Uang manfaat
barang/uang
WADIAH
Jika ada orang lain yang merusak barang itu, tetapi penerima titipan
tidak berusaha mencegahnya, padahal ia mampu,
maka ia dianggap melakukann kesalahan,
karena itu ia wajib mengganti barang titipan tsb
Lanjutan…
Barang titipan itu dimanfaatkan oleh orang yang
dititipi.
Orang yang dititipi mencampurkannya dengan harta
pribadinya, sehingga sulit dipisahkan.
Barang titipan dititipkan lagi kepada pihak ketiga yang
bukan keluarga dekat.
Orang yang dititipi mengingakri adanya wadiah.
Misalnya, ketika penitip meminta kembali barang
titipannya, lalu mustawda mengingkarinya atau
menyembunyikan nya, maka ia dikenakan ganti rugi
Orang yang dititipi melanggar syarat-syarat yang telah
ditentukan (disepakati). Misalnya, pemilik barang
mensyaratkan bahwa barang itu disimpan di kamar, di
brankas atau tempat tertentu. Namun syarat itu tidak
dipenuhi mustawda’,maka bila barang itu hilang/rusak,
maka ia dikenakan ganti rugi.
SEKIAN
Wassalam