Anda di halaman 1dari 14

RAHN

Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah


Tafsir Ayat-ayat Ekonomi
Dosen Pengampu: Dr. H. Slamet Firdaus, M.Ag.
Disusun oleh:
Kelompok 8
1. Muhamad Rizki Nurrohman 1708203054
2. Imroatun Nafiqoh 1708203062
3. Ika Amelia N 17082030

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

IAIN SYEKH NURJATI

CIREBON

2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini.

Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. H. Slamet Firdaus,


M.Ag. yang telah membimbing dan memberikan tugas ini. Penulis sangat berharap
makalah ini bisa bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi siapapun yang
membacanya.

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca adar
penulis dapat memperbaiki makalah ini.

Cirebon, November 2018

Penyusun

2
A. Pendahuluan

Manusia sebagai makhluk sosial tentunya akan bergantung dengan manusia


yang lain.hubungan manusia dengan manusia yang lain dibahas dqalam fiqih
muamalah tersebut. Adapun dalam suatu hal manusia akan melakukan suatu
transaksi yang disebut gadai atau rahn . dalam transaksi tersebut ada barang jaminan
dan sebagainya.
Dalam perspektif tafsir, tentunya gadai atau rahn telah disebutkan dalam ayat
ayat Al-quran dan Hadits. Transaksi gadai atau rahn telah dilakukan pada zaman
Nabi Muhammad SAW , saat itu nabi menggadaikan baju besinya kepada seorang
yahudi. Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai tafsir tafsir ayat
tentang rahn.
B. Konsep Dasar Rahn
1. Pengertian Rahn
Menurut bahasa, gadai (al-rahn) berarti tetap atau lestari, seperti juga dinamakan
al-habsu, artinya penahanan. Al-rahnu juga berarti al-tsubut dan al-habs, yaitu
penetapan dan penahanan. Ada pula yayng menjelaskan rahn adalah terkurung atau
terjerat.1 Dalam surah Al-Baqarah ayat 283, Allah SWT berfirman:
,ُ‫ض ُك ْم بَ ْعضًا فَ ْلي َُؤ ِد الَّدِي اؤْ ت ُ ِمنَ ا َ َمنَتَه‬
ُ ‫َضٌةٌ فَا ِْن أ َ ِمنَ بَ ْع‬
َ ‫سفَ ٍر َولَ ْم ت َِجد ُواْ كَاتِبًا فَ ِره ٌَن َّم ْقبُ ْْو‬
َ ‫َوا ِْن ُك ْنت ُ ْم َعلَي‬
“ Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya
(utangnya).” (Q.S Al-Baqarah)
Surat Al-Baqarah ayat 283 juga mengajarkan bahwa untuk memperkuat perjanjian
hutang piutang maka dapat dilakukan dengan tulisan yang disaksikan dua orang
saksi laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang saksi perempuan.
Dalam Tafsir Al-Jalalain (Jika kamu dalam perjalanan), yakni sementara itu
mengadakan utang-piutang (sedangkan kamu tidak beroleh seorang penulis, maka

1
Drs. Sohari sahrani, m.m., m.h., Fikih Muamalah (Ghalia Indonesia: Bogor, 2011) hlm, 157

3
hendaklah ada barang jaminan) ada yang membaca 'ruhunun' bentuk jamak dari
rahnun (yang dipegang) yang diperkuat dengan kepercayaanmu.
Sunah menyatakan diperbolehkannya jaminan itu di waktu mukim dan adanya
penulis.
Maka mengaitkannya dengan jaminan, karena kepercayaan terhadapnya menjadi
lebih kuat, sedangkan firman-Nya, "...dan jaminan yang dipegang",
menunjukkan jaminan disyaratkan harus dipegang dan dianggap memadai
walaupun si peminjam atau wakilnya tidak hadir.
(Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai yang lainnya), maksudnya yang
berpiutang kepada orang yang berutang dan ia tidak dapat menyediakan jaminan
(maka hendaklah orang yang dipercayainya itu memenuhi), maksudnya orang yang
berutang (amanatnya), artinya hendaklah ia membayar utangnya (dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah, Tuhannya) dalam membayar utangnya itu.
(Dan barang siapa yang menyembunyikan kesaksian, maka ia adalah orang yang
berdosa hatinya).
Dikhususkan menyebutkannya di sini, karena hati itulah yang menjadi tempat
kesaksian dan juga karena apabila hati berdosa, maka akan diikuti oleh lainnya,
hingga akan menerima hukuman sebagaimana dialami oleh semua anggota
tubuhnya.
(Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan) hingga tiada satu pun yang
tersembunyi bagi-Nya.

Menurut istilah syara yang dimaksud dengan rahn ialah:2


1. ُ‫ق يُ ْم ِكنُ اِ ْستِفَا ُءهُ ِم ْنه‬ ِ َ‫اس َما ٍل ِل َْوف‬
ٍ ‫اء َح‬ ُ ‫َع ْقدَ َم ْْوَض ُْْو‬
ُ َ‫عهُ اِحْ تِب‬
“ akad yang objeknya menahan harga terhadap sesuatu hal yang mungkin diperoleh
bayaran dengan sempurna darinya”
Landasan hukum pinjam meminjam dengan jaminan adalah Firman Allah SWT di
bawah ini
ٌ‫ت َر ِه ْينٌَة‬ َ ‫ُك ُّل نَ ْف ٍس بِ َما َك‬
ْ َ‫سب‬

2
Prof. Dr. H. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2010) hlm, 105

4
“ tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya” (Q.S Al-
Muddatsir :38 )
Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah dari Anas ra. Ia
berkata:
ِ َ‫ب ْال َم ِد ْين‬
َ ُ‫ت َواَ َخدَ ِم ْنه‬
‫شِِِِ ِعيْرا‬ ِ ِ ‫سِِِِلَّ َم د ِْر ًعا ِع ْندَ َي ُه ْْودِي‬
َ ‫سِِِِ ْْو ُل َُ َعلَ ْي ِه َو‬
ُ ‫ي َُ َع ْنهُ َال َرهَنَ َر‬ ِ ‫َع ْن أ َ ْن ٍس َر‬
َ ِِِِ‫َض‬
)‫ِِلَ ْه ِل ِه (رواه أحمد والبخاري والنسائ وغيرهم‬
“ dari Anas RA. Ia berkata: Rasulullah saw merunguhkan baju besi kepada seorang
Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang Yahudi”
(HR. Ahmad, Bukhari, dan lainnya).
Menurut Moh. Isa Mansur, tiap-tiap barang yang dapat dijual dapat pula digadaikan
untuk keperluan utang piutang yang sudah ditetapkan menjadi tanggungan si
penggadai. Dari hadits diatas, dapat dipahami bahwa Islam tidak membeda-bedakan
antara orang muslim dan non muslim dalam bidang muamalah, maka seorang
muslim tetap wajib membayar utangnya sekalipun kepada non muslim. Para ulama
telah sepakat bahwa gadai itu boleh. Mereka tidak pernah mempertentangkan
kebolehannya, demikian pula landasan hukumnya. Jumhur berpendepat:
disyariatkannya ada waktu tidak berpergian dan waktu berpergian, berargumentasi
kepada perbuatan Rasulullah saw, terhadap pramg Yaahudi di Madinah.

2. Rukun dan Syarat Rahn

Gadai atau pinjaman dengan jaminan suatu benda memiliki beberapa rukun.
Menurut M. Abdul Madjid dkk., bahwa rukun rahn (gadai) yaitu :3
1. Lafaz (akad)
Seperti seorang berkata, “aku gadaikan mejaku ini dengan harga Rp 10.000,00” dan
yang satu lagi menjawab “aku terima gadai mejamu seharga Rp 10.000,00” atau
bisa pula dilakukan selain dengan kata-kata, seperti dengan surat, isyarat, atau yang
lainnya.
2. Rahin (orang yang menggadaikan) dan murtahin (orang yang menerima gadai)

3
Prof. Dr. H. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2010) hlm, 107-
108

5
Adapun syarat bagi yang berakad yaitu ahli tasharuf, yaitu mampu membelanjakan
harta dan dalam hal ini memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan
gadai
3. Barang yang digadaikan
Syarat pada benda yang dijadikan jaminan ialah keadaan barang itu tidak rusak
sebelum janji utang harus di bayar. Rasul bersabda:
ُ‫ُك ُّل َما َجازَ بَ ْيعُهُ َجازَ َر ْهنُه‬
“setiap barang yang boleh diperjualbelikan boleh dijadikan borg (jaminan) gadai”
Menurut Ahmad bin Hijazi, bahwa yang dapat dijadikan jaminan dalam masalah
gadai ada tiga macam yaitu : 1) kesaksian, 2) barang gadai, dan 3) barang
tanggungan
4. Ada utang
Disyaratkan keadaan utang telah tetap.
Adapun syarat rahn adalah sebagai berikut:4
1. Pihak yang menggadaikan (rahin) dan pihak yang memberi gadai (murtahin) cakap
hukum serta sama-sama ikhlas
2. Pihak yang menggadaikan (rahin) mempunyai kemampuan untuk mengembalikan
pinjaman
3. Barang yang digadaikan (marhun) benar-benar milik rahin dan bebas dari ikatan
atau syarat apapun
4. Jumlah utang (marhun bih) disebutkan dengan jelas
Apabila barang gadaian itu berupa barang yang mudah disimpan, seperti emas,
pakaian, kendaraan, dan sebagainya berada di tangan penerima gadai. Jika berupa
tanah, rumah, ternak dan sebagainya, biasanya berad di tangan pihak penggadai.
Apabila barang gadaian itu berupa barang yang bisa diambil manfaatnya, pihak
penerima gadai boleh mengambil manfaatnya sepanjang tidak mengurangi nilai
aslinya, misalnya: kuda dapat ditunggangi, lembu atau kerbau dapat digunakan
untuk membajak, mobil atau sepeda motor dapat dikendarai, dan juga jasa yang
diperoleh diimbangi dengan ongkos pemeliharaan.

4
Prof. Dr. H. Veitzal Rivai, Islamic Financial Management (Raja Grafindompersada: Jakarta,
2010) hlm. 191

6
C. Rambu-rambu Rahn
َ‫ُضَََب َِ ۡلَُ َ ِ ا اَۡ ِؤ ۡاُِ َُِم‬ ُ ‫سٍََََ َّو َو َۡمۡ ِ َ ُِۡ ُۡوا کَبِِ فب َِ ِو ٌٰمَّ َۡ ُۡ ُ َۡ َ َََ َّ ؕ َِب ِۡن ا َ ِۡمَ َبَ ۡۡع‬
‫ُضُکُمۡ َبَ ۡۡع ف‬ َ ‫َو ا ِۡن ک ُۡنت ُمۡ ع َٰلی‬
‫ش َہب َ ۃَ ؕ َو َۡ ۡم یَ ُۡکت َُۡ َہب َِ ِبنَ ٗۤٗہ ٰاثِ َّم قَ ۡل ُ ٗہ ؕ َو ہ‬
َ َ‫ّٰللاُ َِب ََب َِ ۡۡع ََلُ َۡن‬
‫ع ِل َۡ َّم‬ َ ۡ‫ّٰللاَ َرَبَ ٗہ ؕ َو ََل َِ ُۡکت ُ ََُا ا‬
‫ق ہ‬ ۡ
ِ َ ‫ا َ َۡبنَت َ ٗہ َو ََۡت‬
Menurut Tafsir Oleh Kementrian Agama RI5
Ayat ini menerangkan tentang muamalah yang dilakukan tidak secara tunai, yang
dilakukan dalam perjalanan dan tidak ada juru tulis yang akan menuliskannya.
Dalam hal muamalah yang tidak tunai, yang dilakukan dalam perjalanan dan tidak
ada seorang juru tulis yang akan menuliskannya, maka hendaklah ada barang
tanggungan (borg) yang dipegang oleh pihak yang berpiutang.
Kecuali jika masing-masing percaya-mempercayai dan menyerahkan/berserah diri
kepada Allah, maka muamalah itu boleh dilakukan tanpa adanya barang
tanggungan.
Ayat ini tidaklah menetapkan bahwa borg itu hanya boleh dilakukan dengan syarat
dalam perjalanan, muamalah tidak dengan tunai dan tidak ada juru tulis, tetapi ayat
ini hanya menyatakan bahwa dalam keadaan tersebut boleh dilakukan muamalah
dengan memakai borg.
Dalam keadaan yang lain boleh juga memakai borg sesuai dengan hadis yang
diriwayatkan Bukhari bahwa Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.
pernah menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi di Madinah.
Pada ayat yang lalu Allah subhanahu wa ta'ala memperingatkan bahwa manusia
janganlah enggan menjadi juru tulis atau enggan memberikan persaksian bila
diminta.
Kemudian pada ayat ini Allah menegaskan lagi agar jangan menyembunyikan
kesaksian.
Penegasan yang demikian mengisyaratkan bahwa penulisan dan kesaksian itu
menolong manusia dalam menjaga hartanya, dan janganlah lengah melakukannya,
demikian pula janganlah hendaknya pemilik harta disusahkan karena meminjamkan
hartanya, dan tidak dibayar pada waktunya.

5
https://tafsirkemenag.blogspot.com/2016/12/al-baqarah-283.html. Diakses pada 11 November
2018 pukul 22.10

7
Firman Allah subhanahu wa ta'ala:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya, (karena) sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya
itu akan diminta pertanggungjawabannya.
(Q.S Al Isra': 36)
Dengan keterangan di atas bukanlah berarti bahwa semua perjanjian muamalah
wajib ditulis juru tulis dan disaksikan oleh saksi-saksi, tetapi maksudnya agar kaum
muslimin selalu memikirkan dan meneliti terhadap muamalah yang akan
dilakukannya.
Bila muamalah itu muamalah yang dilakukan setiap hari, seperti jual beli yang
dilakukan di pasar sehari-hari dan tidak menimbulkan akibat yang tidak diingini di
kemudian hari serta dilandasi percaya-mempercayai, maka muamalah yang
demikian tidak perlu ditulis dan disaksikan.
Sebaliknya bila muamalah itu diduga akan menimbulkan hal-hal yang tidak diingini
di kemudian hari, maka muamalah itu wajib ditulis dan disaksikan.
Selain itu, Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rahn adalah:
1. Kedudukan barang gadai
Selama ada di tangan pemegang gadai, maka kedudukan barang gadai hanya
merupakan suatu amanat yang dipercayakan kepadanya oleh pihak penggadai.
2. Pemanfaatan barang gadai
Pada dasarnya barang gadai tidak boleh diambil manfaatnya baik oleh pemiliknya
maupun oleh penerima gadai. Hal ini disebabkan status barang tersebut hanya
sebagai jaminan utang dan sebagai amanat bagi penerimanya. Apabila mendapat
izin dari masing-masing pihak yang bersangkutan, maka barang tersebut boleh
dimanfaatkan. Oleh karena itu agar ada di dalam perjanjian gadai itu tercantum
ketentuan jika penggadai atau penerima gadai meminta izin untuk memanfaatkan
barang gadai, maka hasilnya menjadi milik bersama. Ketentuan ini dimaksudkan
untuk menghindari harta benda tidak berfungsi atau mubazir.
3. Resiko atas kerusakan barang gadai
Ada beberapa pendapat mengenai kerusakan barang gadai yang disebabkan tanpa
kesengajaan murtahin (penerima gadai) tidak menanggung resiko sebesar harga

8
barang yang minimum. Perhitungan dimulai pada saat diserahkannya barang gadai
kepada murtahin sampai hari rusak atau hilang.
4. Pemeliharaan barang gadai
Para ulama syafi’iyah dan hanabilah berpendapat bahwa biaya pemeliharaan barang
gadai menjadi tanggungan penggadai dengan alasan bahwa barang tersebut berasal
dari penggadai dan tetap merupakan miliknya. Sedangkan para ulama hanafiyah
berpendapat lain, biaya yang diperlukan untuk menyimpan dan memelihara
keselamatan barang gadai menjadi tanggungan penerima gadai dalam
kedudukannya sebagai orang yang menerima amanat.
5. Kategori barang gadai
Jenis barang yang biasa digadaikan sebagai jaminan adalah semua barang bergerak
dan tak bergerak yang memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Benda bernilai menurut hokum
b. Benda berwujud pada waktu perjanajian terjadi
c. Benda diserahkan seketika kepada murtahin
6. Pembayaran atau pelunasan utang gadai
Apabila sampai pada waktu di tentukan, rahin belum juga membayar kembali
utangnya, maka rahin dapat dipaksa oleh marhun untuk menjual barang gadainya
dan kemudian digunakan untuk melunasi hutangnya.
7. Prosedur pelelangan gadai
Jumhur fukaha berpendapat bahwa orang yang menggadaikan tidak boleh menjual
atau menghibahkan barang gadai, sedangkan bagi penerima gadai dibolehkan
menjual barang gadai dengan syarat pada saat jatuh tempo pihak penggadai tidak
dapat melunasi kewajibannya.6

D. Tujuan Rahn

Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada
bank dalam memberikan pembiayaan.

6
http://zezameirisenthia90.blogspot.com/2016/06/?m=1 . diakses 13 November 2018, pkl 18.47

9
Dalam perspektif ekonomi, tugas pokok dari lembaga ini adalah memberi pinjaman
kepada masyarakat yang membutuhkan. Lembaga keuangan gadai syariah memiliki
fungsisosial yang sangat besar. Karena pada umumnya, orang-orang yang datang
ketempat ini adalah mereka yang secara ekonomi sangat kekurangan dan biasanya
pinjaman yang dibutuhkan adalah pinjaman yang bersifat konsumtif dan sifatnya
mendesak. Banyak manfaat lain yang bisa diperoleh dari pegadaian syariah.
Pertama, prosesnya cepat. Pelanggan dapat memperoleh pinjaman yang diperlukan
dalam waktu yang relatif cepat, baik proses administrasi, atau penaksiran barang
gadai. Kedua, persyaratannya cukup mudah. Yakni hanya dengan membawa barang
gadai beserta bukti kepemilikan.7

E. Rahn Dalam Adat Masyarakat

Anas ibn malik menerangkan:


َ ُ‫ ِع ْندَ يَ ُه ْْودِى ِب ْال َم ِد ْينَ ٌِة؛ َوأَ َخَذَ ِم ْنه‬،ُ‫ص َّل َُ َعلَ ْي ِه َوآ ِل ِه َو َسلَّ َم د ِْرعًالَه‬
‫ رواه‬.‫ش ِعي ًْرا ِِل َ ْه ِل ِه‬ َّ ِ‫ َا َل َرهَنَ الَّن‬،‫َع ْن أَن ٍَس‬
َ ‫ي‬
‫ وابن ماجه‬،‫أحمدوالبخرى والنسأىى‬
“Rasulullah saw, menggadaikan baju besinya kepada seorang yahudi madinah,
sebagai jaminan mengambil syair untuk keluarganya”.
(H.R. Ahmad, Al-Bukhary, An-Nasa-y dan Ibnu Majah; Al-Muntaqa II:360)
2. Aisyah r.a menerangkan:
َ ‫سلَّ َم ا ْشت ََرى‬
ُ‫ الى أجل َو َر َهنَه‬،،ٍ‫ط َعا ًما ِم ْن يَ ُه ْْو ِد ي‬ َّ ِ‫ أَ َّن الَّن‬،‫ى َُ َع ْن َها‬
َ ‫ي ص َّل َُ َعلَ ْي ِه َوآ ِل ِه َو‬ ِ ‫َو َع ْن َعائِ َشٌةَ َر‬
َ ‫َض‬
‫ًام ْن َح ِد ْي ٍد‬
ِ ‫د ِْرع‬
“Bahwasanya rasullah mengambil makanan dari seorang yahudi yang harganya
akan dibayarkan dalam satu jangkawaktu tertentu. Sebagai jaminan nabi
menggadaikan baju besi beliau”.
(H.R. Al-Bukhary, Muslim; Al-Muntaqa II:360)
3. Aisyah r.a menerangkan:
َ َ‫ ِبثَ ََل ثِيْن‬،ٍ‫عهُ َم ْر ه ُْْونٌَةٌ ِع ْندَ َي ُه ْْو دِي‬
َ ‫صا ًعا ِم ْن‬
‫ أخر جا هما‬.‫ش ِعي ٍْر‬ َ ً‫و فى لفظ ت ُ ُْو ف‬
ُ ‫ى َود ِْر‬

7
https://www.scribd.com/doc/135326471/Makalah-Prinsip-Rahn-Gadai-Syariah . Diakses pada 13
November 2018, pkl 18.51

10
“Bahwasanya saat wafat, saat wafatnya nabi masih menggadaikan baju besinya
kepada seseorang yahudi sebagai jaminan pengambilan tiga puluh gatan syair”
(H.R. Al-Bukhari, Muslim; Al-Muntaqa II:360)
1) Adapun yang dapat disimpulkan dari ke tiga Hadis diatas:
a. Hadis pertama menyatakan bahwa menggadaikanharta, adalah dibenarkan. Dan
mengatakan bahwa kita boleh mengadakan muamalah (perjanjian) dengan orang
kafir, boleh menggadaikan alat perang (baju besi) kepada orang simmi (orang kafir
yang mendapat perlindungan), dan boleh membeli sesusuatu dengan menggunakan
pembayaran.
b. Hadis kedua menyatakan bahwasanya nabi pernah membeli sesuatu pada orang
yahudi, dan menggadaikan baju besinya sebagai agunan (jaminan)
c. Hadis ketiga menyatakan bahwa nabi pernah menggadaikan barang miliknya
kepada seseorang yahudi untuk mendapatkan tigah puluh gating syair. Fakta ini,
menunjukkan bahwa kita boleh menggadaikan barang milikpada saat di kampung,
dan boleh bermuamalah dengan orang zimmi.
2) Jumhur Ulama Menetapkan bahwa kita boleh menggadaikan barang milik kita,
tidak saja dalam safar , boleh dilakukan dalam kampung. Mujahid dan Adh-
Dhahhak berpendapat, bahwa menggadaikan brang hanya dibolehkan pada saat kita
berada dalam safar, disaat tak ada saksi ataupun orang yang menulis surat gadai.
Demikianlah pendapat daud dan Ahludh Dhahir.
3) Seluruh ulama menetapkan bahwa menggadaikan barang dibolehkan,
sebagaimana perbuatan hukum iniboleh dilakukan dikampung. Mengaitkan
masalah gadai ini dengan perjalan safar sesuai bunyi ayat, karena perbuatan itu
lazim dilakukan dilakukan seseorang pada saat bersafar, dan tidak dapat dijadikan
dalil dalam dalam melarang perbuatan itu dilakukan dikampung halaman. Hadist
ini juga menegaskan bahwa kita boleh bermuamalah dengan orang kafir
terhadapbenda-benda yang tidaak di haramkan. Kita juga boleh menggadaikan
perlengkapan perang kepada ahluzzimmah, tetapi tidak boleh dengan musuh (ahlu
harb). Hikmah nabi bermuamalah dengan orang yahudi adalah untuk menunjukkan
bahwa dalam bidang bisnis, kita dapat berhubungan dengan siapa saja.

11
Dalam beberapa hadits diatas, praktek rahn sudah ada sejak zaman
Rasulullah SAW, di masyarakat Indonesia sendiri ada contoh penerapannya dalam
perbankan Syariah maupun dalam Lembaga khusus yaitu pegadaian.

F. Rahn dan Pegadaian

Allah SWT berfirman:


ٌ‫َضٌة‬ ٌ ‫سفَ ٍر َولَ ْم ت َِجدُواْ كَاتِبًا فَ ِره‬
َ ‫َان َّم ْقبُْو‬ َ ‫َوإِن ُكنت ُ ْم َعلَى‬
“Bila kalian berada dalam perjalanan (dan kalian bermuamalah secara tidak
tunai), sedangkan kalian tidak mendapatkan juru tulis, maka hendaklah ada barang
gadai yang diserahkan (kepada pemberi piutang).” (Qs. al-Baqarah: 283)
Pada akhir hayat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menggadaikan
perisai beliau kepada orang Yahudi, karena beliau berutang kepadanya beberapa
takar gandum.
ً‫طعَاما ً نَ ِس ِ ْيةٌَةً َو َر ْهنَه‬
َ ٍ ‫س ِلَّ َم ِم ْن يَ ُه ْْودِي‬
َ ‫ص ِلَّى َُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ َِ ‫س ِ ْْو ُل‬ ْ َ‫ي َُ َع ْن َها َال‬
ُ ‫ت ا ِْش ِت ََرى َر‬ ِ ‫ش ٌِةَ َر‬
َ ِ ‫َض‬ َ ِ‫َع ْن َعائ‬
ُ‫در َعه‬
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia mengisahkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam membeli bahan makanan (gandum) secara tidak tunai dari seorang
Yahudi, dan beliau menggadaikan perisainya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan kedua dalil di atas, juga dalil-dalil lainnya, maka para ulama dari
zaman dahulu hingga sekarang, secara global telah menyepakati bolehnya akad
pegadaian.
Adapun jumhur (mayoritas) ulama memperbolehkan akad pegadaian di mana pun
kita berada, baik ada saksi atau tidak ada, baik ada juru tulis atau tidak.[2] Hal ini
berdasarkan hadits riwayat Anas bin Malik berikut ini:
‫ َو َل َق ْد َس ِم ْعتُهُ يَقُ ْْو ُل‬،‫صلَّى َُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم درعا ً لَهُ بِ ْال َم ِد ْينَ ٌِة ِع ْندَ يَ ُه ْْودِي ٍ َوأ َ َخَذَ ِم ْنهُ شَ ِعيْراً ِِل َ ْه ِل ِه‬ ُّ ‫لَقَدْ َرهَنَ النَّب‬
َ ‫ي‬
ٍ‫ب َو ِإ ًّن ِع ْندَهُ لتِسْع نِس َْْوة‬ ٍ ‫ع ُح‬ َ ‫صا‬َ َ‫بر َوِل‬ ٍ ‫ع‬ َ ‫صا‬ َ ‫سلَّ َم‬ َ ‫صلَّى َُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫سى ِع ْندَ آ ِل ُم َح َّم ٍد‬ َ ‫َما أ َ ْم‬
“Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menggadaikan perisainya
kepada seorang Yahudi di Madinah, dan beliau berutang kepadanya sejumlah
gandum untuk menafkahi keluarganya. Sungguh aku pernah mendengar beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Di rumah keluarga Muhammad

12
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tersisa lagi gandum, walau hanya ada satu sha’
(takaran sekitar 2,5 kg),’ padahal beliau memiliki sembilan isteri.” (Hr. Bukhari)
Pada hadits ini, dengan jelas kita dapatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menggadaikan perisainya di Madinah, dan beliau tidak sedang berada dalam
perjalanan.
Adapun teks hadits yang seolah-olah hanya membolehkan pegadaian pada saat
perjalanan saja, maka para ulama menjelaskan, bahwa ayat tersebut hanyalah
menjelaskan kebiasaan masyarakat pada zaman dahulu. Pada zaman dahulu,
biasanya, tidaklah ada orang yang menggambil barang gadaian, melainkan ketika
tidak mendapatkan cara lain untuk menjamin haknya, yaitu pada saat tidak ada juru
tulis atau saksi yang terpercaya. Keadaan ini biasanya sering terjadi ketika sedang
dalam perjalanan. Penjabaran ini akan tampak dengan sangat jelas, bila kita
mengaitkan surat al-Baqarah: 283 di atas, dengan ayat sebelumnya (yaitu, ayat
282).
Sejak zaman Rasulullah Pegadaian sudah ada , namun tidak seperti sekarang yang
dilakukan di suatu Lembaga atau perbankan. Di Indonesia ada satu Lembaga yaitu
Pegadaian yang merupakan perusahaan BUMN dan di Indonesia sendiri ada dua
pegadaian yaitu Pegadaian Konvensional dan Pegadain Syariah. Yang
membedakan keduanya adalah di pegadaian syaroiah ada satu produk atau akad
yaitu rahn. Secara umum Gadai syariah dilakukan secara suka rela tanpa mecari
keuntungan, sedangkan gadai konvensional dilakukan dengan prinsip tolong-
menolong tetapi juga menarik keuntungan dan Hak gadai syariah berlaku pada
8
seluruh harta (beda bergerak dan benda tidak bergerak).

G. Kesimpulan

8
https://pengusahamuslim.com/1655-seputar-pegadaian.html Diakses pada 11
November 2018, pkl 22.51

13
Menurut bahasa, gadai (al-rahn) berarti tetap atau lestari, seperti juga dinamakan
al-habsu, artinya penahanan. Al-rahnu juga berarti al-tsubut dan al-habs, yaitu
penetapan dan penahanan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam transaksi rahn antara lain:kedudukan
barang gadai , pemanfaatan barang gadai, resiko atas kerusakan barang gadai,
pemeliharaan barang gadai, kategori barang gadai, pembayaran barang gadai dan
prosedur pelelangan gadai.
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada
bank dalam memberikan pembiayaan.
Praktek gadai sudah ada sejak zaman rasulullah sat itu rasulullah
mempraktekkannnya terhadap orang yahudi.
Hukum pegadaian dalam islam boleh, walaupun pada zaman sekarang gadai sangat
berbeda pada zaman nabi.

DAFTAR PUSTAKA
Suhendi, Hendi. 2005. Fiqh Muamalat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sahrani, Sohari. 2011. Fikih Muamalah. Bogor: Ghalia Indonesia
Rivai, Veitzal. 2010. Islamic Financial Management. Jakarta: Raja
Grafindopersada
https://pengusahamuslim.com/1655-seputar-pegadaian.html Diakses pada 11
November 2018, pkl 22.51
http://zezameirisenthia90.blogspot.com/2016/06/?m=1 . diakses 13 November
2018, pkl 18.47
https://www.scribd.com/doc/135326471/Makalah-Prinsip-Rahn-Gadai-Syariah .
Diakses pada 13 November 2018, pkl 18.51
https://tafsirkemenag.blogspot.com/2016/12/al-baqarah-283.html. Diakses pada 11
November 2018 pukul 22.10

14

Anda mungkin juga menyukai