muslim, tanpa adanya imbalan jasa.20 Sehingga kemudian akad gadai ini
dikategorikan ke dalam akad yang bersifat derma (tabarru) hal ini disebabkan
karena apa yang diberikan rahin kepada murtahin tidak ditukar dengan
utang, bukan penukar dari barang yang digadaikan (marhun). Selain itu,
rahn juga digolongkan kepada akad yang bersifat ainiyah, yakni akad
pemegangan).21
1. Ulama Malikiyah
Mendefinisikan harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan
bukan saja materi, tetapi juga barang yang bersifat manfaat tertentu.23
20
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. 2, 2007), hal.
251
21
Rahmat Syafi’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, Cet. 10, 2001) hal. 160
22
Abu Bakar Muhammad, Fiqih Islam Terjemah Fathul Qarib, (Surabaya: Abditama,
1995)
24
25
hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak piutang itu,
materi (barang) seba gai itu hanyalah harta yang bersifaat materi jaminan
itu hanyalah harta yang bersifat materi, tidak termasuk manfaat sebagaimana
ekonomis menurut hukum syara dan dengan jaminan tersebut, seseorang dapat
dipercaya untuk memeperoleh sebagian hutang. Dari sini jelas bahwa barang
sehingga gadai itu sendiri mempunyai fungsi penguat barang sehingga barang
dapat diserahkan kepada orang yang memberi hutang dengan maksud apabila
dalam bentuk rahin itu dibolehkan dengan ketentuan bahwa murtahin, dalam
hal ini pengadaian syariah, mempunyai hak menahan marhun sampai semua
23
Zainudin Ali, Hukum Gadai Syariah, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 12
24
Nasrun Harun, Fiqih Muamalah , (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), hal. 252
26
marhu bih dilunasi marhun dan manfaatnya tetep menjadi milik rahin,
yang pada prinsipnya tadi boleh dimanfaatkan murtahin kecuali dengan izin
25
Sasli Rais, Pengadaian Syariah,(Jakarta: Salemba Diniyah) hal. 39
26
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah..., hal. 106
27
Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya...,hal. 124
27
apa yang telah disepakati kedua belah pihak ayat tersebut menjelaskan
secara utuh tanpa ada keberatan dari pihak yang dititipi. Demikian
pula si penitip tidak akan meminta melebihi dengan apa yang telah
28
M. Quraish Shihab, “Tafsir al- Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an”, (Jakarta: Lentera Hati, vol. 2, cet. 5, 2005(, hal. 610-611.
28
sekalipun.30
3. Ijtihad
Berdasarkan Al- Qur’an dan Hadits di atas menunjukan bahwa
transaksi atau perjanjian gadai dibenarkan dalam islam bahkan nabi pernah
29
Shahih Bukhari, No 1926, kitab buyu
30
T. M. Hasbi as-Shiddieqy, “Koleksi Hadis-Hadis Hukum 7”, )Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra(, Cet. 3, Ed. 2, 2001, hal. 131
29
sebagai berikut: 32
4. Ketentuan umum
dilunasi.
kewajiban rahin
e. Penjualan marhun:
31
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), hal. 129
32
M.Sholihul Hadi, Pegadaian syariah (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), hal. 52
30
penjualan.
5. Ketentuan penutup
a. Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika
sebagaimana mestinya.
1. Rukun Gadai
berikut:
mendapatkan hutang.
2. Syarat Gadai
Syarat yang terkai dengan pelaku akad gadai adalah merka yang
dalam paksaan dan tekanan.33 Menurut Imam Abu Hanifah kedua belah
Menurut Imam Syafi’i bahwa syarat sah gadai adalah harus ada
33
Yasid Afandi, Fiqh Muamalah, )Yogyakarta: Logung Pustaka 2009(, hal. 152
34
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah..., hal. 107
32
yang melekat pada marhun atau rahn ini para ulama menyepakati
diperjual-belikan.35
besarnya utang.
secara spesifik).
e) Anggunan itu tidak terikat dengan hak orang lain (bukan milik
tempat.
maupun manfaatnya.36
35
Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariah,...hal. 22
36
Muhammad, Antonio, Bank Syariah: Wacana dan Cendikiawan, (Jakarta: Bank
Indonesia dan Takia Institum, 2001), hal. 21
33
lazim pada waktu akad, jelas serta diketahui oleh rahin dan
murtahin.37
ini”.
yaitu:
bersangkutan.
dijelaskan TM. Hasby ash- Shiediqi dalam karyannya bahwa syarat bagi
orang bisu sama dengan ucapan lidah (sama dengan ucapan penjelasan
dengan lidah)39
37
Rahmad Syafi’i, Fiqih Muamalah..., hal. 162
38
Hasbi As Shidiqy, Pengantar Fiqih Muamalah, )Jakarta: Bulan Bintang), hal .29
39
Ibid., hal. 31
34
hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Sedangkan hak dan kewajiban
b) Menuntut ganti rugi atau kerusakan dan atau hilangnya harta benda
yang digadaikan, bila hal itu disebabkan oleh kelalaian penerima gadai.
pinjamannya.
40
Dimyaddin Djuwaini, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Belajar), hal. 263
35
gadai berhak menahan harta benda gadai yang diserahkan oleh pemberi
gadai (rahn).
a) Bertanggung jawab atas hilang atau merosotnya harta benda gadai bila
penerima gadai adalah menahan barang yang digadaikan, sehingga orang yang
sehingga rahin menerima hak sepenuhnya atau melunasi seluruh utang yang
ditanggungnya.42
41
Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariah..., hal. 41
42
Ibnu Rusyd, “Analisa Fiqih Para Mujtahid”, diterjemahkan oleh Imam Ghazali Said
dan Achmad Zaidun dari “Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid”, )Jakarta: Pustaka
Amani, Cet. II, 2002(, hal. 311
36
terhalang.
3. Barang yang digadaikan bisa dijual manakala sudah tiba masa pelunasan
hutang gadai.
dengan demikian maka manusia akan terhindar dari ketidak adilan dan
belah pihak antara rahin dan murtahin tidak ada yang merasa dirugikan.
Berjalanya perjanjian ini gadai sangat ditentukan oleh banyak hal antara lain
dengan menggunakan lima akad, kelima akad itu tergantung pada tujuan
pemanfaatan akad marhun bih. Kelima akad tersebut adalah akad sosial
(kebajikan) akad qordul Hasan, akad jasa titipan, sewa (ijarah), akad bagi
hasil atau profit sering, akad muqayayadah, dan akad musyarakah amwal- al-
inan.
37
1. Tujuan Konsumtif
Akad Qordul hasan adalah suatu akad yang dibuat oleh gada
pihak pemberi gadai dengan pihak penerima gadai dalam hal tersaksi
dikenakan biaya berupa upah atau fee dari penerima gadai (murtahin)
pesrsentase, dan, biaya adminitrasi harus bersifat jelas nyata dan pasti
serta dalam akad terbatas pada hal-hal mutlak yang diperlukan atau
1) Harta benda yang digadaikan oleh rahin berupa barang yang tidak
sebagainya.
berikut:
43
Ibid., hal. 312
44
Ali, Hukum Gadai Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 42
38
pihak murtahin.45
b. Akad Ijarah
45
Ibid., hal. 45
39
saat akad berakhir, rahn memberikan sejumlah jasa atau fee kepada
murtahin
40
2. Tujuan Produktif
a. Akad Mudharabah
pemberi gadai (rahn) atau orang yang menggadaikan harta benda sebagai
disesuaikan dengan jenis harta benda gadaian. Namun jika pemilik harta
benda gadai tidak berminat memanfaatkan dari barang itu dan hasilnya
dapat dimanfaatkan.
46
Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syari‟ah..., hal. 98
41
sejumlah dana yang dibutuhkan oleh rahn dan jumlah dana dimaksud
akad.47
sah harta benda barang gadai dengan pengelola barang gadai agar harta
yang dapat dimanfaatkan oleh penerima gadai, baik oleh rahn maupun
mark up atas barang yang dibelikan oleh murtahin atau pihak penerima
47
Ibid., hal. 99
42
keduanya.
sesuai yang diinginkan oleh rahn dan harganya di bawah nilai taksir
48
Ibid., hal. 100
43
bentuk perserikatan antara dua pihak atau lebih yang disponsori oleh
berikut:
bagi hasil yang akan diperoleh dan ditanggung bersama bila terjadi
kerugian.
ditanggung bersama.49
atau upah dan kerja budak (gallah) dan anak. Berkenaan dengan
dari barang gadai sama sekali tidak termasuk dalam barang gadai.
49
Zainudin Ali, Hukum Gadai Syariah..., hal. 101
50
Ibnu Rusyd, “Analisa Fiqih Para Mujtahid..., hal. 201
45
budak.
Saw:
ِ ِ
ب َ َع ْن اَبِ ْي ُى َريْ َرَ ة َرض َي هلل َع ْنوُ قَا َل َر َس ْو ُل اهلل
ُ اَلر ْى ُن َم ْر ُك ْو: صلى اهللُ َعلَيو َو َسلم
ب
ُ َوَم ْحلُ ْو
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, bersabda Rasulullah
shallallahu alaihi wasalam, : Barang jaminan itu dapat ditunggangi
dan ْdiperah.”
status barang tersebut sebagai barang gadai. Karena barang gadai itu
penerima gadai. Karena pengertian dari hadits tersebut yakni bahwa upah
ِ
ُ لَوُ غُْن ُموُ َو َعلَْي ِو غُ ْر ُم ْر ُمو, ُالر ْى ُن مم ْن َرَىنَو
46
pokoknya. Karena itu, hukum anak juga mngikuti ibunya dalam masalah
mencicil).
memberikan hutang samapai batas waktu yang ditentukan, jika orang yang
51
Ibid., hal. 202-203
47
menutup hak atas pemiliknya yaitu orang yang menggadaikan (ar- rahin)
tetap berhak atas hasil yang ditimbulkan dari barang yang digadaikan (al-
marhun) dan bertanggung jawab atas segala resiko yang menimpa barang
itu.
atau kebun (pemberi gadai atau penggadai), akan tetapi hasil yang
52
Asmawi Mahfud, Pembaharuan Hukum Islam “Telaah Manhaj Ijtihad Shah Wali Alloh
Al- Dihlawi, ( Yoyakarta: Teras, 2010( hal. 194
53
Ibid hal.195
48
atau kebun (pemberi gadai atau penggadai), akan tetapi hasil yang
dikembalikan.
a. Ulama Syafi’iyah
bahwa yang mempunyai hak atas manfaat harta benda gadai (marhun)
sebagai berikut:54
54
Chuzainah T dan Hafiz Anshari, Problematika Hukum Islam Kontemporer Edisi ke- 3,
( Jakarta: LSIK,1997), hal: 84
49
)صا ِحبِ ِو ال ِذى َر َىنَوُ لَوُ غُن ُموُ َو َعلَْي ِو غَ ْر ُموُ (رواه الشا فعى والدا رقطنى ِ
َ الر ْى ُن م ْن
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW,: Gadaian itu
tidak menutup akan yang punyanya dari manfaat barang
itu, faidahnya kepunyaan dia dan dia wajib
mempertanggung jawabkan segala resikonya”. (HR. as-
Syafi’i dan ad-Daruquthni).
menerima gadai.55
adalah pihak yang menggadaikan, ini karena dia yang memiliki barang
tersebut. Sehingga dia pula yang bertanggung jawab atas segala resiko
dihasilkan.56
barang jaminan, ia tidak perlu meminta izin dahulu pada penerima gadai.
55
Ibid., hal. 85
56
Ibid., hal. 86
50
Hal ini karena barang jaminan tersebut merupakan miliknya, dan bagi
boleh merusak barang itu, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
b. Ulama Malikiyah
tidak mensyaratkan.57
(murtahin) hanya dapat memanfaatkan harta benda barang gadai atas izin
(a) Utang disebabakan dari jual beli, bukan bukan karena mengutamakan.
(b) Pihak murtahin mensyaratkan bahwa manfaat dari harta benda gadaian
57
Chuzaimah T. Yanggo dan A. Hafiz Anshory, A.Z, Problematika Hukum Islam...,hal.
87
51
Jika syarat tersebut telah jelas ada, maka sah bagi penerima
gadai mengambilan manfaat dari barang yang digadaikan. Hal ini berbeda
salah satu dari macam riba. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah Saw
c. Ulama Hanabilah
mengambil manfaat harta benda gadai yang bukan berupa hewan adalah
ada izin dari pemilik barang, dan adanya gadai bukan karena
mengutangkan. Apabila harta benda gadai berupa hewan yang tidak dapat
58
Ibid ., hal. 89
52
khandam. Akan tetapi apabila harta gadai itu berupa rumah, sawah,
ditunggangi dan diperah, dalam hal ini terbagi menjadi dua ketentuan:
jaminan selain dari barang jaminan yang dapat ditunggangi dan diperah
yang berbunyi:
59
Shahih Muslim, Gema Insani, Dzulqilla’idah 1425/Januari 2005 M(Penerjemah Elly
Latuifah 1098
53
diantaranya ialah:60
1) Barang yang dapat dijual, bahwa barang tersebut harus ada pada
3) Barang yang digadaikan harus berupa mal (harta). Dalam hal ini
60
Shahih Muslim, Gema Insani, Dzulqilla’idah 1425/Januari 2005 M(Penerjemah Elly
Latuifah 1098
54
7) Barang yang digadaikan harus terpisah dari hak milik orang lain
d. Ulama Hanafiyah
gadai. Hal ini dikarenakan yang berhak mengambil manfaat atas barang
اَلّر ْى ُن: صلَى اهلل َعلَْي ِو َو َسلَ ْم قَا َل ِ َعن اَبِى
َ صل ْح َع ْن اَبِى ُى َر يْ َرةَ اَ ْن النَبِ ْي
َ ْ
tersebut dikuasai oleh penerima gadai, hal ini disebabkan karena apabila
barang jaminan tersebut masih dipegang oleh Pemberi gadai, maka barang
jaminan tersebut tidak memiliki arti apa-apa. Selain itu, apabila barang
tangannya.
61
Shahih Muslim, Gema Insani, Dzulqilla’idah 1425/Januari 2005 M(Penerjemah Elly
Latuifah 1098