Anda di halaman 1dari 12

Tugas Makalah :Study islam v

Dosen Pembimbing :Akramuddin ,S.Pd.,M.Pd.I

 MAKALAH STUDI ISLAM V

( RIZKI DALAM ISLAM)

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 10

1.RAHMAYANI :1961201037

2.MUHAMMAD MUHAEMIN :1961201128

NUR RAHMI :1961201185

KELAS:5 SDA 2

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUSLIM MAROS TAHUN 2021-2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya. Makalah ini berisi tentang rizki dalam islam maupun hal-hal yang
berakaitan dengan judul makalah ini.
Dengan ini penulis ucapkan terimah kasih kepada bapak Akramuddin ,S.Pd.,M.Pd.I

selaku dosen .Semoga tugas yang penulis buat dapat bermanfaat bagi penulis pribadi maupun

pihak membaca.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Jakarta,
Pangkep , 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.Pengertian Rezki
B.Kewajiban mencari Rezki
C.Pintu-Pintu Rezki
BAB II PENUTUP
A.Kesimpulan
B.Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

            Salah satu pokok permasalahan yang paling mendasar dari permasalahan ekonomi adalah
bukan karena kelangkaan sumber daya alam melainkan karena keserakahan umat manusia itu
sendiri. Ia ingin mendapatkan rezeki yang sebanyak-banyaknya untuk kepentingan diri sendiri
tanpa menghiraukan halal ataupun haram dari cara memperolehnya.
            Menurut teori ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia
yang tidak terbatas. Artinya adalah, manusia selagi mempunyai keinginan maka keinginan itu
mendorong mereka untuk memilikinya. Sementara sumber daya yang tersedia untuk memenuhi
keinginan mereka itu terbatas jumlahnya. Mazhab Baqir menolak pernyataan ini, sebab Islam
tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas[1].

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian Rezeki ?


2.      Bagaimana kewajiban mencari Rezeki ?
3.      Bagaimana Pintu –Pintu rezeki ?

C.    Tujuan

1.      Mengetahui pengertian Rezeki


2.      Mengetahui bagaimana kewajiban mencari rezeki
3.      Mengetahui bagaimana Pintu –Pintu rezeki
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Rezeki
            Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kata rezeki memiliki dua arti yaitu,
pertama rezeki adalah segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan
oleh Tuhan) berupa makanan (sehari-hari); nafkah. Kedua, yaitu kata kiasan dari penghidupan,
pendapatan, (uang dan sebagainya yang digunakan memelihara kehidupan), keuntungan,
kesempatan mendapatkan makanan dan sebagainya[2].
            Adapun defenisi lain, kata rezeki berasal dari bahasa Arab. Secara etimologi, ‫رزق‬ berarti
pemberian[3]. Adapun menurut istilah, Al-Jurjani menyebutkan ar-rizq berarti segala sesuatu
yang diberikan oleh Allah s.w.t. kepada makhluk-Nya untuk mereka konsumsi, baik halal atau
haram[4].

Secara umum, rezeki adalah segala sesuatu dari Allah Swt yang bermanfaat dan yang
dihalalkan, bisa berupa uang, makanan, pakaian, hingga pasangan yang saling menentramkan.
Rezeki juga bisa berupa keturunan yang saleh dan salehah serta nikmat sehat, pendengaran,
penglihatan dan lain sebagainya.

Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa rezeki merupakan sesuatu yang halal. Sehingga
ketika ada seseorang yang mencuri, maka hasil curiannya itu bukan termasuk bagian dari rezeki.

Dalam surah Ar-Rum ayat 40, Allah Swt berfirman,

2.KEWAJIBAN MENCARI REZEKI

ِ ‫طَلَبُ ْال َحالَ ِل َو‬


‫اجبٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم‬
Mencari (harta) yang halal adalah wajib bagi setiap Muslim  (HR ath-Thabarani).

 Al-Manawi di dalam Faydh al-Qadîr menjelaskan hadis ini, “Kemungkinan yang dimaksudkan


adalah mencari pengetahuan tentang perkara yang halal dan yang haram, juga memahami
perbedaan keduanya dari segi hukum-hukumnya. Itu adalah ilmu fikih. Bisa juga yang dimaksud
adalah mencari nafkah yang halal untuk menafkahi dirinya dan orang yang menjadi tanggung
jawabnya, juga bersungguh-sungguh dalam menjauhi yang haram dan qanâ’ah dengan yang
halal…Yang halal itu banyak. Anda tidak harus sampai meyakini secara pasti perkara yang tidak
tampak (bâthin al-umûr). Cukup bagi Anda menjaga diri dari apa yang Anda ketahui bahwa itu
haram dan yang Anda duga bahwa itu haram dengan suatu dugaan bersamaan dengan tanda-
tanda yang terkait dengan harta tersebut. Hal itu disebutkan oleh al-Ghazali.”

Abdullah bin Mas’ud ra menuturkan, Rasul saw. bersabda:

َ ‫ضةٌ بَ ْع َد ْالفَ ِري‬


‫ض ِة‬ َ ‫طَلَبُ ْال َحالَ ِل فَ ِري‬

Mencari (rezeki) yang halal adalah kewajiban setelah kewajiban (HR ath-Thabarani


dalam Mu’jam al-Kabîr, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Imân, Abu Nu’aim dalam Ma’rifah ash-
Shahâbah dan al-Qudha’i dalam Musnad Syihab al-Qudhâ’i).

Al-Baihaqi menyatakan bahwa di dalam sanad hadis ini ada ‘Abbad bin Katsir dan dia dha’îf.
Menurut al-Haytsami di dalam Majma’ az-Zawâid, ‘Abbad bin Katsir adalah matrûk. Di
dalam Mizân dinyatakan dari Abu Zur’ah bahwa Abbad bin Katsir dha’îf.

Meski demikian, as-Sakhawi di dalam Maqâshid al-Hasanah, dengan mengutip Abu Ahmad al-
Fara, menilai hadis ini memiliki syawâhid (sejumlah pendukung). Di antaranya hadis dari Ibnu
Mas’ud ra., “Thalab al-halâl wâjib[un] ‘alâ kulli Muslimîn.” Hadis ini dikeluarkan oleh ath-
Thabarani di dalam Al-Awsath dan ad-Dailami. Juga hadis penuturan Ibnu Abbas ra., “Thalab al-
halâl jihâd[un].” Hadis ini diriwayatkan oleh al-Qudha’i. Sebagiannya saling menguatkan
sebagian yang lain. Apalagi syawâhid-nya banyak.
Jadi dua hadis di atas saling memperkuat satu sama lain. Juga diperkuat oleh syawâhid berupa
hadis-hadis lainnya yang semakna. Dengan demikian hadis di atas bisa dinilai sebagai
hadis hasan dan layak dijadikan hujjah.

Hadis di atas dengan jelas menyatakan bahwa mencari rezeki yang halal adalah wajib. Selain itu
ada hadits-hadits yang memuji dan mendorong amal mencari rezeki yang halal. Rasul bersabda:

‫ط َخ ْيرًا ِم ْن أَ ْن يَأْ ُك َل ِم ْن َع َم ِل يَ ِد ِه‬


ُّ َ‫َما أَ َك َل أَ َح ٌد طَ َعا ًما ق‬

Tidaklah seseorang memakan makanan lebih baik dari makan dari hasil kerja tangannya  (HR
al-Bukhari, Ahmad dan al-Baihaqi).

Rasul juga bersabda:

ْ v‫هُ َك‬vُ‫ ِة َو َوجْ ه‬v‫ َجا َء يَوْ َم ْالقِيَا َم‬,‫ار ِه‬


‫ ِة‬vَ‫القَ َم ِر لَ ْيل‬v ِ ‫ َو َس ْعيًا َعلَى أَ ْهلِ ِه َوتَ َعطُفًا َعلَى َج‬,‫ب ال ُّد ْنيَا َحالَال اِ ْستِ ْعفَافًا ع َِن ْال َمسْأَلَ ِة‬
َ َ‫َم ْن طَل‬
‫ْالبَ ْد ِر‬

Siapa yang mencari dunia secara halal untuk menjaga diri dari meminta-minta dan sebagai
upaya untuk menafkahi keluarganya serta berbuat baik kepada tetangga, dia datang pada Hari
Kiamat, sementara wajahnya laksana bulan purnama (HR al-Baihaqi, Ishaq ibnu Rahawaih,
Ibnu Abi Syaibah, Abdu bin Humaid, Abu Nu’aim dan ath-Thabarani di dalam Musnad asy-
Syamiyin).

Hadis-hadis ini secara langsung memerintahkan dan mendorong untuk mencari rezeki, yakni
mendorong produksi. Dengan ungkapan lain, menyelesaikan masalah kemiskinan negeri.
Tampak dari hadis-hadis itu bahwa yang diseru adalah individu, juga bahwa dorongan
berproduksi itu tidak lain untuk mengatasi kebutuhan individu dan memenuhi kebutuhan orang
yang menjadi tanggungan mereka atau menambah kepemilikan mereka. Itu artinya kebolehan
memanfaatkan rezeki yang halal. Ini dari satu sisi.

3.PINTU –PINTU REZEKI


1. Rezeki Hasil Usaha

Pintu ini dapat kamu buka lewat usaha atau ikhtiar. Maka, sudah seharunya kamu berusaha
maksimal dalam mencari rezeki. Mengenai hal ini, Allah tegaskan dalam salah satu ayat di dalam
Al-Qur’an. Begini isinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa
yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm: 39)

2. Rezeki karena Bersyukur

Lanjut ke pintu rezeki selanjutnya, yaitu rezeki karena bersyukur. Sesuai firman Allah:

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim: 7)Sahabat 99, kebaikan Allah sudah tak
terhingga. Andai kamu pandai bersyukur, Allah ganjar dengan rezeki. Oleh karena itu, yuk,
bersyukur atas segala pemberian dari-Nya.
3. Rezeki yang Dijamin
Sebagai makhluk Allah, pasti kita akan dijamin rezekinya. Sebab, setiap makhluk yang Allah
ciptakan, masing-masingnya diberi bagian rezeki. Sesuai dengan salah satu firman Allah dalam
salah satu ayat Al-Qur’an.

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya.
Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS. Hud: 6)

4. Rezeki Lewat Istigfar!

Cara ini adalah langkah terbaik untuk mengetuk pintu rezeki dari Allah dan sesuai ajaran Al
Qur’an.

“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia
adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.’” (QS. Nuh: 10-12)
5. Rezeki yang Tak Terduga

Maha baiknya Allah, rezeki pun Ia janjikan lewat hal-hal tak terduga. Allah janjikan pada salah
satu ayat Al Qu’ran yang berbunyi:“…Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-
sangkanya…” (QS. At-Talaq: 2-3)

6. Rezeki karena Anak

Pepatah yang mengatakan ‘banyak anak, banyak rezeki’, mungkin saja bersandar pada salah satu
firman Allah. Pasalnya, Allah akan jamin rezeki, bila kamu mempunyai anak.

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan
memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu…” (QS. Al-Isra: 31)
7. Rezeki Menikah

Ternyata, menikah adalah salah satu pintu rezeki Janji Allah ini tertulis lewat ayat Al-Qur’an
dalam surat An-Nur.
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan menampukkan mereka dengan karunia-Nya. Dan
Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur: 32)
8. Pintu Rezeki karena Sedekah

Inilah pintu rezeki yang konon ampuh dan sudah teruji oleh banyak orang.

Hal ini pun Allah firmankan dalam ayat Al-Quran:

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan
lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-
lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245)
BAB 3

KESIMPULAN

A.    Pengertian Rezeki

            Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kata rezeki memiliki dua arti yaitu,
pertama rezeki adalah segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan
oleh Tuhan) berupa makanan (sehari-hari); nafkah. Kedua, yaitu kata kiasan dari penghidupan,
pendapatan, (uang dan sebagainya yang digunakan memelihara kehidupan), keuntungan,
kesempatan mendapatkan makanan dan sebagainya[2].

2.KEWAJIBAN MENCARI REZEKI

ِ ‫طَلَبُ ْال َحالَ ِل َو‬


‫اجبٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم‬
Mencari (harta) yang halal adalah wajib bagi setiap Muslim  (HR ath-Thabarani).

3.PINTU –PINTU REZEKI

1.Rezeki hasil usaha

2.Rezeki karena bersyukur

3.Rezeki yang dijamin

4.Rezeki lewat istigfar

5.Rezeki yang tak terduga

6. Rezeki karena anak

7.Rezeki menikah

8.Rezeki karena sedekah

B.Saran
Menerapkan konsep rezeki ini dalam menjalani kehidupan sehari-hari demi terciptanya kegiatan
perekonomian yang sesuai dengan ajaran AL-Qur’an dan As-Sunnahh
DAFTAR PUSTAKA

Al-Kumayi, Sulaiman. Rahasia Memperoleh Rezeki Halal dan Berkah, (Semarang: Pustaka Nuun, 2002).

Badroen, Faisal, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007).

Bakar Jabir Al-Jazairi, Abu, Tafsir Al-Aisar, Cet. 5, (Jakarta: Darus Sunah, 2013).

Djakfar, Muhammad, Hukum Bisnis Membangun Wacana Integrasi Perundangan Nasional Dengan
Syariah, (Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang, 2009).

Fuad Abdul Baqi, Muhammad, Mu’jam Mufahros Li Alfaadzil Qur’an, (Kairo: Darul Hadis, 2007).

Gunawan, Imam, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015).

Nurdi, Herry, Living Islam, (Jakarta: PT Lingkar Pena Kreativa, 2011).

Qardhawi, Yusuf, Halal Haram dalam Islam, editor Wahid Ahmadi, Muhammad Badhawi, Saptorini,
(Surakarta Era Intermedia 2003).

Anda mungkin juga menyukai