Anda di halaman 1dari 16

NAFKAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih III


Dosen Pengampu : Ika Arina Wulandari, M.Pd.I

Disusun Oleh :
Kelompok 7 PAI 2018
1. Laila Sofiaturrohma (201811001005)
2. Yaumil Ramadanti (201811001024)
3. Mukhammad Sahrul Huda (201811001040)

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) PGRI


PASURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
November, 2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT,


karena Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini, yang berjudul “Nafkah”

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan


kita Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membimbing umat dari jalan
kegelapan menuju jalan yang terang benderang yang diridhoi oleh Allah SWT
yaitu dengan agama Islam.

Walaupun penyusun sudah berupaya semaksimal mungkin, demi


terselesainya makalah ini, penyusun tetap menyadari bahwa kemampuan
penyusun jauh dari kesempurnaan, dan masih banyak kekurangannya.
Sehingga kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan.

Pasuruan, 12 November 2021

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ..................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................... ii

BAB I ....................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................ 1
C. Tujuan ........................................................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2
A. Pengertian Nafkah ..................................................................................................... 2
B. Hukum dan Kewajiban Nafkah ................................................................................ 5
C. Ketentuan Nafkah .................................................................................................... 7
BAB III.................................................................................................................. 12
PENUTUP............................................................................................................. 12
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 12
B. Saran ............................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap keluarga selalu berusaha untuk tetap menjalankan hidup di


dunia ini, sang suami berkewajiban untuk memberikan hak istri dan anak dalam
bentuk nafkah dan pemeliharaan karena istri dan anak tidak mungkin kenyang
atau bisa hidup dengan namanya cinta.

Nafkah adalah pemberian dari suami yang diberikan kepada istri


setelah adanya suatu akad pernikahan. Nafkah wajib karena adanya akad yang
sah, penyerahan diri istri kepada suami, dan memungkinkan untuk terjadinya
bersenang-senang. Syari’at mewajibkan nafkah atas suami kepada istrinya.
Nafkah hanya diwajibkan atas suami karena tuntutan akad nikah dan karena
keberlangsungan bersenang-senang sebagaimana istri wajib taat kepada suami,
selalu menyertainya, mengatur rumah tangga, mendidik anak-anaknya.

Perbincangan mengenai hak ataupun kewajiban yang bersifat materi,


seperti nafkah dibahas dalam fiqh sebagai bagian dari kajian fiqh keluarga (al-
ahwal al-syakhshiyah) Al-Qur’an yang tidak memberikan ketentuan yang jelas
dan pasti mengenai berapa besarnya ukuran nafkah seorang suami kepada isteri
baik berupa batas maksimal maupun batas minimal. Tidak adanya ketentuan
yang menjelaskan berapa ukuran nafkah secara pasti, justru menunjukkan
betapa fleksibelnya Islam dalam menetapkan aturan nafkah.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian dari nafkah?
2. Jelaskan tentang hukum dan kewajiban nafkah?
3. Jelaskan ketentuan memberi nafkah?
C. Tujuan
1. Memahami tentang pengertian dari nafkah.
2. Memahami tentang hukum dan kewajiban nafkah.
3. Memahami ketentuan memberi nafkah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nafkah

Secara etimologi, nafkah berasal dari bahasa Arab yakni dari suku kata
anfaqa yunfiqu- infaqan.1 Dalam kamus Arab-Indonesia, secara etimologi kata
nafkah diartikan dengan “pembelanjaan”. Dalam tata bahasa Indonesia kata
nafkah secara resmi sudah dipakai dengan arti “pengeluaran”.2

Dalam kitab-kitab fiqh pembahasan nafkah selalu dikaitkan dengan


pembahasan nikah, karena nafkah merupakan konsekuensi terjadinya suatu aqad
antara seorang pria dengan seorang wanita. (tanggung jawab seorang suami
dalam rumah tangga/keluarga), sebagaimana yang diungkapkan oleh al-
Syarkawi : “Ukuran makanan tertentu yang diberikan (menjadi tanggungan) oleh
suami terhadap isterinya, pembantunya, orang tua, anak budak dan binatang
ternak sesuai dengan kebutuhannya” .

Yang dimaksud dengan nafkah di sini adalah seluruh kebutuhan dan


keperluan istri yang berlaku menurut keadaan dan tempat, seperti makanan,
pakaian, rumah, dan sebagainya. 3 Banyaknya nafkah yang diberikan adalah
sesuai dengan kebutuhan yang secukupnya dan sesuai dengan kemampuan
suami. Sebagaimana Firman Allah:

َ ‫ِليُ ْنفِقْ ذُ ْو‬


َ ‫سعَ ٍة ِم ْن‬
‫سعَتِه‬

Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut


kemampuannya.” (Q.S. At-Talaq:7)

Kedudukan suami dalam keluarga adalah sebagai kepala keluarga. Yang


mana suami wajib memberikan nafkah baik rumah, sandang, maupun pangan.
Dan istri berperan sebagai ibu rumah tangga yang mengatur keuangan dalam

1
Al- Munjid fi Al – Lughat wa Al-i`lam , (Beirut:al-Maktabah al – Syirkiyah , 1986), hal 828
2
Diknas ,Kamus Besar Bahasa Indonesia , (Jakarta, Balai Pustaka, 2002), Edisi ketiga, hal 770.
3
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung Anggota IKAPI,
2012, h. 421.

2
rumah tangga yang diperoleh dari nafkah yang diberikan oleh suami kepada
istri. Sebagaimana diatur dalam Pasal 79 Kompilasi Hukum Islam (KHI)
berbunyi : “(1) Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga; (2)
Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dengan
masyarakat.4
Wahbah al-Zuhaili menjelaskan pengertian nafkah sebagai berikut :
“Nafkah Yaitu mencukupi kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya
berupa makanan, pakaian dan tempat tinggal”. Mencermati beberapa definisi
serta batasan tersebut di atas dapat dipahami, bahwa nafkah itu adalah
pengeluaran yang biasanya dipergunakan oleh seseorang untuk orang yang
menjadi tanggungannya dalam memenuhi kebutuhan hidup, baik berupa
pangan, sandang ataupun papan dan lainnya dengan sesuatu yang baik.
Nafkah karena ikatan pernikahan artinya pemberian nafkah karena ikatan
pernikahan yang sah. Bukan saja terjadi karena pernikahan yang masih utuh,
tetapi juga pernikahan yang telah putus atau cerai dalam keadaan talak raj'i dan
talak ba'in hamil.
ُ‫ُم ْنُأ َ ُْم َّٰ َو ِّل ِّه ْم‬ ۟ ‫ُو ِّب َمآُأَنفَق‬
ِّ ‫وا‬ َ ‫ض‬ٍ ‫علَ َّٰىُبَ ْع‬
َ ُ‫ضهُ ْم‬ َ ُ َ‫ٱ ِّلر َجالُُقَ َّٰومون‬
َ ِّ‫علَىُٱلن‬
َ ‫سا ٓ ُِّءُبِّ َماُفَضلَُٱّللُُبَ ْع‬
Artinya :”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka.” (QS An-Nisaa: 34)
Dalam islam nafkah dibagi menjadi 3 jenis yaitu sebagai berikut :
a) Nafkah keluarga
Sebagai seorang kepala rumah tangga, suami wajib mencukupi
setiap kebutuhan keluarga, mulai dari tempat tinggal, makanan,
pakaian, obat-obatan, kebutuhan hidup sehari-hari, hingga pendidikan
untuk anak-anak.
Nafkah tersebut penting dalam membangun landasan materi
atau maddiyah yang bisa menjadi jaminan bagi kelestarian perwujudan
keluarga yang dibentuk bersama.

4
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, Bandung : CV. Nuansa Aulia, 2009, h. 25

3
Selaras dengan perintah Alquran dalam surat Al-Baqarah ayat 233:
‫سُاَِّلُو ْس َع َها‬ ِّ ِۗ ‫ُو ِّكس َْوتهنُ ِّب ْال َم ُْعر ْو‬
ٌ ‫ف ََُلُت َكلفُنَ ْف‬ ْ َ‫عل‬
ِّ ٗ‫ىُال َم ْول ْودُِّلَه‬
َ ‫ُر ْزقهن‬ َ ‫َو‬
Artinya :” Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada
para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya.” (Q.S Al-Baqarah ayat 233)
b) Nafkah barang pribadi untuk istri
Jenis nafkah yang wajib dipenuhi suami menurut Islam yang kedua
adalah nafkah untuk istri, yang berguna untuk menciptakan
keharmonisan dalam rumah tangga. Bahkan ketika istri memiliki
penghasilan, suami juga wajib memberikan nafkah materi pada sang
istri.
Para ulama berpendapat bahwa harta (penghasilan) istri adalah hak
sang istri. Suami tidak boleh menggunakannya tanpa izin dan keridhaan
dari istri.
Patut diperhatikan juga bahwa uang nafkah istri berbeda dengan
uang belanja bulanan. Jika uang belanja digunakan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga sehari-hari, maka nafkah untuk istri adalah uang
untuk kebutuhan pribadi istri.
Apakah itu untuk merawat dirinya, menjaga penampilan, atau
bahkan untuk ditabung, semua itu menjadi kewenangan istri. Apabila
suami memiliki pendapatan yang lebih rendah dari istrinya, maka lebih
baik uang gaji diserahkan ke istri untuk kemudian diatur olehnya.5
c) Nafkah batin
Tak hanya nafkah berupa materi, karena ada kebutuhan lainnya yang
dibutuhkan demi mendapatkan keluarga yang harmonis. Nafkah
selanjutnya yang wajib dipenuhi suami adalah nafkah batin.
Bukan hanya soal kebutuhan seksual, ya, karena nafkah batin ini
artinya suami harus membuat istri merasa aman dan bahagia.
Bagaimana caranya seorang suami bisa memenuhi kebahagiaan

5
https://www.popbela.com/relationship/married/andhina-effendi/jenis-nafkah-suami-dalam-islam/4
diakses tanggal 13 november 2021 20:55

4
istrinya, dengan menjaga komunikasi yang baik, tidak berkata kasar,
tidak bersikap egois, dan selalu bisa menjaga komitmen pernikahan.
B. Hukum dan Kewajiban Nafkah

Adapun dasar hukum tentang eksistensi dan kewajiban nafkah terdapat


dalam beberapa ayat Al-Qur’an, hadis Rasulullah, kesepakatan para imam
madzhab maupun UU yang ada di Indonesia, diantaranya adalah:

ِۗ َُ ُ‫ضيق ْوا‬
ُِّ‫وَلت‬ َ ‫ُوا ِّْنُكنُا‬ َ ‫علَ ْي ِّهن‬ َ ‫ُو ََلُت‬
ِّ َ ‫ضاُ ُّر ْوهنُ ِّلت‬ ُّ ‫ُم ْن‬
َ ‫ُوجْ دِّك ْم‬ ِّ ‫س َك ْنت ْم‬
َ ُ‫ُم ْنُ َحيْث‬ ِّ ‫ا َ ْس ِّكن ْوهن‬
ُ‫ُوُأْت َِّمر ْواُبَ ْينَك ْم‬ َّۚ َ ‫ض ْعنَ ُ َح ْملَه َّۚنُفَا ِّْنُُا َ ْر‬
َ ‫ض ْعنَ ُلَك ْمُفَ َّٰات ْوهنُُاج ْو َرهن‬ َ َ‫علَ ْي ِّهنُ َحتّٰىُي‬ َ ُ‫َح ْم ٍلُفَا َ ْن ِّفق ْوا‬
ُِۗ ‫ضعُلَهٗ ُٓا ْخ َّٰر‬
‫ى‬ ِّ ‫ست ْر‬ َ َ‫س ْرت ْمُف‬َ ‫ُوا ِّْنُتَعَا‬َ ٍَّۚ‫ِّب َم ْعر ْوف‬

Artinya :” Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal


menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq)
itu sedang hamil, Maka berikan lah kepada mereka nafkahnya hingga mereka
bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka
berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu
(segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka
perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

ً ‫ُّٰللاُنَ ْف‬
ُٓ‫ساُاَِّلُ َما‬ ّٰ ‫ُمما ٓ َُّٰا َّٰتىه‬
ُ َ ُ‫ُّٰللا‬
ّٰ ‫َُِۗلُي َكُِّلف‬ ِّ ‫ُر ْزقهُُٗفَ ْلي ْن ِّف ْق‬
ِّ ‫علَ ْي ِّه‬ َ ‫سعَتِّ ِۗه‬
َ ُ‫ُو َم ْنُقد َِّر‬ َ ُ‫ٍُم ْن‬ َ ُ‫ِّلي ْن ِّف ْقُذ ْو‬
ِّ ‫سعَة‬
‫ُّٰللاُبَ ْعدَُعس ٍْرُيُّس ًْرا‬ َ ُ‫َّٰا َّٰتى َه ِۗا‬
ّٰ ‫سيَجْ عَل‬

Artinya :” . Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut


kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi
nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan
beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.

Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa suami wajib memberikan istri
tempat berteduh dan nafkah lainnya serta istri mengikuti suami dan bertempat
tinggal di tempat suami besar kewajiban nafkah tergantung pada keleluasaan

5
suami jadi pemberian nafkah berdasarkan atas kesanggupan suami bukan
permintaan istri.6

Al-Qurthubi berpendapat bahwa firman Allah (Liyunfiku) maksudnya


adalah; hendaklah suami memberi nafkah kepada isterinya, atau anaknya yang
masih kecil menurut ukuran kemampuan baik yang mempunyai kelapangan
atau menurut ukuran miskin andaikata dia adalah orang yang tidak
berkecukupan. Jadi ukuran nafkah ditentukan menurut keadaan orang yang
memberi nafkah, sedangkan kebutuhan orang yang diberi nafkah ditentukan
menurut kebiasaan setempat.

Sedangkan yang dimaksud dengan (Liyunfiku Dzu Sa’atin Min


Sa’atihi) adalah bahwa perintah untuk memberi nafkah tersebut ditujukan
kepada suami bukan terhadap isteri. Adapun maksud ayat (Laayukallifullahu
Nafsan Illa Maa Ataa Ha) adalah bahwa orang fakir tidak dibebani untuk
memberi nafkah layaknya orang kaya dalam memberi nafkah.7

Sedangkan dalam hadist: “Dari Aisyah beliau berkata:” Hindun putri


‘Utbah isteri Abu Sufyan masuk menghadap Rasulullah SAW seraya berkata :
Ya Rasulullah sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang lelaki yang kikir. Dia
tidak memberikan saya nafkah yang cukup untuk saya dan anak-anakku selain
apa yang saya ambil dari sebagian hartanya tanpa setahunya. Apakah saya
berdosa karena perbuatanku itu ? Lalu Rasul Saw. bersabda: “Ambillah
olehmu sebagian dari hartanya dengan cara yang baik secukupnya untukmu
dan anak-anakmu.” (HR.Muslim)

Hadis tersebut jelas menyatakan bahwa ukuran nafkah itu relatif, jika
kewajiban nafkah mempunyai batasan dan ukuran tertentu Rasulullah SAW.
akan memerintahkan Hindun untuk mengambil ukuran nafkah yang dimaksud,
tetapi pada saat itu Rasulullah hanya memerintahkan Hindun untuk mengambil
sebagian harta suaminya dengan cara baik dan secukupnya. Ibnu Rusyd dalam
kitabnya Bidayah Al-Mujtahid mengemukakan pendapat Imam Malik dan Abu

6
Drs. H. Rahmat Hakim, Hukum Pernikahan Islam. (Bandung: Pustaka Setia, 2000) hal.101
7
Muhammad al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam Al-Quran (Beirut: Dar-al-Ihya li Tirkah al-Arabi,
1985), Juz XVIII, h. 170

6
Hanifah tentang ukuran nafkah ini bahwa besarnya nafkah tidak ditentukan oleh
syara’, akan tetapi berdasarkan keadaan masing-masing suami-isteri dan hal ini
akan berbeda–beda berdasarkan perbedaan tempat, waktu dan keadaan.8

Dalam KHI ( Kompilasi Hukum Islam ) di Indonesia telah telah


mengatur hak dan kewajiban suami-istri yang harus dipenuhi bersama antara
lain telah ditetapkan dalam KHI pasal 77 adalah sebagai berikut :

1. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah


tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar
dari susunan masyarakat.
2. Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia
dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.
3. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak
mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun
kecerdasannya dan pendidikan agamanya.
4. Suami istri wajib memelihara kehormatan.
5. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.

C. Ketentuan Nafkah
Kadar Nafkah yang paling ideal diberikan oleh para suami kepada segenap
keluarganya adalah cukup, Tetapi, ketentuan cukup ini sangat bervariasi dan
relatif apalagi jika dilihat dari selera pihak yang diberi yang notabene manusia
itu sendiri memilliki sifat dasar tidak pernah merasa cukup.

Kaitannya dengan kadar nafkah keluarga, Islam tidak mengajarkan untuk


memberatkan para suami dan juga tidak mengajarkan kepada anggota keluarga
untuk gemar menuntut. Sehingga kadar cukup itu bukan ditentukan dari pihak
keluarga yang diberi, melainkan dari pihak suami yang memberi. Kecukupan
disesuikan dengan kemampuan suami, tidak berlebihan dan tidak terlalu kikir.

8
bnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, Penerjemah; M.A. Abdurrahman, (Semarang: Asy-Syifa’, 1990),
hal. 462

7
1. Ketentuan Nafkah bagi suami kaya
Dalam surat At-Talaq ayat 6 sudah dijelaskan bahwa jika suami
mampu maka wajib baginya memenuhi kebutuhan istrinya dan juga
sesuai dengan ‘urf/adat setempat sebagaimana dijelaskan dalam surat
An-Nisa’ ayat 19 berikut :
ُ‫ُِۗو ََلُت َ ْعضل ْوهنُ ِّلُت َ ْذهَب ْوا‬ َ ُ‫سا َءُ َك ْر ًها‬ َ ‫َّٰيٓاَيُّ َهاُال ِّذيْنَ َُّٰا َمن ْو‬
َ ِّ‫اَُلُيَ ِّح ُّلُلَك ْمُا َ ْنُت َِّرثواُالن‬
ِّ ‫عا ِّشر ْوهنُبِّ ْال َم ْعرُ ْو‬
ُ‫فَُُّۚفَا ِّْن‬ َ ‫َُّۚو‬
َ ُ‫شةٍُ ُّمبَيِّنَ ٍة‬ ُِّ َ‫َِّلُا َ ْنُيأْتِّيْنَ ُبِّف‬
َ ‫اح‬ ُٓ ‫ضُ َما ٓ َُّٰاتَيْتم ْوهنُا‬ ِّ ‫بِّبَ ْع‬
‫ّٰللاُفِّ ْي ِّهُ َخي ًْراُ َكثِّي ًْرا‬
ّٰ ُ‫ل‬ َ ُ‫َك ِّر ْهتم ْوهنُفَعَسَّٰ ٓىُا َ ْنُت َ ْك َره ْوا‬
َُ َ‫شيْـًٔاُويَجْ ع‬
Artinya :’’ Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu
mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu
menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian
dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka
melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka
secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
Suatu contoh, jika adat penduduk setempat makanan sehari- harinya
adalah roti, atau jika kebiasaan mereka tidur di atas kasur dan
menggunakan bantal (bukan dilantai atau beralas tikar) maka itulah
yang menjadi kewajiban suami jika ia mampu. Ulama’ Syafi’iyah yang
membatasi kadar nafkah. Bagi suami yang mampu (kaya/ghani)
perhari wajib memberi nafkah sebanyak 2 mud.9
2. Ketentuan nafkah bagi suami miskin
Terdapat perbedaan (ikhtilaf) ulama fikih dalam menetapkan jumlah
nafkah yang wajib diberikan suami terhadap istrinya. Jumhur ulama,
selain madzhab Syafi’i, menetapkan bahwa jumlah nafkah itu diberikan
secukupnya. Mereka tidak mengemukakan jumlah pasti dalam
penentuan nafkah tersebut, tetapi hanya menetapkan sesuai dengan

9
http://www.mail-archive.com/manhaj-salaf@yahoogroups.com/msg00104.html diakses tanggal 13
november 2021 pukul 14:38

8
kemampuan suami. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam Surat
At-Talaq ayat 7.
Dengan kata lain jumhur ulama, termasuk Hanafiyah tidak mematok
batasan kadar nafkah, yang pokok (penting) sesuai dengan kemampuan
suami. Sedangkan bagi suami yang kurang mampu (pas-pasan/miskin)
perhari hanya diwajibkan memberi nafkah 1 mud dan bagi suami yang
kelas menengah sebanyak 1,5 mud. Adapun dalam masalah pakaian
(kiswah) ulama Syafi’iyah (dan jumhur ulama’) juga sepakat
menyatakan bahwa hal itu tergantung dari kemampuan suami karena
tidak nash (ayat dan/atau hadits) yang menentukan kadar dan
jumlahnya. Akan tetapi, menurut mereka, hakim boleh menentukan
kadar dan jumlahnya dengan mempertimbangkan keadaan keuangan
suami.10
3. Wanita karir menafkahi suami atau keluarga
Wanita pekerja atau karier adalah seorang wanita yang di gaji oleh
instansi atau lembaga untuk bekerja diwaktu atau tempat tertentu,
menjadi pekerja atau karyawan.11
Istri merupakan seorang wanita yang ada di bawah pimpinan atau
kendali laki-laki, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. An-Nisaa:34
berikut :
ُ‫اُم ْن‬ ٍ ‫ع َّٰلىُ َب ْع‬
ِّ ‫ضُو ِّب َمآُا َ ْنفَق ْو‬ َ ُ‫ضه ْم‬ ُّٰ ‫سا ِّءُ ِّب َماُفَضل‬
َُ ‫َُّٰللاُ َب ْع‬ َ ِّ‫علَىُالن‬ َ ُ َ‫ا َ ِّلر َجالُقَوام ْون‬
ُ‫ُّٰللاُ َِۗوالّٰتِّ ْيُتَخَاف ْونَ ُنشُ ْوزَ هن‬ّٰ ‫ظ‬ ِّ ‫ص ِّلحَّٰ ت َُّٰقنِّ َّٰتتٌ ُحَّٰ ِّف َّٰظتٌ ُ ِّل ْلغَ ْي‬
َ ‫بُ ِّب َُماُ َح ِّف‬ ّٰ ‫ا َ ْم َوا ِّل ِّه ْمُُِۗفَال‬
ُ‫عُلَ ْي ِّهن‬ َ َ ‫ُواض ِّْرب ْوهنَُُُّۚفَا ِّْنُا‬
َ ُ‫ط ْعنَك ْمُفَ ََلُتَبْغ ْوا‬ َ ِّ‫اجع‬
ِّ ‫ض‬ ْ ِّ‫ُوا ْهجر ْوهنُف‬
َ ‫ىُال َم‬ َُ ‫فَ ِّعظ ْوهن‬
‫ع ِّليًّاُ َكبِّي ًْرا‬ ّٰ ‫سبِّي ًَْلُِۗاِّن‬
َ ُ َ‫ُّٰللاَُ َكان‬ َ
Artinya :” Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri),
karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas
sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah
memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang
saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika
(suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).

10
Dahlan, Ensiklopedi, hal. 1282.
11
Nancy Van Vuuren, Wanita dan Karier, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hal 9.

9
Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz,
hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di
tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi
jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan
untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.
Namun, pada zaman sekarang wanita begitu besar berpeluang bekerja
sehingga lahan pekerjaan bagi kaum laki-laki hilang, seperti hal nya di
pabrik-pabrik yang ada di daerah sukabumi yang setiap pabrik itu di
dominasi oleh kaum hawa. Lalu, bagaimana islam memandang
fenomena seperti ini ?
a. Istri boleh menafkahi suami dan anak, dengan syarat sang istri
rela. Sesuai dengan Q.S. An-Nisa:4 sebagai berikut :
ً ‫ُم ْنهُنَ ْف‬
ُ‫ساُفَكلُ ْوهُ َهنِّ ْيـًٔا‬ ْ ‫ع ْنُش‬
ِّ ٍ‫َيء‬ ِّ ‫صد َّٰقتِّ ِّهنُنِّحْ لَةًُُِۗفَا ِّْن‬
َ ُ‫ُطبْنَُُلَك ْم‬ َ ِّ‫َو َّٰاتواُالن‬
َُ ُ‫سا َء‬
ًٔ‫م ِّر ْيُـ‬
Artinya :” Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang
kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.
kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian
dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah
(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi
baik akibatnya.
Jadi, apabila wanita rela memberikan sebagaimana maharnya
kepada suaminya, maka suaminya boleh memakannya.
b. Istri boleh menafkahi suami dan anak dengan niat saling tolong
menolong. Sesuai dengan Q.s. Al Maidah: 2 sebagai berikut :
ُ‫ُو ََل‬َ ‫ْي‬
َ ‫ُال َُهد‬ ْ ‫ُو ََل‬
َ ‫ام‬
َ ‫ُال َح َر‬ ْ ‫ُو ََلُالش ْه َر‬
َ ِّ‫ّٰللا‬
ّٰ ُ‫شعَا ِٕى َُر‬ َ ‫َّٰ ٓياَيُّ َهاُال ِّذيْنَ َُّٰا َمن ْو‬
َ ُ‫اَُلُت ِّحلُّ ْوا‬
ُ‫ُو ِّرض َْواُنًاُ َِۗواِّذَا‬ ِّ ‫امُيَ ْبُت َغ ْونَ ُفَض ًَْل‬
َ ‫ُم ْنُر ِّب ِّه ْم‬ ْ َ‫ُالبَيْت‬
َ ‫ُال َح َر‬ ْ َ‫َل َُّٰا ِّميْن‬ َُ َ‫ْالقَ ََل ِٕىد‬
ٓ َ ‫ُو‬
ُْ ‫ُال َمس ِّْجد‬
ُ‫ُِّال َح َر ِّام‬ ْ ‫ع ِّن‬ َ ُ‫شن ََّٰانُقَُ ْو ٍمُا َ ْن‬
َ ُ‫صد ُّْوك ْم‬ َ ‫ص‬
َ ُ‫طاد ْواُ َِۗو ََلُيَجْ ِّر َمنك ْم‬ ْ ‫َحلَ ْلت ْمُفَا‬
ُ‫ىُاَلثْ ِّم‬
ِّ ْ َ‫عل‬ َ ُ‫ُوالت ْق َّٰوى‬
َ ُ‫ُو ََلُتَعَ َاون ْوا‬ ْ َ‫عل‬
َُ ‫ىُالبِّ ِّر‬ َ ُ‫اُوتَعَ َاون ْوا‬َ ‫ا َ ْنُت َ ْعت َد ْۘ ْو‬
ِّ ‫ش ِّديْدُا ْل ِّعقَا‬
ُ‫ب‬ َ َُ‫ُّٰللا‬
ّٰ ‫واُّٰللاَُِۗاِّن‬ ِّ ‫َو ْالعد َْو‬
ّٰ ‫انُ َواتق‬
Artinya :” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar
kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)

10
binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan
jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi
Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari
Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji,
Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali
kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka
menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu
berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat
berat siksa-Nya.
Jadi, dalam ayat tersebut menjelaskan saling membantu dalam
hal kebaikan, namun dengan catatan dalam memberikan nafkah
kepada suami yang keadaan susah, tidak ada perceraian, dan ini
termasuk perbuatan yang sangat baik.
c. Istri boleh bekerja di luar sesuai dengan pendidikan dan
keahliannya, namun jangan meninggalkan kewajibannya
sebagai ibu rumah tangga yang mengurusi suami dan anak.
Tetapi sang suami juga harus mengerti bilamana istri ketika
pulang bekerja jangan sampai menyuruh dengan seenak untuk
melayaninya, karena akan menimbulkan percekocokan.
d. Istri boleh bekerja bilamana kebutuhan itu kebutuhan materi,
yaitu terdesak masalah keuangan, atau berupa kebutuhan
psikologis, yaitu ingin menyalurkan hobi atau bakat, atau ingin
mengaplikasikan keilmuan yang selama ini dimilikinya, serta
ingin memanfaatkan waktu luang.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nafkah adalah pengeluaran yang biasanya dipergunakan oleh seseorang


untuk orang yang menjadi tanggungannya dalam memenuhi kebutuhan hidup,
baik berupa pangan, sandang ataupun papan dan lainnya dengan sesuatu yang
baik dan halal. Adapun dasar hukum tentang eksistensi dan kewajiban nafkah
terdapat dalam Al-Qur’an salah satunya Surat Ath-Thalaq ayat 6-7; Hadits
yang diriwayatkan oleh Aisyah dan dibukukan di Shahih Muslim ; kesepakatan
para imam madzhab dalam kitab Rahmatul Ummah Fikhtilafil A’immah Juz II
halaman 91 dan dalam kitab Mizanul Kubra Juz II halaman 138; maupun UU
yang ada di Indonesia yaitu Undang-undang RI nomor 1 tahun 1974 Bab VI
mengenai Hak dan Kewajiban Suami Istri Pasal 34 ayat 1 sampai 3.

Terjadinya perbedaan pendapat ulama dalam hal kapankah seorang istri


berhak atas nafkah dari suaminya dikarenakan ayat dan hadis tidak menjelaskan
secara khusus syarat-syarat wajib nafkah istri. Oleh karena itu tidak ada
ketentuan secara khusus dari nabi SAW mengenai hal tersebut sehingga di
kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat dalam menetapkan syarat-syarat
wajibnya seseorang istri mendapatkan nafkah.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan di


dalamnya baik dalam hal sistematika penulisan maupun isi. Maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak.

12
DAFTAR PUSTAKA

Al- Munjid fi Al – Lughat wa Al-i`lam , (Beirut:al-Maktabah al – Syirkiyah ,


1986), hal 828

Diknas ,Kamus Besar Bahasa Indonesia , (Jakarta, Balai Pustaka, 2002), Edisi
ketiga, hal 770.

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung
Anggota IKAPI, 2012, h. 421.

Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, Bandung : CV. Nuansa
Aulia, 2009, h. 25

Drs. H. Rahmat Hakim, Hukum Pernikahan Islam. (Bandung: Pustaka Setia, 2000)
hal.101

Muhammad al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam Al-Quran (Beirut: Dar-al-Ihya li


Tirkah al-Arabi, 1985), Juz XVIII, h. 170

bnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, Penerjemah; M.A. Abdurrahman, (Semarang:


Asy-Syifa’, 1990), hal. 462

http://www.mail-archive.com/manhaj-salaf@yahoogroups.com/msg00104.html

Dahlan, Ensiklopedi, hal. 1282.

Nancy Van Vuuren, Wanita dan Karier, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hal 9.

https://www.popbela.com/relationship/married/andhina-effendi/jenis-nafkah-
suami-dalam-islam/4

13

Anda mungkin juga menyukai