Anda di halaman 1dari 7

Nama : Riki Miftahul Ridwan, Salma Rizky Salsabila

Mata Kuliah : Fikih Munakahat


Semester : IV / Genap
Prodi : Hukum Keluarga Islam

PENGERTIAN NIKAH, DASAR HUKUM DAN HIKMAHNYA

Abstrak:

Pada hakekatnya perkawinan adalah perintah agama yang diatur oleh syariat Islam dan satu-
satunya hubungan yang sah dalam Islam. Sebagai rahmatan lil ‘alamin, Islam telah menentukan
bahwa satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhan biologis individu hidup hanya dengan
menikah, pernikahan adalah salah satu hal yang sangat menarik jika kita lihat lebih dekat
kandungan makna dari pernikahan.
Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa di antara tujuan pernikahan adalah untuk mencari
ketenangan kehidupan seseorang baik laki-laki maupun perempuan (litaskunu ilaiha). Islam
memerintahkan pernikahan sebagai kendaraan keluarga untuk mencapai kebahagiaan hidup.
Oleh karena itu, dalam artikel penulis menjabarkan mengenai pengertian perkawinan, dasar
hukumnya dan hikmah pernikahan harmonis yang disyariatkan.
PENDAHULUAN
Definisi perkawinan jika dihubungkan dengan para fuqaha yang beraliran politik dan teologis
berbeda semisal Khawarij, Syi'ah, dan lain sebagainya, itu menghasilkan pengertian yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Jangankan antar mazhab fikih yang berbeda aliran
politik dan teologisnya, antara mazhab fikih yang sama aliran teologi dan aliran politiknya pun
tidak jarang diwarnai per- bedaan. Misalnya ta'rif nikah yang diberikan oleh empat mazhab
(Malikiyah, Hanafiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah), yang aliran politiknya lazim dianggap Sunni
(Ahlu as- Sunnah wa al-Jama'ah) juga berlainan dalam mendefinisikan perkawinan.1

A. Pengertian Nikah

1
Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh 'ala al-Mazahib al-Arba'ah, 1411 H/1990 M (Bairut Librun Där al-Fikri, Jilid ke 4.
hal.2
Menurut bahasa, nikah adalah al-dhammu atau altadakhul yang artinya berkumpul atau saling
memasuki.2 Nikah juga berarti bersetubuh dan akad. Menurut ahli usul dan bahasa, bersetubuh
merupakan makna hakiki dari nikah, sementara akad merupakan makna majāzī. Dengan
demikian, jika dalam ayat al-Qur’an atau hadis Nabi muncul lafaz nikah dengan tanpa disertai
indikator apa pun, berarti maknanya adalah bersetubuh.3

1. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa nikah adalah: ‫عقد يفيد مكل املتعة قصدا‬

Artinya adalah pernikahan sebagai suatu akad yang berguna untuk memiliki mut’ah dengan
sengaja pada Allah subhanahu wa ta’ala.

2. Mazhab Maliki, Syafi’I dan Hanbali, meskipun diungkapkan dengan bahasa yang
berbeda, namun esensi pengertiannya sama. Yaitu akad yang digunakan untuk mengatur
intifâ’u zauj bi bidh’i zaujah wa sâ’iri badanihâ min haitsu al-taladzûdz (pemanfaatan
suami atas kelamin istrinya dan seluruh badannya untuk tujuan kenikmatan). Dengan
akad nikah ini, suami memiliki hak secara penuh untuk memanfaatkan alat kelamin
istrinya. Sebagian ulama merasa perlumembedakan antara milk al-intifâ’ dan milk al-
manfa’ah. Milk al-intifâ’ mengisyaratkan bahwa pemilikan bersifat temporer, sementara
milk al-manfa’at berarti kepemilikan manfaat tersebut berlangsung.

3. Pernikahan menurut Kompilasi Hukum Islam


Pernikahan menurut Kompilasi Hukum Islam4, ialah akad yang sangat kuat atau
miitsaaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah. Sedangkan menurut Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974,
pernikahan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.5
Dari definisi nikah yang dikemukakan fuqaha, pada prinsipnya tidak terdapat perbedaan
yang berarti kecuali pada redaksi atau phraseologic saja. Nikah pada hakikatnya adalah

2
A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, cet. Ke-14 (Surabaya: Pustaka Progressif,
1997) hal. 392
3
Wahbah al-Zuhāilī, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuh, vol. 9, (Damaskus: Dār al-Fikr,2004), hal. 6514.
4
Kompilasi Hukum Islam
5
Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
akad yang diatur oleh agama untuk memberikan kepada pria hak memiliki dan menikmati
faraj dan seluruh tubuh wanita itu dan membentuk rumah tangga.
Sebagian ulama Syafi’iyah memandang bahwa akad nikah adalah akad ibadah, yaitu
membolehkan suami menyetubuhi istrinya. Jadi bukan akad tamlik bi al-intifa’.
Demikian pula di dalam al-Qur’an dan hadis hadis Nabi, perkataan “nikah” pada
umumnya diartikan dengan perjanjian perikatan.

B. Dasar Hukum Nikah


Terdapat dalil-dalil yang bersumber dari Al qur’an, hadits, Undang-Undang dan
Kompilasi Hukum Islam.

1. Al Qur’an
Terdapat dalam QS. An Nur:32
۟ ُ‫صلِ ِحينَ ِم ْن ِعبَا ِد ُك ْم َو مٓاِئ ُك ْم ۚ ن يَ ُكون‬
‫وا فُقَ َرٓا َء يُ ْغنِ ِه ُم ٱهَّلل ُ ِمن فَضْ لِ ِهۦ ۗ َوٱهَّلل ُ ٰ َو ِس ٌع َعلِي ٌم‬ ۟ ‫َوَأن ِكح‬
َّ ٰ ‫ُوا ٱَأْل ٰيَ َم ٰى ِمن ُك ْم َوٱل‬
‫ِإ‬ َ ‫ِإ‬
Artinya: “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang diantara kalian,
dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang
laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan
kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya),
Maha Mengetahui”

QS. Ar Rum:21

َ ِ‫ق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َوا جًا لِّتَ ْس ُكنُ ۤوْ ا اِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدةً َّو َرحْ َمةً ۗ اِ َّن فِ ْي ٰذل‬
ٍ ‫ك اَل ٰ ٰي‬
‫ت لِّقَوْ ٍم‬ َ َ‫َو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ۤه اَ ْن َخل‬
َ‫يَّتَفَ َّكرُوْ ن‬
Artinya: Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan
saying. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir”

2. Hadits
"Barangsiapa yang sudah mampu (menafkahi keluarga), hendaklah dia kawin
(menikah) karena menikah itu lebih bisa menundukkan pandangan dan lebih bisa
menjaga kemaluan. Barangsiapa yang tidak sanggup (manikah) maka hendaklah
dia berpuasa karena puasa itu akan menjadi benteng baginya". (HR. Bukhari)
3. Undang-undang Pernikahan No 1 Tahun 1974
“Pernikahan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”6
4. Kompilasi Hukum Islam
Dalam Kompilasi Hukum Islam, pernikahan ialah akad yang sangat kuat atau
mitsaqan ghalidzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah. Pernikahan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan yang
sakinah, mawaddah dan rahmah. Pernikahan adalah sah, apabila dilakukan
menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No 1
Tahun 1974 tentang pernikahan.7 Karena pada hakikatnya, akad nikah adalah
pertalian yang teguh dan kuat dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja
antara suami istri dan keturunannya, melainkan antara dua keluarga.
Hukum Islam juga ditetapkan untuk kesejahteraan umat, baik secara perorangan
maupun secara bermasyarakat, baik untuk hidup di dunia maupun di akhirat.
Kesejahteraan masyarakat akan tercapai dengan terciptanya keluarga yang
sejahtera, karena keluarga merupakan lembaga terkecil dalam masyarakat,
sehingga kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada kesejahteraan
keluarga. Demikian pula kesejahteraan perorangan sangat dipengaruhi oleh
kesejahteraan hidup keluarganya. Islam mengatur keluarga bukan secara garis
besar, tetapi sampai terperinci. Keluarga terbentuk melalui pernikahan, karena itu
pernikahan sangat dianjurkan oleh Islam bagi yang telah mempunyai
kemampuan. Tujuan itu dinyatakan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.8

C. Hikmah Nikah

6
Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974, hal.73.
7
Kompilasi Hukum Islam, hal.2
8
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta, Ilmu Fiqh Jilid II, (Mei 1983), hal. 57
Mengenai hikmah pernikahan, sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari tujuannya di atas,
dan sangat berkaitan erat dengan tujuan diciptakannya manusia di muka bumi ini. Al-
Jurjawi menjelaskn bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan memakmurkan
bumi, di mana segala isinya diciptakan untuk kepentingan manusia. Oleh karena itu, demi
kemakmuran bumi secara lestari, kehadiran manusia sangat diperlukan sepanjang bumi
masih ada. Pelestarian keturunan manusia merupakan sesuatu yang mutlak, sehingga
eksistensi bumi di tengah-tengah alam semesta tidak menjadi siasia. Seperti diingatkan
oleh agama, pelestarian manusia secara wajar dibentuk melalui pernikahan, sehingga
demi memakmurkan bumi, pernikahan mutlak diperlukan. Ia merupakan syarat mutlak
bagi kemakmuran bumi.9
Sesungguhnya terdapat hikmah-hikmah yang agung yang dapat digali, baik secara
naqliyah maupun aqliyah. Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah:10
1. Memenuhi Tuntutan Fitrah
Manusia diciptakan oleh Allah dengan memiliki insting untuk tertarik dengan
lawan jenisnya. Laki-laki tertarik dengan wanita dan sebaliknya. Ketertarikan
dengan lawan jenis merupakan sebuah fitrah yang telah Allah letakkan pada
manusia. Islam adalah agama fitrah, sehingga akan memenuhi tuntutan-tuntutan
fitrah; ini bertujuan agar hukum Islam dapat dilaksanakan manusia dengan
mudah dan tanpa paksaan. Oleh karena itulah, pernikahan disyari’atkan dalam
Islam dengan tujuan untuk memenuhi fitrah manusia yang cenderung untuk
tertarik dengan lawan jenisnya. Islam tidak menghalangi dan menutupi keinginan
ini, bahkan Islam melarang kehidupan para pendeta yang menolak pernikahan
ataupun bertahallul (membujang).11 Akan tetapi sebaliknya, Islam juga
membatasi keinginan ini agar tidak melampaui batas yang dapat berakibat
rusaknya tatanan masyarakat dan dekadensi moral sehingga kemurnian fitrah
tetap terjaga.
2. Mewujudkan Ketenangan Jiwa dan Kemantapan Batin

9
Ali Ahmad al-Jurjawi, Hikmah at-Tasyri’ wa Falsafatuhu (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), II: 6-7
10
Mustafa al-Khin dkk., Al-Fiqh al-Manhaji, (Beirut: Dar al-Qalam,1987), IV: 13.
11
At-Turmuzi, Sunan at-Turmuzi (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), III: 393, “Bab Ma Ja’a fi an-Nahyi ‘an at-Tabattul”. Hadis
dari Samrah.
Salah satu hikmah pernikahan yang penting adalah adanya ketenangan jiwa
dengan terciptanya perasaan perasaan cinta dan kasih. QS. Ar-Rum: 21 ini
menjelaskan bahwa begitu besar hikmah yang terkandung dalam perkawinan.
Dengan melakukan perkawinan, manusia akan mendapatkan kepuasan jasmaniah
dan rohaniah. Yaitu kasih sayang, ketenangan, ketenteraman dan kebahagiaan
hidup.
3. Menghindari dekadensi moral
Allah telah menganugerahi manusia dengan berbagai nikmat, salah satunya
insting untuk melakukan relasi seksual. Akan tetapi insting ini akan berakibat
negative jika tidak diberi frame untuk membatasinya, karena nafsunya akan
berusaha untuk memenuhi insting tersebut dengan cara yang terlarang. Akibat
yang timbul adalah adanya dekadensi moral, karena banyaknya perilaku-perilaku
menyimpang seperti perzinaan, kumpul kebo dan lain-lain. Hal ini jelas akan
merusak fundamen-fundamen rumah tangga dan menimbulkan berbagai penyakit
fisik dan mental.12
4. Motivator Kerja Keras
Tidak sedikit para pemuda yang semula hidupnya santai dan malas-malasan serta
berlaku boros Karena merasa tidak punya beban dan tanggung jawab, ketika akan
dan sesudah menikah menjadi terpacu untuk bekerja keras karena dituntut oleh
rasa tanggung jawab sebagai calon suami dan akan menjadi kepala rumah tangga
serta keinginan membahagiakan semua anggota keluarga (istri dan anak-
anaknya).

12
Ibid
DAFTAR PUSTAKA

A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, cet. Ke-14 (Surabaya:


Pustaka Progressif, 1997)
Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh 'ala al-Mazahib al-Arba'ah, 1411 H/1990 M (Bairut Librun Där
al-Fikri, Jilid ke 4.
Ali Ahmad al-Jurjawi, Hikmah at-Tasyri’ wa Falsafatuhu (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), II: 6-7

At-Turmuzi, Sunan at-Turmuzi (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), III: 393, “Bab Ma Ja’a fi an-Nahyi ‘an
at-Tabattul”. Hadis dari Samrah.

Kompilasi Hukum Islam


Mustafa al-Khin dkk., Al-Fiqh al-Manhaji, (Beirut: Dar al-Qalam,1987), IV: 13.
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta, Ilmu Fiqh Jilid II, (Mei 1983)
Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974
Wahbah al-Zuhāilī, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuh, vol. 9, (Damaskus: Dār al-Fikr,2004)

Anda mungkin juga menyukai