BAB I
PENDAHULUAN
Adapun tujuan penulis dalam pembuatan tugas ini, yaitu : Untuk memenuhi
kewajiban penulis terhadap dosen yang bersangkutan, dan untuk menambah wawasan
penulis mengenai munakahat
BAB II
PEMBAHASAN
َاَ ي ْشَر
معَ َ َ الشَّبَاب َنَ م َطَاع ُ اسْت َُ
م ْك
َة من َالبَاء
َ ْ
ْ َو
ََّ
ج َز
ليَتَْ
ه ف َ
ُنََّإ
َ ف َغ
َض َ أ َر ُْ ل
لبَص ََ
ن َح
ْص َأ
َ و َر
ْج ْْ ل
لف َم
ن ََ
و
َْ َل
م
ْ ََط
ع َسْت
ََ يَيْه َع
َل َ فْمَّو
ه بالص َ
ُنََّإه فَُ َل
َ َاء
رواه( وج
)مسلم و البخارى
Artinya :”Hai para pemuda, barang siapa diantara kamu telah sanggup
menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu dapat menundukkan mata dan memelihara
faraj (kelamin) dan barang siapa tidak sanggup maka hendaklah berpuasa karena
puasa itu dapat melemahkan syahwat”. (HR. Bukhori Muslim)
Akad nikah mempunyai beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi.
Rukun dan syarat menentukan hukum suatu perbuatan, terutama yang menyangkut
dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut
mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang
harus diadakan. Dalam pernikahan misalnya, rukun dan syaratnya tidak boleh
tertinggal. Artinya, pernikahan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap.
Perbedaan rukun dan syarat adalah kalau rukun itu harus ada dalam satu amalan dan
merupakan bagian yang hakiki dari amalan tersebut. Sementara syarat adalah sesuatu
yang harus ada dalam satu amalan namun ia bukan bagian dari amalan tersebut
d. Wali, wali adalah pengasuh pengantin perempuan pada waktu menikah atau orang
yang melakukan janji nikah dengan pengantin laki-laki.
Dalam hadits disebutkan:
لا
َِّ
َّ إ
ِي َل
ِولَ ب ََّا
َّ َ
ح ِك“ ن
“Ada nikah kecuali dengan adanya wali.” (HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa`i)
Seorang wanita tidak memiliki wali nasab atau walinya enggan menikahkannya,
maka hakim/penguasa memiliki hak perwalian atasnya dengan dalil sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
َ س ْل
طان َّ “ لَه َو ِل
ُّ ي لَ َم ْن َو ِل
ُّ ي فَال
“Sulthan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali.”
(HR. Abu Dawud)
Karena keberadaan wali nikah merupakan rukun, maka harus dipenuhi beberapa
syarat. Dalam pasal 20 KHI ayat (1) dirumuskan sebagai berikut: “yang bertindak
sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum islam
yakni muslim, aqil dan baligh”.
2. Wali Hakim
Adalah wali yang hak perwalianya timbul, karena orang tua mempelai
perempuan menolak (‘adhal) atau tidak ada, atau karena sebab lain.
e. Dua orang saksi Saksi adalah orang yang menyaksikan sah atau tidaknya suatu
pernikahan. Hadits Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma:
َل
َّ ََّا
َ
ح ِكلا ن
َِّ
إ ِي
َّ َل
ِوب ِن ْد
َّي َشَاه
َِ و (رواه
الطبراني، الجامع صحيح في وهو7558)
Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.” (HR. Al-
Khamsah kecuali An-Nasa`i)
َل
َّ ُ ْك
َِّ
ح ُ ُ
ين ْر
َِّ
م ُح ْ َل
الـم ََّ ََّ
ُ و
ح ْك ُ َل
ين ََّ َُّ
ُ و
ب يخْط
َ “
“Yang sedang berihram tidak boleh menikahkan, tidak boleh dinikahkan, dan
tidak boleh mengkhitbah.” (HR. Muslim)
َا يمَُّ
أ َة
َّ َأ
مر ْا ْ
ت َح
ََّ نكَ ر
ِ َي
َّْ ِغ ب َّْ
ِن ِذإ
ها َِي َال موَ ها ََُاح َن
ِك َّ ف ِل
باطَ َ َث
ََّل
ث َ َّ
اات مرَ
ْإ
َّ
ن َِ
َ ف ََّ
ل دخَ ها َُِ ب َْ
َّه
ر ْ َ
الم ها ف ََا َل ِمب
َ
ََّا
ب َص ها أ َْ ِنن م ْإ
َّ َِ
ُوا ف َرتشَاجَ ن َُا
َّ َُّْالس
لط ف
ََّل
ُِّيْ و َ ل
َّم
ن َ ِيا
َّ ََّل
ه و َُل
َّ
“Wanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya batal,
nikahnya batal, nikahnya batal. Jika ia telah digauli maka ia berhak
mendapatkan mahar, karena lelaki itu telah menghalalkan kemaluannya. Jika
terjadi pertengkaran di antara mereka, maka penguasalah yang menjadi wali
atas orang yang tidak memiliki wali.” (HR. Abu Daud no. 1783, Tirmdizi no.
1021 dan Ibnu Majah no. 1869 Maktabah Syamilah)
1. Beragama Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Tidak dipaksa
5. Terang lelakinya
6. Adil ( bukan fasik )
7. Tidak sedang ihram haji atau umrah
8. Tidak dicabut haknya dalam menguasai harta bendanya oleh pemerintah
(mahjur bissafah)
9. Tidak rusak pikirannya karena tua atau sebagainya.
d. Syarat saksi
1. Beragama Islam
2. Laki-laki
3. Baligh
4. Berakal
5. Adil
6. Mendengar {tidak tuli}
7. Melihat (tidak buta)
8. Bisa bercakap-cakap (tidak bisu)
9. Tidak pelupa ( mughhaffal)
10. Menjaga harga diri ( menjaga muru'ah)
11. Mengerti maksud ijab dan qobul
12. Tidak merangkap menjadi wali
e. Ijab dan Qabul Ijab dan qabul harus berbentuk dari asal kata "inkah" atau
"tazwij" atau terjemahan dari kedua asal kata tersebut yang dalam bahasa
Indonesia berarti "Menikahkan".
Contoh :
1. Ijab dari wali calon mempelai perempuan : Hai Wulan bin, saya nikahkan
fulanah, anak saya dengan engkau, dengan ;mas kawin (mahar).
2. kabul dari calon mempelai pria ; saya terima nikahnya fatimah binti........
dengan maskawin (mahar)............
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari beberapa uraian di atas, yang telah kami bahas. Maka kami mengambil
kesimpulan, yaitu sebagai berikut :
1. Akad nikah mempunyai beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun dan
syarat menentukan hukum suatu perbuatan, terutama yang menyangkut dengan sah
atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung
arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan.
Dalam pernikahan misalnya, rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal. Artinya,
pernikahan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap. Perbedaan rukun
dan syarat adalah kalau rukun itu harus ada dalam satu amalan dan merupakan
bagian yang hakiki dari amalan tersebut. Sementara syarat adalah sesuatu yang
harus ada dalam satu amalan namun ia bukan bagian dari amalan tersebut.
2. Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang menggantikan posisi
wali. Misalnya dengan si wali mengatakan, “Zawwajtuka Fulanah” (“Aku nikahkan
engkau dengan si Fulanah”) atau “Ankahtuka Fulanah” (“Aku nikahkan engkau
dengan Fulanah”).
3.2. Saran
Sebagai penutup dari makalah ini, tak luput pula kami ucapkan ribuan terima
kasih pada semua rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam pembuatan
makalah ini. Di samping itu, masih banyak kekurangan serta jauh dari kata
kesempurnaan, tetapi kami semua telah berusaha semaksimal munkin dalam
pembutan makalah yang amat sederhana ini. Maka, dari pada itu . kami semua sangat
berharap kepada semua rekan-rekan untuk memberi kritik atau sarannya, sehingga
dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa menjadi yang lebih baik.