Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah dibumi ini. Maka
keberadaannya dibumi sangat dibutuhkan agar kelangsungan hidup
manusia tetap lestari. Oleh karena itu, manusia dianjurkan untuk menikah
bagi yang sudah mampu dari segi apapun. Selain untuk menghindari
perzinaan, nikah juga merupakan sunnatullah. Dalam masalah pernikahan
ini, tentunya ada ketentuan-ketentuan tersendiri. Agama Islam juga telah
mengatur tentang tata cara pernikahan, di antaranya adalah masalah sighot
akad nikah, dan wali nikah. Hal ini mempunyai maksud agar nantinya
tujuan dari pernikahan yaitu terwujudnya keluarga yang sakinah,
mawaddah, warahmah dapat tercapai tanpa suatu halangan apapun.
Selanjutnya makalah ini dibuat juga, untuk memberikan informasi
baik bagi pembaca maupun bagi pemakalah sendiri, Mengenai tambahan
pengetahuan yang lebih dalam lagi mengenai akad, wali dan saksi dalam
nikah serta hal-hal yang berkaitan dengannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Akad (Shigot) dalam Pernikahan?
2. Apa pengertian wali dalam pernikahan?
3. Apa pengertian saksi dalam pernikahan?
4. Bagaimana rukun dan syarat pernikahan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Akad (Shigot) dalam Pernikahan.
2. Untuk mengetahui wali dalam pernikahan.
3. Untuk mengetahui saksi dalam pernikahan.
4. Untuk mengetahui rukun dan syarat pernikahan.

1|Fiqh Munakahat
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pergertian Akad (Shigot) dalam Pernikahan


Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung anrata dua pihak yang
melangsungkan perkawinan dalam bentuk ijab dan qabul1. Ijab adalah
pernyataan yang keluar dari salah satu pihak yang mengadakan akad atau
transaksi, baik berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang mengungkapkan
adanya terjadinya akad, baik salah satunya dari pihak suami atau dari pihak
istri. Sedangkan qabul adalah pernyataan yang datang dari pihak kedua baik
berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang mengungkapkan persetujuan
ridhanya.2
Ulama sepakat menetapkan ijab dan qabul itu sebagai rukun perkawinan.
Untuk sahnya suatu akad perkawinan disyaratkan beberapa syarat. Di antara
syarat tersebut ada yang disepakati oleh ulama dan diantaranya diperselisihkan
oleh ulama. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Akad harus dimulai dengan ijab dan dilanjutkan dengan qabul.
2. Materi dari ijab dan qobul tidak boleh berbeda, seperti nama
perempuan secara lengkap dan bentuk mahar yang disebutkan.
3. Ijab dab qabul harus diucapkan secara bersambungan tanpa terputus
walaupun sesaat. Ulama Malikiyah memperbolehkan terlambatnya
ucapan qabul dari ucapan ijab, bila keterlambatan itu hanya dalam
waktu yang pendek.
4. Ijab dan qabul tidak boleh dengan menggunakan ungkapan yang
bersifat membatasi masa berlangsungnya perkawinan, karena
perkawinan itu ditujukan untuk selama hidup.
Ijab dan qabul mesti meggunakan lafadz yang jelas dan terus terang.
Tidak boleh menggunakan ucapan sindiran. Pelaksanaan ijab bisa
dilakukan oleh walinya sendiri (ayah atau kakek) atau diwakilkan
1
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media,
2006), hal.61
2
Abdul Aziz M. & Abdul Wahhab S. ,Fiqh Munakahat, (Jakarta: Amzah, 2001), hal.59

2|Fiqh Munakahat
pada orang lain. Contoh contoh ijab yang dilakukan sendiri oleh orang
tua calon mempelai wanita :
‫ والصالة والسالم على أشرف األنبياء‬. ‫ الحمد هلل رب العالمين‬. ‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬

‫اي‬$$ ّ‫اد اهلل وإي‬$$ ‫يكم عب‬$$ ‫د أوص‬$$ ‫ أمابع‬. ‫حبه أجمعين‬$$ ‫ه وص‬$$ ‫د وعلى آل‬$$ ‫يدنا محم‬$$ ‫لين س‬$$ ‫والمرس‬

‫ل اهلل‬$‫ وأح‬, ‫ان‬$‫ريح بإحس‬$‫روف أوتس‬$‫اك بمع‬$‫ه من إمس‬$$‫ر اهلل ب‬$‫ا أم‬$‫بتقوى اهلل أزوجك على م‬

/ ‫اال‬$$‫ة ح‬$$‫ف روبي‬$$‫ر أل‬$$‫تي ليلى بمه‬$$‫ك بن‬$$‫د أنكحت‬$$‫ يازي‬. ‫فاح‬$$‫رم عليكم الس‬$$‫اح وح‬$$‫لكم النك‬

‫مؤجال‬

B. Wali dalam pernikahan


1. Pengertian wali
Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus
dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk
menikahkannya. Wali bertindak sebagai orang yang mengakadkan
nikah menjadi sah. Nikah tidak sah tanpa adanya wali. Secara
etimologis “wali‟ mempunyai arti pelindung, penolong, atau
penguasa. Wali mempunyai banyak arti, antara lain:
a. Orang yang menurut hukum (agama atau adat) diserahi
kewajiban mengurus anak yatim serta hartanya sebelum anak
itu dewasa.
b. Pengasuh pengantin perempuan pada waktu menikah (yaitu
yang melakukan janji nikah dengan pengantin laki-laki).
c. Orang saleh (suci) penyebar agama.
d. Kepala pemerintah dan sebagainya.3
Arti-arti wali di atas pemakaiannya dapat disesuaikan dengan
konteks kalimat. Adapun yang dimaksud wali dalam hal
pernikahan yaitu sesuai dengan poin b yaitu, Orang yang berhak
menikahkan seorang perempuan ialah wali yang bersangkutan,
3
Tihami Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), hal. 89-90

3|Fiqh Munakahat
apabila wali yang bersangkutan tidak sanggup bertindak sebagai
wali, maka hak kewaliannya dapat dialihkan kepada orang lain.
2. Kedudukan Wali Dalam Pernikahan
Dasar hukum yang mengatur tentang adanya wali masih
banyak di bicarakan dalam berbagai literatur. Menurut jumhur
ulama‟ keberadaan wali dalam sebuah pernikahan didasarkan pada
sejumlah nash al-Qur‟an dan Hadist. Nash Al-Qur‟an yang
digunakan sebagai dalil adanya wali dalam pernikahan diantaranya
adalah :

َ ‫اج ُه َّن ِإذَا َت َرا‬ ِ


‫ ْوا َب ْيَن ُه ْم‬$ $ $ ‫ض‬ َ ‫وه َّن َأ ْن َي ْنك ْح َن َأ ْز َو‬
ُ ُ‫ل‬$ $ $ ‫ض‬
ُ ‫َأجلَ ُه َّن فَال َت ْع‬ َ $ $ $ ‫َوِإذَا طَلَّ ْقتُ ُم النِّ َس‬
َ ‫اء َفَبلَ ْغ َن‬

‫ر‬$ُ $‫وِم اآل ِخ ِر ذَلِ ُك ْم َأ ْز َكى لَ ُك ْم َوَأط َْه‬$ْ $‫ْؤ ِم ُن بِاللَّ ِه َوالَْي‬$‫ظ بِ ِه َم ْن َكا َن ِم ْن ُك ْم ُي‬
ُ ‫وع‬ َ ِ‫وف ذَل‬
َ ُ‫ك ي‬ ِ ‫بِالْمعر‬
ُْ َ
‫َواللَّهُ َي ْعلَ ُم َوَأْنتُ ْم ال َت ْعلَ ُمو َن‬

Artinya: ”Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa


iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka
kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat
kerelaan diantara mereka dengan cara yang ma'ruf”. (Q.S. al -
Baqarah: 232)
Asbabun nuzul ayat ini adalah berdasarkan suatu riwayat bahwa
Ma’qil Ibn Yasar menikahkan saudara perempuannya kepada seorang
laki-laki muslim. Beberapa lama kemudian diceraikannya dengan satu
talak, setelah habis waktu masa iddahnya mereka berdua ingin
kembali lagi, maka datanglah laki-laki itu bersama Umar untuk
meminangnya. Ma’qil menjawab: Hai orang celaka, aku
memuliakan kau dan aku nikahkan dengan saudaraku, tapi kau
ceraikan dia. Demi Allah dia tidak akan kukembalikan kepadamu,
maka turunlah ayat tersebut, al Baqarah 232. Ayat ini melarang
wali menghalang-halangi hasrat perkawinan kedua orang itu.
Setelah Ma’qil mendengar ayat itu, maka dia berkata: Aku dengar
dan aku taati Tuhan. Dia memanggil orang itu dan berkata: Aku

4|Fiqh Munakahat
nikahkan engkau kepadanya dan aku muliakan engkau. (HR. Bukhori,
Abu Daud dan Turmudzi). Sebab-sebab turunnya ayat ini dapat
disimpulkan bahwa wanita tidak bisa menikahkan dirinya sendiri
tanpa wali. Andai kata wanita itu dapat menikahkan dirinya sendiri
tentunya dia akan melakukan itu. Ma’qil Ibn Yasar tentunya tidak
akan dapat menghalangi pernikahan saudaranya itu andaikata dia tidak
mempunyai kekuasaan itu, atau andaikata kekuasaan itu ada pada diri
saudara wanitanya. Ayat ini merupakan dalil yang tepat untuk
menetapkan wali sebagai rukun atau syarat sah nikah, dan wanita
tidak dapat menikahkan dirinya sendiri.Ayat lain yang dijadikan
pedoman mengenai pentingnya seorang wali dalam pernikahan
adalah:
‫ ِاء‬$ $ ‫بُوا َولِلنِّ َس‬$ $ ‫يب ِم َّما ا ْكتَ َس‬ ِ ِ $ ‫ج‬$ ‫لر‬
ٌ $ $ ‫ال نَص‬$
ِ ٍ ‫ ُكم َعلَى بع‬$ $ ‫ض‬
َ ِّ ‫ض ل‬ َْ ِ
ْ َ ‫ َل اللَّهُ بِه َب ْع‬$ $ ‫ض‬
َّ َ‫ا ف‬$$ $‫َوال َتتَ َمن َّْوا َم‬

ِ ٍ ِ ِ ِ ْ َ‫صيب ِم َّما ا ْكتَسبن واسَألُوا اللَّهَ ِمن ف‬


ِ
ً ‫ضله ِإ َّن اللَّهَ َكا َن ب ُك ِّل َش ْيء َعل‬
‫يما‬ ْ ْ َ َ َْ ٌ َ‫ن‬

Artinya: ”Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka)


yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita
merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang
beriman, dari budak -budak yang kamu miliki. Allah mengetahui
keimananmu,sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang
lain, Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan
mereka,.”(Q.S An-Nisa: 25)
Sementara itu Hadis Nabi tentang wali nikah yang dijadikan
pedoman adalah:
Hadis Nabi dari ‘Amran ibn Hhusein menurut riwayat Ahmad, sabda Nabi:
ِ ‫النكاح اِالَّبِولِ ٍى و َش‬
‫اه َدى َع ْد ٍل‬ َ َ
Tidak ada pernikahan kecuali dengan adanya wali dan dua orang saksi yang
adil.4

4
Hassan Saleh, Kajian Fikih Nabawi dan Fikih Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Press,
2008), hal.312.

5|Fiqh Munakahat
3. Macam-Macam Wali dalam Pernikahan
a. Wali Mujbir
Menurut bahasa, mujbir adalah orang yang memaksa. Dalam kata
lain wali mujbir adalah wali yang mempunyai hak sepenuhnya untuk
menikahkan orang yang diwalikan tanpa harus meminta izin dan meminta
pendapat dulu dari mereka. Menurut para ulama, harus ada syarat agar
diperbolehkan untuk menikahkan seorang anak perempuan tanpa harus
meminta izin langsung, yaitu:
a. Tidak ada permusuhan antara ayah dan anak.
b. Orang yang dikawinkan harus setara.
c. Maharnya tidak kurang dari mahar misil (sebanding).
d. Tidak menikahkan dengan orang yang tidak mampu untuk membayar
mahar.
e. Tidak menikahkan dengan laki-laki yang bisa mengecewakan si anak
nanti.
b. Wali Hakim
Wali hakim, yaitu orang yang menjadi wali dalam kedudukannya
sebagai hakim atau penguasa. Ada penyebab yang bisa memindahkan hak
wali kepada wali hakim, yaitu:
a. Terjadinya pertentangan dari para wali
b. Tidak adanya wali nasab, baik itu karena meninggal dan hilang
Bila calon suami sudah datang dan seorang calon istri sudah setuju tapi
walinya tidak ada, karena telah meninggal dunia atau hilang. Maka yang
berhak menikahkannya adalah wali hakim, kecuali calon pengantin mau
menunggu kedatangan wali.
c. Wali Adhal
Wali adhal adalah wali yang tidak mau menikahkan perempuan
yang berada di bawah perwaliannya. Apabila seorang menolak untuk
menikahkan tanpa ada alasan yang dapat diterima, maka perempuan itu
berhak untuk mengadukan perkara ini kepada hakim dan meminta hakim
untuk menikahkannya.Dalam hal yang seperti ini, masalah perkawinan

6|Fiqh Munakahat
tidak berpindah kepada wali lainnya sesuai dengan urutannya, tetapi
haknya pindah pada wali hakim, karena adhal merupakan merupakan
tindakan aniaya. Tapi jika penolakannya dikarenakan kepada
pertimbangan yang masuk akal, seperti maharnya kurang dari mahar misil
atau tidak sekufu, maka perwaliannya masih berada di tangan wali nasab,
dan tidak berpindah tangan pada wali hakim.
4. Syarat-syarat Wali
Orang-orang yang disebutkan diatas baru berhak menjadi wali bila
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Telah dewasa dan berakal sehat,
b. Laki-laki
c. Muslim
d. Orang merdeka
e. Tidak berada dalam pengampuan atau mahjur alaih
f. Berfikiran baik
g. Adil
h. Tidak sedang melakukan ihram, untuk haji atau umrah.
C. Saksi dalam pernikahan
1. Pengertian saksi
Saksi menurut bahasa berarti orang yang melihat atau
mengetahui sendiri sesuatu peristiwa (kejadian). Sedangkan
menurut istilah adalah orang yang memberitahukan keterangan dan
mempertanggung jawabkan secara apa adanya. Rasulullah sendiri
dalam berbagai riwayat hadits walaupn dengan redaksi berbeda-
beda menyatakan urgensi adanya saksi nikah, sebagaimana
dinyatakan dalam sebuah hadits:
ِ ‫الَ نِ َكاح ِإالَ بولِي و َش‬
‫اه َد ْي َع ْد ٍل‬ َ ٍّ َ َ
“Tidak sah suatu akad nikah kecuali (dihadiri) wali dan dua orang
saksi yang adil’.

7|Fiqh Munakahat
Akad pernikahan mesti disaksikan oleh dua orang saksi
supaya ada kepastian hukum dan untuk menghindari timbulnya
sanggahan dari pihak-pihak yang berakad di belakang hari. Dalam
menetapkan kedudukan saksi dalam perkawinan ulama jumhur
yang terdiri dari ulama Syafi’iyah, Hanabilah, menempatkannya
sebagai rukun dalam perkawinan, sedangkan ulama Hanafiyah dan
Zahiriyah menempatkannya sebagi syarat. Demikian pula
keadaannya bagi ulama malikiyah. Menurut ulama ini tidak ada
keharusan untuk menghadirkan saksi dalam waktu akad
perkawinan, yang diperlukan adalah mengumumkannya namun
disyaratkan adanya kesaksian melalui pengumuman itu sebelum
bergaulnya.
Dalam peraturan perundangan yaitu pada KUHP Pasal 1
(26) dinyatakan tentang pengertian saksi yaitu: “Saksi adalah orang
yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan perkara
tentang suatu perkara yang ia dengar sendiri, ia lihat dan ia alami
sendiri dengan menyebut alasan dari pengertahuannya itu” Saksi
dalam pernikahan merupakan rukun pelaksanaan akad nikah,
sehingga setiap pernikahan harus dihadiri dua orang saksi (pasal 24
KHI).
2. Syarat-syarat Saksi
Saksi dalam pernikahan mesti memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a. Saksi itu berjumlah pali kurang dua orang.
b. Kedua saksi itu adalah beragama Islam.
c. Kedua saksi itu adalah orang yng merdeka.
d. Kedua saksi itu adalah laki-laki.
e. Kedua saksi itu bersifat adil .
f. Kedua saksi itu dapat mendengar dan melihat.

8|Fiqh Munakahat
Dasar dari syarat-syarat tersebut diatas dapata dilihat secara
jelas dari firman Allah dan hadis Nabi yang dikutip diatas.5
D. Rukun dan Syarat Nikah
1) Rukun nikah
Rukun adalah bagian dari hakikat sesuatu. Rukun masuk didalam
substansinya. Adanya sesuatu itu karena adanya rukun dan tidak adanya
karena tidak ada rukun. Berbeda dengan syarat, ia tidak masuk ke dalam
substansi dari hakikat sesuatu, sekalipun itu tetap ada tanpa syarat, namun
eksistensinya tidak diperhitungkan. Akad nikah mempunyai beberapa rukun
yang berdiri dan menyatu dengan substansinya. Rukun Nikah menurut
hukum Islam meliputi lima hal yaitu : (1) calon suami, (2) calon istri, (3)
wali, (4) saksi, (5) ijab Kabul.
a. Calon Mempelai
Yaitu calon suami dan calon istri, biasanya hadir dalam upacara
pernikahan. Calon istri selalu ada dalam upacara tersebut, tetapi calon
suami mungkin karena suatu keadaan, dapat mewakilkan kepada orang
lain dalam ijab kabul.
b. Wali Nikah
Wali yang menjadi rukun nikah adalah wali nasab yaitu wali yang
mempunyai hubungan darah dengan calon mempelai wanita. Wali nasab
dapat digantikan oleh wali hakim yaitu petugas pencatat nikah.
c. Saksi
Saksi dalam pernikahan harus terdiri dari dua orang yang memenuhi
syarat.
d. Ijab Kabul
Tentang pelaksanaan ijab kabul atau akad, pernikahan harus dimulai
dengan ijab dan dilanjutkan dengan qabul. Menurut pengertian hukum
perkawinnan, ijab adalah penegasan kehendak untuk mengikatkan diri
dalam ikatan perkawinan dari (wali) pihak wanita kepada calon mempelai

5
Amir Syarifuddin,...hal. 83

9|Fiqh Munakahat
pria. Qabul adalah penegasan untuk menerima ikatan perkawinan tersebut
yang diucapkan oleh mempelai pria.
2) Syarat Nikah
a. Persyaratan Yang berhubungan dengan Kedua Calon Mempelai
Syarat perkawinan yang berhubungan dengan kedua calon mempelai
adalah :
1) Keduanya memiliki identitas dan keberadaan yang jelas.
2) Keduanya beragama Islam.
3) Keduanya tidak dilarang melangsungkan perkawinan, mengingat
ada beberapa larangan dalam perkawinan Islam, yaitu :
a) Larangan karena perbedaan agama
b) Larangan karena hubungan darah
c) Larangan karena hubungan perkawinan
d) Larangan karena hubungan sepersusuan
e) Larangan melakukan poliandri
4) Keduanya telah mencapai usia yang layak untuk melaksanakan
perkawinan
5) Unsur kafa’ah (kesamaan) antara kedua pihak
6) Persetujuan dari kedua belah pihak
7) Adanya hak dan kewajiban pada suami istri
Setelah kedua calon pengantin mengikat tali perkawinan, maka
keduanya pun terikat sebagai suami istri. Dalam hal ini ada tiga
hal:
a) Kewajiban Suami
Ada dua macam kewajiban suami terhadap istrinya, yaitu
kewajiban yang bersifat materi dan non-materi. Kewajiban
yang bersifat materi, disamping berupa mahr (maskawin),
adalah memberi nafkah. Kewajiban yang bersifat non-materi
adalah mempergauli istri dengan baik.

10 | F i q h M u n a k a h a t
b) Kewajiban Istri
Kewajiban istri terhadap suami yang merupakan hak suami dan
istrinya, adalah:
1) menggauli suami sesuai dengan kudratnya secara layak
sebagaimana dapat dipahamkan dari (QS Al-Nisa’ : 19)
‫ ْذ َهبُوا‬$َ‫وه َّن لِت‬
ُ ُ‫ل‬$‫ض‬ َ $‫وا النِّ َس‬$$ُ‫وا ال يَ ِح ُّل لَ ُك ْم َأ ْن تَ ِرث‬$$ُ‫آمن‬
ُ ‫ا َوال َت ْع‬$$‫اء َك ْر ًه‬ َ ‫ين‬
ِ َّ
َ ‫ا الذ‬$$‫ا َُّأي َه‬$$َ‫ي‬
ِ ‫ْأتِين بَِف‬$ $ ‫وه َّن ِإال َأ ْن ي‬$$‫ا آَتيتم‬$$‫ض م‬
ِ ‫روه َّن بِالْمعر‬$ $‫ة و َعا ِش‬$ٍ $ َ‫ة مبِّين‬$ٍ $ $‫اح َش‬
‫ِإ ْن‬$ $َ‫وف ف‬ ُْ َ ُ ُ َ َُ َ َ ُ ُ ُ ْ َ ِ ‫بَِب ْع‬

‫وه َّن َف َع َسى َأ ْن تَك َْر ُهوا َشيًْئا َويَ ْج َع َل اللَّهُ فِ ِيه َخ ْي ًرا َكثِ ًيرا‬
ُ ‫َك ِر ْهتُ ُم‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi
kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan
janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak
mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu
berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan
pekerjaan keji yang nyata . Dan bergaullah dengan mereka
secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka,
(maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak.
2) taat dan patuh pada suami selama suami tidak menyuruh
melakukan perbuatan maksiat atau yang dilarang agama.
c) Hak dan Kewajiban Suami Istri

Menyangkut hak dan kewajiban bersama antara suami dan istri


adalah (1) melakukan hubungan suami istri; (2) menjaga
silaturrahmi dengan keluarga kedua belah pihak; (3)
memelihara dan mendidik anak; (4) memelihara kerukunan
hidup berumah tangga.6

6
Hassan saleh,...hal.299-301

11 | F i q h M u n a k a h a t
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung anrata dua pihak yang
melangsungkan perkawinan dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab adalah
pernyataan yang keluar dari salah satu pihak yang mengadakan akad atau
transaksi, baik berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang
mengungkapkan adanya terjadinya akad, baik salah satunya dari pihak
suami atau dari pihak istri. Sedangkan qabul adalah pernyataan yang
datang dari pihak kedua baik berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang
mengungkapkan persetujuan ridhanya.
2. Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi
calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya. Wali
bertindak sebagai orang yang mengakadkan nikah menjadi sah. Nikah
tidak sah tanpa adanya wali. Secara etimologis “wali‟ mempunyai arti
pelindung, penolong, atau penguasa.
3. Saksi menurut bahasa berarti orang yang melihat atau mengetahui sendiri
sesuatu peristiwa (kejadian). Sedangkan menurut istilah adalah orang yang
memberitahukan keterangan dan mempertanggungjawabkan secara apa
adanya.
4. Rukun adalah bagian dari hakikat sesuatu. Rukun masuk didalam
substansinya. Adanya sesuatu itu karena adanya rukun dan tidak adanya
karena tidak ada rukun.

12 | F i q h M u n a k a h a t
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abdul M. & Abdul Wahhab S.2001.Fiqh Munakahat. Jakarta: Amzah.


Syarifuddin, Amir.2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta:
Prenada Media.
Sohari, Tihami Sahrani.2009. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengka.
Jakarta: Rajawali Pers.
Saleh, Hassan. 2008. Kajian Fikih Nabawi dan Fikih Kontemporer. Jakarta:
Rajawali Press.

13 | F i q h M u n a k a h a t

Anda mungkin juga menyukai