Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu dari syari’at Islam adalah tentang perkawinan, talak, cerai, dan rujuk.
Keempat hal ini sudah di atur dalam hukum Islam, baik dalam al-Qur’an maupun
dalam Hadits Rasulullah SAW. Perkawinan merupakan peristiwa yang sering kita
jumpai dalam hidup ini, bahkan setiap hari banyak umat Islam yang melakukan
perkawinan.
Selanjutnya tentang masalah talak, hal ini juga tidak jarang kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Kita lihat di televisi banyak para artis yang melaporkan isterinya
ke KUA lantaran hal sepele, dan dengan gampangnya mengucapkan kata talak. Padahal
dalam al-Qur’an sudah jelas bahwa perbuatan yang paling di benci Allah adalah talaq.
dari sini jika kita menengok kejadian-kejadian yang menimpa suami isteri yang
bercerai maka patut kita bertanya ada apa di balik semua itu.
Kita ketahui bahwa tindak lanjut dari talak itu sendiri akan berakibat perceraian.
Dan hal itu akan menambah penderitaan dari kaum itu sendiri jika melakukan sebuah
perceraian. Tetapi hukum Islam disamping menentukan hukum juga memberikan
alternatif jalan keluar yang bisa di tempuh oleh pasangan suami Isteri jika ingin
mempertahankan hubungan pernikahan mereka. Hal itu bisa di tempuh dengan
melakukan rujuk dan menyesali perbuatan yang telah di lakukan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang dimaksud pengertian talak?     
2. Apa saja hukum talak?     
3. Apa saja macam-macam talak?  
4. Apa saja rukun talak?       
5. Apa saja syarat talak?       
6. Apa saja talak yang tidak sah?   

C. Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penulisan dan penyusunan makalah ini
adalah untuk mengetahui tentang talak.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Talak
Kata talak berasal dari bahasa Arab artinya menurut bahasa melepaskan ikatan.
Adapun talak menurut istilah syariat Islam ialah melepaskan atau membatalkan ikatan
pernikahan dengan lafadz tertentu yang mengandung arti menceraikan. Talak
merupakan jalan keluar terakhir dalam suatu ikatan pernikahan antara suami isteri jika
mereka tidak terdapat lagi kecocokan dalam membina rumah tangga.
Secara etimologis “Talak” (ُ‫ )اَطاَل ق‬berarti memutuskan, melepaskan, dan
meninggalkan. Sedangkan menurut pengertian Syarak ialah nama bagi suatu pelepasan
tali pernikahan antara suami dan istri.
Sebagaimana keharusan yang mesti ada pada bentuk-bentuk akad dan transaksi
yang lain, untuk keabsahan talak juga mesti memenuhi rukun dan syarat itu, berbeda
pengertiannya menurut pakar hukum Islam, namun konsekwensi yang ditimbulkan
keduanya apabila tidak terpenuhi dalam suatu akad atau transaksi, relative sama, yaitu
tidak sahnya akad atau transaksi tersebut.
B. Dalil talak
Allah Ta’ala berfirman,
‫ان‬ ٍ ‫اك مِب َعر‬
ٍ ‫وف أَو تَس ِريح بِِإحس‬ ِ ِ َّ
َْ ٌ ْ ْ ُ ْ ٌ ‫الطاَل ُق َمَّرتَان فَإ ْم َس‬
"Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang
ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (QS. Al Baqarah: 229)

‫وه َّن لِعِ َّدهِتِ َّن‬


ُ ‫ِّساءَ فَطَلِّ ُق‬ َّ ِ
َ ‫يَا أَيُّ َها النَّيِب ُّ إذَا طَل ْقتُ ُم الن‬
“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan
mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)” (QS. Ath
Tholaq: 1)

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya beliau pernah mentalak
istrinya dan istrinya dalam keadaan haidh, itu dilakukan di masa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Lalu ‘Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu menanyakan
masalah ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam lantas bersabda,

2
‫ك َب ْع ُد َوإِ ْن َشاءَ طَلَّ َق‬
َ ‫ مُثَّ إِ ْن َشاءَ أ َْم َس‬، ‫ مُثَّ تَطْ ُهَر‬، ‫يض‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ْها َحىَّت تَطْ ُهَر مُثَّ حَت‬ َ ‫ مُثَّ ليُ ْمسك‬، ‫ُم ْرهُ َف ْلُيَراج ْع َها‬
َّ َّ َّ ِ َ ‫ فَتِْل‬، ‫س‬
َ ‫ك الْع َّدةُ الىِت أ ََمَر اللهُ أَ ْن تُطَل َق هَلَا الن‬
ُ‫ِّساء‬ َّ َ‫َقْب َل أَ ْن مَي‬
"Hendaklah ia meruju’ istrinya kembali, lalu menahannya hingga istrinya suci
kemudian haidh hingga ia suci kembali. Bila ia (Ibnu Umar) mau menceraikannya,
maka ia boleh mentalaknya dalam keadaan suci sebelum ia menggaulinya. Itulah al
‘iddah sebagaimana yang telah diperintahkan Allah ‘azza wajalla.”1

Ibnu Qudamah Al Maqdisi menyatakan bahwa para ulama sepakat (berijma’) akan
dibolehkannya talak. ‘Ibroh juga menganggap dibolehkannya talak. Karena dalam
rumah tangga mungkin saja pernikahan berubah menjadi hal yang hanya membawa
mafsadat. Yang terjadi ketika itu hanyalah pertengkaran dan perdebatan saja yang tak
kunjung henti. Karena masalah inilah, syari’at Islam membolehkan syari’at nikah
tersebut diputus dengan talak demi menghilangkan mafsadat.2

C. Hukum Talak
Dalam ajaran Islam Talak diperbolehkan (mubah) sebagai jalan terakhir ketika
kehidupan rumah tangga mengalami jalan buntu, talak hanya dapat dilakukan apabila
hubungan perkawinan sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Tentang talak ini,
Rasulullah bersabda :

Berdasarkan Dalil tersebut menurut Jumhur Ulama hukum talak itu mubah
tetapi lebih baik dijauhi. Apabila dilihat latar belakang terjadinya talak, maka hukum
talak bisa berubah kepada :
1. Wajib
Talak menjadi wajib hukumnya apabila hakim tidak menemukan jalan lain,
kecuali talak, yang bisa ditempuh untuk meredakan pertikaian yang terjadi diantara
suami dan istri.
2. Haram
Seorang laki – laki diharamkan menjatuhkan talak kepada sang istri bila
tidak memiliki tujuan yang jelas. Sebab, yang demikian itu akan berdampak buruk
bagi pihak perempuan. Talak juga diharamkan ketika istri dalam keadaan haid atau
dalam keadaan suci yang sudah digauli.

1
HR. Bukhari no. 5251 dan Muslim no. 1471.
2
Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, Tahqiq: Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdil Muhsin At Turki, Dr. ‘Abdul
Fattah Muhammad Al Halawi, Dar ‘Alam Al Kutub, 10/323

3
3. Mubah
Hukum talak bisa menjadi mubah jika seorang istri memiliki akhlak yang
buruk, jelek tabiatnya dalam bermuamalah, melalaikan hak suami, dan lain
sebagainya. Sehingga tujuan pernikahan yang diinginkan tidak tercapai sama
sekali.
4. Sunnah
Hukum talak akan menjadi sunnah apabila keadaan rumah tangga sudah
sulit dipertahankan, dan apabila dipertahankan akan lebih banyak bahayanya,
misalnya seorang istri tidak mau atau lalai dalam menjalankan hak – hak Allah
SWT, seperti sholat, puasa, dan lain sebagainya.
Setelah beberapa kali diperintahkan agar jangan melalaikan perintah Allah SWT,
namun seorang istri tetap tidak menghiraukannya, maka suami disunnahkan untuk
menceraikannya. Sebab, hal tersebut akan merugikan kehidupan beragama mereka,
yang merupakan inti dari kebahagiaan sejati. 

D. Macam – Macam Talak


Dilihat dari segi kondisi istri yang ditalak, maka talak terbagi menjadi 2 macam,
yaitu :
1. Talak Sunni
Yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami pada istrinya dalam keadaan suci dan tidak
disetubuhi dalam masa suci itu.
2. Talak Bid’ah
Yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya dalam keadaan menstruasi
(haidl) atau dalam keadaan suci tetapi telah disetubuhi saat dijatuhkan talak.
Jumhur Ulama telah sepakat mengatakan, bahwa talak sunni adalah talak yang
dianggap halal. Sedangkan talak bid’ah hukumnya haram, namun sah talaknya.
Dilihat dari boleh atau tidaknya suami merujuk atau kembali kepada istrinya,
maka talak dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1) Talak Roj’i
Yaitu talak yang dijatukhan oleh suami kepada istrinya talak ke satu atau ke
dua kali atas inisiatif suami. Talak ini memberi hak kepada suami untuk merujuk
atau kembali kepada istrinya yang telah ditalak dengan atau cukup mengatakan “
Aku telah merujukmu kembali ” tanpa melalui akad nikah baru, jika istri dalam

4
masa iddah, dan disunnahkan pada saat rujuk tersebut menghadirkan dua orang
saksi yang adil.  Jika masa iddahnya telah berakhir dan suami belum merujuknya,
maka dengan demikian telah terjadi talak ba’in terhadapnya.
2) Talak Ba’in
Yaitu talak yang tidak memberikan hak kepada suami untuk merujuk atau
kembali kepada istrinya kecuali melalui akad nikah baru. Talak Ba’in dibagi
menjadi 2 macam, yaitu :
a) Talak Ba’in Sughro
Misalnya talak pertama atau kedua yang didahului oleh tebusan (iwadl) dari
pihak istri, atau talak terhadap istri yang belum pernah dikumpuli. Suami yang
menjatuhkan talak ba’in sughro tidak boleh merujuk atau kembali kepada
istrinya kecuali dengan akad nikah yang baru.
b) Talak Ba’in Kubro
Yaitu talak yang ketiga kali. Talak ini menyebabkan suami tidak boleh
merujuk istrinya, kecuali istri yang ditalak telah menikan dengan laki – laki lain
setelah keduanya berhubungan intim kemudian bercerai dengan talak ba’in
kubro dan telah habis masa iddahnya.

Ditinjau dari segi pengucapannya, talak dibagi menjadi dua, yaitu :


1. Talak Sharikh
Yaitu talak yang diucapkan suami dengan menggunakan kata – kata yang
jelas dan tegas tidak mengandung arti lain kecuali talak itu sendiri. Ungkapannya
cukup dengan sengaja mengucapkan tidak butuh niat. Seperti dengan mngucapkan
“ Aku cerai,” atau “ Kamu telah aku cerai”.
2. Talak Kinayah
Yaitu talak yang diucapkan dengan menggunakan kata sindiran talak, kata –
kata seperti ini membutuhkan niat dari yang mengucapkan. Karena, kata – kata
yang diucapkan tidak menunjukkan pengertian talak. Seperti mengucapkan “
Pulanglah engkau kepada orang tuamu”.

Adapun macam – macam talak yang lain, yaitu :


1. Talak Munjaz dan Mu’allaq

5
Talak Munjaz yaitu talak yang diberlakukan kepada istri tanpa adanya
penangguhan. Misalnya seorang suami mengatakan kepada istrinya “ Kamu telah
dicerai “. Maka istri telah ditekan dengan apa yang diucapkan oleh suaminya.
Sedangkan talak Mu’allaq adalah talak yang digantungkan oleh suami dengan
suatu perbuatan yang akan dilakukan oleh istrinya pada masa mendatang. Seperti
suami mengatakan kepada istrinya “ Jika kamu berangkat kerja, berarti kamu telah
ditalak “. Maka talak tersebut berlaku sah dengan keberangkatan istrinya untuk
kerja.
2. Talak Takhyir dan Tamlik
Talak Takhyir adalah dua pilihan yang diajukan oleh suami kepada istrinya,
yaitu melanjutkan rumah tangga atau bercerai. Jika si istri memilih bercerai, maka
berarti ia telah ditalak. Sedangkan talak Tamlik adalah talak dimana seorang suami
mengatakan kepada istrinya “ Aku serahkan urusanmu kepadamu” atau “
Urusanmu berada ditanganmu sendiri”. Jika dengan ucapan itu istrinya
mengatakan “ Berarti aku telah ditalak”, maka berarti ia telah ditalak satu Raj’i.
Imam Malik dan sebagian ulama lainnya berpendapat, bahwa apabila istri yang
telah diserahi tersebut menjawab “ Aku memilih talak tiga “, maka ia telah ditalak
Ba’in oleh suaminya. Dengan talak tiga ini, maka si suami tidak boleh rujuk atau
kembali kepada istrinya, kecuali setelah mantan istrinya dinikahi oleh laki – laki
lain.
3. Talak Wakalah dan Kitabah
Yaitu jika seorang suami mewakilkan kepada seseorang untuk mentalak
istrinya atau dengan menuliskan surat kepada istrinya yang memberitahukan
perihal perceraiannya, lalu istrinya menerima hal itu, maka ia telah ditalak.
4. Talak Haram
Yaitu apabila suami mentalak istrinya dalam satu kalimat atau mentalak dalam
tiga kalimat, akan tetapi dalam satu majelis. Seperti jika suami mengatakan kepada
istrinya “ kamu ditalak tiga”. Atau mengatakan “ Kamu aku talak, talak dan talak
“. Menurut Ijma’ Ulama, talak seperti ini diharamkan.
Dalil yang melandasinya adalah Hadist Rasulullah SAW mengenai seorang laki
– laki yang mentalak tiga istrinya dalam satu kalimat. Lalu beliau berdiri dan
marah seraya mengatakan “ Apakah Kitab Allah hendak dipermainkan, sedang aku

6
masih berada di tengah – tengah kalian?” Hingga ada seseorang berdiri seraya
berkata, “ Wahai Rasulullah, izinkan aku membunuhnya “ (HR. Nasa’i)

E. Rukun Talaq
1. Suami
Hak talak hanya dimiliki oleh laki – laki karena ia lebih bisa mengendalikan
emosi, dan lebih sanggup memikul beban – beban kehidupan. Sehingga, seorang
laki – laki tidak tergesa – gesa ketika harus menjatuhkan talak kepada istrinya. Ia
lebih bisa mendahulukan akal daripada perasaan. Sebagaimana Rasulullah SAW
bersabda :

ِ ‫ق لِ َم ْن ٲَخَ َذ بِااس‬
‫َّاق‬ ُ ‫ٳِنَّ َما الطَّاَل‬
Artinya :
“ Talak itu hanyalah bagi yang mempunyai kekuatan (suami).” (HR. Ibnu Majah
dan Daruquthni)

2. Istri
Istri dikenai hukum talaq bila berada dalam empat keadaan. Pertama, benar
– benar ada hubungan pernikahan diantara keduanya (suami istri). Kedua, seorang
istri masih berada dalam masa iddah talak raj’i atau bainunah sughra. Ketiga,
seorang istri berada dalam masa iddah perceraian yang diakui oleh syari’at.
Keempat, seorang istri berada dalam masa iddah fasakh yang diakui oleh syari’at.

3. Sighat Talaq
Sighat talaq adalah lafal yang menyebabkan terputusnya hubungan pernikahan,
baik secara jelas (sharih) maupun sindiran (kinayah) dengan syarat harus disertai
dengan adanya niat. Namun demikian, tidak cukup hanya dengan niat saja,
sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW :
.‫سهَا َمالَ ْم يَتَ َكلَّ ُموا ٲَوْ يَ ْع َملُوابِ ِه‬
َ ُ‫ت بِ ِه ٲَ ْنف‬
ْ َ‫ َما َح َّدث‬k‫ٳِ َّن هللَ تَ َجا َو َزلِئُا َّمتِي‬
Artinya :
“Sesungguhnya Allah memberikan ampunan bagi umatku apa – apa yang terdetik
di dalam hati mereka, selama mereka ucapkan atau kerjakan.” (Muttafaqun
‘Alaih)

7
Secara umum, sighat talak terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Mutlak
Sighat mutlak adalah lafal yang telah diucapkan tanpa syarat apapun. Sighat
Mutlak dibagi menjadi dua, yatitu sharih (jelas) dan kinayah (sindiran). Mutlak
sharih adalah lafal talak yang dpat dipahami maknanya saat diucapkan, dan tanpa
mengandung makna lain. Lafadz sharih tidak membutuhkan niat. Hanya saja lebih
utama jika disertai dengan kata “istri”. Misalnya, seorang laki – laki mengatakan, “
Istriku saya talak “.
Mutlak kinayah adalah lafal talak yang mengandung banyak makna, sehingga
bisa ditakwilkan dengan makna yang berbeda – beda. Lafadz talak yang tergolong
kinayah terbagi menjadi dua, yaitu kinayah Zhahirah dan Muhtamilah. Kinayah
zhahirah adalah sindiran yang jelas. Misalnya, seorang suami berkata kepada
istrinya “ Beriddahlah “. Maka, kata – kata tersebut termasuk dalam kategori
kinayah zhahirah, yaitu sindiran yang hampir bisa dipastikan maksudnya adalah
talak. Sedangkan kinayah muhtamilah adalah sindiran yang mengandung banyak
makna (multi tafsir). Misalnya, seorang laki – laki mengatakan kepada istrinya, “
Saya melepaskanmu “.
Imam Malik mengatakan bahwa kinayah muhtamilah itu tergantung kepada
niat. Jika seseorang meniatkan talak, maka keduanya harus dipisahkan. Sedangkan
jika tidak meniatkan talak maka keduanya masih sah sebagai suami istri.
Jumhur ulama mengatakan bahwa kinayah muhtamilah yang diucapkannya
itu sama sekali tidak menyebabkan talak.

2. Muqayyad
Kadang – kadang seorang laki – laki mengucapkan lafal talak kepada istrinya
dengan embel – embel kata tertentu berupa syarat atau pengecualian.
Berapa hal yang biasanya dijadikan sebagai syarat dan pengecualian dalam
talak, yaitu :
 Kehendak
Salah satu syarat atau pengecualian yang disandingkan dengan lafal talak
adalah kehendak, baik kehendak Allah maupun kehendak Manusia. Misalnya,

8
seorang laki – laki berkata kepada istrinya, “ Engkau saya talak, jika Allah
berkehendak “.
 Perbuatan di Masa Depan
Biasanya, ketika seseorang mengaitkan lafal talak dengan perbuatan yang
akan terjadi di masa depan maka ia tidak bisa dilepaskan dari tiga perkara.
Pertama, perbuatan yang mungkin atau tidak mungkin terjadi. Misalnya,
seorang laki – laki berkata kepada istrinya, “ Jika Umar masuk kerumah, maka
engka akan ditalak “.
Syarat ini mungkin terjadi dan mungkin juga tidak akan terjadi. Kedua,
perbuatan yang pasti terjadi. Misalnya, seorang suami mengatakan kepada
istrinya, “ Jika matahari terbit maka engkau akan ditalak”. Ketiga, perbuatan
yang biasanya terjadi. Misalnya, seorang suami mengatakan kepada istrinya, “
Jika engkau haid maka engkau akan ditalak “.

F. Syarat Talak
Suami yang menceraikan istrinya disyaratkan :
o Telah dewasa.
o Berakal sehat.
o Atas kesadaran dan kehendak sendiri.
o Ucapan talak yang dikemukakannya berdasarkan kesadaran dan kesengajaan.

G. Talak yang Tidak Sah


1. Talak karena dipaksa
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa salah satu syarat sahnya talak
adalah harus berasal dari keinginan suami sendiri. Dalam ketentuan syara’, jika
seseorang dipaksa untuk kufur, dan ia benar – benar tidak bisa menghindari darinya,
maka ia boleh melakukannya dan tidak berdosa. Hal tersebut sesuai dengan firman
Allah SWT :

‫ط َمىِ ۢ ُّن بِااْل ْي َم ِن‬


ْ ‫ٳِاَّل َم ْن ٲُ ْك ِرهَ َوقَ ْلبُهُ ُم‬
Artinya :

9
“...kecuali, orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam briman
(ia tidak berdosa)...” (QS. An-Nahl [16]: 106).
Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum talak yang diucapkan oleh seorang
suami yang dipaksa melakukannya adalah tidak sah, dan tidak mengakibatkan
terjadinya perceraian. Madzhab Syafi’i termasuk dalam kelompok ini, hanya saja
mereka membedakan antara ada atau tidaknya niat didalamnya. Talak yang dipaksa
dan dilandasi oleh niat maka hukumnya sah. Sebaliknya, jika talak yang dipaksa
tersebut tidak mengandung unsur niat maka talaknya tidak sah.

2. Talak yang diucapkan oleh orang yang mabuk


Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum talak yang diucapkan oleh
orang yang mabuk. Jumhur ulama mengatakan bahwa talak yang diucapkan oleh
orang yang mabuk hukumnya sah. Alasannya, mabuk yang dialaminya adalah
perbuatan dan keinginan sendiri.
Imam asy-Syaukani Rahimakumullah mengatakan, “orang yang mabuk dan
tidak bisa menggunakan akalnya maka talaknya tidak sah, karena tidak adanya ‘illat
yang menyebabkan sahnya talak. Syariat telah menentukan hukum talak bagi orang
yang mabuk. Sehingga, akal kita tidak boleh melangkahinya dengan mengatakan
bahwa hukum talak orang tersebut adalah sah.”

3. Talak yang diucapkan oleh orang yang sedang marah


Berdasarkan penelitian yang mendalam, ada tiga jenis atau tingkatan kemarahan :
a. Pertama, orang yang sedang marah sampai akalnya tidak berfungsi, kemudian
ia menjatuhkan talak kepada istrinya, maka talaknya tidak sah dan tidak
menyebabkan perceraian diantara keduanya. Biasanya, orang yang sedang
marah besar tidak menyadari apa yang diucapkan, karena ia sudah dikuasai
emosi dan nafsu.
b. Kedua, marah yang terkendali sehingga akal seseorang yang mengalaminya
masih berfungsi dengan baik. Para ulama sepakat bahwa orang yang
mengucapkan talak dalam keadaan marah seperti ini, hukumnya sah dan
keduanya harus dipisahkan.

10
c. Ketiga, marah yang berada di antara keduanya, yaitu antara berlebih-lebihan
dan terkendali. Para ulama sepakat bahwa orang yang menjatuhkan talak dalam
keadaan marah seperti ini, hukumnya sah dan kedua pasangan harus dipisahkan.

4. Talak yang diucapkan tanpa niat (kesengajaan)


Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum talak yang diucapkan oleh
seseorang tanpa sadar atau unsur kesengajaan. Jumhur ulama berpendapat bahwa
talak yang diucapkannya adalah sah, dan keduanya harus dipisahkan. Hal tersebut
sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :
“Tiga perkara yang seriusnya adalah serius, dan candanya adalah serius,
yaitu nikah, talak, dan rujuk”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).
Sedangkan menurut Muhammad Baqir, Ja’far Shadiq, serta salah satu pendapat
Imam Ahmad dan Imam Malik bin Anas menegaskan bahwa talak yang diucapkan
tanpa adanya unsur kesengajaan maka hukumnya tidak sah, dan keduanya tetap
berada dalam ikatan tali pernikahan. Oleh karena itu, talak yang tidak mengandung
unsur kesengajaan hanyalah permainan yang tidak terkena sanksi hukum. Pendapat
ini Didasarkan pada Firman Allah SWT yang menjelaskan tentang pentingnya Azam
(keinginan/niat). Berikut :

َ ‫َوٳِ ْن َع َز ُموْ ااطَّ ٰل‬


‫ق فَٳِ َّن هللاَ َس ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم‬
Artinya :
“Dan, jika mereka berazam (berketetapan hati untuk) talak, maka sesungguhnya
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah [2]: 227)
Termasuk dalam kategori ini adalah talak yang dijatuhkan oleh seseorang yang
lupa atau lalai. Rasulullah SAW juga bersabda, “Amalan itu tergantung pada niat”.

5. Talak yang diucapkan oleh orang yang terkejut


Dalam kehidupan sehari – hari kita sering menjumpai orang yang latah.
Sehingga, ia mudah mengatakan ucapan sesuatu tanpa sadar, dan terjadi secara
spontan. Dalam keadaan seperti ini, talak yang diucapkannya adalah tidak sah, dan
keduanya tetap berada dalam ikatan pernikahan.

6. Talak yang diucapkan oleh anak kecil

11
Imam Malik berpendapat talak yang diucapkan oleh anak kecil tidak berlaku
sampai ia mencapai usia baligh. Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa talak
yang diucapkan anak kecil tidak berlaku sampai umurnya mencapai dua belas tahun.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan sekilas lalu tentang
permasalahan talaq( p e r c e r a i a n ) , a d a b e b e r a p a k e t e r a n g a n b a i k
ayat Al Quran dan Hadits n a b i Muhammad SAW, sudah
m e m b u k a t a b i r p i k i r a n d a n w a w a s a n y a n g s e l a m a i n i masih ada hijab
yang menutupinya karena kurang meresapi dan menghayati ajaran tentang
permasalahan perceraian, diantara beberapa keterangan singkat tersebut
diatas penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Talaq ialah melepaskan atau membatalkan ikatan perkawinan.
2. Talaq merupakan perbuatan halal yang sangat dibenci oleh Allah dan
hukumnyamakruh atau telarang, hukum talaq dapat berubah menjadi
sunnah, wajib dan haram tergantung kondisi dan penyebabnya.

B. Saran
1. Menyarankan agar dapat memahami dan mengerti betapa baiknya
mempelajari tentang permasalahan talaq (perceraian) dalam hidup ini,
sebab barangkali disuatu saat kita berada dalam permasalahan tersebut.
2. M e n y a r a n k a n a g a r s a l i n g m e m b i n a d a n m e m b i m b i n g a n t a r
keluarga a g a r   terjalin hubungan yang harmonis untuk
m e n g h i n d a r i d i r i d a n k e l u a r g a d a r i  perceraian.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://sandraagustiya.blogspot.co.id/2015/02/makalah-fiqih-talak.html
(diakses hari sabtu, 04 Februari 2017)

http://zanhaola.blogspot.co.id/2013/06/talak-syarat-rukun-dan-akibatnya.html
(diakses hari sabtu, 04 Februari 2017)

http://nurulkhaifa.blogspot.co.id/2015/02/makalah-talak.html
(diakses hari sabtu, 04 Februari 2017)

http://jokodalank.blogspot.co.id/2016/08/makalah-talak.html
(diakses hari sabtu, 04 Februari 2017

14

Anda mungkin juga menyukai