Mari kita bahas secara lengkap tentang pengertian rujuk terlebih dahulu. Pertama, rujuk atau dalam
istilah hukum disebut Raj’ah, secara bahasa diartikan kembali. Suami yang rujuk dengan istrinya,
berarti ia telah kembali pada istrinya.
Kedua, pengertian rujuk menurut syara’ sebagaimana yang dinukil dalam kitab Fathul Mu’in adalah
mengembalikan istri yang masih dalam ‘iddah talak bukan ba’in pada pernikahan semula.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa rujuk hanya bisa dilakukan
ketika istri dijatuhkan talak raj’i (bukan ba’in) dan selama dalam masa ‘iddah.
Rujuk adalah hak sepenuhnya bagi suami yang ditetapkan Allah SWT. Sekalipun tanpa persetujuan
istri dan wali-nya, rujuk tetap sah.
Artinya: “Apabila kamu menthalaq istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir ‘iddahnya, maka rujukilah
mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula).
Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu
menganiaya mereka”. [QS. Al-Baqarah 231]
Kemudian, di dalam hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dari Umar bin Al-Khattab, beliau
berkata: “Bahwa Rasulullah SAW telah mentalak Siti Hafsah binti Umar Al-Khattab, kemudian
merujuknya”. Saat itu Rasulullah SAW berkata: “Jibril telah menemuiku, lalu berkata: Rujuklah
Hafsah, karena dia wanita yang rajin berpuasa dan Qiyamullail. Sungguh, dia adalah istrimu di
syurga”. (HR. Abu Daud dan Periwayat dengan sanad yang hasan).
Hukum Rujuk
Bukan saja pengertian rujuk yang harus Anda pahami, tetapi tentang hukum, syarat, rukun, dan
contohnya harus juga dipelajari lebih mendalam. Perihal hukum rujuk, para ulama sepakat,
berdasarkan berdasarkan hukum asalnya yaitu mubah (boleh), kemudian bisa berubah menjadi wajib,
sunnah, makruh, dan haram, tergantung dari kondisi dan situasi dalam kasus perceraiannya. Berikut
hukum rujuk dan alasannya:
Macam Rujuk
Macam-macam rujuk tidak lepas dari macam-macam talak, yakni ada dua:
Dan diperkuat lagi dengan hadist rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh sahabat Umar Radhiyallahu
‘Anhu dan dipastikan status hadisnya shahih.
“Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu, waktu itu beliau ditanya oleh seseorang dan ia berkata: “adapun
engkau yang telah menceraikan (istri) baru sekali atau dua kali, maka sesungguhnya Rasulullah SAW
menyuruh aku merujuk istriku kembali.” (HR. Muslim)
Talak tiga
Rujuk talak ba’in ini tidak bisa dilakukan meskipun istri masih dalam masa ‘iddah, seperti halnya rujuk
talak raj’i. Akan tetapi, bekas istri harus menikah terlebih dahulu dengan orang lain, keduanya sudah
bersetubuh, lalu suami kedua menceraikan wanita tersebut.
Setelah ia diceraikan dan masa ‘iddahnya sempurna, barulah suami pertama bisa merujuk istrinya
kembali.
Perihal syarat dan rukun rujuk, sebagiannya bisa Anda temukan di dalam kitab Al-Mughny, juz III,
halaman 335/556.
شرط المرتجع اهلية النكاح نفسه بأن يكون بالغا عاقال مختارا غير مرتد ألن
الرجعية كإنشاء النكاح
Maksudnya: Syarat yang merujuk sebagaimana kemampuan sewaktu nikah, yakni telah baligh dan
berakal, atas kehendak sendiri, dan bukan seorang yang murtad. Karena rujuk itu tidak jauh berbeda
dengan nikah.
Syarat dan rukun rujuk menurut Imam Syafi’i bisa dilakukan sebagaimana hal-hal berikut ini:
Setelah istri ditalak dan menikah lagi, tetapi belum dicampuri oleh suami barunya. Maka, tidak
boleh dirujuki, karena di situ tidak ada masa ‘iddah sama sekali. Jadi, bisa rujuk alaskan
bekas istri sudah dicampuri suaminya, kemudian diceraikan dan menunggu masa ‘iddah-nya
sempurna.
Sesuai dengan hadist Rasulollah SAW:
مجانا بال عوض بعد وطئ-صح رجزع مفارقة بطالق دون اكثر – الى أن قال
اى فى عدة وطئ قبل انقضاء عدة
(Fathul Mu’in IV : 29)
1. Rujuk bisa dilakukan apabila bekas istri masih dalam masa ‘iddah dan tidak boleh rujukk jika
masa ‘iddah sudah habis. Jika sudah habis, maka bukan lagi rujuk, tetapi menggunakan akad
nikah baru lagi. Namun demikian, si istri tetap dalam hitungan sisa talak yang telah
dijatuhkan. Artinya, jika talak pertama, maka tinggal 2 talak tersisa, yaitu 1 kali talak raja’i,
dan 1 kali terakhir talak ba’in.
2. Diharuskan adanya ucapan “Rujuk”. Seperti kata suami: “aku rujuk kepada engkau”. Tidak
masuk sah menuut Imam Syafi’i jika tidak di ikrarkan dengan lisan. Kemudian, sebelum ikrar
rujuk diucapkan, maka haram mencampuri bekas istrinya.
Contoh Rujuk
Berikut ini beberapa contoh atau cara rujuk suami kepada bekas istrinya. Antara lain;
Sharih (Jelas)
Contoh rujuk dengan ucapan sharih dan sah meskipun tanpa disertai dengan adanya niat: “Saya
rujuk kepadamu wahai istriku”
Kinayah (Sindiran)
Contoh rujuk dengan ucapan kinayah dan harus disertai niat apabila rujuknya ingin sah/jadi: “Saya
kembali pegang engkau wahai istriku”
Dalam melakukan rujuk, suami tidak disyaratkan memberi tahu dulu istri, karena rujuk itu adalah
sepenuhnya hak suami. Kemudian, ketika akan rujuk tidak diharuskan menghandirkan saksi.
Kalaupun ingin menghadirkan saksi, boleh-boleh saja.
Keseluruhan ulama juga berpendapat bahwa adanya saksi ketika melakukan rujuk, itu hanya sekedar
kehati-hatian saja dan itu diperbolehkan.
3. Hikmah Rujuk. Hikmah di balik kebolehan rujuk terdapat nilai-nilai positif baik bagi
bekas pasangan tersebut maupun bagi anak-anaknya. Diantaranya adalah : 1. Sarana memikir
ulang substansi perceraian yang telah dilakukan; apakah karena emosi, hawa nafsu atau karena
kemaslahatan. 2. Sarana mempertanggung jawabkan anak secara bersama-sama. 3. Sarana
menjalin kembali pasangan suami istri yang bercerai, sehingga pasangan tersebut bisa lebih
hati-hati, saling menghargai dan menghormati. 4. Saran perbaikan hubungan diantara 2 manusia
atau lebih, sehingga muncul rasa saling menyayangi yang lebih besar. 5. Rujuk akan
menghindari perpecahan hubungan kekerabatan diantara keluarga suami atau istri.