Anda di halaman 1dari 8

Nama : Rif’atus Saadah Makul : Tafsir Ahkam

Npm/ Sem : 1531030024 / 5 Dosen : M. Tauhid

Talak menurut bahasa adalah “melepaskan ikatan”. Yang dimaksud disini ialah
melepaskan ikatan pernikahan. Apabila pergaulan kedua suami istri tidak dapat mencapai
tujuan pernikahan, maka hal yang terjadi ialah perpisahan antara kedua keluarga. Karena
tidak ada kesepakatan antara suami dan istri maka dengan keadilan Allah SWT dibukakan
jalan keluar dari segala kesukaran itu, yakni pintu perceraian. Perceraian merupakan langkah
akhir jika tak ada lagi ketentraman atau kesejahteraan dalam rumah tangga, tapi menurut
asalnya hokum talak ialah makruh adanya, seperti hadis Nabi Muhammad Saw :
َّ ِ‫َض ْال َحالَ ِل ِع ْندَ هللا‬
‫الطالَ ُق‬ ُ ‫أ َ ْبغ‬
Dari ibnu umar. Ia berkata bahwa Rasulullah Saw. Telah bersabda, “sesuatu yang halal
yang amat dibenci Allah ialah Talak.”(Riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah)
Jika melihat dari kemaslahatan atau kemudaratannya, hokum thalak ada 4 yaitu wajib, sunat,
haram dan makruh.
Dalam Al-Qur’an Ayat yang berkenaan dengan thalak itu ada beberapa macam, tapi
dalam makalah ini akan terkhusus membahas surat At-Thalaq ayat 1-4

   


 
  
     
   
    
     
     
     
    
  
  
 
   
   
    
  
     
    
     
     
     
    
   
   
  
    
   
     
    

Artinya: (1)“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)* dan
hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu
keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali
mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang**. Itulah hukum-hukum Allah, Maka
Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui
barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru***
(2)apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau
lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di
antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi
pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar.
(3)dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya
Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan
ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
(4)dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-
perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka
adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan
perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan
kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan
baginya kemudahan dalam urusannya.

*Maksudnya: isteri-isteri itu hendaklah ditalak diwaktu suci sebelum dicampuri.


Singkatnya, talak itu harus dijatuhkan pada saat istri dalam keadaan suci (setelah selesai
masa iddah). Jika tidak demikian, talak tersebut tidak bisa dianggap sebagai berdasarkan
sunah. Talak dalam sunah rasul memberi gambaran sebagai talak yang dilakukan terhadap
wanita yang telah baligh dan sudah dicampuri, serta bukan wanita yang memasuki
menopause dan sedang hamil. Sebab tidak ada sunah rasul yang berkaitan dengan talak bagi
wanita yang masih kecil, belum dicampuri, atau yang memasuki masa menopause dan sedang

dalam keadaan hamil. (‫ > واحصواالعدة‬dan hitunglah waktu iddahnya) maksudnya ialah
jagalah waktu idahnya supaya kalian dapat merujuknya sebelum waktu iddah itu habis.
(‫واتقوهللاا ربكم‬ serta bertakwalah kepada Allah Rabb kalian) taatlah kalian kepada
perintahnya dan larangannya.
(janganlah kalian keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka diizinkan
keluar) dari rumahnya sebelum idahnya habis (kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji)

yaitu Zina ( ‫مبينة‬yang terang/ jelas) maksudnya, dapat dibuktikan. Maka jika ia

melakukan hal tersebut dengan dpat dibuktikan atau ia melakukannya secara jelas, maka ia
harus dikeluarkan untuk menjalani hukuman hudud. (itulah) yakni hal hal yang telah
disebutkan itu (hokum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hokum hokum Allah,
maka sesungguhnya dia telah berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak
mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu) sesudah perceraian itu (sesuatu hal
yang baru) yaitu rujuk kembali dengan istri yang telah diceraikannya, jika talak yang
dijatuhkannya itu baru sekali atau dua kali.
**Yang dimaksud dengan perbuatan keji ( ‫بفاحشة‬
ِ ) di sini ialah mengerjakan perbuatan-
perbuatan pidana, berkelakuan tidak sopan terhadap mertua, ipar, besan dan sebagainya.
***Suatu hal yang baru ( ‫ ) يحد ث‬maksudnya ialah keinginan dari suami untuk rujuk
kembali apabila talaqnya baru dijatuhkan sekali atau dua kali.
Penjelasan tafsir Ahkam ayatke 2
َ ‫] َوأَش ِْهدُوا ذَ َو ْي‬
{2 :‫عدْل ِم ْن ُك ْم} [الطالق‬

“Serta persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil (istiqamah, bukan orang fasik –ed) di
antara kalian.” (ath-Thalaq : 2)

 Disyariatkan mempersaksiakan talak yang dijatuhkan kepada dua saksi pria yang adil;
istiqamah (tidak fasik). Adapun tentang hukumnya para ulama berselisih pendapat, ada
pendapat ulama yang mengatakan hukumnya wajib, dan ada pendapat yang mengatakan
hukumnya sunnah dan ini pendapatnya jumhur. Yang jelas mempersaksikan talak dapat
dilakukan saat menjatuhkan talak atau disusulkan setelah talak jatuh.
 Disyariatkan juga mengumumkan dan mempersaksiakan rujuk kepada dua saksi pria
yang adil; istiqamah (tidak fasik). Adapaun tentang hukumnya para ulama berselisih
pendapat, ada yang mengatakan wajib, ada juga yang berpendapat sunnah, dan ini
pendapatnya jumhur. Yang jelas mempersaksikan rujuk dapat dilakukan saat
menjatuhkan talak atau disusulkan setelah talak jatuh.

*tentang masa iddah Lihat surat Al Baqarah ayat 228 (Iddah Wanita Cerai tidak Hamil) dan
surat Ath Thalaaq ayat 4.

Iddah adalah sebuah nama untuk waktu tertentu seorang wanita menunggu dalam rangka
beribadah, atau iddah adalah sebuah nama untuk jangka waktu tertentu seorang istri menunggu
dari menikah lagi setelah ditinggal mati oleh suaminya atau setelah dirinya ditalak. Dengan
menunggu tiga kali haid, atau dengan tiga bulan atau dengan empat bulan sepuluh hari

َّ ‫ام ِهنَّ ِإ ْن كُنَّ يُ ْؤ ِمنَّ ِب‬


ِ‫اَّلل‬ َّ َ‫صنَ ِبأ َ ْنفُس ِِهنَّ ث َ َالثَةَ قُ ُروء َو ََل َي ِح ُّل لَ ُهنَّ أ َ ْن َي ْكت ُ ْمنَ َما َخ َلق‬
ِ ‫َّللاُ فِي أ َ ْر َح‬ ْ َّ‫َوا ْل ُم َطلَّقَاتُ َيت َ َرب‬
َ ‫ق بِ َر ِد ِهنَّ فِي ذَ ِلكَ ِإ ْن أ َ َرادُوا ِإص َْال ًحا َولَ ُهنَّ ِمثْ ُل الَّذِي‬
ِ ‫علَي ِْهنَّ ِبا ْل َم ْع ُر‬
‫وف َو ِل ِلر َجا ِل‬ ُّ ‫َوا ْل َي ْو ِم ْاْل ِخ ِر َوبُعُولَت ُ ُهنَّ أ َ َح‬
‫يز َح ِكي ٌم‬ َّ ‫علَي ِْهنَّ د ََر َجةٌ َو‬
ٌ ‫َّللاُ ع َِز‬ َ

Artinya : “wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru' tidak
boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka
beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa
menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak
yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. Al Baqarah 228

‫( ث َ َالثَةَ قُ ُروء‬tiga kali quru’) Apakah yang dimaksud quru’ pada ayat ini haid ataukah suci?

Para ulama berselisih pendapat tentang makna quru’ (menurut syar’i).


Pendapat pertama: Quru’ adalah haid ini pendapatnya Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib,
Abdullah bin Mas’ud dan sekelompok shahabat.

Pendapat kedua: yang dimaksud quru’ adalah suci, bukan haidh. Ini pendapatnya ‘Aisyah, Ibnu
Umar , Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit dan yang lainnya.

Wallahu a’lam bish shawwab insya Allah yang rajih tentang makna quru’ adalah haid.

‫صنَ ِبأ َ ْنفُس ِِهنَّ ث َ َالثَةَ قُ ُروء‬


ْ َّ‫َوا ْل ُم َطلَّقَاتُ َيت َ َرب‬
Maksudnya perempuan yang dicerai disini adalah perempuan yang telah dijima’dan tidak sedang
dalam keadaan hamil atau wanita yang putus rutinitas haidhnya, karena wanita yang belum
disetubuhi tidak ada ‘iddah baginya. Sebagaimana disinggung dalam firman Allah swt:

ً ‫س َرا ًحا َج ِم‬


‫يال‬ َ ‫علَي ِْهنَّ ِم ْن ِعدَّة ت َ ْعتَدُّونَ َها فَ َمتِعُوهُنَّ َو‬
َ َّ‫س ِر ُحوهُن‬ ُّ ‫ث ُ َّم َطلَّ ْقت ُ ُموهُنَّ ِم ْن قَ ْب ِل أ َ ْن ت َ َم‬
َ ‫سوهُنَّ فَ َما لَ ُك ْم‬

Artinya:”lalu kamu menthalak perempuan sebelum kamu menyetubuhinya (bersetubuh dengan


dia), maka tidak ada lagi mereka’iddah.(QS. Al-Ahzab:49)

Dalam firman Allah terkandung Bi Anfusihinna terkandung isyarat yang menyatakan bahwa
wanita yang berada dalam masa ‘iddah wajib mengekang keinginanya untuk kawin lagi dan
menahan nafsu syahwatnya sampai berakhir masa tersebut.

Para ulama madzab berbeda pendapat mengenai pengertian quru’. Imam malik dan Syafi’i
menggartikan quru’dengan masa suci, yang apabila seorang suami menjatuhkan talak kepada
istrinya pada masa suci maka ‘iddahnya dihitung sejak masa itu yang kemudian disempurnakan
dengan dua kali masa suci sesudahnya.

Sedangkan Imam Hanafi dan Hambali mengartikan quru’ itu dengan masa haidh, yang apabila
seorang wanita dicerai suaminya dalam keadaan suci, maka ‘iddahnya dihitung sejak pertama
kali ia haidh setelah berakhir masa sucinya ketika ia diceraikan. Dengan kata lain ia harus
menjalani ‘iddahnya tiga kali haidh secara penuh.

Kemudian Allah SWT, menjelaskan hikmah yang terkandung dalam masalah masa menunggu
yang terkait erat dengan hukum lain melalui firman-Nya:

ِ ‫َّللاُ فِي أ َ ْرح‬


َّ‫َام ِهن‬ َّ ‫ق‬ َ َ‫َو ََل يَ ِح ُّل لَ ُهنَّ أ َ ْن يَ ْكت ُ ْمنَ َما َخل‬

Tidak diperbolehkan bagi kaum wanita menyembunyikan apa yang telah diciptakan oleh Allah
dalam rahim mereka, jika mereka telah merasakan adanya bayi-bayi dalam perut mereka. Dan
jangan pula memperpanjang masa haidh dengan sengaja. Kasus semacam ini telah banyak terjadi
di Mesir pada masa sekarang ini, dimana kaum wanita yang ditalak telah memperpanjang masa
haidh dengan berbagai cara apabila mereka sulit mendapatkan jodoh kembali. Hal ini mereka
lakukan karena pada Qodhi telah mewajibkan bekas suami-suami mereka menafkahi mereka
selama masa ‘iddah. Oleh karena itu, Departemen Kehakiman di Mesir telah menetapkan batas
maksimal masa ‘iddah selama satu tahun Qomariah sebagaimana pendapat yang dianut oleh
Imam Malik ra.

Pada masa jahiliyah, ada seorang wanita yang melakukan perkawinan beberapa saat berselang
setelah ia ditalak oleh suaminya (masih dalam masa ‘iddah). Tidak beberapa lama, wanita
tersebut mengandung sebagai hasil hubunganya dengan suami pertama, tetapi anak yang lahir
dari wanita tersebut telah dinasabkan kepada suami yang kedua. Setelah agama islam datang,
kebiasaan ini telah dilarang karena mengandung unsur penipuan dan pemalsuan dengan lahirnya
seorang anak yang tidak berasal dari suami yang baru. Oleh karena itu, islam memerintahkan
mereka agar melakukan ‘iddah setelah berpisah dengan suami mereka supaya diketahui bahwa
rahim mereka telah bersih (tidak mengandung).

‫اَّللِ َوا ْليَ ْو ِم ْاْل ِخ ِر‬


َّ ‫ِإ ْن كُنَّ يُ ْؤ ِمنَّ ِب‬
Jika mereka benar-benar beriman kepada Allah yang telah menetapkan halal dan haram untuk
kemaslahatan hamba-hamba-Nya, dan jika mereka benar-benar beriman kepada hari akhir,
dimana setiap orang akan dibalas sesuai dengan amal perbuatanya- maka janganlah sekali-kali
mereka menyembunyikan apa yang ada pada rahim mereka. Sebab, jika mereka percaya bahwa
dengan mengikuti petunjuk ini akan mendapat pahala dan keridhaan – dan jika mengabaikanya
menyebabkan celaka – maka hal ini membutuhkan ketaatan dan keikhlasan dalam melaksanakan
perintah ini. Dan dalam ayat ini jelas terkandung nada ancaman yang keras.

‫ق بِ َر ِد ِهنَّ فِي ذَ ِلكَ ِإ ْن أ َ َرادُوا ِإص َْال ًحا‬


ُّ ‫َوبُعُولَت ُ ُهنَّ أ َ َح‬
Suami dari wanita yang ditalak lebih berhak mengembalikan dirinya kepadanya pada masa
‘iddah, jika suami tersebut bermaksud memperbaiki dan menggaulinya kembali dengan baik.
Bahwasanya memperbaiki hubungan suami istri, dengan mengembalikan bekas istri kepangkuan
suaminya dan hal ini tidak akan bisa terwujud kecuali apabila masing-masing pihak memenuhi
hak-hak yang harus dilaksanakannya maka Allah menjelaskan secara ringkas suatu undang-
undang yang mengatur hubungan timbal balik antara suami dengan istri, yaitu adanya persamaan
hak antara keduanya dalam segala hal kecuali satu hal yang akan dijelaskan dalam ayast berikut:

‫علَي ِْهنَّ د ََر َجة‬


َ ‫وف َو ِل ِلر َجا ِل‬ َ ‫َولَ ُهنَّ ِمثْ ُل الَّذِي‬
ِ ‫علَي ِْهنَّ بِا ْل َم ْع ُر‬
Sesungguhnya pada seorang lelaki (suami) ada hak-hak dan kewajiban atas istrinya, demikian
pula sebaliknya.

Maksudnya ialah, bahwa hak dan kewajiban atas kedua belah pihak, pengaturanya diserahkan
kepada norma-norma, tata cara dan kebiasaan yang berlaku pada suatu masyarakat dalam
bermu’amalah. Yang dimaksud dengan persamaan hak disini ialah bahwa antara keduanya
hendaknya saling memberi dan saling mencukupi.

ٌ ‫َّللاُ ع َِز‬
‫يز َح ِكي ٌم‬ َّ ‫َو‬
Kalimat penutup ayat tersebut menunjukan pada suatu fakta bahwa kebijaksanaan Allah
mengharuskan setiap orang dimasyarakat melaksanakan tugas-tugas yang telah dipersiapkan
oleh hukum penciptaan dan semuanya itu disesuaikan dengan struktur tubuh dan ruhnya.
Ayat lain yang menyangkut tentang iddah seperti berikut :

1. Wanita yang di talak dalam keadaan tidak haid lagi (monoupose) atau yang belum haid
karena masih kecil iddahnya dengan tiga bulan

Berkata asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah: “Dan bagi wanita yang belum haid seperti anak kecil
dan yang wanita yang sudah tidak haid lagi seperti wanita yang sudah tua (moneupouse) maka
iddahnya tiga bulan, berdasarkan firman Allah:

ْ َ ‫ارت َ ْبت ُ ْم فَ ِع َّدت ُ ُهنَّ ثَالث َةُ أ‬


‫ش ُهر َوالالئِي‬ َ ِ‫يض ِم ْن ن‬
ْ ‫سائِ ُك ْم إِ ِن‬ ْ ِ‫لَ ْم يَ ِحضْنَ َوالالئِي يَئ‬
ِ ‫سنَ ِمنَ ال َم ِح‬
“dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-
perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah
tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.” (Ath-Thalaq :
4) (Manhajus Saalikin, hlm 188)

2. Wanita yang ditalak atau di tinggal mati suaminya dalam keadaan hamil iddahnya sampai
melahirkan.

Berkata asy-Syaikh As-Sa’di: “Apabila dalam keadaan hamil maka iddahnya sampai melahirkan
semua apa yang ada di perutnya, berdasarkan firman Allah Ta’aala:

َ َ‫َوأُوَلتُ ْاْلَحْ َما ِل أ َ َجلُ ُهنَّ أ َ ْن ي‬


َّ‫ض ْعنَ َح ْملَ ُهن‬

“Sedangkan permpuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu sampai mereka
melahirkan kandungannya” (at Thalaq:4)

Pembahasan Ketiga: Hikmah di Syariatkan iddah

Banyak hikmah disyariatkannya iddah, diantaranya:

– Untuk memsatikan kosongnya rahim dari janin, sehingga tidak tercampurnya nasab

– Untuk memberikan waktu bagi suami yang mencerai istrinya untuk rujuk apabila dia
menyesal jika pada talak raj’i

– Menjaga hak seorang wanita/istri yang hamil apabila terjadi talak pada saat hamil.

– Untuk memperlihatkan betapa besarnya dan terhormatnya permasalahan pernikahan dan


memberikan pemahaman bahwa akad nikah mengungguli akad-akad yang lainnya.
– Memperlihatkan rasa sedih karena baru kehilangan suami/ditinggal mati suami. Jadi
kalau wanita menahan diri untuk tidak berdandan, hal itu membuktikan kesetiaannya kepada
suaminya yang telah meninggal.

Anda mungkin juga menyukai