Anda di halaman 1dari 16

Kata Pengantar

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat serta hidayahnya sehinga kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan
baik.
Makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan kami tentang
Pengaruh Hellenisme. Dan untuk menjadikannya sempurna kami mengharapkan
masukan dan kritik dari semua pihak.
Dan pada kesempatan ini penyusun menghaturkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan
Makalah ini, semoga Allah membalasnya dengan sesuatu yang lebih baik. Amin.
Akhir kata penyusun berharap semoga Makalah ini bisa memberikan
manfaat bagi kita semua.

Liwa, Maret 2022


Penyusun

Kelompok

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i
Kata Pengantar.................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A. Akibat Interaksi Intelektual Muslim dengan Non-Muslim.......................... 3
B. Hubungan Hellenisme dengan Kemajuan Pendidikan Islam....................... 4
C. Pengaruh Hellenisme Terhadap Pendidikan Islam...................................... 5
D. Pertemuan Pemikiran Yunani dan Arab-Islam (Helenisme)........................ 6
E............................................................................................................Hele
nisasi ataukah Islamisasi Berbagai Tradisi Keilmuan.......................... 10

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 13


Kesimpulan ...................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Helenis atau Helenisasi, istilah ini berasal dari kata Yunani Helen (Istilah
yang dipakai oleh orang Yunani untuk menyebutkan etnik mereka). Helenis
juga adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan perubahan kultural di
mana sesuatu yang bersifat bukan Yunani menjadi Yunani (peradaban Helenistik,
pemikiran Helenistik inilah yang menjadi perhatian kalangan pemikir filsafat Arab
Islam. Prosesnya ada yang bersifat sukarela, serta ada dengan penggunaan
kekuatan. Iskandar/Aleksander Agung menyebarkan wawasan peradaban Yunani,
termasuk pula di dalamnya bahasa. Hasilnya adalah, beberapa unsur yang berasal
dari Yunani digabung dalam bentuk yang bervariasi dengan unsur lain dari
peradaban daerah yang dikuasai, yang dikenal dengan Helenisme.
Hellenisme terbagi dalam 2 macam yaitu:
1. Hellenisme klasik: Yaitu kebudaya’an yunani yang berkembang pada abad ke-
5 dan ke-4 SM.
2. Hellenisme secara umum: Istilah yang menunjukkan kebudaya’an yang
merupakan gabungan antara budaya Yunani dan budaya Asia kecil, Syiria,
Mesopotomia,dan Mesir yang lebih tua.
Filsafat helenisme berasal dari filsafat hellens (nama orang) termasuk
kaum zabaniyah, yang mencari kebenaran melalui akal. Filsafat Hellenisme
menurut pengertian etika adalah “Manusia hendaknya mengikuti saja suratan
takdir dan penentuan alam baginya.
Dengan demikian, ia akan mencapai harmoni dengan alam yang akan
membawanya kepada kebahagiaan (eudaimonia). Jadi, hukum alam harus ditaati
terlepas dari perasaan senang atau tidak, menguntungkan atau merugikan,
mengenakkan atau menjengkelkan. Soalnya bagi Zenon, kebahagiaan terletak
dalam tekad keras menjalankan kewajiban demi hukum alam yang objektif, bukan
demi perasaan atau selera subjektif orang perorang.
Sebelum lahirnya filsafat islam baik didunia timur maupun dunia barat
telah terdapat bermacam-macam alam pikiran, diantaranya yang terkanal ialah
pikiran mesir kuno, pikiran sumeria, babilonia, dan assurya, pikiran iran, pikiran

1
india, pikiran cina dan pikiran yunani. Boleh jadi, pikiran-pikiran iran dan india
sedikit banyak telah memberikan sumbangan pada pembentukan filsafat islam,
tetapi yang tampak jelas sekali hubungannya, bahkan menjadi sumber(bukan
sumber utama) bagi filsafat islam ialah filsafat yunani.
Filsafat yunani yang sampai kepada dunia islam tidaklah seperti yang
ditinggalkan oleh orang-orang yunani sendiri, baik melalui orang-orang Masehi
Nestoria dan Jakobites maupun melalui golongan-golongan lainnya.
Akan tetapi filsafat sampai kapada mereka melalui pemikiran Hellenisme
Romawi yang mempunyai cirri khas tertentu yang m,empengaruhi filsafat itu
sendiri. Oleh karena itu tidak semua pikiran-pikiran filsafat yang sampai pada
dunia Islam berasal dari Yunai, baik dalam teks-teks aslinya maupun dalam
ulasan-ulasannya, melainkan hasil dari dua fase yang berturut-turut, yaitu “Fase
Hellenisme” dan “Fase Hellenisme Romawi”. Oleh karena itu, dalam pikiran
filsafat terdapat dua corak yang berbeda atau dua corak yang bercampur, sesuai
dengan perbedaan alam pikiran pada dua masa yang membicarakannya.
Fase Hellenisme ialah ketika pemikiran filsafat hanya dimiliki oleh orang-
orang Yunani, yaitu sejak abad ke-6 atau ke-5 SM sampai akhir abad ke-4 SM.
Adapun Fase Hellenisme Romawi (Greko Romawi) ialah fase yang datang
sesudah fase Hellenisme, dan meliputi semua pemikiran filsafat yang ada pada
masa kerajaan romawi, yang ikut serta membicaraan peningggalan Yunani, antara
lain pemikiran Romawi di Barat dan pemikiran di Timur yang ada di Mesir dan
Siria. Fase ini dimulai dari akhir abad ke-4 SM sampai pertengahan abad ke-7 M
di Iskandariah, atau sampai abad ke-8 M di Siria dan Irak, yaitu aliran Urfa, Ar-
Ruha, Nissibis, dan Antiochia, atau sampai pada masa penerjemahan di dunia
Arab-Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

F. Akibat Interaksi Intelektual Muslim dengan Non-Muslim


Dengan tanpa dimaksudkan untuk mengesampingkan atau
mensubordinasikan wahyu dalam arti sempit, kemajuan yang dicapai Islam
pada masa klasik sangat erat hubungannya dengan terjadinya interaksi antara
Islam dan aneka ragam kebudayaan yang berkembang saat itu, seperti yang
terdapat di Bizantium, daerah-daerah Mesopotamia, Persia, India, dan Cina.
Interaksi ini kemudian melahirkan hal-hal yang positif karena adanya sikap
terbuka kalangan Islam untuk mempelajari dan menerima sesuatu yang
ditemukannya.
Kendatipun demikian, Islam tidak serta merta dengan pasif
mengambil seluruh keilmuan yang ada, melainkan menyeleksinya dengan baik
sehingga tidak berbenturan dengan prinsip-prinsip Islam yang fundamental.
Kemudian, Islam mengembangkan ilmu yang diperolehnya ini dengan kreatif
sehingga pada gilirannya melahirkan penemuan-penemuan baru yang dapat
dikontribusikan dalam dunia ilmu pengetahuan. Dengan demikian patut
kiranya apabila kemudian diskursus keilmuan Islam ini tidak dikatakan sebagai
carbon copy Yunani atau pinjaman atau helenisasi atau rekapitulasi dari
anekaragam kebudayaan yang ada dan sempat memberikan inspirasi,
melainkan islamisasi berbagai tradisi keilmuan. Islamisasi ini meliputi semua
aspek, ontologi, epistemologi, dan aksiologinya, di samping juga
diekspresikannya dalam bahasa Islam.
Terjadinya islamisasi berbagai tradisi keilmuan ini mempunyai
berbagai implikasi; di antaranya adalah pemfusian ilmu-ilmu yang berserakan
di berbagai tempat, yang tentunya berbentuk lokal, menjadi satu kesatuan. Di
samping itu, adanya pembebasan ilmu-ilmu yang ada ini dari berbagai bentuk
lokal, etnis, mitologi, dan lain sebagainya kemudian membentuknya dalam
skala yang universal.

3
G. Hubungan Hellenisme dengan Kemajuan Pendidikan Islam
Pemikiran hellenistik pertama kali menjadi perhatian umat islam
setelah mereka tertarik kepada teologi. Perdebatan antara umat islam dan
Kristen yang dilaksanakan dimajlis-majelis oleh khalifah-khalifah dinasti        
Umayyah, menyebabkan umat islam mengenal kebudayaan Hellenistik, seperti
istilah-istilah dalam hellenistik, argument-argumen rasional, dan ilmu sastra[3].
Keteraikan umat islam terhadap kebudayaan Yunani dilanjutkan dengan
penerjemahan buku-buku Yunani kedalam bahasa Arab. Penerjemahan ini
pertama kali dilakukan dimasa Dinasti Umayyah. Ketertarikan umat islam akan
warisan Yunani semakin besar setelah terjadi kontak yang semakin dekat
dengan warisan Yunani. Semenjak al-Manshur naik tahta, umat islam semakin
hari semakin terbawa oleh pengaruh peradaban Yunani. Dan terjadilah
pentransferan karya-karya Yunani kedalam islam dalam skala besar.
Pengoperan budaya warisan Yunani yang telah dirintis oleh al-Manshur
dilanjutkan oleh Khalifah al-Rasyid. Lalu oleh al-Makmun, ia selangkah lebih
maju dari ayahnya dengan mendirikan Bait Al-Hikmah, suatu lembaga dan
perpustakaan rasional untuk kegiatan penelitian dan penerjemahan pada 830 M.
Maka muncullah nama-nama yang sukses pada masa selanjutnya
seperti al-Kindi sebagai perintis intelektual muslim, nama lengkapnya Abu
Ya’kub bin Ishaq al-kindi (wafat sekitar 257/870). Dia dikenal sebagai Failusuf
al-’Arab. Lalu al-Farabi, Abu Ali Husein bin Abdillah bin Sina ditanganya
filsafat islam mencapai puncaknya karenanya ia diberi gelar kehormatan
sebagai “al-Syaikh al-Rais” (kiayi Utama). Dibidang kedokteran, muncul nama
Ibn Rusyd, Abu Bakar Muhammad bin Zakariya al-Razi (865-925).
Membuktikan kemajuan kaum muslimin pada masa klasik dan tidak luput dari
pengaruh hellenistik diawal interksinya dengan dunia islam. Tapi juga perlu di
perhatikan bahwa para pemikir, perintis, maupun filosof muslim bukan sekedar
mengikuti pemikiran hellenisme, namun memberikan kontribusi yang lebih
besar dengan munculnya nama-nama penemu, pemikir, dokter muslim yang
kenamaan bahkan menemukan teori-teori baru yang penting dalam
perkembangan peradaban secara Universal.
H. Pengaruh Hellenisme Terhadap Pendidikan Islam

4
Pendidikan islam di masa klasik dapat dikatakan maju bahkan
dianggap telah mencapai masa keemasan dalam sepanjang sejarah.sejak
permulaan penerjemahan karya-karya pemikiran yunani,pendidikan islam
mengalami kemajuan pesat baik dalam materi pengajarannya (kurikulum)
maupun lembaga pendidikan.
Lembaga-lembaga pendidikan yang sebelumnya hanya mengajarkan
pengetahuan agama, mulai mengajarkan ilmu pengetahuan, seperti:
matematika, filsafat, dan kedokteran. Misalnya,di kuttab,yaitu:salah satu dari
lembaga pendidikan tingkat dasar,pada abad pertama masa islam hanya
mengajarkan pelajaran membaca dan menulis,kemudian diajarkan pula
pendidikan keagamaan. Sejak abad ke-8 M,Kuttab mulai mengajarkan
pelajaran ilmu pengetahuan disamping ilmu agama.
Sistem pendidikan di masa klasik tidak dikenal sekolah tingkat
menengah yang ada hanya lembaga pendidikan tingkat dasar dan lembaga
pendidikan tingkat tinggi.
Menurut mahmud yunus kurikulum sekolah tingkat tinggi dibagi
menjadi dua yaitu : ilmu-ilmu naqliyah (ilmu yang bersumber pada al-Qur'an
dan al-Hadits) dan ilmu-ilmu aqliyah (ilmu yang bersumber pada akal).ilmu-
ilmu naqliyah meliputi tafsir, al-Qur'an, hadits, fikih, usul fikih, nahwu/sharaf,
balaghah, dan bahasa arab serta kesustraan arab.sedangkan ilmu-ilmu aqliyah
meliputi mantiq/logika, ilmu alam dan kimia,musik,ilmu pasti,ilmu ukur
matematik, falak (astronomi), ilmu kalam,ilmu hewan, ilmu tumbuh-tumbuhan
dan kedokteran.
Setelah menguasai karya-karya hellenisme,ilmuwan-ilmuwan islam
mengadakan pengamatan,penelitian,dan pengkajian lebih jauh sehingga mereka
berhasil menemukan teori-teori baru di bidang ilmu pengetahuan dan
filsafat.pemikiran hellenisme yang mereka transmisikan dalam karya-karya
pemikiran islam bukanlah sekedar terjemahan atau jiplakan, tetapi merupakan
karya asli umat islam.wacana intelektual islam mengalami kemajuan
pesat.kontak dengan hellenisme bukan hanya mempengaruhi lahirnya berbagai
wacana di bidang ilmu pengetahuan dan filsafat islam,tetapi juga pemikiran-
pemikkiran keagamaan,seperti teologi,tafsir,bahasa,hukum islam dan

5
sebagainya.masa klasik islam adalah periode kejayaan dan keemasan
peradaban islam.
Disamping kurikulum yang berkembang sebagai akibat pengaruh
peradaban yunani, lembaga pendidikanpun mengalami perkembangan dengan
pesat. Lembaga-lembaga pendidikan islam seperti:kuttab, mesjid, halaqah, dan
majlis mengajarkan materi pelajaran yang berkaitan dengan keagamaan.pada
perkembangan berikutnya,diajarkan materi pelajaran tentang ilmu pengetahuan
dan filsafat. akibatnya, lembaga-lembaga pendidikan islam mengalami
perubahan karakteristik,bahkan munculnya bentuk-bentuk lembaga
pendidikanbaru, serta menyebabkan terjadinya dualisme lembaga pendidikan
islam, yaitu:
1. Lembaga pendidikan islam yang terbuka pada pengetahuan umum.
2. Lembaga pendidikan islam yang tertutup terhadap pengetahuan umum.

I. Pertemuan Pemikiran Yunani dan Arab-Islam (Helenisme)


Proses helenisme (pertemuan antara budaya Yunani-Roma dengan
Arab-Islam), terjadi dalam dua gelombang. Pertama, pertemuan dalam bentuk
pemikiran, yakni pemikiran filsafat Yunani dan berpengaruh pada pemikiran
Arab-Islam yang dimulai lewat proses penterjamahan-penterjamahan, terjadi
selama 2 abad; antara tahun 750-950 M. kedua, pertemuan dalam bentuk
kontak senjata, yakni dalam perang Salib yang disusul serbuan tentara Hulagu
ke Baghdad yang menutup sejarah panjang dinasti Bani Abbas, terjadi antara
tahun 1095-1258 M.
Dalam helenisme gelombang pertama, banyak sesuatu yang baru
diperoleh dan mengubah pemikiran Arab-Islam. Akan tetapi, hal itu bukan
berarti bahwa pemikiran rasional Arab-Islam bersumber pada filsafat Yunani.
Menurut bebrapa penulis, seperti Oliver Leaman, dan Qadir, pemikiran rasional
Arab-Islam (Filsafat) tidak bersumber atau diimport dari filsafat Yunani tetap
benar-benar berdasar pada ajaran-ajaran pokok Islam sendiri, al-Qur’an dan al-
Sunnah. Meski demikian, diakui bahwa rasionalisme tersebut kemudian
menjadi lebih berkembang pesat setelah bertemu dengan logika-logika Yunani
lewat penterjamahan-penterjamahan yang dilakukan.

6
1. Bayani Arab-Islam vs Yunani-Roma
Ada perbedaan mendasar antara pola piker Arab-Islam dengan pola
pikir Yunani. Dalam tradisi Arab, apa yang dimaksud berfikir (aql) adalah
lebih merupakan tindakan atau penjelasan bagaimana seseorang harus
berbuat, yang dalam epistemologi Islam disebut “Bayani”. Kamus istilah
Arab sendiri mengartikan akal sebagai suluk dan akhlak, yakni jalan dan
prilaku. Sementara itu dalam tradisi Yunani, akal lebih merupakan
pemikiran yang berkaitan dengan upaya mencari sebab dari sesuatu yang
dalam epistemologi Islam dikenal “Burhani”.
Perbedaan pola pikir di atas disebabkan adanya perbedaan pijakan
yang digunakan. Dalam pola pikir Arab-Islam, pijakan utama adalah kata
atau bahasa, sementara pola pikir Yunani berpijak pada makna dan logika.
Dalam perdebatan yang terkenal antara Abu Sa’id al-syirafi (893-979 M)
yang ahli bahasa dan penganut metode bayani dengan Abu Bisyr Matta
(870-940) yang ahli logika Yunani dan penganut burhani, terlihat jelas
perbedaan tersbut.
Dengan adanya perbedaan yang tajam antara pola pikir Yunani
dengan Arab-Islam sepert di atas, maka bisa kita pastikan bahwa masuknya
pemikiran Yunani kedalam alam pikiran Arab-Islam menimbulkan reaksi
yang cukup keras.

2. Filsafat Yunani menurut Pemikiran Arab-Islam


Peradaban dan peemikiran Yunani, termasuk filsafat menurut
catatan para sejarawan, telah mulai dikenaldan dipelajari oleh kaum sarjana
di kota Antioch, Harran, Edessa dan Qinnesrin (wilayah Syiria utara), juga
di Nisibis dan Ras’aina sejak abad ke IV M. kegiatan akademik tetap
berjalan baik dan tidak terganggu oleh penaklukan tentara muslim kewilaya
tersebut yang terjadi pada masa kekhalifahan Umar ibn Khatthob (634-644
M). setidaknya in ibis dibuktikan dengan masih semaraknya kajian-kajian
teologi di biara Qinissirin di Syiria dan munculnya tokoh-tokoh yang
menghasilkan karya-karya filsafat, seperti Severas sebokht (W. 667 M) yang
mengomentari hermeneutica dan Rhetorica Aristoteles, juga Jacob (w. 708

7
M) yang menulis Enchiridion dan menterjamahkan Categories karya
Aristoteles kedalam bahasa Arab.
Buku-buku dan ilmu-ilmu Yunani yang lain yang diterjamahkan
kedalam bahasa Arab dalam prode ini, yakni pada kekhalifahan Bani
Umayyah (661-750 M), khususnya pada masa kekhalifahan Abd al-Malik
(685-750 M) adalah terutama yang berkaitan dengan persoalan administrasi,
laporan-laporan dan dokumentasi-dokumentasi pemerintahan, demi
mengimbangi dan melepaskan diri dari pengaruh mudel administrasi
Bizantium-Persia.
Pemikiran filsafat Yunani benar-benar mulai bertemu dan dikenal
dalam pemikiran Arab-Islam setelah masa pemerintahan Bani Abbas,
khususnya sejak program penterjamahan buku-buku filsafat yang gencar
dilakukan pada masa kekuasaan al-Makmun (811-833 M); suatu program
yang di anggap sebagai tonggak sejarah pertemuan pemikiran rasional
Yunani dengan pemikiran keagaan Arab-Islam, pertemuan epistemology
burhani Yunani dengan epistemology bayani Arab.

Adapun ilmu-ilmu yang berhubungan dengan humaniora di antaranya


adalah sejarah dan filsafat.
a. Sejarah

Penulisan sejarah dalam Islam tampak menggunakan model Persia,


seperti karya seorang Pahlavi, Khudlay-namah yang disalin ke bahasa Arab
oleh Ibnu al-Muqoffa, 757, dengan judul Siyar Muluk al-‘Ajam. Di antara
sejarawan Islam terbesar adalah al-Thabari, 838 - 923, dengan karya
besarnya Tarikh al-Rasul wa al-Muluk, di samping tafsir al-Qur‘annya.
Dalam menulis buku sejarahnya, al-Thabari menggunakan data dari hadis-
hadis yang disampaikan secara lisan, yang dikumpulkan selama rikhlah
ilmiahnya, dan dari kuliah-kuliah yang diperoleh dari guru-gurunya di
Baghdad dan di pusat-pusat studi lainnya, seperti, Persia, Iraq, Syiria, dan
Mesir.
Selain al-Thabari adalah al-Mas‘udi, w. 956; berbeda dengan al-
Thabari yang menyusun tulisannya secara kronologis, al-Mas‘udi menulis

8
sejarahnya menurut topiknya seperti dinasti raja-raja dan pelaku-pelaku
sejarah. Metode penulisan seperti ini kemudian diikuti oleh Ibnu Khaldun
dan lain-lain. Sebagaimana al-Thabari, al-Mas‘udi penganut paham
Mu‘tazilah ini melakukan rikhlah ilmiah dari tempat kelahirannya,
Baghdad, sampai ke hampir seluruh negara Asia bahkan Zanzibar;
kemudian selama dekade terakhir dari hidupnya al-Mas‘udi
menghabiskannya di Syiria dan Mesir, dengan menulis Muruj al-Dzhahab
wa Ma‘adin al Jawhar sebanyak tiga volume. Hitti menilai bahwa karya ini
ditulis secara universal dan langka; penelitiannya menjangkau subjek-subjek
di luar umat Islam, yang khas menjadi Indo-Persia-Roman dan sejarah
Yahudi.

b. Filsafat

Sebenarnya filsafat Islam bersumber dari al-Qur‘an dan al-Sunah;


tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa di dalamnya terdapat unsur asing
terutama pemikiran Helenisme. Filsafat ini pada mulanya, seperti yang
dinyatakan Stanton, ditransfer oleh sarjana dari museum Athena ke museum
Alexandria. Selanjutnya, kalangan Kristen khususnya Nistorian dan
Neoplatonisme, mengadopsinya kemudian menyebarkannya ke daerah-
daerah Bizantium. Jadi, Islam menerima atau mewarisi filsafat yang telah
mengalami Helenisasi ini.
Tokoh filsafat pertama dalam Islam adalah al-Kindi, 796 - 873. Ia
mencoba untuk mengkombinasikan pemikiran Plato dan Aristoteles yang
telah mengalami Helenisasi. Al-Kindi, menurut Stanton, menyumbangkan
tiga konsep utama, yaitu satu model ilmu filsafat, yang masih
berkomunikasi dengan prinsip-prinsip dasar pemikiran Islam. Di samping
itu, ia memberi penilaian dan mengembangkan penggunaan pengetahuan
yang didapat dari kalangan luar Islam serta memadukannya dengan
keilmuan Islam. Al-Kindi juga memformulasikan metode filsafat Yunani ke
dalam intelektualisme Islam dengan mendiskusikan penggunaan silogisme,
dialektik, dan pendekatan-pendekatan rasional lainnya untuk menambah
pengetahuan.

9
Di samping dalam bidang-bidang keilmuan di atas, kalangan Islam
juga giat belajar ilmu pengetahuan sosial, seperti geografi dan politik.

J. Helenisasi ataukah Islamisasi Berbagai Tradisi Keilmuan


Untuk memberikan “justifikasi” terhadap wacana keilmuan Islam di
masa klasik, apakah Helenisasi ataukah Islamisasi, ada baiknya apabila
sebelumnya diketengahkan pengertian kedua istilah tersebut; dari pengertian
ini diharapkan dapat dipahami termasuk kategori yang manakah keilmuan yang
ada dalam Islam itu.
Helenisasi adalah suatu upaya untuk membuat atau menjadikan
sesuatu bersifat Helenik atau Helenistik, seperti dalam hal bahasa, ide-ide, dan
bentuk-bentuk.  Dalam hal ini tentunya pihak yang aktiflah lebih tepat untuk
menyandang predikat. Dengan kata lain, apabila yang lebih aktif dan yang
dominan dari suatu kebudayaan itu helenik atau helenistik, maka dinamakan
helenisasi. Akan tetapi, apabila yang aktif dan dominan bukan kebudayaan
helenik atau helenistik, maka semestinya tidak dikatakan helenisasi sebab
pengambilan atau peminjaman terhadap suatu kebudayaan yang lebih tua itu
merupakan hal yang umum terjadi sepanjang sejarah. Adapun Islamisasi adalah
membawa sesuatu ke dalam Islam26 atau membuatnya dan menjadikannya
Islam.
Mengenai Islamisasi ilmu pengetahuan ini setidak-tidaknya dapat
ditinjau dari tiga aspek, ontologi ilmu tersebut, epistemologi, dan aksiologinya.
Jika dilihat dari segi ontologinya, ilmu yang ada dalam Islam meliputi tiga
klasifikasi (meminjam istilah kontemporer), ilmu kealaman, humaniora dan
ilmu sosial. Hampir senada dengan klasifikasi ini Ibnu Bultan, abad ke-11 H,
sebagaimana yang dikutip oleh Bassam Tibi dari Maqdisi, yang menyatakan
bahwa ilmu itu dibagi tiga, ilmu-ilmu alam, filsafat dan ilmu kealaman, dan
intelektual atau ilmu literatur.
 Jika dilihat dari sudut ini, ilmu alam, misalnya, seperti yang dikutip
Kirmani bahwa content ilmu pengetahuan ini netral. Dengan demikian, ilmu itu
tidak perlu diislamkan atau mungkin juga tidak perlu dihelenisasikan. Lebih-
lebih seperti yang diketahui pada bagian sebelumnya bahwa ilmu pengetahuan

10
yang ada dalam Islam itu berasal dari berbagai tradisi keilmuan, yakni bukan
hanya dari helenik atau helenistik. Oleh karena itu, tidaklah pada tempatnya
apabila dinyatakan sebagai Helenisasi; akan tetapi, lebih dekat apabila disebut
sebagai rekapitulasi dari berbagai tradisi keilmuan yang ada.
Walaupun demikian, istilah yang terakhir ini belum tepat karena Islam
mengembangkan ilmu yang didapatkannya itu secara kreatif sehingga tidak
sedikit temuan-temuan yang disumbangkannya.
Apabila ditinjau dari segi epistemologi, metode yang
dipergunakannya, keilmuan Islam klasik menurut Nasr menggunakan metode
pluralistik. Yang demikian ini adalah valid dan komprehensif, yang mana
realitas dianggap eksis dalam aneka ragam tingkatan, yang dihubungkan secara
hirarkis.
Konsep ini adalah realitas multidimensional; hubungan hirarkisnya,
menurut Kirmani, mengembangkan sistem nilai yang cukup komprehensif
untuk mengesahkan metode-metode spiritual dalam bidang sains.
Menurut Sardar, sebagaimana disinyalir Kirmani bahwa interelasi
ilmu dalam Islam merupakan aspek penting dari epistemologi Islam; pencarian
ilmu adalah bukan wajib dalam dirinya, tetapi merupakan suatu bentuk ibadah
dan berhubungan dengan setiap nilai al-Quran seperti khilafah, adil, dan
istishlah. Metode yang holistik dari epistemologi Islam dan penekanannya pada
kesatuan ilmu dan nilai, material dan metafisik, menyebabkan ilmu Islam ini
unik sifatnya.
Kemudian dari segi aksiologinya, jelas bahwa Islam sangat
mementingkan nilai dalam ilmu yang dikembangkannya.
Dengan demikian, jelaslah bahwa dilihat dari ketiga aspeknya,
ontologi, epistemologi, dan aksiologinya, diskursus keilmuan Islam klasik
secara umum adalah sebagai islamisasi. Oleh karena itu, tepatlah apabila
Lapidus sampai pada suatu konklusi bahwa hasil konfigurasi kebudayaan yang
dilakukan Islam itu tanpa diragukan adalah murni dan islami.

BAB III
PENUTUP

11
Kesimpulan
Filsafat helenisme berasal dari filsafat hellens (nama orang) termasuk
kaum zabaniyah, yang mencari kebenaran melalui akal. Filsafat Hellenisme
menurut pengertian etika adalah “Manusia hendaknya mengikuti saja suratan
takdir dan penentuan alam baginya.

Dengan tanpa dimaksudkan untuk mengesampingkan atau


mensubordinasikan wahyu dalam arti sempit, kemajuan yang dicapai Islam pada
masa klasik sangat erat hubungannya dengan terjadinya interaksi antara Islam dan
aneka ragam kebudayaan yang berkembang saat itu, seperti yang terdapat di
Bizantium, daerah-daerah Mesopotamia, Persia, India, dan Cina. Interaksi ini
kemudian melahirkan hal-hal yang positif karena adanya sikap terbuka kalangan
Islam untuk mempelajari dan menerima sesuatu yang ditemukannya.

Setelah menguasai karya-karya hellenisme,ilmuwan-ilmuwan islam


mengadakan pengamatan,penelitian,dan pengkajian lebih jauh sehingga mereka
berhasil menemukan teori-teori baru di bidang ilmu pengetahuan dan
filsafat.pemikiran hellenisme yang mereka transmisikan dalam karya-karya
pemikiran islam bukanlah sekedar terjemahan atau jiplakan, tetapi merupakan
karya asli umat islam.wacana intelektual islam mengalami kemajuan pesat.

Proses helenisme (pertemuan antara budaya Yunani-Roma dengan


Arab-Islam), terjadi dalam dua gelombang. Pertama, pertemuan dalam bentuk
pemikiran, yakni pemikiran filsafat Yunani dan berpengaruh pada pemikiran
Arab-Islam yang dimulai lewat proses penterjamahan-penterjamahan, terjadi
selama 2 abad; antara tahun 750-950 M. kedua, pertemuan dalam bentuk kontak
senjata, yakni dalam perang Salib yang disusul serbuan tentara Hulagu ke
Baghdad yang menutup sejarah panjang dinasti Bani Abbas, terjadi antara tahun
1095-1258 M.

Helenisasi adalah suatu upaya untuk membuat atau menjadikan sesuatu


bersifat Helenik atau Helenistik, seperti dalam hal bahasa, ide-ide, dan bentuk-

12
bentuk.  Dalam Mengenai Islamisasi ilmu pengetahuan ini setidak-tidaknya dapat
ditinjau dari tiga aspek, ontologi ilmu tersebut, epistemologi, dan aksiologinya.

Dalam helenisme gelombang pertama, banyak sesuatu yang baru


diperoleh dan mengubah pemikiran Arab-Islam. Akan tetapi, hal itu bukan berarti
bahwa pemikiran rasional Arab-Islam bersumber pada filsafat Yunani. Menurut
bebrapa penulis, seperti Oliver Leaman, dan Qadir, pemikiran rasional Arab-Islam
(Filsafat) tidak bersumber atau diimport dari filsafat Yunani tetap benar-benar
berdasar pada ajaran-ajaran pokok Islam sendiri, al-Qur’an dan al-Sunnah. Meski
demikian, diakui bahwa rasionalisme tersebut kemudian menjadi lebih
berkembang pesat setelah bertemu dengan logika-logika Yunani lewat
penterjamahan-penterjamahan yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

13
Arif, Mahmud, Pendidikan Islam Transformatif, Yogyakarta: PT. LkiS Aksara
Yogyakarta, 2008.
Darmodiharjo,Darji. Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2006.
Fletcher, Richard, Realisasi Damai Islam dan Kristen, Ciputat Maz Plaza: Pustaka
Alpabet, 2009.
Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta. KANISIUS,
2010. 
Hanafi, Hasan, Islamologi 1 Dari Teologi Statis ke Anarki, Yogyakarta: LkiS
Pelangi Aksara Yogyakarta, 2004.
Keraf, Sonny, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis, Yogyakarta:
KANNISUS, 2001.
Qomar, Mujamil, Epistemologi Pendidikan Islamdari Metode Rrasional Hingga
Metode Kritik, Jakarta: Erlangga.
Roqib, Moh. Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: PT. LkiS Printing
Cemerlang,2009.
Suhar, Filsafat Umum, Jakarta: Gedung Persada Press, 2009.
Suhelmi, Ahmad. 2007. Pemikiran Politik Barat. Jakarta. Gramedia Pustaka
Utama.
suhendi, Hendi. 2008. Filsafat Umum. Bandung. Pustaka Setia.
Suriasumantri, Jujun S,  filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1990.
Tasmara, Toto, Menuju Muslim Kaffah Menggali Potensi Diri, Jakarta: Gema
Insani Press, 2000.
Wattimene, Reza A.A, Filsafat dan Sains Sebuah Pengantar Jakarta: Grasindo.
Yuana, Kumara ari, The Greatest Philosopher. Yogyakarta. ANDI, 2010.

14

Anda mungkin juga menyukai