Anda di halaman 1dari 9

fiqih munakahat ( pengertian fasakh,talak,dan khulu')

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap Manusia yang ada di atas permukan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia,
dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Tetapi kebahagiaan itu tidak dapat di
capai dengan mudah tanpa mematuhi peraturan-peraturan yang telah di gariskan Agama,
diantaranya mesti individu-individu dalam masyarakat itu saling menunaikan hak dan kewajibannya
masing-masing.

Salah satu jalan untuk mencapai bahagia adalah dengan jalan perkawinan, dengan adanya
perkawinan terbentuklah suatu rumah tangga. Didalam perkawinan pasti ada banyak menimbulkan
masalah di tengah-tengah rumah tangga, antara lain disebabkan suami tidak sanggup memberi
nafkah lahir kepada istrinya seperti perbelanjaan sehari-hari. Dan istri yang tidak saling pengertian
dan tidak tabah menghadapinya serta tidak mau memikirkan kekurangan ekonomi yang telah
muncul di hadapan kelarganya dan akhirnya menimbulkan pertengkaran.

B. Rumusan Masalah

a. Pengertian Fasakh

b. Pengertian Thalaq

c. Pengertian Khulu’

C. Tujuan Masalah

a. Untuk mengetahui pengertian Fasakh

b. Untuk mengetahui pengertian Thalaq

c. Untuk mengetahui pengertian Khulu’


1. Pengertian Fasakh.

Fasakh berasal dari bahasa Arab yang berarti membatalkan atau putus. Dan fasakh perkawinan
menurut istilah syar’I ialah membatalkan akad perkawinan dan memutuskan tali perhubungan yang
mengikat antara suami istri.[1]

Fasakh bisa terjadi karena tidak terpenuhinya syarat-syarat ketika berlangsung akad nikah atau
karena hal-hal lain yang dating kemudian dan membatalkan kelngsungan perkawinan.

a. Fasakh karena hal-hal yang datang setelah akad:

a. Bila salah seorang suami murtad atau keluar dari agama islam dan tidak mau kembali sama
sekali, maka akadnya batal (fasakh) karena kemurtadan yang terjadi belakangan

b. Jika suami, yang tadinya kafir masuk islam, tetapi istri dalam tetap kekafirannya, yaitu tetap
menjadi musyrik maka akadnya batal. Lain halnya kalo istri ahli kitab. Maka, akadnya tetap sah
seperti semula. Sebab perkawinannya dengan ahli kitab dari semula di pandang sah.

Pisahnya suami istri akibat fasakh berbeda pisahnya karena talak. Sebab talak ada talak raj’i dan
talak ba’in. talak raj’i ialah tidak mengakhiri ikatan suami istri seketika, sedangkan talak ba’in
mengakhirinya seketika itu juga. Adapun fasakh, baik karena hal-hal yang terjadi belakangan adapun
karena adanya syarat-syarat yang tidak terpenuhi, ia mengakhiri perkawinan seketika itu.

Golongan Hanafi ingin membuat rumusan umum guna membedakan pengertian pisahnya
suami istri sebab talak dan sebab fasakh. Kata mereka:”piahnya suami istri karena suami dan sama
sekali tidak ada pengaruh dari istri disebut talak. Dan setiap perpisahan suami istri karena istri,
bukan karena suami, atau karena suami tapi dengan pengaruh dari istri disebut Fasakh.”[2]

b. Sebab-seba terjadinya batalnya perkawinan (Fasakh)

Selain hal-hal tersebut ada juga hal-hal lain yang menyebabkan terjadinya fasakh, yaitu sebagai
berikut:

1. Karena adanya penyakit kusta.

2. Karena gila.

Berkenaan dengan hal itu Umar berkata: “dari umar r.a. berkata: bilamna seorang laki-laki menikahi
seorang perempuan,yang pada perempuan itu terdapat tanda-tanda gila atau berpenyakit kusta,lalu
disetubuhinya perempuan itu, maka ia berhak mendapatkan maharnya dengan penuh.dengan
demikian,suami berhak menagih kepada walinya.”(HR Malik dan Syafi’i)

3. Karena ada penyakitn menular, seperti sipilis, TBC, dan lain sebagainya.

4. Karena ada daging tumbuh pada kemaluan perempuan yang menghambat maksud perkawinan
(bersetubuh).

5. Karena ‘unnah, yaitu zakar laki-laki impoten (tidak hidup untuk jimak) sehingga tidak dapat
mencapai apa yang di maksudkan dengan nikah.

6. Suami miskin, setelah jelas kemiskinannya yang diketahui oleh beberapa orang saksi yang dapat
di percaya. Artinya suami sudah benar-benar tidak mampu lagi memberi nafkah, seklipun itu
pakaian yang sederhanadan tempat tinggal, atau ia tidak mampu membayar maharnya sebelum
mencampuri istrinya.
2.Pengertian Talak

Talak berasal dari bahasa Arab yaitu” itlaq” artinya lepasnya suatu ikatan perkawinan dan
berakhirnya hubungan perkawinan menurut Al-jaziri, talak ialah:”Menghilangkan ikatan perkawinan
atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata tertentu.” Allah Ta’ala berfirman,

ٍ ‫ف أَ ْو َتسْ ِري ٌح ِبإِحْ َس‬


‫ان‬ ٌ ‫ان َفإِ ْم َسا‬
ٍ ‫ك ِب َمعْ رُو‬ َّ
ِ ‫الطاَل ُق مَرَّ َت‬
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik.” (QS. Al Baqarah: 229)

َّ‫َيا أَ ُّي َها ال َّن ِبيُّ إِ َذا َطلَّ ْق ُت ُم ال ِّن َسا َء َف َطلِّقُوهُنَّ لِ ِع َّدت ِِهن‬

“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada
waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)” (QS. Ath Tholaq: 1)

Jadi talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan
perkawinan itu istri tidak lagi halal baginya. Ini terjadi dalam talak Ba’in, sedangkan arti mengurangi
pelepasan ikatan perkawinan adalah berkurangnya hak talak bagi suami yang mengakibatkan
berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi duadari dua menjadi satu dan
dari satu menjadi hilang hak dalam talak Raj’i.[3]

Macam-macam talak

Secara garis besar di tinjau dari boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak di bagi menjadi dua
macam, yaitu:

1. Talak Raj’i

2. Talak Ba’in

Talak Raj’i

Talak raj’I yaitu talak dimana suami masih mempunyai hak untuk merujuk kembali istrinya,
setelah talak itu di jatuhkan dengan lafal-lafar tertentu, dan istri benar-benar sudah di gauli. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam QS Al-Talak ayat 1:

Artinya: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka
pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu idah itu serta
bertawakkallah kepada Allah tuhanmu.janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan
janganlah mereka di (ijinkan) keluar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang.itulah
hukum hukum allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat dzalim terhadap dirinya sendiri.kamu
tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.
Yang dimaksud dengan” menghadapi idah yang wajar dalam ayat tersebut istri itu hendaknya
di talak ketika suci dan belum di campuri. Adapun denga sesuatu yang baru adalah keinginan dari
suami untuk rujuk kembali apabila talaknya baru di jatuhkan sekali atau dua kali. Dengan demikian,
jelaslah bahwa suami boleh untuk merujuk istrinya kembali yang telah di talak sekali atau dua kali
selama mantan istrinya itu masih dalam masa idah.Allah berfirman dalam surat Al-baqorah ayat
229 :

ٍ ‫ف أَ ْو َتسْ ِري ٌح ِبإِحْ َس‬


‫ان‬ ٌ ‫ان َفإِ ْم َسا‬
ٍ ‫ك ِب َمعْ رُو‬ َّ
ِ ‫الطاَل ُق مَرَّ َت‬
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik.” (QS. Al Baqarah: 229)

Talak Ba’in

Talak Ba’in adalah talak yang memisahkan sama sekali hubungan suami istri. Talak Ba’in ini terbagi
menjadi dua bagian.

1. Ba’in sughra, yaitu talak yang tidak memberikan hak rujuk kepada suami, tetapi suami bisa
menikah kembali kepada istrinya dengan tidak disyaratkan bahwa istri harus menikah dahulu dengan
laki-laki lain. Yang termasuk talak ini adalah talak satu dan talak dua.

2. Ba’in kubra, yaitu talak yang apabila suami ingin kembali kepada mantan istrinya, selain harus
dilakukan dengan akad nikah yang baru, disyaratkan pula bahwa terlebih dahulu istri harus sudah
menikah dengan orang alin dan telah diceraikan. Yang termasuk talak ba’in kubra ini adalah talak
yang ketiga kalinya.

Ditinjau dari cara menyampaikan talak :

Talak dengan ucapan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami dengan ucapan lisan di hadapan
istrinya, dan si istri mendengarkan langsung ucapan suaminya tersebut.

Talak dengan tulisan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami secara tertulis, kemudian
disampaikan kepada istrinya, dan istrinya membaca serta memahami maksud dan isinya.

Talak dengan isyarat, yaitu talak yang dilakukan dalama bentuk isyarat oleh suami yang tuna
wicara. Sebagian fuqaha mengatakan bahwa talak dengan isyarat bagi orang tuna wicara adalah sah
apabila dia buta huruf. Akan tetapi jika dia dapat menulis, maka dia harus melaksanakan talaknya
dalam bentuk tulisan, karena hal ini lebih jelas dibandingkan dengan isyarat.

Talak dengan utusan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami kepada istrinya melalui perantaraan
orang lain sebagai utusan darinya untuk menyampaikan maksud dia mentalak istrinya tersebut.

3. Pengertian khulu

Khulu’ yang terdiri dari lafaz kha-la-‘a yang berasal dari bahasa Arab secara etimologi berarti
menanggalkan atau membuka pakaian. Dihubungkannya kata khulu’ dengan perkawinan karena dala
Al-Qur’an disebutkan suami itu sebagai pakaian bagi istrinya dan istri itu merupakan pakaian bagi
suaminya

Khulu “ berarti menanggalkan “ seperti menanggalkan pakaian. Kemudian di pakai dengan arti
“menanggalkan istri” karena istri itu adalah pakaian dari suami dan suami adalah pakaian dari istri.

Khulu menurut istilah ilmu fiqih perceraian dengan disertai sejumlah harta yang diberikan oleh istri
kepada suami untuk menebus diri agar terlepas dari ikatan perkawinan, baik dengan kata khulu
(pelepasan) mubaroah (pembebasan) maupun talak[4]Penggunaan kata khulu’ untuk putusnya
perkawinan karena istri sebagai pakaian bagi suaminya berusaha menanggalkan pakaian itu dari
suaminya. Dalam artinya istilah hukum dalam beberapa kitab fiqh khulu’ diartikan dengan:

‫فرقة بعوض بلفظ الطالق أن الخلع‬

Putus perkawinan dengan menggunakan uang tebusan, menggunakan ucapan thalaq atau khulu’.

Menurut fuqaha, khulu’ secara umum, yakni perceraian dengan disertai sejumlah harta sebagai
‘iwadh yang diberikan oleh istri kepada suami untuk menembus diri agar terlepas dari ikatan
perkawinan, baik dengan kata khulu’, mubara’ah maupun talak. Secara khusus, yaitu talak atas dasar
‘iwadh sebagai tebusan dari istri dengan kata-kata khulu’ (pelepasan) atau yang semakna seperti
mubara’ah (pembebasan).

Khulu’ ialah penyerahan harta yang dilakukan oleh istri untuk menebus dirinya dari (ikatan)
suaminya. Menurut ulama fiqih, khulu’ adalah istri memisahkan diri dari suaminya dengan ganti rugi
kepadanya. Dasar pengertian ini adalah hadits riwayat Bukhari dan Nasa’I dari Ibnu Abbas yang
berkata:

‫ جاءت امرآة ثابت بن قيس الى رسول هللا عليه وسلم فقالت يا رسول هللا ثابت بن قيس ما اعتب عليه في خلق وال‬: ‫عن ابن عباس قال‬
‫ نعم قال رسول هللا صلى هللا عليه‬: ‫دين ولك ّني آكره الكفر في االسالم فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم اتردين عليه حديقته قالت‬
)‫ اقبل الحديقته وطليقة (رواه البخاري والناساءي‬: ‫وسلم‬

Istri Tsabit bin Qais bin Syammas dating kepada Rasululloh SAW, sambil berkata “Wahai
Rasululloh, aku tidak mencela akhlaq dan agamanya, tapi aku tak ingin menjadi kafir dari ajaran
Islam akibat terus hidup bersama dengannya”. Rasululloh bersabda “maukah kamu mengembalikan
kebunnya (tsabit, suaminya), ia menjawab “ mau”, Rasul bersabda “Terimalah (Tsabit) kebun itu dan
talaklah ia satu kali”.

B. Dasar Hukum Khulu’

Para ulama Fiqh mengatakan bahwa Khulu' itu mempunyai dua hukum tergantung kondisi dan
situasinya. Dua hukum dimaksud adalah:

1. Mubah

Hukumnya menurut Jumhur Ulama adalah boleh atau mubah. Isteri boleh-boleh saja untuk
mengajukan Khulu' manakala ia merasa tidak nyaman apabila tetap hidup bersama suaminya, baik
karena sifat-sifat buruk suaminya, atau dikhawatirkan tidak memberikan hak-haknya kembali atau
karena ia takut ketaatan kepada suaminya tidak menyebabkan berdiri dan terjaganya ketentuan
ketentuan Allah. Dalam kondisi seperti ini, Khulu' bagi si isteri boleh dan sah-sah [5]saja
sebagaimana firman Allah:

Artinya: "Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum
Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus
dirinya" (QS. Al-Baqarah: 229).

2. Haram.

Khulu' bisa haram hukumnya apabila dilakukan dalam dua kondisi berikut ini:

a) Apabila si isteri meminta Khulu' kepada suaminya tanpa ada alasan dan sebab yang jelas,
padahal urusan rumah tangganya baik-baik saja, tidak ada alasan yang dapat dijadikan dasar oleh
isteri untuk mengajukan Khulu'. Hal ini didasarkan kepada firman Allah berikut ini:

Artinya: " Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika
kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka
tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya" (QS.
Al-Baqarah: 229).

))‫ فحرام عليها رائحة الجنة‬,‫ ((أيما امرأة سألت زوجها طالقا فى غير ما بأس‬:‫عن ثوبان قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
]‫[رواه أبو داود وابن ماجه وأحمد‬

Artinya: "Tsauban berkata, Rasulullah saw bersabda: "Wanita yang mana saja yang meminta cerai
kepada suaminya tanpa alasan yang jelas, maka haram baginya untuk mencium wangi surga" (HR.
Abu Dawud, Ibn Majah dan Ahmad).

b) Apabila si suami sengaja menyakiti dan tidak memberikan hak-hak si isteri dengan maksud agar
si isteri mengajukan Khulu', maka hal ini juga haram hukumnya. Apabila Khulu' terjadi, si suami tidak
berhak mendapatkan dan mengambil 'iwadh, uang gantinya karena maksudnya saja sudah salah dan
berdosa.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Sakinah, mawaddah dan kasih sayang adalah asas dan tujuan disyariatkannya pernikahan dan
pembentukan rumah tangga. Dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berpikir” [Ar-Rum : 21]

Namun kenyataannya banyak terjadi dalam kehidupan berkeluarga timbul masalah-masalah yang
mendorong seorang isteri melakukan gugatan cerai (Khulu) dengan segala alasan. Fenomena ini
banyak terjadi dalam media massa, sehingga diketahui khalayak ramai. Yang pantas disayangkan,
mereka tidak segan-segan membuka rahasia rumah tangga, hanya sekedar untuk bisa memenangkan
gugatan,. Padahal, semestinya persoalan gugatan cerai ini harus dikembalikan kepada agama, dan
menimbangnya dengan Islam karna dengan demikianlah, kita semua dapat ber-Islam dengan kaffah
(sempurna dan menyeluruh). Oleh karena itu, kami selaku mahasiswa fakultas syari’ah dan Hukum
telah memaparkan mengenai permasalahan-permasalahan tentang fasahk, talaq dan khulu’, semoga
pembahasan kami dapat menambah wawasan dan dapat bermanfaat bagi kita semua amin.

Daftar pustaka

.firdaweri, 1989,Hukum islam tentang fasakh perkawinan, CV pedoman ilmu jaya, Jakarta

.Tihami,M.A.M.M,2009,Fikih Munakahat,PT Raja grafindopersada,Jakarta,

Abd.Rahman Ghazaly,M.A. fiqih munakahat, Prenada media,Jakarta

Ali yusuf As-subki, 2010, fiqih keluarga pedoman berkeluarga dalam islam,Amzah,Jakarta

[1] Dra.firdaweri,Hukum islam tentang fasakh perkawinan, CV pedoman ilmu jaya, Jakarta hal 4-5

[2] Prof.Dr.H.M.A. Tihami,M.A.M.M.,Fikih Munakahat,PT Raja grafindopersada,Jakarta, hal 195-197

[3] Prof.Dr.H.M.A. Tihami,M.A.M.M.,Fikih Munakahat,PT Raja grafindopersada,Jakarta,hal 229-230

[4] Drs.H.Abd.Rahman Ghazaly,M.A. fiqih munakahat, Prenada media,Jakarta,hal 220-221


[5] Dr.Ali yusuf As-subki,fiqih keluarga pedoman berkeluarga dalam islam,Amzah,Jakarta

Anda mungkin juga menyukai