Anda di halaman 1dari 110

FIQIH MUNAKAHAT DAN

RUANG LINGKUPNYA

A.    Pengertian Fiqih Munakahat


Fiqih Munakahat terdiri dari dua kata, yaitu
fiqih dan munakahat. Berikut penjelasan dari
fiqih, munakahat, dan fiqih munakahat.
FIQIH /‫الفقه‬
 Fiqih adalah satu term dalam bahasa Arab yang
terpakai dalam bahasa sehari-hari orang Arab dan
ditemukan pula dalam Al-Qur’an, yang secara
etimologi berarti “paham”. Dalam mengartikan
fiqih secara terminologis terdapat beberapa
rumusan yang meskipun berbeda namun saling
melengkapi.
IBNU SUBKI DALAM KITAB JAM’AL-JAWAMI’ MENGARTIKAN
FIQIH ITU DENGAN:

 ‫العلم باالحكام الشرعية العملية‬


 ‫المكتسب من أد لتها التفصلية‬.
 Pengetahuan tentang hukum-hukum syara’ yang
bersifat ‘amali yang diperoleh dari dalil-dalil
yang tafsili.
DALAM DEFINISI INI “FIQIH DIIBARATKAN” DENGAN “ILMU” KARENA
MEMANG DIA MERUPAKAN SATU BENTUK DARI ILMU PENGETAHUAN YANG
BERDIRI SENDIRI DENGAN PRINSIP DAN METODOLOGINYA.[1]

 Dalam literatur berbahasa Indonesia fiqih itu


biasa disebut Hukum Islam yang secara definitif
diartikan dengan : “seperangkat peraturan
berdasarkan wahyu Ilahi dan penjelasannya
dalam sunnah Nabi tentang tingkah laku manusia
mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat
untuk semua yang beragama Islam”.
MUNAKAHAT
 Kata “munakahat” term yang terdapat dalam bahasa Arab
yang berasal dari akar kata na-ka-ha, yang dalam bahasa
Indonesia kawin atau perkawinan. Kata kawin adalah
terjemahan dari kata nikah dalam bahasa Indonesia. Kata
menikahi berarti mengawini, dan menikahkan sama dengan
mengawinkan yang berarti menjadikan bersuami. Dengan
demikian istilah pernikahan mempunyai arti yang sama
dengan perkawinan. Dalam fiqih Islam perkataan yang sering
dipakai adalah nikah atau zawaj. Kata na-ka-ha banyak
terdapat dalam Al-Qur’an dengan arti kawin, seperti dalam
surat an-Nisa’ ayat 3:
 ‫اب لَ ُك ْم ِم َن‬
َ ‫ط‬ َ ‫َوإِ ْن ِخ ْفتُ ْم أَاَّل تُ ْق ِسطُوا فِي ْاليَتَا َمى فَا ْن ِكحُوا َما‬
ِ ‫ث َو ُربَا َع فَإ ِ ْن ِخ ْفتُ ْم أَاَّل تَ ْع ِدلُوا فَ َو‬
ً‫اح َدة‬ َ ‫النِّ َسا ِء َم ْثنَى َوثُاَل‬

 “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku


adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim
(bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: Dua,
tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja”          
DEMIKIAN PULA BANYAK TERDAPAT KATA ZA-WA-JA DALAM AL-QUR’AN
DALAM ARTI KAWIN, SEPERTI PADA SURAT AL-AHZAB AYAT 37:

 ‫ين‬َ ِ‫ون َعلَى ْال ُم ْؤ ِمن‬ َ ‫ضى َز ْي ٌد ِم ْنهَا َوطَ ًرا َز َّو ْجنَا َكهَا لِ َك ْي اَل يَ ُك‬
َ َ‫فَلَ َّما ق‬
‫اج أَ ْد ِعيَائِ ِه ْم‬
ِ ‫و‬َ ْ
‫ز‬ َ ‫َح َر ٌج فِي أ‬
 “Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan
terhadap isterinya (menceraikannya), Kami
kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada
keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini)
isteri-isteri anak-anak angkat mereka”
PENGERTIAN NIKAH ATAU ZAWAJ
 secara bahasa syari’iah mempunyai pengertian secara
hakiki dan pengertian secara majazi. Pengertian nikah
atau ziwaj secara hakiki adalah bersenggama (wathi’)
sedang pengertian majazinya adalah akad. Kedua
pengertian tersebut diperselisihkan oleh kalangan
ulama’ fiqih karena hal tersebut berimplikasi pada
penetapan hukum peristiwa yang lain, misalnya
tentang anak hasil perzinaan. Namun pengertian yang
lebih umum dipergunakan adalah pengertian bahasa
secara majazi, yaitu akad.
FIQIH MUNAKAHAT
 Bila kata “fiqh” dihubungkan dengan kata
“munakahat”, maka artinya adalah perangkat
peraturan yang bersifat amaliyah furu’iyah
berdasarkan wahyu Illahi yang mengatur hal
ihwal yang berkenaan dengan perkawinan yang
berlaku untuk seluruh umat yang beragama
Islam.[5]
 .  Dasar Fiqih Munakahat
 Perkawinan atau pernikahan dalam Islam merupakan ajaran

yang berdasar pada dalil-dalil naqli. Terlihat dalam Al-


Qur’an dan as-sunnah dan dinyatakan dalam bermacam-
macam ungkapan. Ajaran ini disyari’atkan mengingat
kecenderungan manusia adalah mencintai lawan jenis dan
memang Allah menciptakan makhluknya secara berpasang-
pasangan. Dasar-dasar dalil naqli tersebut diantaranya :
 Al-Qur’an

 QS. Ar-Ra’d : 38

‫ولقد ارسلنا رسال من قبلك وجعلنا لهم ازواجا وذ ّريّة‬ 

 Artinya : “Dan sesungguhnya kami telah mengutus para

rasul sebelum kamu (Muhammad) dan kami memberikan


kepada mereka istri-istri dan keturuna”.
 .  Dasar Fiqih Munakahat
 Perkawinan atau pernikahan dalam Islam merupakan ajaran yang berdasar

pada dalil-dalil naqli. Terlihat dalam Al-Qur’an dan as-sunnah dan dinyatakan
dalam bermacam-macam ungkapan. Ajaran ini disyari’atkan mengingat
kecenderungan manusia adalah mencintai lawan jenis dan memang Allah
menciptakan makhluknya secara berpasang-pasangan. Dasar-dasar dalil naqli
tersebut diantaranya :
 Al-Qur’an

 QS. Ar-Ra’d : 38

‫ولقد ارسلنا رسال من قبلك وجعلنا لهم ازواجا وذ ّريّة‬ 

 Artinya : “Dan sesungguhnya kami telah mengutus para rasul sebelum kamu

(Muhammad) dan kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturuna”.


‫ين ِم ْن ِعبَا ِد ُك ْم َوإِ َمائِ ُك ْم إِ ْن يَ ُكونُوا فُقَ َرا َء‬َ ‫ َوأَ ْن ِكحُوا اأْل َيَا َمى ِم ْن ُك ْم َوالصَّالِ ِح‬
ِ ‫يُ ْغنِ ِه ُم هَّللا ُ ِم ْن فَضْ لِ ِه َوهَّللا ُ َو‬
‫اس ٌع َعلِي ٌم‬
 Artinya: Dan kawinkanlah orang-orang yang

sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang


layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang
lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah
Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
‫ق لَ ُك ْم ِم ْن أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَ ْز َواجا ً لِتَ ْس ُكنُوا إِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم‬
َ َ‫ َو ِم ْن آيَاتِ ِه أَ ْن َخل‬
َ ‫ت لِقَ ْو ٍم يَتَفَ َّكر‬
‫ُون‬ ٍ ‫َم َو َّدةً َو َر ْح َمةً إِ َّن فِي َذلِ َك آَل يا‬
 Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-

Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri


dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
DENGAN PERKAWINAN ANTARA WANITA DAN LAKI-LAKI YANG MENJADI
JODOHNYA AKAN MENIMBULKAN RASA SALING MENCINTAI DAN KASIH
SAYANG, DAN INI MERUPAKAN TANDA-TANDA KEBESARAN ALLAH.

 Hadist Nabi
‫ يامعشر الشباب من استطاع منكم‬: .‫ قال رسول هللا ص‬: ‫ قال‬.‫ عن عبد هللا بن مسعود ض‬
‫ ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له‬.‫ فإنه اغصن للبصر واحصن للفرج‬.‫الباءة فليتزوج‬
.‫وجاء‬
 Artinya: “dari Abdullah bin mas’ud r.a. ia berkata : rasulullah saw

pernah bersabda kepada kami: “hai para pemuda, barang siapa di


antara kamu telah sanggup untuk kawin maka hendaklah ia kawin.
Maka kawin itu menghalangi pandangan (kepada yang di larang
oleh agama ) dan lebih menjaga kemaluan, dan barang siapa tidak
sanggup, hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu
merupakan perisai baginya.”
 Dari dalil tersebut jelas bahwa pernikahan adalah syari’at islam dan

termasuk sunnah nabi yang harus ditiru dan dilaksanakan apabila


telah mampu dan memenuhi persyaratan dan rukunnya.
RUANG LINGKUP FIQIH MUNAKAHAT
RUANG LINGKUP FIQIH MUNAKAHAT ADA 3 YAITU :
1. Meminang
 Sebagai langkah awal dari perkawinan itu adalah

menentukan dan memilih jodoh yang akan hidup


bersama dalam perkawinan. Dalam pilihan itu
dikemukakan beberapa alternatif kriteria dan yang
paling utama untuk dijadikan dasar pilihan. Setelah
mendapatkan jodoh sesuai dengan pilihan dan
petunjuk agama, tahap selanjutnya menyampaikan
kehendak untuk mengawini jodoh yang telah
didapatkan itu. Tahap inilah yang disebut meminang
atau khitbah.
 2. Nikah
 Sesudah itu masuk kepada bahasan perkawinan itu
sendiri yang menyangkut rukun dan syaratnya,
serta hal-hal yang menghalangi perkawinan itu.
Selanjutnya membicarakan kehidupan rumah
tangga dalam perkawinan yang menyangkut
kehidupan yang patut untuk mendapatkan
kehidupan yang sakinah, rahmah, dan mawaddah.
Hak-hak dan kewajiban dalam perkawinan.
 3. Talak
 Dalam kehidupan rumah tangga mungkin terjadi suatu hal yang
tidak dapat dihindarkan, yang menyebabkan perkawinan itu
tidak mungkin dipertahankan. Untuk selanjutnya diatur pula
hal-hal yang menyangkut putusnya perkawinan dan akibat-
akibatnya. Dalam perkawinan itu lahir anak, oleh karena itu
dibicarakan hubungan anak dengan orang tuanya.
 Setelah perkawinan putus tidak tertutup pula kemungkinan
pasangan yang telah bercerai itu ingin kembali membina rumah
tangga. Maka untuk itu dipersiapkan sebuah lembaga yaitu
rujuk.[11]
. RUKUN NIKAH TERDIRI ATAS :

 1.      Calon suami istri


 2.      Wali
 3.      Dua oarang saksi
 4.      Akad nikah (ijab qabul)
1.CALON SUAMI ISTRI
 .     
 Islam hanya mengakui perkawinan antara laki-laki dan perempuan
dan tidak boleh lain dari itu, seperti  sesama laki-laki atau sesama
perempuan.

 Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi laki-laki yang akan kawin


adalah[1] :
 a)      Bukan mahram dari calon istri
 b)      Tidak terpaksa, tetapi atas kemauan sendiri
 c)      Orangnya tertentu (jelas identitasnya dan dapat di bedakan
dengan yang lainnya, baik yang menyangkut nama, jenis kelamin,
keberadaan dan hal lainnya yang berkenaan dengan dirinya).
 d)     Tidak sedang menjalankan ibadah ihram (haji).
CALON ISTRI
 Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi
perempuan yang akan kawin adalah :
 a)    Tidak ada halangan syari’ah, seperti bukan
mahram, tidak iddah, tidak bersuami.
 b)    Merdeka, atas kemauan sendiri
 c)      Jelas orangnya
 d)     Tidak sedang menjalankan ibadah ihram
(haji)
2. WALI
     Yang dimaksud dengan wali dalam perkawinan adalah
seseorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan
dalam suatu akad nikah. Keberadaan seorang wali dalam
akad nikah adalah suatu yang mesti dan tidak sah akad
perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. Wali itu
ditetapkan sebagai rukun dalam perkawinan menurut
kesepakatan ulama secara prinsip.
 Dalam akad  perkawinan itu sendiri wali dapat

berkedudukan sebagai orang yang bertindak atas nama


mempelai perempuan dan dapat pula sebagai oarng yang
diminta persetujuannya untuk kelangsungan perkawinan
tersebut.
 Adapun orang-orang yang berhak menempati
kedudukan wali itu ada tiga kelompok[2] :
 1.      Wali nasab, yaitu wali berhubungan tali
kekeluargaan dengan perempuan yang akan kawin.
 2.         Wali mu’thiq, yaitu orang yang menjadi wali
terhadap perempuan bekas hamba sahaya yang
dimerdekakan.
 3.      Wali hakim, yaitu orang yang menjadi wali
dalam kedudukannya sebagai hakim atau penguasa.
 Dalam menetapkan wali nasab terdapat perbedaan
pendapat di kalangan ulama. Perbedaan ini
disebabkan oleh tidak adanya petunjuk yang jelas
dari nabi, sedangkan Al-quran tidak membicarakan
sama sekali siapa-siapa yangberhak menjadi wali.
Jumhur ulama membaginya menjadi dua kelompok:
 Pertama: wali dekat (wali qarib), yaitu ayah dan
kalau tidak ada ayah pindah kepada kakek.
Keduanya mempunyai kekuasaan mutlak terhadap
anak perempuan yang akan dikawinkannya.
 Kedua: wali jauh (wali ab’ad), yaitu wali dalam
garis kerabat selain dari ayah dan kakek, juga selain
dari anak dan cucu.
ADAPUN WALI AB’AD ADALAH SEBAGAI BERIKUT:

 a)  Saudara laki-laki kandung, kalau tidak ada pindah kepada.


 b)  Saudara laki-laki seayah, kalau tidak ada pindah kepada.
 c)  Anak saudara laki-laki kandung, kalau tidak ada pindah
kepada.
 d)  Anak saudara laki-laki seayah, kalau tidak ada pindah
kepada.
 e)  Paman kandung, kalau tidak ada pindah kepada.
 f)   Paman seayah, kalau tidak ada pindah kepada.
 g)  Anak paman kandung, kalau tidak ada pindah kepada.
 h)  Anak paman seayah,
 i)   Ahli waris kerabat lainya kalau ada.
ORANG-ORANG YANG BERHAK MENEMPATI KEDUDUKAN WALI ITU HARUS MEMENUHI SYARAT SEBAGAI
BERIKUT :

 a)     Sudah dewasa (baligh) dan berakal sehat, dalam arti


anak kecil atau oarang gila tidak berhak menjadi wali.
 b)      Laki-laki. Tidak boleh perempuan menjadi wali.
 c)      Muslim, tidak sah orang yang tidak beragama
islam menjadi wali untuk muslim.
 d)     Orang merdeka.
 e)      Tidak berada dalam pengampunan atau mahjur
alaih. Alasanya ialah bahwa orang yang berada di
bawah pengampunan tidak dapat berbuat hukum
dengan sendirinya. Kedudukanya sebagai wali
merupakan suatu tindakan hukum.
 f)  Tidak sedang melakukan ihram.
 g) Berpikiran baik. Oarang yang terganggu pikiranya karena
ketuaannya tidak boleh menjadi wali, karena dikawatirkan
tidak akan mendatangkan maslahat dalam perkawinan
tersebut.
 Jumhur ulama mempersyaratkan urutan orang yang
berhak menjadi wali dalam arti selama masih ada wali
nasab, wali hakim tidak dapat menjadi wali dan selama
wali nasab yang lebih dekat masih ada maka wali yang
lebih jauh tidak dapat menjadi wali.
 Pada dasarnya yang menjadi wali itu adalah wali nasab
yang qaarib. Bila wali qarib tersebut tidak memenuhi
syarat baligh, berakal, islam, merdeka, berpikiran baik dan
adil, maka perwalian berpindah kepada wali ab’ad
menurut urutan di atas.
3.SAKSI
  Akad pernikahan harus disaksikan oleh dua orang saksi supaya
ada kepastian hukum dan untuk menghindari timbulnya
sanggahan dari pihak-pihak yang berakad di belakang hari.
      Saksi dalam pernikahan harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut[3] :
 a)   Saksi harus berjumlah paling kurang dua orang. Inilah
pendapat yang dipegang oleh jumhur ulama.
 b)  Kedua saksi itu beragama islam.
 c)   Kedua orang saksi adalah orang yang merdeka.
 d)  Kedua saksi itu adalah orang laki-laki.
 e)   Kedua saksi itu bersifat adil dalam arti tidak pernah
melakukan dosa besar dan tidak selalu melakukan dosa kecil
dan tetap menjaga muruah (sopan sntun).
 f)   Kedua saksi itu dapat mendengar dan melihat.
4.    AKAD NIKAH
          Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang
melangsungkan perkawinan dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab adalah
penyerahan dari pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak
kedua.
Ulama sepakat menempatkan ijab dan qabul sebagai rukun perkawinan.
Untuk sahnya suatu akad perkawinan disyaratkan beberapa  syarat. Di
antara syarat yang telah disepakati oleh ulama adalah sebagai beriku[4]t:
1)   Akad harus dimulai dengan ijab dan dilanjutkan dengan qabul. Ijab
adalah penyerahan dari pihak perempuan kepada pihak laki-laki. Seperti
ucapan wali pengantin perempuan: “saya nikahkan anak saya yang
bernama si A kepadamu dengan mahar sebuah kitab Al-quran”. Qabul
adalah penerimaan dari pihak laki-laki. Seperti ucapan mempelai laki-laki:
“saya terima nikahnya anak bapak yang bernama si A dengan mahar
sebuah kitab Al-quran.
2)   Materi dari ijab dan qabul tidak boleh berbeda, seperti nama si
perempuan secara lengkap dan bentuk mahar yang disebutkan.
AKAD NIKAH

3)   Ijab dan qabul harus diucapkan secara bersambungan


tanpa terputus walaupun sesaat.
4)   Ijab dan qabul tidak boleh menggunakan ungkapan yang
bersifat membatasi masa berlangsungnya perkawinan,
karena perkawinan ditujukan untuk selama hidup.
5)   Ijab dan qabul harus menggunakan lafaz yang jelas dan
terus terang. Tidak boleh menggunakan ucapan sindiran,
karena untuk penggunaan lafaz sindiran itu diperlukan niat,
sedangkan saksi yang hadir dalam perkawinan itu tidak
akan dapat mengetahui apa yang diniatkan oleh seseorang.
Wanita Wanita Yang Haram Dinikahi

َ ‫َواَل َت ْن ِكحُوا َما َن َك َح آ َباؤُ ُك ْم ِم َن ال ِّن َسا ِء إِاَّل َما َق ْد َس َل‬


َ ‫ف إِ َّن ُه َك‬
‫ان‬
)22( ‫َفا ِح َش ًة َو َم ْق ًتا َو َسا َء َس ِبياًل‬
22. dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang
telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa
yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu
amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk
jalan (yang ditempuh).
‫ت َع َل ْي ُك ْم أ ُ َّم َها ُت ُك ْم َو َب َنا ُت ُك ْم َوأَ َخ َوا ُت ُك ْم َو َعمَّا ُت ُك ْم َو َخااَل ُت ُك ْم َو َب َن ُ‬
‫ات‬ ‫حُرِّ َم ْ‬
‫ضعْ َن ُك ْم َوأَ َخ َوا ُت ُك ْم ِم َن‬ ‫ت َوأ ُ َّم َها ُت ُك ُم الاَّل ِتي أَرْ َ‬ ‫ات اأْل ُ ْخ ِ‬ ‫اأْل َ ِخ َو َب َن ُ‬
‫ُور ُك ْم ِمنْ ِن َسا ِئ ُك ُم‬ ‫ج‬ ‫ح‬‫ُ‬ ‫ي‬ ‫ف‬
‫ِ‬ ‫ي‬ ‫ت‬
‫ِ‬ ‫اَّل‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫م‬
‫ُ‬ ‫ُ‬
‫ك‬ ‫ب‬
‫ُ‬ ‫ئ‬
‫ِ‬ ‫ا‬ ‫ب‬
‫َ‬ ‫ر‬
‫َ‬ ‫و‬‫َ‬ ‫م‬
‫ْ‬ ‫ُ‬
‫ك‬ ‫ئ‬
‫ِ‬ ‫ا‬ ‫س‬
‫َ‬ ‫ن‬
‫ِ‬ ‫ُ‬
‫ات‬ ‫ه‬
‫َ‬ ‫م‬‫َّ‬ ‫اع ِة َوأ ُ‬ ‫ض َ‬ ‫الرَّ َ‬
‫ِ‬
‫الاَّل ِتي دَ َخ ْل ُت ْم ِب ِهنَّ َفإِنْ َل ْم َت ُكو ُنوا دَ َخ ْل ُت ْم ِب ِهنَّ َفاَل ُج َنا َح َع َل ْي ُك ْم َو َحاَل ِئ ُل‬
‫ف‬ ‫ْن إِاَّل َما َق ْد َس َل َ‬ ‫ي‬ ‫َ‬
‫ت‬ ‫خ‬ ‫ْ‬ ‫ين ِمنْ أَصْ اَل ب ُك ْم َوأَنْ َتجْ َمعُوا َبي َْن اأْل ُ‬ ‫َ‬ ‫ذ‬‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫م‬‫ُ‬ ‫ُ‬
‫ك‬ ‫ئ‬
‫ِ‬ ‫ا‬ ‫َ‬
‫ن‬ ‫ْ‬
‫ب‬ ‫َ‬ ‫أ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ورا َر ِحي ًما (‪)23‬‬ ‫ان َغفُ ً‬ ‫إِنَّ هَّللا َ َك َ‬
‫;‪23. diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu‬‬
‫‪anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu‬‬
‫‪yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang‬‬
‫‪perempuan; saudara-saudara ibumu yang‬‬
‫‪perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-‬‬
‫‪saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan‬‬
‫;‪dari saudara-saudaramu yang perempuan‬‬
ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu
(mertua); anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu
campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan
isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka
tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu
(menantu); dan menghimpunkan (dalam
perkawinan) dua perempuan yang bersaudara,
kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
‫اب هَّللا ِ َع َل ْي ُك ْم َوأ ُ ِح َّل‬
َ ‫ت أَ ْي َما ُن ُك ْم ِك َت‬
ْ ‫ات ِم َن ال ِّن َسا ِء إِاَّل َما َم َل َك‬ َ ْ‫َو ْالمُح‬
ُ ‫ص َن‬
]24 ،‫َل ُك ْم َما َو َرا َء َذلِ ُك ْم} [النساء‬

24. dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita


yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu
milik (Allah telah menetapkan hukum itu)
sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan
bagi kamu selain yang demikian. (An-Nisa; 22-
24)
 Semua wanita yang disebutkan dalam ayat di atas
disebut dengan Mahram (istilah yang tepat adalah
Mahram, bukan Muhrim, karena Muhrim
bermakna orang yang berihram). Seluruh Mahram
haram dinikahi dan berlaku hukum-hukum
kemahroman yang lain seperti boleh dilihat lebih
dari muka dan telapak tangan, menemani dalam
perjalanan, dan sebagainya.
 Dengan memahami ayat di atas sekaligus
sejumlah Nash hadis yang lain, perincian wanita-
wanita yang haram dinikahi dapat dijelaskan
sebagai berikut;
1.Ibu (‫) ْ ا ُ ُّألم‬: yakni wanita yang melahirkan kita,
baik secara hakiki  yakni yang melahirkan secara
langsung maupun majazi seperti  ibunya ibu,
ibunya ayah, dua nenek ibu, dua nenek ayah,
neneknya nenek, neneknya kakek, dan seterusnya
ke atas tanpa membedakan apakah termasuk ahli
waris ataukah bukan
2.Putri‫ ;) ْالبِ ْن ُ(ت‬yakni wanita yang lahir karena benih
kita, baik secara hakiki yakni putri kandung
maupun majazi seperti  putrinya putra, putrinya
putri dan seterusnya ke bawah tanpa
membedakan apakah termasuk ahli waris
ataukah bukan

3.Saudari‫) ا ُأل ْخ ُ(ت‬: baik saudari sekandung, seayah,


maupun seibu. Saudari dari tiga arah seperti  ini
semuanya termasuk Mahram yang haram
dinikahi
4.Bibi Patriarkal (‫) ال َع َّم ُة‬: yakni saudari ayah, baik
status kekerabatan dengan ayah adalah saudari
sekandung, saudari seayah, maupun saudari
seibu. Termasuk definisi ini adalah saudari-
saudari kakek, tanpa membedakan apakah kakek
dari pihak ibu ataukah dari pihak ayah, kakek
dekat ataukah jauh, mewarisi ataukah tidak
mewarisi. Semuanya dihukumi Mahram yang
haram dinikahi
 5.Bibi Matriarkal (‫;) ْال َخ َال ُة‬yakni saudari ibu, baik
status kekerabatan dengan ibu adalah saudari
sekandung, saudari seayah, maupun sudari seibu.
Termasuk definisi ini adalah saudari-saudari
nenek, tanpa membedakan apakah nenek dari
pihak ibu ataukah dari pihak ayah, nenek dekat
ataukah jauh, mewarisi ataukah tidak mewarisi.
Semuanya dihukumi Mahram yang haram
dinikahi karena setiap nenek adalah ibu, sehingga
saudari nenek dihukumi bibi matriarkal yang
haram dinikahi
6.Putrinya saudara (‫خ‬ ِ َ
‫أل‬ ‫ا‬ ْ
‫ت‬ ُ ‫ ;) ِ ب ْن‬yakni
keponakan/kemenakan perempuan, tanpa
membedakan apakah keponakan tersebut adalah
putrinya saudara kandung, saudara seayah
ataukah saudara seibu. Putrinya saudara di sini
juga mencakup putri dalam makna hakiki yakni
putri kandung maupun majazi seperti  putrinya
putra, putrinya putri dan seterusnya ke bawah
tanpa membedakan apakah termasuk ahli waris
ataukah bukan
7.Putrinya saudari ‫ت‬ (ِ ‫ت ا ُأل ْخ‬
ْ ُ ‫ ;) ِ ب ْن‬yakni
keponakan/kemenakan perempuan juga, tanpa
membedakan apakah keponakan tersebut adalah
putrinya saudari kandung, saudari seayah ataukah
saudari seibu. Putrinya saudari di sini juga
mencakup putri dalam makna hakiki yakni putri
kandung maupun majazi seperti  putrinya putra,
putrinya putri dan seterusnya ke bawah tanpa
membedakan apakah termasuk ahli waris ataukah
bukan
ِ ْ‫) ا ُ ُّألم ْال ُمر‬: yakni wanita yang
8.Ibu Susu (‫ض ُع‬
menyusui kita.  termasuk dalam definisi ini
adalah ibunya ibu susu, neneknya ibu susu,
demikian terus ke atas.
َ ‫) ا ُأل ْخ ُت ِم َن ال َّر‬. Ibu susu dihukumi seperti ibu
9. Saudari Susu (‫ضا َع ِة‬
kandung dalam hal kemahraman nikah. karena itu, wanita
yang telah menyusui kita, berarti putri wanita tersebut
adalah saudari kita yang haram dinikahi. Wanita yang
disusui ibu kita, berarti wanita tersebut adalah saudari kita
karena ibu kita adalah ibu susunya. Demikian pula jika kita
menyusu pada seorang ibu susu asing dan ada wanita yang
juga menyusu pada ibu susu asing tersebut, dalam kondisi
ini wanita itu juga menjadi saudari kita yang haram dinikahi
karena ibu susu kita dengan wanita tersebut adalah ibu susu
yang sama. Bahkan pada kasus Laban Lahl/susu pria ‫َ لبَ ُ (ن‬
‫ ) ْ الفَحْ ِل‬hukum kemahroman tetap berlaku, meski beda yang
menyusui.
MAKSUD ISTILAH LABAN FAHL, ILUSTRASINYA ADALAH SEBAGAI BERIKUT

: Seorang lelaki menikahi empat wanita kemudian


masing-masing digauli sehingga punya anak dan
menyusui. Kemudian ada empat bayi perempuan asing
yang masing-masing menyusu pada empat istri lelaki
tersebut, yakni satu bayi mendapat satu ibu susu. Lalu
ada satu bayi laki-laki yang menyusu pada salah satu
istri lelaki tersebut. Dalam kondisi ini, seluruh bayi
wanita yang menyusu tadi statusnya adalah saudari
bagi bayi lelaki yang menyusu yang haram dinikahi.
 Hal itu dikarenakan, meskipun yang menjadi
saudari susu langsung bagi bayi lelaki tadi
hanyalah satu bayi wanita (mengingat keduanya
memiliki satu ibu susu yang sama), sementara tiga
bayi wanita yang lain disusui ibu susu yang lain
sehingga ibu susunya tidak sama dengan ibu susu
bayi lelaki tersebut, namun tiga bayi wanita
tersebut tetap dihukumi saudari karena seluruh
wanita yang menyusui dalam kasus ini bisa
menyusui hanya disebabkan oleh benih yang
ditanamkan lelaki yang menjadi suaminya.
   Jadi, meskipun air susu para wanita itu berbeda-beda,
namun asalnya tetap satu, yakni benih suaminya. Karena
suami yang “berperan” membuat air susu para wanita
yang menjadi istrinya itu bisa keluar, maka “peran” ini
dinamakan dengan istilah Laban Fahl (susu pria). Bukan
susu dalam arti hakiki, tapi majazi. Yakni prialah yang
membuat air susu wanita menjadi bisa keluar, sehingga
seluruh susu yang terbit karena perannya ini semuanya
dihukumi satu susu, walaupun keluar dari wanita yang
berbeda-beda.
‫‪SAUDARA SEPERSUSUAN ADALAH MAHRAM (MUHRIM) SEPERTI‬‬
‫‪HALNYA SAUDARA KANDUNG‬‬

‫‪‬‬ ‫عن َع ْم َرةَ أَ َّن َعائِ َشةَ أَ ْخبَ َرْتهَا‪َ:‬‬ ‫ْ‬


‫ص ْو َ‬
‫ت‬ ‫ت َ‬ ‫ان ِع ْن َدهَا َوإِنَّهَا َس ِم َع ْ‬ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َك َ‬ ‫أَ َّن َرس ُْو َل هللاِ َ‬
‫ت يَا َرس ُْو َل هللاِ هَ َذا‬ ‫ت َعائِ َشةُ فَقُ ْل ُ‬ ‫صةَ قَالَ ْ‬ ‫ت َح ْف َ‬ ‫َرج ٍُل يَ ْستَأْ ِذ ُن فِي بَ ْي ِ‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أُ َرا ُه‬ ‫ك فَقَا َل َرس ُْو ُل هللاِ َ‬ ‫َر ُج ٌل يَ ْستَأْ ِذ ُن فِي بَ ْيتِ َ‬
‫ت َعائِ َشةُ يَا َرس ُْو َل هللاِ لَ ْو َك َ‬
‫ان‬ ‫ضا َع ِة فَقَالَ ْ‬ ‫صةَ ِم َن ال َّر َ‬ ‫فُالَنًا لِ َع ِّم َح ْف َ‬
‫صلَّى هللاُ‬ ‫ي قَا َل َرس ُْو ُل هللاِ َ‬ ‫ضا َع ِة َد َخ َل َعلَ َّ‬ ‫الر َ‬ ‫فُالَ ٌن َحًيًّّا لِ َع ِّمهَا ِم َن َّ‬
‫ضا َعةَ تُ َح ِّر ُم َما تُ َح ِّر ُم ْال ِوالَ َدةُ‬ ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم نَ َع ْم إِ َّن ال َّر َ‬
 Dari Amrah bahwasannya Aisyah telah mengabarkan
kepadanya:
Bahwa waktu itu Rasulullah berada di sampingnya, sedangkan
dia (Aisyah ) mendengar suara seorang laki-laki sedang minta
izin untuk bertemu Rasulullah di rumahnya Hafshah , Aisyah
berkata; Maka saya berkata; Wahai Rasulullah, ada seorang
laki-laki yang minta izin (bertemu denganmu) di rumahnya
Hafshah . Maka Rasulullah bersabda: “Saya kira fulan itu
adalah pamannya Hafshah dari saudara sesusuan.” Aisyah
bertanya; “Wahai Rasulullah, sekiranya fulan tersebut masih
hidup -yaitu pamannya dari saudara sesusuan- apakah dia
boleh masuk pula ke rumahku?” Rasulullah menjawab: “Ya,
sebab hubungan karena susuan itu menyebabkan mahram
sebagaimana hubungan karena kelahiran.”
[HR. Muslim]
MENJADI MAHRAM (MUHRIM) DENGAN MENYUSU LIMA KALI HISAPAN

 Dalam sebuah riwayat dikatakan:


 :‫ت‬ ْ َ‫َع ْن َعائِ َشةَ أَنَّهَا قَال‬
َ ْ ُ ُ ُ ْ ْ ْ ُ ْ ْ ُ َ ‫َك‬
‫س‬ٍ ‫م‬ْ ‫خ‬ ‫ب‬
ِ ‫ن‬
َ ‫خ‬ ‫س‬ِ ‫ن‬ ‫م‬
َّ ‫ث‬ ‫ن‬
َ ‫م‬
ْ ‫ر‬
ِّ ‫ح‬
َ ُ ‫ي‬ ‫ت‬
ٍ ‫ا‬ ‫م‬ ‫و‬
َ َ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫م‬ ‫ات‬ٍ ‫ع‬
َ ‫ض‬
َ ‫ر‬
َ ‫ر‬
ُ ‫ش‬ ‫ع‬
َ ‫ن‬
ِ ‫آ‬
‫ر‬ ‫ق‬ ‫ال‬ ‫ن‬
َ ‫م‬
ِ ‫ل‬
َ ِ ‫ان فِ ْي َما أ‬
‫ز‬ ‫ن‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َوهُ َّن فِ ْي َما يُ ْق َرأُ ِم َن ْالقُرْ آ ِن‬ ٍ ‫َم ْعلُ ْو َم‬
َ ِ‫ات فَتُ ُوفِّ َي َرسُو ُل هللا‬
 Dari Aisyah dia berkata:
“Dahulu dalam Al Qur`an susuan yang dapat
menyebabkan menjadi mahram ialah sepuluh kali
penyusuan, kemudian hal itu dinasakh (dihapus) dengan
lima kali penyusuan saja. Lalu Rasulullah wafat, dan
ayat-ayat Al Qur`an masih tetap di baca seperti itu.”
[HR. Muslim]
Apa patokan lafaz 1 kali susuan
maksudnya apabila bayi menetek kemudian dia menyusu sampai puas dan
dilepasnya atau sampai tertidur, inilah yang dihitung satu kali
susuan.adapun satu kali menyusui kemudian ibunya kebelet pipis atau
yang lainnya sedangkan anak tersebut masih menangis,maka tidak
terhitung satu kali susuan, yang dihitung satu kali susuan adalah satu kali
menyusui sampai anak tersebut puas sehingga di lepasnya atau
semisalnya.

Yang bisa menjadikan saudara susuan adalah ketika bayi itu menyusu


umurnya mulai dari 0 sampai 2 tahun.
Pada umur itu saja yang bisa menjadikan anak tersebut sebagai saudara,
adapun kalau sudah besar, pendapat jumhur ulama' itu tidak menjadikan
saudara susuan.
 
 
 
10.Ibu Mertua (‫ ;) ُ ُّأم ال َّز ْو َج ِة‬yakni, ibu dari istri kita. Jika kita
telah menikahi seorang wanita, maka ibu dari istri kita
langsung menjadi Mahram kita baik ibu karena nasab maupun
karena persusuan tanpa membedakan apakah ibu dekat
ataukah ibu jauh. Hukum kemahroman langsung berlaku
setelah akad nikah dilakukan, tanpa memperhetikan apakah
istri sudah digauli ataukah tidak.
11.Putri Tiri (‫ ;) ال َّربِ ْيبَ ُة‬yakni putri-putri istri. Namun, syaratnya
istri harus disetubuhi agar hukum kemahroman berlaku. Jika
istri sesudah akad nikah belum digauli kemudian dicerai,
maka putri tiri belum menjadi Mahram sehingga boleh
dinikahi. Putri tiri ini tidak dibedakan apakah putri karena
nasab ataukah putri karena persusuan, juga tidak
membedakan apakah putri dekat ataukah putri jauh, juga tidak
membedakan apakah putri yang mewarisi ataukah tidak.
12.Menantu Putri ‫;)حلِ ْيلَ ُة ْ ا بال ِ(ْن‬
َ yakni istrinya putra
dan juga istri dari putranya putri, tanpa
membedakan apakah dari nasab ataukah
persusuan, dekat ataukah jauh. Hukum
kemahroman ini berlaku hanya dengan
dilakukannya akad nikah, tanpa memperhatikan
apakah wanita sudah digauli ataukah belum.
(‫ ;) َز ْو َج ُة ْ ا َ ِأل‬yakni istri ayah, baik ayah
13.ibu tiri ‫ب‬
dekat maupun ayah jauh, mewarisi ataukah tidak
mewarisi, karena nasab ataukah karena
persusuan.  Rasulullah ‫هللالَي ِْه َو َسلَّ َم‬‫ َصلَّى ُ َع‬pernah
memerintahkan kepada seorang shahabat untuk
membunuh lelaki yang menikahi istri ayahnya
(ibu tirinya). An-Nasai meriwayatkan;
)477 /10( ‫سنن النسايئ‬ 

‫َع ْن الْرَب َ ا ِء قَا َل‬ 

‫عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ ىَل‬ ُ ‫ول اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل‬


ُ ‫يت َخايِل َو َم َع ُه َّالراي َ ُة فَ ُقلْ ُت َأ ْي َن تُ ِريدُ قَ َال َأ ْر َسلَيِن َر ُس‬ ُ ‫ل َ ِق‬ 
‫ِإ‬
ُ ‫َر ُج ٍل تَ َز َّو َج ا ْم َرَأ َة َأبِي ِه ِم ْن ب َ ْع ِد ِه َأ ْن َأرْض ِ َب ُع ُن َق ُه َأ ْو َأ ْق ُتهَل‬
 dari Al Barra`, ia berkata; saya berjumpa dengan
pamanku, dan ia membawa bendera. Kemudian saya
katakan; engkau hendak pergi kemana? Ia berkata;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutusku
kepada seorang laki-laki yang menikahi isteri
ayahnya setelah kematiannya, agar saya penggal
lehernya atau saya membunuhnya. (H.R.An-Nasai)
 14.Menghimpun dua saudari
 ‫) ْال َج ْم ُع َ بي َْن ا ُأل ْختَي ِ(ْن‬: yakni menikahi dua bersaudari
untuk dipoligami, tanpa membedakan apakah
saudari karena nasab ataukah karena persusuan, juga
tidak membedakan apakah  saudari sekandung,
seayah, atau seibu, juga tidak membedakan apakah
menghimpun tersebut setelah menggauli istri yang
sah ataukah belum.
 15.menghimpun wanita dengan bibinya (‫ْال َج ْم ُع‬
‫) َ ب ْي َن ْال َم ْرأَ ِة َو َع َّمتِ َها أَ ْو َخ َالتِ َها‬: yakni menikahi seorang
wanita dengan dipoligami bersama bibinya.
Larangan ini berlaku tanpa membedakan apakah
bibi yang dimaksud adalah bibi patriarkal ataukah
bibi matriarkal. Dasarnya adalah hadis berikut
ini;
)63 /16( ‫حصيح البخاري‬ 

‫َع ْن َأيِب ه َُرْي َر َة َريِض َ اهَّلل ُ َع ْن ُه‬ 

َ ‫َأ َّن َر ُس و َل اهَّلل ِ َص ىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َس مَّل َ قَ َال اَل جُي ْ َم ُع بَنْي َ الْ َم ْرَأ ِة َومَع َّهِت َا َواَل بَنْي‬ 

‫الْ َم ْرَأ ِة َو َخالَهِت َا‬


Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Seorang wanita tidak boleh dimadu dengan
bibinya baik dari jalur ibu atau ayah.”
(H.R.Bukhari)
‫‪‬‬ ‫;‪Lafadz Abu Dawud berbunyi‬‬
‫سنن أىب داود – م (‪)183 /2‬‬ ‫‪‬‬

‫ول اهَّلل ِ ‪-‬صىل هللا عليه وسمل‪َ « -‬ال تُ ْن َك ُح‬ ‫َع ْن َأىِب ه َُرْي َر َة قَ َال قَ َال َر ُس ُ‬ ‫‪‬‬
‫الْ َم ْرَأ ُة عَىَل مَع َّهِت َا َو َال الْ َع َّم ُة عَىَل ِبن ْ ِت َأ ِخهيَا َو َال الْ َم ْرَأ ُة عَىَل َخالَهِت َا َو َال الْ َخاةَل ُ‬
‫الص ْغ َرى عَىَل ْال ُكرْب َ ى‬ ‫َ‬
‫ال‬
‫ُّ َ َ ُّ‬ ‫و‬ ‫ى‬ ‫ر‬ ‫ْ‬
‫غ‬ ‫الص‬ ‫ىَل‬‫َ‬ ‫ع‬ ‫ى‬ ‫َ‬ ‫رْب‬ ‫ُ‬
‫ك‬ ‫ْ‬
‫ال‬ ‫عَىَل ِبن ْ ِت ُأخْهِت َا َو َال تُ ْن َك ُح‬
‫»‪.‬‬
Dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak boleh seorang wanita
dinikahi sebagai madu bibinya (saudari ayah), dan
seorang bibi dinikahi sebagai madu anak wanita saudara
laki-lakinya, dan tidak boleh seorang wanita dinikahi
sebagai madu bibinya (saudari ibu) dan seorang bibi
sebagai madu bagi anak wanita saudara wanitanya. Dan
tidak boleh seorang kakak wanita dinikahi sebagai madu
adik wanitanya, dan adik wanita dinikahi sebagai madu
kakak wanitanya.” (H.R.Abu Dawud)
َ ْ‫) ْال ُمح‬:  yakni
16. Wanita yang telah bersuami (‫صنَ ُة‬
wanita yang telah menjalin akad nikah secara sah,
meskipun dengan syariat di luar Islam seperti
pernikahan  wanita Yahudi atau wanita Nasrani.
17.Semua wanita yang ada hubungan
kekerabatan karena persusuan: misalnya ibu
susu, putri karena persusuan, saudari karena
persusuan, bibi karena persusuan, putri saudara
karena persusuan, putri saudari kerana persusuan,
dst. Dasarnya adalah hadis berikut ini;
‫حصيح مسمل (‪)328 /7‬‬ ‫‪‬‬

‫َع ْن مَع ْ َر َة َأ َّن عَائِ َش َة َأ ْخرَب َ هْت َا‬ ‫‪‬‬

‫َأ َّن َر ُس و َل اهَّلل ِ َص ىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َس مَّل َ اَك َن ِع ْندَ َه ا َو هَّن َ ا مَس ِ َع ْت َص ْو َت َر ُج ٍل‬ ‫‪‬‬
‫ي َ ْس َتْأ ِذ ُن يِف بَيْ ِت َح ْف َص َة قَالَ ْت عَائِ َش ُة فَ ُقلْ ُت اَي َر ُسو َل اِإهَّلل ِ َه َذا َر ُج ٌل ي َ ْس َتْأ ِذ ُن يِف‬
‫ول اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َس مَّل َ ُأ َر ُاه فُاَل اًن ِل َع ّ ِم َح ْف َص َة ِم ْن َّالرضَ اعَ ِة‬ ‫بَيْ ِت َك فَ َق َال َر ُس ُ‬
‫فَ َقالَ ْت عَائِ َش ُة اَي َر ُسو َل اهَّلل ِ لَ ْو اَك َن فُاَل ٌن َحيًّا ِل َع ِّمهَا ِم ْن َّالرضَ اعَ ِة َدخ ََل عَيَل َّ قَا َل‬
‫ول اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ ن َ َع ْم َّن َّالرضَ اعَ َة حُت َ ّ ِر ُم َما حُت َ ّ ِر ُم الْ ِواَل َد ُة‬ ‫َر ُس ُ‬
‫ِإ‬
dari ‘Amrah bahwasannya Aisyah telah mengabarkan
kepadanya bahwa waktu itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berada di sampingnya, sedangkan dia (‘Aisyah)
mendengar suara seorang laki-laki sedang minta izin untuk
bertemu Rasulullah di rumahnya Hafshah, ‘Aisyah berkata;
Maka saya berkata; “Wahai Rasulullah, ada seorang laki-laki
yang minta izin (bertemu denganmu) di rumahnya Hafshah”.
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Saya kira fulan itu adalah pamannya Hafshah dari saudara
sesusuan.” Aisyah bertanya; “Wahai Rasulullah, sekiranya
fulan tersebut masih hidup -yaitu pamannya dari saudara
sesusuan- apakah dia boleh masuk pula ke rumahku?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Ya,
sebab hubungan karena susuan itu menyebabkan Mahram
sebagaimana hubungan karena kelahiran.” (H.R.Muslim)
‫‪‬‬ ‫;‪Lafadz Bukhari berbunyi‬‬
‫حصيح البخاري (‪)124 /9‬‬ ‫‪‬‬

‫َع ْن ا ْب ِن َع َّب ٍاس َريِض َ اهَّلل ُ َعهْن ُ َما قَا َل‬ ‫‪‬‬

‫قَا َل النَّيِب ُّ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ يِف ِبن ْ ِت مَح ْ َز َة‬ ‫‪‬‬

‫اَل حَت ِ ُّل يِل حَي ْ ُر ُم ِم ْن َّالرضَ اعِ َما حَي ْ ُر ُم ِم ْن الن َّ َس ِب‬ ‫‪‬‬

‫يِه َ ِبن ْ ُت َأيِخ ِم ْن َّالرضَ اعَ ِة‬ ‫‪‬‬


 dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhu berkata; Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam berkata tentang putri
Hamzah: “Dia tidak halal bagiku karena apa yang
diharamkan karena sepersusuan sama diharamkan
karena keturunan sedangkan dia adalah putri dari
saudaraku sepersusuan”. (H.R.Bukhari)
 Makna hadis di atas; semua wanita yang
diharamkan karena hubungan kekerabatan nasab
seperti ibu, putri, saudari, dan sebagainya maka
hukum yang sama berlaku pada wanita yang
memiliki hubungan kekerabatan karena
persusuan. Aisyah dihitung Mahram bagi saudara
Abu Al-Qu’ais karena istri Abu Al-Qu’ais pernah
menyusui Aisyah, sehingga hubungan
kekerabatan antara Aisyah dengan saudara Abu
Al-Qu’ais adalah Aisyah menjadi putri saudara
Abu ‘Al-Qu’ais karena persusuan. Bukhari
meriwayatkan
‫حصيح البخاري (‪)130 /19‬‬ ‫‪‬‬

‫َع ْن عَائِ َش َة قَالَ ْت‬ ‫‪‬‬

‫نَّ َأفْلَ َح َأ َخا َأيِب الْ ُق َعيْ ِس ا ْس َتْأ َذ َن عَيَل َّ ب َ ْعدَ َما نَ َز َل الْ ِح َج ُ‬
‫اب فَ ُقلْ ُت َواهَّلل ِ اَل‬ ‫‪‬‬
‫ِإ‬
‫آ َذ ُن هَل ُ َحىَّت َأ ْس َتْأ ِذ َن َر ُسو َل اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ فَ َّن َأخَا َأيِب الْ ُق َعيْ ِس‬
‫ول اهَّلل ِ‬ ‫ِإ‬
‫لَيْ َس ه َُو َأ ْرضَ َعيِن َولَ ِك ْن َأ ْرضَ َع ْتيِن ا ْم َرَأ ُة َأيِب الْ ُق َعيْ ِس فَدَ َخ َل عَيَل َّ َر ُس ُ‬
‫َص ىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َس مَّل َ فَ ُقلْ ُت اَي َر ُس و َل اهَّلل ِ َّن َّالر ُج َل لَيْ َس ه َُو َأ ْرضَ َعيِن‬
‫ِإ‬
‫َولَ ِك ْن َأ ْرضَ َع ْتيِن ا ْم َرَأتُ ُه قَا َل ائْ َذيِن هَل ُ فَ ن َّ ُه مَع ُّ ِك تَ ِرب َ ْت ي َ ِمي ُن ِك‬
‫ِإ‬
dari Aisyah sesungguhnya Aflah saudara Abu Al
Qu’ais pernah meminta izin untuk menemuiku
setelah turun (ayat) hijab, maka aku berkata; “Demi
Allah, aku tidak akan mengizinkannya (masuk)
sebelum aku meminta izin kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, karena saudara Abu Al
Qu’ais bukanlah orang yang menyusuiku, akan
tetapi yang menyusuiku adalah isterinya Abu Al-
Qu’ais.” Beberapa saat kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam datang, lalu aku
berkata; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya laki-laki
itu bukanlah orang yang menyusuiku, akan tetapi
yang menyusuiku adalah isterinya, beliau bersabda:
“Izinkanlah ia (masuk) karena dia adalah pamanmu,
semoga kamu beruntung!.” (H.R.Bukhari)
TALAK/ PERCERAIAN
 Di dalam Islam, penceraian merupakan sesuatu
yang tidak disukai oleh Islam tetapi dibolehkan
dengan alasan dan sebab-sebab tertentu.
Penceraian boleh dilakukan dengan cara talak,
fasakh dan khuluk atau tebus talak.
 Talak menurut bahasa bermaksud melepaskan
ikatan dan menurut syarak pula, talak membawa
maksud melepaskan ikatan perkahwinan dengan
lafaz talak dan seumpamanya. Talak merupakan
suatu jalan penyelesaian yang terakhir sekiranya
suami dan isteri tidak dapat hidup bersama dan
mencari kata sepakat untuk mecari kebahagian
berumahtangga. Talak merupakan perkara yang
dibenci Allah s.w.t tetapi dibenarkan.
 Hukum Penjelasan
 Wajib
 a) Jika perbalahan suami isteri tidak dapat
didamaikan lagi
b) Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri
gagal membuat kata sepakat untuk perdamaian
rumahtangga mereka
c) Apabila pihak kadi berpendapat bahawa talak
adalah lebih baik
d) Jika tidak diceraikan keadaan sedemikian, maka
berdosalah suami
 Haram a) Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas
b) Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi
c) Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang
isterinya daripada menuntut harta pusakanya
d) Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekali gus atau
talak satu tetapi disebut berulang kali sehingga cukup tiga
kali atau lebih
Sunat a) Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya
b) Isterinya tidak menjaga maruah dirinya
Makruh Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang
baik, berakhlak mulia dan mempunyai pengetahuan agama
Harus Suami yang lemah keinginan nafsunya atau isterinya
belum datang haid atau telah putus haidnya
RUKUN TALAK

 Perkara Syarat Suami Berakal


Baligh
Dengan kerelaan sendiri
Isteri Akad nikah sah
Belum diceraikan dengan talak tiga oleh
suaminya
Lafaz Ucapan yang jelas menyatakan
penceraiannya
Dengan sengaja dan bukan paksaaan
JENIS TALAK

 Talak raj’i
 Suami melafazkan talak satu atau talak dua
kepada isterinya. Suami boleh merujuk kembali
isterinya ketika masih dalam idah. Jika tempuh
idah telah tamat, maka suami tidak dibenarkan
merujuk melainkan dengan akad nikah baru.
 Talak bain[|
 Suami melafazkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga kepada
isterinya. Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh
merujuk setelah isterinya berkahwin lelaki lain, suami barunya
menyetubuhinya, setelah diceraikan suami barunya dan telah habis idah
dengan suami barunya.
 Talak sunni[|
 Suami melafazkan talak kepada isterinya yang masih suci dan tidak
disetubuhinya ketika dalam tempoh suci
 Talak bid’i[]
 Suami melafazkan talak kepada isterinya ketika dalam haid atau ketika suci
yang disetubuhinya.
 Talak taklik]
 Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya bersyarat dengan sesuatu
sebab atau syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku,
maka terjadilah penceraian atau talak.
 Contohnya suami berkata kepada isteri, “Jika awak keluar rumah tanpa izin
saya, maka jatuhlah talak satu.” Apabila isterinya keluar dari rumah tanpa
izin suaminya, maka jatuhlah talak satu secara automatik.
 Contohnya suami berkata kepada isteri, “Jika awak keluar
rumah tanpa izin saya, maka jatuhlah talak satu.” Apabila
isterinya keluar dari rumah tanpa izin suaminya, maka
jatuhlah talak satu secara automatik.
 Ia juga boleh berlaku selepas akad nikah (ia dipraktikkan di
Malaysia dan wajib oleh semua pengantin lelaki untuk
melafaznya), berkata, “Jika saya menyeksa isteri saya
dengan sengaja, atau saya meninggalkan isteri saya selama
empat bulan berterusan dengan sengaja tanpa kerelaannya,
dan jika ia mengadu kepada kadi atau naib kadi, apabila
disabitkan oleh kadi atau naib kadi maka jatuhlah talak satu
ke atas isteri saya.”
 Menurut Akta Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-
Wilayah Persekutuan) 1984 Malaysia, Cerai taklik (seksyen
50)
 Taklik adalah perjanjian yang ditandatangani semasa
pernikahan. Ia membenarkan siisteri memohon
perceraian sekiranya sisuami melanggar mana-mana
syarat yang terdapat dalam taklik tersebut, misalnya,
jika dia tidak membayar nafkah, atau sisuami
menyebabkan kemudaratan dengan mencederakan
isteri. Mahkamah akan membuat siasatan akan
kesahihan kenyataan dan sekiranya berpuas hati
mahkamah akan mengesahkan dan merekodkan
perceraian tersebut. Bukti seperti laporan polis dan
laporan hospital boleh membantu dalam hal ini
 Contoh taklik berlaku dengan cara, “Jika saya
menyeksa isteri saya dengan sengaja, atau saya
meninggalkannya selama empat bulan berterusan
tanpa kerelaannya, dan jika ia mengadu kepada
kadi atau naib kadi serta membayar RM 1.00
sebagai tebus talak, apabila disabitkan oleh kadi
atau naib kadi maka jatuhlah talak satu ke atas
isteri saya dengan nilai tebus talak tersebut.”
 fasakh menurut bahasa ialah rosak atau putus. Manakala menurut syarak
pula, pembatalan nikah disebabkan oleh sesuatu sifat yang dibenarkan
syarak, misalnya, perkahwinan suami isteri yang difasakhkan oleh kadi
disebabkan oleh suaminya tidak mempu memberi nafkah kepada isterinya.
Fasakh tidak boleh mengurangkan bilangan talaknya.
 Fasakh hanya boleh dituntut oleh isteri sekiranya terdapat beberapa sebab
atau kecacatan yang terdapat pada pihak suaminya. Mengikut mazhab
Shafie, seorang isteri boleh menuntut fasakh melalui kadi atau mahkamah
disebabkan oleh kekurangan suaminya seperti gila (berkekalan atau
sekejab); penyakit kusta; penyakit sopak; penyakit yang menghalang
mereka daripada melakukan persetubuhan; suami tidak mampu memberi
nafkah belanja kepada isterinya seperti makan dan minum serta tempat
tinggal, pakaian, memberi mahar dengan cara tunai sebelum bersetubuh
kerana kepapaan atau muflis atau sebagainya; suami tidak
bertanggungjawab dengan meninggalkan isterinya terlalu lama dan tidak
memberi khabar berita; suami yang menzalimi dan memudaratkan
isterinya; suami yang fasik serta melakukan maksiat terhadap Allah dan
tidak menunaikan kewajipan kepada Allah; dan murtad salah seorang
(suami atau isteri).
CARA MELAKUKAN FASAKH

 Jika suami atau isteri mempunyai sebab yang megharuskan fasakh


 Membuat aduan kepada pihak kadi supaya membatalkan perkahwinan
mereka
 Jika dapat dibuktikan pengaduan yang diberikan adalah betul, pihak
kadi boleh mengambil tindakan membatalkannya
 Pembatalan perkahwinan dengan cara fasakh tidak boleh dirujuk
kembali melainkan dengan akad nikah yang baru.
 DI Malaysia, ia jatuh di bawah Akta Undang-Undang Keluarga Islam
(Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984. Cerai fasakh (seksyen 52)
 Cerai fasakh adalah cara membubarkan perkahwinan berdasarkan
sebab-sebab tertentu. Menurut seksyen 52 (1), terdapat 12 sebab
membolehkan membuat permohonan fasakh.
 Antara sebabnya ialah :-
 tempat suami berada tidak diketahui selama lebih daripada satu tahun;
 suami tidak mengadakan peruntukan bagi nafkah selama tiga bulan;
 suami dihukum penjara selama tiga tahun atau lebih;
 suami tidak menunaikan kewajipan perkahwinannya (nafkah batin)
tanpa sebab yang munasabah selama tempoh satu tahun.
 suami mati pucuk masa berkahwin hingga sekarang dan ini tidak
diketahui puan;
 suami telah gila selama dua tahun atau sedang mengidap penyakit
kusta, vitiligo atau penyakit kelamin yang boleh berjangkit;
 jika perempuan dikahwinkan oleh wali mujbir perempuan sebelum
baligh, perempuan masih belum disetubuhi suami dan masih belum
mencapai umur 18 tahun, kini menolak perkahwinan itu.
 Bagaimanapun permohonan cerai fasakh tertakluk oleh mahkamah
dan mahkamah berhak menolak sekiranya mendapati bahawa
kesahihan alasan tersebut tidak terbukti.
 Khuluk atau Talak tebus
 Perpisahan antara suami dan isteri melalui tebus talak sama ada dengan
menggunakan lafaz talak atau khuluk. Pihak isteri boleh melepaskan
dirinya daripada ikatan perkahwinan mereka jika ia tidak berpuas hati atau
lain-lain sebab. Pihak isteri hendaklah membayar sejumlah wang atau harta
yang dipersetujui bersama dengan suaminya, maka suaminya hendaklah
menceraikan isterinya dngan jumlah atau harta yang ditentukan.
 Hukum khuluk adalah berdasarkan surah al-Baqarah ayat 229 : “Tidak
halal bagi kamu mengambil apa-apa yang telah kamu berikan kepada
mereka suatu jua pun, kecuali jika takut kedua-duanya tidak akan
mengikut peraturan Allah s.w.t.. Jika kamu takut bahwa tidak akan
mengikut peraturan Allah maka tiadalah berdosa kedua-duanya tentang
barang yang jadi tebus oleh perempuan.”
 Ia biasanya dilakukan di depan hakim. Talak boleh jatuh dengan menyebut
“Saya menceraikan kamu dengan bayaran Rp10,000,” dan isterinya
menjawab, “Saya menerimanya.” Apabila suami melafazkan demikian, dan
isterinya menyahut tawaran itu, dengan serta-merta jatuhlah talak dengan
khuluk dan isterinya wajiblah beridah. Suami isteri hanya boleh merujuk
dengan akad nikah baru sahaja
 Tujuan khuluk
 Memelihara hak wanita
 Menolak bahaya kemudaratan yang menimpanya
 Memberi keadilan kepada wanita yang cukup
umurnya melalui keputusan mahkamah
 Rujuk
 Menurut bahasa rujuk boleh didefinisikan sebagai
kembali. Manakala menurut syarak, ia membawa
maksud suami kembali semula kepada isterinya
yang diceraikan dengan ikatan pernikahan asal
(dalam masa idah) dengan lafaz rujuk
 Hukum rujuk
 Hukum Penjelasan Wajib Bagi suami yang
menceraikan isterinya yang belum
menyempurnakan gilirannya dari isteri-isterinya
yang lain Haram Suami merujuk isterinya dengan
tujuan untuk menyakiti atau memudaratkan
isterinya itu Makruh Apabila penceraian lebih
baik antara suami dan isteri Harus Sekirannya
rujuk boleh membawa kebaikan bersama
 Rukun rujuk
 Perkara Syarat Suami Berakal
Baligh
Dengan kerelaan sendiri
Isteri Telah disetubuhi
Berkeadaan talak raj’i
Bukan dengan talak tiga
Bukan cerai secara khuluk
Masih dalam idah
Lafaz Ucapan yang jelas menyatakan rujuk
Tiada disyaratkan dengan khiar atau pilihan
Disegerakan tanpa dikaitkan dengan taklik atau bersyarat
Dengan sengaja dan bukan paksaan
 Contoh lafaz rujuk
 Lafaz sarih
 Lafaz terang dan jelas menunjukkan rujuk. Contoh : “Saya rujuk
istri kembali” atau “Saya kembali lagi kamu sebagai isteri saya.”
 Lafaz kinayah
 Lafaz kiasan atau sindiran. Contoh : “Saya jadikan awak milik
saya semula” atau “Saya pegang awak semula”. Lafaz kinayah
perlu dengan niat suami untuk merujuk kerana jika dengan niat
rujuk, maka jadilah rujuk. Namun jika tiada niat rujuk, maka
tidak sahlah rujuknya.
SUMPAH ZHIHAR
 Kata-kata yang dinyatakan oleh suami kepada istri bukanlah
talak tetapi zhihar karena suami berkata : “Kamu haram
untukku sebagaimana ibuku dan saudariku” Zhihar –seperti
telah digambarkan oleh Allah Azza wa Jalla- adalah kata-
kata kemungkaran dan dusta, maka suami harus bertaubat
kepada Allah atas apa yang diperbuatnya dan ia tidak boleh
untuk bersenggama dengan istri hingga ia melakukan apa
yang telah diperintahkan oleh Allah Azza wa Jalla. Allah
telah berfirman dalam masalah kafarat zhihar.
 “Artinya : Orang-orang yang menzihar istrinya,
kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang
mereka ucapkan, maka wajib atasnya
memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami
istri bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada
kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan
budak, maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-
turut sebelum keduanya bercampur. Maka
barangsiapa yang tidak kuasa hendaklah ia memberi
makan enam puluh orang miskian” [Al-Mujadilah :
2-3]
 Maka suami tidak boleh mendekati istri dan
bercumbu rayu dengan istri hingga suami
mengerjakan apa yang diperintahkan Allah
kepadanya. Dan istri juga tidak boleh memberi
peluang untuk hal tersebut sampai suami
mengerkalan apa yang duperintahkan oleh Allah.
sesungguhnya ayat tersebut menunjukkan bahwa
suami wajib membebaskan budak. Apabila tidak
menemukannya maka ia harus puasa dua bulan
berturut-turut. Apabila tidak mampu maka
hendaklah ia memberi makan 60 orang miskin.
Membebaskan budak berarti ia harus
membebaskan budak belian dari perbudakan.
 Puasa dua bulan berturut-turut berarti ia harus berpuasa dua bulan
secara sempurna, tidak membatalkan puasa antara dua bulan itu
sama sekali walaupun satu hari kecuali karena ada udzur yang
memperbolehkannya seperti sakit atau bepergian. Namun apabila
ia telah hilang udzurnya maka ia harus melanjurkan puasanya dan
menyempurnakannya.

Adapun memberi makan enam puluh orang miskin maka ia


mempunyai dua cara untuk melaksanakannya.

Pertama : Ia harus membuat makanan kemudian mengundang


orang-orang miskin untuk memakannya.

Yang kedua : Ia harus membagi-bagikan beras dan semisalnya


dari makanan pokok mausia kepada mereka, setiap orang
mendapat satu mud gandum dan semisalnya serta setengah sha’
selain makanan pokok.
POLIGAMI

Ayat tentang poligami dalam Al-Qur'an berbunyi : "Artinya


: Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil, maka (kawinilah) seorang saja" [An-Nisa : 3]

Dan dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta'ala


berfirman.

"Artinya : Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku


adil di antara istri-istri (mu) walaupun kamu sangat ingin
berbuat demikian" [An-Nisa : 129]

Dalam ayat yang pertama disyaratkan adil tetapi dalam


ayat yang kedua ditegaskan bahwa untuk bersikap adail
itu tidak mungkin. Apakah ayat yang pertama dinasakh
(dihapus hukumnya) oleh ayat yang kedua yang berarti
tidak boleh menikah kecuali hanya satu saja, sebab sikap
adil tidak mungkin diwujudkan ?
 Dalam dua ayat tersebut tidak ada pertentangan dan ayat yang pertama tidak
dinasakh oleh ayat yang kedua, akan tetapi yang dituntut dari sikap adil adalah
adil di dalam membagi giliran dan nafkah. Adapun sikap adil dalam kasih
sayang dan kecenderungan hati kepada para istri itu di luar kemampuan
manusia, inilah yang dimaksud dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri
(mu) walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian" [An-Nisa : 129]

Oleh sebab itu ada sebuah hadits dari Aisyah Radhiallahu 'anha bahwasanya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah membagi giliran di antara para
istrinya secara adil, lalu mengadu kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam
do'a:

"Artinya : Ya Allah inilah pembagian giliran yang mampu aku penuhi dan
janganlah Engkau mencela apa yang tidak mampu aku lakukan" [Hadits
Riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Ibnu
Hibban dan Hakim]
 Berpoligami itu hukumnya sunnah bagi yang mampu, karena firmanNya.

“Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilama kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi ; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” [An-Nisa : 3]

Dan praktek Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu sendiri, dimana beliau
mengawini sembilan wanita dan dengan mereka Allah memberikan manfaat besar bagi
ummat ini. Yang demikian itu (sembilan istri) adalah khusus bagi beliau, sedang selain
beliau dibolehkan berpoligami tidak lebih dari empat istri. Berpoligami itu mengandung
banyak maslahat yang sangat besar bagi kaum laki-laki, kaum wanita dan Ummat Islam
secara keseluruhan. Sebab, dengan berpoligami dapat dicapai oleh semua pihak,
tunduknya pandangan (ghaddul bashar), terpeliharanya kehormatan, keturunan yang
banyak, lelaki dapat berbuat banyak untuk kemaslahatan dan kebaikan para istri dan
melindungi mereka dari berbagai faktor penyebab keburukan dan penyimpangan.

Tetapi orang yang tidak mampu berpoligami dan takut kalau tidak dapat berlaku adil,
maka hendaknya cukup kawin dengan satu istri saja, karena Allah berfirman.

“Artinya : Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja”. [An-Nisa : 3]
UU PERKAWINAN NO 1 TH 1974

Ps 3 prinsip monogami.unt Poligami suami harus


mendapatkan izin istri
Ps 4 permohonan ke pengadilan dng alasan bahwa
istri –tdk dpt menjalankan fungsinya sbg istri,
mandul , sakit yg tdk dpt disembuhkan
Ps 5 syaratnya suami harus mampu memberi
nafkah lahir maupun batin thd istri-istrinya

Anda mungkin juga menyukai