DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
DOSEN PENGAMPU:
YULMITRA HANDAYANI MH
DAFTAR ISI.......................................................................................................................i
BAB I.................................................................................................................................1
PEMBAHASAN................................................................................................................1
A. Pengertian Perkawinan ( Az-Zawaj).......................................................................1
B. Prinsip-Prinsip Perkawinan dalam hukum islam dan hukum positif.......................8
C. Rukun dan syarat dalam fiqih munakahat.............................................................10
D. Dasar hukum perkawinan.....................................................................................15
E. Tujuan dan hikmah perkawinan...........................................................................24
BAB II.............................................................................................................................31
PENUTUP.......................................................................................................................31
A. KESIMPULAN....................................................................................................31
B. Saran....................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................32
i
BAB I
PEMBAHASAN
1
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Kencana, 2006. hlm. 13.
1
Definisi lain yang diberikan Wahbah al-Zuhaily adalah "akad yang telah
ditetapkan oleh syar'i agar seorang laki-laki dapat mengambil manfaat untuk
melakukan istimta' dengan seorang wanita atau sebaliknya".2
Para ahli fikih berkata, zawwaj atau nikah adalah akad yang secara
keseluruhan di dalamnya mengandung kata; inkah atau tazwij. Hal ini sesuai
dengan ungkapan yang di tulis oleh Zakiyah Darajat dan kawan-kawan yang
memberikan definisi perkawinan yaitu: “Akad yang mengandung ketentuan
hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafaz nikah atau tazwij atau yang
semakna keduanya”.
2
Ibid., hlm. 14
2
Tahir Mahmood mendefinisikan perkawinan sebagai sebuah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan wanita masing-masing menjadi suami dan istri
dalam rangka memperoleh kebahagiaan hidup dan membangun keluarga dalam
sinaran ilahi. Definisi ini terkesan lebih lengkap dan tampaknya ia telah bergerak
dari definisi fiqh konvensional yang hanya melihat perkawinan sebagai sebuah
ikatan fisik ke arah ikatan yang lebih bersifat batiniah.
Artinya:
"Dan Bagaimana Kamu Akan Mengambil Mahar Yang Telah Kamu Berikan Pada
Istrimu, Padahal Sebagian Kamu Telah Bergaul (Bercampur) Dengan Yang Lain
Sebagai Suami-Istri. Dan Mereka (Istri-Istrimu) Telah Mengambil Dari Kamu
Perjanjian Yang Kuat (Miitsaaqan Ghaliizhan)".4
3
Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam. Bandung: Citra Umbara, 2007. hlm. 2
4
https://tafsirweb.com/1553-surat-an-nisa-ayat-21.html (2/9/2022, 17:18)
3
perjanjian yang lebih sampai kepada dasar ketuhanan Yang Maha Esa. Makna dari
rumusan pasal 2 dan pasal 3 KHI ini kalau kita kaji maka akan bermakna :5
اب لَ ُك ْم ِّمنَ النِّ َس ۤا ِء َم ْث ٰنى َ ََواِ ْن ِخ ْفتُ ْم اَاَّل تُ ْق ِسطُوْ ا فِى ْاليَ ٰتمٰ ى فَا ْن ِكحُوْ ا َما ط
ك اَ ْد ٰنٓى
َ ِت اَ ْي َمانُ ُك ْم ۗ ٰذل ِ ث َو ُر ٰب َع ۚ فَا ِ ْن ِخ ْفتُ ْم اَاَّل تَ ْع ِدلُوْ ا فَ َو
ْ اح َدةً اَوْ َما َملَ َك َ َوثُ ٰل
اَاَّل تَعُوْ لُوْ ۗا
Artinya:
“ Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir
tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba
sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu
tidak berbuat zalim.
5
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, cetakan ke-5, Kencana, Jakarta, 2014,
hlm
35 - 40
4
Ada yang mengatakan bahwa nikah adalah bergabung dari sisi hubungan
kelamin. Artinya nikah adalah hubungan seksual yang halal karena telah ada
perjanjian atau aqad antara pria dan wanita. Amir Nuruddin mengatakan
perkawinan adalah akad yang membolehkan terjadinya alistimta’ sebuah
persetubuhan dengan seorang wanita, atau melakukan wathi’ dan berkumpul
selama wanita tersebut bukan wanita yang diharamkan karena suatu sebab seperti
sepersusuan atau adanya hubungan keturunan.6
5
berkaitan pada ketentuan pada pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1) dan pasal 29
Undang-Undang Dasar 1945 tentang hak dasar untuk membentuk suatu ikatan
perkawinan.10
10
Azhar Basir, Hukum Perkawinan, Gama UPI, Yogyakarta, 1985, hlm. 31
11
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1974, hlm. 7.
12
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, cetakan ke-4, Liberty
Yogyakarta, 1999, hlm. 8
6
Ini adalah rumusan terpenting didalam melakukan hubungan
perkawinan, dimana perkawinan hanya dapat dilakukan oleh mereka
laki-laki dan perempuan saja. Atau dalam istilah dikenal dengan
pasangan yang berbeda jenis kelaminnya. Dengan ketentuan ini jelas,
Indonesia menolak perkawinan yang dilakukan oleh mereka sesama
jenis. Apabila perkawinan sesama jenis itu dilakukan di Indonesia,
jelas dapat dikatakan itu perkawinan tidak akan mendapatkan
pengakuan hukum di Indonesia, karena itu tidak ada dasar hukumnya.
7
Dari pengertian diatas dapat simpulkan bahwa pernikahan atau perkawinan
adalah pernikahan dapat diartikan bahwa suatu perjanjian suci yang dilakukan
oleh laki-laki dan perempuan yang ingin melanjutkan hubungan menjadi
hubungan yang halal. Mereka akan mengikat janji untuk menyatakan bahwa sudah
siap untuk membangun rumah tangga.
8
7. Kedudukan Suami Istri Dalam Kehidupan Seimbang, Baik Dalam
Kehidupan Rumah Tangga Ataupun Masyarakat.
9
Keempat, Prinsip Mu’asarah Bi Al-Ma’ruf. Prinsip Ini Didasarkan
Pada Firman Allah SWT. Yang Terdapat Pada Surah An-Nisa:19 Yang
Memerintahkan Kepada Setiap Laki-Laki Untuk Memperlakukan Istrinya
Dengan Cara Yang Ma’ruf. Didalam Prinsip Ini Sebenarnya Pesan
Utamanya Adalah Pengayoman Dan Penghargaan Kepada Wanita.
13
Sayyid Muhammad ibn ‘Alwi al-maliki al-hasani, Seni Berkeluarga Islami, membongkar
segudang
10
arti syarat yang berlalu untuk setiap unsur yang menjadi rukun. Ada pula
syarat itu berdiri sendiri dalam arti tidak merupakan kriteria dari unsur-
unsur rukun Diskursus tentang rukun merupakan masalah yang serius
dikalangan fuqaha.14
Jadi, Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah
atau tidaknya suatu pekerjaan ( ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam
rangkaian pekerjaan itu seperti adanya calon pengantin
laki-laki/perempuan dalam perkawinan.
Syarat, yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau
tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam
rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat untuk shalat atau menurut
islam calon pengantin laki-laki dan perempuan itu harus beragama islam.
sah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi rukun dan syarat.15
14
problematikan kehidupan rumah tangga berikut solusinya, nuqthoh, Yogyakarta, 2004, hlm. 81
15
Slamet Abidin dan H. Aminuddin, fiqh Munakahat ( Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm 68.
11
Menurut Syafi’iyyah, syarat perkawinan itu adakalanya
menyangkut sighat, wali, calon suami-istri dan juga syuhud (saksi).
Berkenaan dengan rukunnya, bagi mereka ada lima, yakni calon suami-
istri, wali, dua orang saksi, dan sighat.
Menurut Malikiyyah, rukun nikah itu ada lima, yakni wali, mahar,
calon suamiistri dan sighat. Jelaslah para ulama tidak saja berbeda dalam
menggunakan kata rukun dan syarat, tetapi juga berbeda dalam detailnya.
Malikiyyah tidak menempatkan saksi sebagai rukun, sedangkan Syafi’i
menjadikan dua orang saksi sebagai rukun.
12
B. Calon istri, dengan syarat:
a. Beragama islam
b. Perempuan
c. Jelas orangnya
d. Dapat dimintai persetujuannya
e. Tidak terdapat halangan perkawinan
Sedangkan yang tertera dalam kitab fathul izar, karya dari KH.
Abdullah fauzi pasuruan lebih tepatnya pada bab an-nikah menjelaskan
bahwa Rukun nikah dibagi menjadi lima bagian, sesuai dengan dalilnya
yang berbunyi:
ٌص ْي َغة
ِ اح خَ ْم َسةٌ َزوْ َجةٌ َو زَ وْ ٌخ َو َولِ ٌّي َو َشا ِهدَا ِن َو
ِ اَرْ َكانُهُ النِّ َك
13
Rukun nikah ada lima yaitu:
1. Zaujatun
Zaujatun adalah calon istri atau pengantin wanita yang akan dinikahkan
2. Zaujun
Zaujun merupakan calon suami yang akan melaksankan ijab dan qobul
dengan orang tua atau wali pengantin wanita.
3. Waliyun
Waliun adalah seorang yang akan menikahkan pengantin wanita, biasanya
yang manjadi wali merupakan ayah kandung dari mempelai perempuan.
4. Wasyahidani
Wasyahidani adalah dua orang saksi yang disyaratkan sehat jasmani dan
rohani serta berakal sehat, namun bukan orang gila atau kurang normal.
5. Shighat
Shighat adalah ijab dan qobul yang akan dilakukan oleh wali dan calon
pengantin laki-laki.
Dari lima rukun nikah tersebut yang paling penting ialah Ijab
Kabul antara yang mengadakan dengan yang menerima akad, sedangkan
yang dimaksud dengan syarat perkawinan ialah syarat yang bertalian
dengan rukun-rukun perkawinan.16
16
Abd. Rahman Ghazaly, fiqh Munakahat, ( Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm. 45
14
Di dalam kitabnya Fathul Muin Syech Zainuddin Abdul Aziz
menjelaskan tentang ijab dan qobul yang harus berkesinambungan. Beliau
mengatakan bahwa, ijab dan qobul yang dilakukan dengan terpisah
menyebabkan batalnya ijab dan qobul. Demikian penjelasan
tentang rukun nikah menurut Syech Zainuddin Abdul Azizi yang
dijelaskan dalam kitabnya Fathul Muin. Dilansir dari Fiqih Klasik
Terjemahan Fathul Muin yang diterjemahkan oleh Muhammad Munawwir
Ridiwan pada tahun 2015.
Dari uraian di atas menjelaskan bahwa akad nikah atau perkawinan
yang tidak dapat memenuhi syarat dan rukunnya menjadikan perkawinan
tersebut tidak sah menurut hukum.
Apa yang telah dinyatakan oleh para sarjana ilmu alam tersebut
telah sesuai dengan pernyataan Allah dalam Al- Qur’an surah Al- Dzariyat
[51]:49
17
H.S.A, Al-Hamdani, risalah nikah , ( Jakarta: Pustaka Amani, 2002), Edisi ke 2, hlm. 1.
15
ََو ِم ْن ُكلِّ َش ْي ٍء خَ لَ ْقنَا زَ وْ َج ْي ِن لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ ن
Artinya:
18
Hasbi Ash-Shiddieqi, Al-Qur’an dan terjemahan,hlm. 862
16
Pada maslahat ini berada di tingkat paling tinggi dibawah maslahat wajib
paling rendah. Dalam tingkatan kebawah, maslahat sunnah akan sampai
pada tingkat maslahat yang ringan dan mendekati maslahat mubah.
3. Maslahat mubah
Maslahat ini tidak terlepas dari kandungan nilai maslahat atau penolakan
terhadap mafsadah. Imam Izzudin berkata: “ maslahat mubah dapat
dirasakan secara langsung, sebagian diantaranya lebih bermanfaat dan
lebih besar kemaslahatannya dari sebagian yang lain.
19
Muhammad Abu Zahrah, ushul fikih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 558-559
17
menikah. Karena menjauhkan diri dari perbuatan haram adalah wajib
Allah berfirman dalam QS An-Nur 33:
َف الَّ ِذ ْينَ اَل يَ ِج ُدوْ نَ نِ َكاحًا َح ٰتّى يُ ْغنِيَهُ ُم هّٰللا ُ ِم ْن فَضْ لِ ٖه ۗ َوالَّ ِذ ْين ِ َِو ْليَ ْستَ ْعف
َ يَ ْبتَ ُغوْ نَ ْال ِك ٰت
ْ ب ِم َّما َملَ َك
ت اَ ْي َمانُ ُك ْم
3. Haram Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah batin dan
lahirnya kepada istri serta nafsunyapun tidak mendesak, maka ia haram
menikah.
18
5. Mubah Bagi orang yang tidak terdesak oleh alasan - alasan yang
mengharamkan untuk menikah, maka nikah hukumnya mubah
baginya.
Menurut Ari Welianto Pernikahan merupakan satu hal yang penting dan
banyak diimpikan setiap manusia. Dalam ajaran Islam, menikah salah satu
ibadah yang dianjurkan. Karena dengan menikah seseorang akan membina
rumah tangga dan membentuk keluarga sakinah, mawaddah, dan wa rahman.
Menjalin silaturahmi dengan keluarga dan memiliki keturunan. Selain itu juga
menghindari zina. Dalam Islam, zina adalah haram. Maka diperintahkan untuk
menikah bagi yang mampu dan berpuasa bagi yang belum mampu. Dalam
agama Islam, pernikahan juga diatur dengan baik. Di mana memiliki dasar
hukum pernikahan.
Dasar hukum pernikahan dalam Islam adalah Al-Quran dan Sunnah. Al-
Qur’an Ada beberapa surat dalam Al-Qur’an yang mengenai dasar hukum
pernikahan. Ayat-ayat tersebut menjadi bukti bahwa pernikahan memiliki dasar
hukum yang kuat di dalam Al-Qur’an. Berikut ayat-ayat tersebut:
Al-Quran Surat An-nisa’ ayat 1
َّ َق ِم ْنهَا َزوْ َجهَا َوب
ث َ َاح َد ٍة َّو َخل
ِ س َّو ٍ ٰيٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْ ا َربَّ ُك ُم الَّ ِذيْ َخلَقَ ُك ْم ِّم ْن نَّ ْف
هّٰللا هّٰللا
َ ِم ْنهُ َما ِر َجااًل َكثِ ْيرًا َّونِ َس ۤا ًء ۚ َواتَّقُوا َ الَّ ِذيْ تَ َس ۤا َءلُوْ نَ بِ ٖه َوااْل َرْ َحا َم ۗ اِ َّن
َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِ ْيبًا
19
Artinya: "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan,
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturahim. Sesungguhnya, Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu."
َ ََو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ٓه اَ ْن خَ ل
ًق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا لِّتَ ْس ُكنُ ْٓوا اِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدة
ٍ َّو َرحْ َمةً ۗاِ َّن فِ ْي ٰذلِكَ اَل ٰ ٰي
َت لِّقَوْ ٍم يَّتَفَ َّكرُوْ ن
Artinya: "Dan, diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptkan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan- Nya di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya, pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."
20
https://tafsirweb.com/6160-surat-an-nur-ayat-32.html ( diakses: 8:56/ 31-08-2022)
20
Al-Qur’an Surat An Nahl ayat 72
هّٰللا
ِ َو ُ َج َع َل لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا َّو َج َع َل لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْز َو
ًاج ُك ْم بَنِ ْينَ َو َحفَ َدة
َت هّٰللا ِ هُ ْم يَ ْكفُرُوْ ۙن
ِ ت اَفَبِ ْالبَا ِط ِل يُْؤ ِمنُوْ نَ َوبِنِ ْع َم
ِ ۗ َّو َرزَ قَ ُك ْم ِّمنَ الطَّي ِّٰب
Artinya: "Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu
sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka,
mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari
nikmat Allah."
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
ِ َّ فَ ْليَت، ِإ َذا تَزَ َّو َج ال َع ْب ُد فَقَ ْد َك َّم َل نَصْ فَ ال ِّد ْي ِن
ِ ْق هللاَ فِي النِّص
ف البَاقِي
Artinya: “Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh
agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR.
Al Baihaqi)
21
َ ْص ِر َوَأح
ص ُن َ َب َم ِن ا ْستَطَا َع ِم ْن ُك ُم ْالبَا َءةَ فَ ْليَتَ َز َّوجْ فَِإنَّهُ َأغَضُّ لِ ْلب
ِ يَا َم ْع َش َر ال َّشبَا
صوْ ِم فَِإنَّهُ لَهُ ِو َجا ٌء ِ ْلِ ْلفَر
َّ ج َو َم ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَ َعلَ ْي ِه بِال
Artinya: “Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah, maka
menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga
kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu
bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400)
Dalam hadist atau sunnah ada beberapa yang menjadi dasar hukum
pernikahan, yakni:
ت اَلدِّي ِن ْ َ ف, َولِ ِدينِهَا, َولِ َج َمالِهَا, َولِ َح َسبِهَا, لِ َمالِهَا: تُ ْن َك ُح اَ ْل َمرْ َأةُ َأِلرْ بَ ٍع
ِ اظفَرْ بِ َذا
َت يَدَاك ْ َت َِرب
22
wanita yang taat beragama niscaya kamu akan beruntung." (HR Bukhari
dan Muslim). 21
Dari Anas bin Malik ra., bahwasannya Nabi saw. memuji dan
menyanjung-Nya, beliau bersabda:22
21
https://akurat.co/bocoran-dari-nabi-ini-3-pesan-penting-pernikahan ( 9: 11)
22
imam As-Suyuthi Lubbabul Hadits
23
2. Rub’al-muamalat, yang menata hubungan manusia dalam lalu lintas
pergaulannya dengan sesamanya untuk memenuhi hajat hidupnya sehari-
hari.
3. Rub’al-munakahat, yaitu yang menata hubungan manusia dalam
lingkungan keluarga
4. Rub’al-jinayat, yang menata pengamanannya dalam suatu tertib
pergaulan yang menjamin ketenteramannya.23
a. Kesukarelaan,
b. Persetujuan kedua belah pihak
c. Kebebasan memilih
d. Darurat.
23
Ali Yafie, Pandangan Islam terhadap Kependudukan dan Keluarga Berencana , (Jakarta:
Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdhatul Ulama dan BKKBN, 1982)hlm.1.
24
Perkawinan pun adalah makna dan jiwa dari kehidupan
berkeluarga yang meliputi:
َ ََو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ٓه اَ ْن خَ ل
ق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا لِّتَ ْس ُكنُ ْٓوا اِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم
َ َِّم َو َّدةً َّو َرحْ َمةً ۗاِ َّن فِ ْي ٰذل
ٍ ك اَل ٰ ٰي
َت لِّقَوْ ٍم يَّتَفَ َّكرُوْ ن
Artinya:
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
berpikir”. (Q.S. Ar-Rum : 21).
24
Hasbi Ash-Shiddeqi, Op.Cit., hlm.45.
25
Ibid, hlm.644.
25
Menurut ayat diatas, dijelaskan bahwa keluarga islam terbentuk dalam
keterpaduan antara ketentraman (sakinah), penuh rasa cinta (mawaddah), dan
kasih sayang (rahmah). Ia terdiri dari istri yang patuh dan setia, suami yang jujur
dan tulus, ayah yang penuh kasih sayang dan ramah, ibu yang lemah lembut dan
berperasaan halus, putra-putri yang patuh dan taat serta kerabat yang saling
membina silaturrahmi dan tolong-menolong. Hal ini dapat tercapai bila masing-
masing anggota keluarga tersebut mengetahui hak dan kewajibannya. 26
1. Sebagai ibadah dan mendekatkan diri pada Allah SWT. Nikah juga
dalam rangka taat kepada Allah SWT, dan Rasul-Nya;
2. Untuk ‘iffah ( menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang; ihsan
(membentengi diri) dan Mubadho’ah (bisa melakukan hubungan intim)
3. Memperbanyak umat Muhammad SAW;
4. Menyempurnakan agama;
5. Menikah termasuk sunnahnya para utusan Allah;
6. Melahirkan anak yang dapat memintakan pertolongan Allah untuk
Ayah dan Ibu mereka saat masuk surge;
7. Menjaga masyarakat dari keburukan, runtuhnya moral, perzinaan, dan
lain sebagainya;
8. Legalitas untuk melakukan hubungan intim, menciptakan tanggung
jawab bagi suami dalam memimpin rumah tangga, memberikan nafkah
dan membantu istri di rumah;
9. Mempertemukan tali keluarga yang berbeda sehingga meperkokoh
lingkaran keluarga;
10. Saling mengenal dan menyayangi;
11. Menjadikan ketenangan kecintaan dalam jiwa suami dan istri;
26
Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah, Kajian Hukum Islam Kontemporer ( Bandung:
Angkasa, 2005), hlm. 134.
26
12. Sebagai pilar untuk membangun rumah tangga islam yang sesuai
dengan ajaran-Nya terkadang bagi orang yang tidda menghiraukan
kalimat Allah SWT. Maka tjuan nikahnya akan menyimpang;
13. Suatu tanda kebesaran Allah SWT. Kita melihat orang yang sudah
menikah, awalnya mereka tidak saling mengenal satu sama lainnya,
tetapi, dengan melangsungkan tali pernikahan hubungan keduanya
bisa saling mengenal dan sekaligus mengasihi;
14. Memperbanyak keturunan umat Islam dan menyemarakkan bumi
melalui proses pernikahan.
15. Untuk mengikuti panggilan iffah dan menjaga pandangan kepada hal-
hal yang diharamkan.27
27
Sulaiman Al-Mufarraj, Op. Cit., hlm 51
28
Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzamdan Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, fiqh munakahat,
Jakarta: Amzah. Hlm: 39
27
c. Nikah sebagai perisai diri manusia
Nikah dapat menjaga diri kemanusiaan dan menjauhkan dari
pelanggaran–pelanggaran yang diharamkan dalam agama. Karena
nikah membolehkan masing-masing pasangan melakukan hajat
biologisnya secara halal dan mubah.
d. Melawan hawa nafsu
Nikah bisa membuat nasfu manusia menjadi terpelihara,
melakukan maslahat orang lain, dan melaksanakan hak-hak istri dan
anak-anak dan mendidik mereka.
1) Nikah adalah jalan alami yang paling baik dan sesuai untuk
menyalurkan dan memuaskan naluri seks dengan kawin badan jadi
segar, jiwa jadi tenang, mata terpelihara dari yang melihat yang haram
dan perasaan menjadi tenang menikmati barang yang berharga.
29
Ibid, hlm.21.
28
4) Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak
menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat
bakat dan pembawaan seseorang. Ia akan cekatan bekerja, karena
dorongan tanggung jawab dan memikul kewajibannya sehingga ia
akan banyak bekerja dan mencari pernghasilan yang dapat jumlah
kekayaan dan memperbanyak produksi.
َ ََو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ٓه اَ ْن خَ ل
ًق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا لِّتَ ْس ُكنُ ْٓوا اِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدة
ٍ َّو َرحْ َمةً ۗاِ َّن فِ ْي ٰذلِكَ اَل ٰ ٰي
َت لِّقَوْ ٍم يَّتَفَ َّكرُوْ ن
Artinya:
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung
30
Drs. H. Ibnu mas’ud dan Drs.H. Zainal Abidin S. fiqh madzhab syafi’I, Bandung: CV pustaka Setia
hlm. 251
29
dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa
kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir”.
BAB II
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang
maha esa.
2. Prinsip-Prinsip Perkawinan dalam hukum islam dan hukum positif
Hukum islam:
1. Prinsip Kebebasan Dalam Memilih Jodoh.
2. Prinsip Mawaddah Wa Rahmah
3. Prinsip Saling Melengkapi Dan Saling Melindungi
4. Prinsip Mu’asarah Bi Al-Ma’ruf.
5. mengawali dengan khitbah (peminangan)
Hukum Positif:
30
4. Kesadaran Akan Hukum Agama Dan Keyakinan Masing-
Masing
B. Saran
Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna, yang mana banyak kaidah penulisan yang belum sesuai. Maka
dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
diberikan kepada penulis.
DAFTAR PUSTAKA
https://tafsirweb.com/1553-surat-an-nisa-ayat-21.html (2/9/2022,
17:18)
Darajat, Zakiyah dkk, ilmu fikih (Jakarta: Departemen Agama RI, 1985),
jilid II,
31
Prawirohamidjojo, Soetojo, Pluralisme Dalam Perundang-Undangan
Perkawinan Di Indonesia, Airlangga University Press, Surabaya, 1988,
32
https://akurat.co/bocoran-dari-nabi-ini-3-pesan-penting-pernikahan ( 9: 11,
31/8/2022)
Azzam, Dr. Abdul Aziz Muhammad dan Dr. Abdul Wahhab Sayyed
Hawwas, fiqh munakahat, Jakarta: Amzah
mas’ud, Drs. H. Ibnu dan Drs.H. Zainal Abidin S. fiqh madzhab syafi’I,
Bandung: CV pustaka Setia
33