Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

TINJAUAN UMUM PERKAWINAN DALAM ISLAM

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih Munakahat

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

AYU ARTIKA ( 182621538 )

MUHAMMAD RIZQI MUZAKI (182621548)

DOSEN PENGAMPU:

YULMITRA HANDAYANI MH

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM (HKI)

JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAIN) BENGKALIS

TAHUN AJARAN 2022/2023


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................i
BAB I.................................................................................................................................1
PEMBAHASAN................................................................................................................1
A. Pengertian Perkawinan ( Az-Zawaj).......................................................................1
B. Prinsip-Prinsip Perkawinan dalam hukum islam dan hukum positif.......................8
C. Rukun dan syarat dalam fiqih munakahat.............................................................10
D. Dasar hukum perkawinan.....................................................................................15
E. Tujuan dan hikmah perkawinan...........................................................................24
BAB II.............................................................................................................................31
PENUTUP.......................................................................................................................31
A. KESIMPULAN....................................................................................................31
B. Saran....................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................32

i
BAB I

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkawinan ( Az-Zawaj)

Perkawinan dalam bahasa Arab disebut dengan al-Nikah yang bermakna


al-wathi' dan al-dammu wa al-tadakhul. Terkadang juga disebut dengan aldammu
wa al-jamm'u atau 'ibarat 'an al-wath' wa al-'aqd yang bermakna bersetubuh,
berkumpul dan berakad. Beranjak dari makna etimologis inilah para ulama fiqh
mendefinisikan perkawinan dalam konteks hubungan biologis. 1

Menurut istilah lain juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang


mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-
kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesuai peraturan yang
diwajibkan oleh Islam.

Dalam Bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata "kawin" yang


menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan
hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga pernikahan, berasal
dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan,
dan digunakan untuk arti bersetubuh (wath'i). Kata nikah sendiri sering
dipergunakan untuk arti persetubuhan, juga untuk arti akad nikah. Wahbah al-
Zuhaily menjelaskan definisi perkawinan dengan: "akad yang membolehkan
terjadinya al-istimta' (persetubuhan) dengan seorang wanita atau melakukan
wath'i, dan berkumpul selama wanita tersebut bukan wanita yang diharamkan,
baik dengan sebab keturunan, atau sepersusuan".

1
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Kencana, 2006. hlm. 13.

1
Definisi lain yang diberikan Wahbah al-Zuhaily adalah "akad yang telah
ditetapkan oleh syar'i agar seorang laki-laki dapat mengambil manfaat untuk
melakukan istimta' dengan seorang wanita atau sebaliknya".2

Menurut Hanafiah, "nikah adalah akad yang memberi faedah untuk


melakukan mut'ah secara sengaja" artinya kehalalan seorang laki-laki untuk
beristimta' dengan seorang wanita selama tidak ada faktor yang menghalangi
sahnya pernikahan tersebut secara syar'i.

Menurut Hanabilah, nikah adalah akad yang menggunakan lafadz inkah


yang bermakna tajwiz dengan maksud mengambil manfaat untuk bersenang-
senang.

Menurut syara’, fuqaha’ telah banyak memberikan definisi. Perkawinan


secara umum diartikan akad zawaj adalah pemilikan sesuatu melalui jalan yang
disyari’atkan dalam agama. Tujuannya, menurut tradisi manusia dan menurut
syara’ adalah menghalalkan sesuatu tersebut. Akan tetapi ini bukanlah tujuan
perkawinan (zawaj) yang tertinggi dalam syari’at Islam. Tujuan tertinggi adalah
memelihara regenerasi, memelihara gen manusia dan masing-masing suami-istri
mendapatkan ketenangan jiwa karena kecintaan dan kasih sayangnya dapat
disalurkan. Demikian juga pasangan suami-istri sebagai tempat peristirahatan
disaat-saat lelah dan tegang, keduanya dapat melampiaskan kecintaan dan kasih
sayangnya layaknya sebagai suami-istri, Secara lebih jelas dan menarik.

Para ahli fikih berkata, zawwaj atau nikah adalah akad yang secara
keseluruhan di dalamnya mengandung kata; inkah atau tazwij. Hal ini sesuai
dengan ungkapan yang di tulis oleh Zakiyah Darajat dan kawan-kawan yang
memberikan definisi perkawinan yaitu: “Akad yang mengandung ketentuan
hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafaz nikah atau tazwij atau yang
semakna keduanya”.

2
Ibid., hlm. 14

2
Tahir Mahmood mendefinisikan perkawinan sebagai sebuah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan wanita masing-masing menjadi suami dan istri
dalam rangka memperoleh kebahagiaan hidup dan membangun keluarga dalam
sinaran ilahi. Definisi ini terkesan lebih lengkap dan tampaknya ia telah bergerak
dari definisi fiqh konvensional yang hanya melihat perkawinan sebagai sebuah
ikatan fisik ke arah ikatan yang lebih bersifat batiniah.

Sedangkan yang Tercantum Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 2 Yang


Berbunyi: Perkawinan Menurut Hukum Islam Adalah Pernikahan, Yaitu Akad
Yang Sangat Kuat Atau Mitsaqon Gholidhon Untuk Mentaati Perintah Allah Dan
Melaksanakannya Merupakan Ibadah3. Kata Miitsaaqan Ghaliidhan Ini Ditarik
Dari Firman Allah SWT:

‫ْض َوَأ َخ ْذنَ ِمن ُكم ِّمي ٰثَقًا َغلِيظًا‬


ٍ ‫ض ُك ْم ِإلَ ٰى بَع‬ َ ‫َو َك ْيفَ تَْأ ُخ ُذونَهۥُ َوقَ ْد َأ ْف‬
ُ ‫ض ٰى بَ ْع‬

Artinya:
"Dan Bagaimana Kamu Akan Mengambil Mahar Yang Telah Kamu Berikan Pada
Istrimu, Padahal Sebagian Kamu Telah Bergaul (Bercampur) Dengan Yang Lain
Sebagai Suami-Istri. Dan Mereka (Istri-Istrimu) Telah Mengambil Dari Kamu
Perjanjian Yang Kuat (Miitsaaqan Ghaliizhan)".4

Ditambahkan pada pada pasal 3 tujuan dari perkawinan adalah untuk


mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Artinya secara islam, pengertian perkawinan ditambahkan dengan kata akad
mitssaqan ghalidzan yang pada prinsipnya adalah ungkapan dari ikatan lahir batin.
Ikatan yang dibuat antara laki-laki dan wanita secara lahir batin yang mengandung
makna bahwa perkawinan tidak sekedar hubungan keperdataan semata, melainkan

3
Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam. Bandung: Citra Umbara, 2007. hlm. 2
4
https://tafsirweb.com/1553-surat-an-nisa-ayat-21.html (2/9/2022, 17:18)

3
perjanjian yang lebih sampai kepada dasar ketuhanan Yang Maha Esa. Makna dari
rumusan pasal 2 dan pasal 3 KHI ini kalau kita kaji maka akan bermakna :5

1. Perkawinan adalah Pernikahan


Pernikahan adalah istilah yang diambil dari bahasa arab yaitu dari kata
na-ka-ha atau zawaj yang artinya adalah kawin. Nikah dalam arti yang
sesungguhnya adalah “menghimpit” atau “berkumpul” dalam arti
kiasannya adalah bersetubuh. Nikah dartikan lebih khusus dalam
konteks syari’ah adalah akad, yaitu sebuah perjanjian untuk
mengikatkan pria dan wanita dalam perkawinan. Kata ini jelas
tercantum pada Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 3 :

‫اب لَ ُك ْم ِّمنَ النِّ َس ۤا ِء َم ْث ٰنى‬ َ َ‫َواِ ْن ِخ ْفتُ ْم اَاَّل تُ ْق ِسطُوْ ا فِى ْاليَ ٰتمٰ ى فَا ْن ِكحُوْ ا َما ط‬
‫ك اَ ْد ٰنٓى‬
َ ِ‫ت اَ ْي َمانُ ُك ْم ۗ ٰذل‬ ِ ‫ث َو ُر ٰب َع ۚ فَا ِ ْن ِخ ْفتُ ْم اَاَّل تَ ْع ِدلُوْ ا فَ َو‬
ْ ‫اح َدةً اَوْ َما َملَ َك‬ َ ‫َوثُ ٰل‬
‫اَاَّل تَعُوْ لُوْ ۗا‬

Artinya:

“ Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir
tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba
sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu
tidak berbuat zalim.

Ulama syafi’iyah cenderung memaknai nikah adalah bergabung dari sisi


akad. Yaitu akad yang dihubungkan dengan kehidupan antara suami dan istri
dalam bergaul. Artinya mereka boleh bergaul setelah berlangsungnya akad
diantara mereka.

5
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, cetakan ke-5, Kencana, Jakarta, 2014,
hlm
35 - 40

4
Ada yang mengatakan bahwa nikah adalah bergabung dari sisi hubungan
kelamin. Artinya nikah adalah hubungan seksual yang halal karena telah ada
perjanjian atau aqad antara pria dan wanita. Amir Nuruddin mengatakan
perkawinan adalah akad yang membolehkan terjadinya alistimta’ sebuah
persetubuhan dengan seorang wanita, atau melakukan wathi’ dan berkumpul
selama wanita tersebut bukan wanita yang diharamkan karena suatu sebab seperti
sepersusuan atau adanya hubungan keturunan.6

Sedangkan beberapa ulama memberikan pengertian dengan maksud :7

a. Mahzab hanafi mengartikan dengan makna aslinya yaitu bersetubuh,


sedangkan akad adalah hal yang menjadikan halal hubungan kelamin antara
pria dan wanita;
b. Mahzab syafi’iyah menjelaskan bahwa perkawinan merupakan akad sebagai
kata aslinya dan bersetubuh adalah istilah lainnya;
c. Mahzab abu hanifah menjelaskan nikah adalah berkumpul antara akad dan
bersetubuh.

Dalam undang- undang No. 1 Tahun 1974 Bab I pasal 1 disebutkan


bahwa: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa”.8 Undang-Undang
ini tidak hanya mengatur masalah hubungan perdata saja, tetapi peraturan ini
menjadi dasar hukum yang sangat erat kaitannya dengan hak-hak dasar seorang
anak manusia, atau lebih kepada perikehidupan masyarakat sebagaimana telah
ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.9 Hak yang melekat pada konstitusi
6
Amir Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, studi kritis
perkembangan hukum Islam dari fiqih, UU No. 1/1974 sampai KHI, cetakan 2, Permada Media,
Jakarta, 2004, hlm. 39.
7
A. Basiq Djalil, Pernikahan Lintas Agama dalam persepktif fiqih dan kompilasi hukum islam,
Qalbun Salim, Jakarta, cet. I, hlm. 34.
8
Zakiyah Darajat dkk, ilmu fikih (Jakarta: Departemen Agama RI, 1985), jilid II, hlm 48.
9
Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme Dalam Perundang-Undangan Perkawinan Di Indonesia,
Airlangga University Press, Surabaya, 1988, hlm. 48.

5
berkaitan pada ketentuan pada pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1) dan pasal 29
Undang-Undang Dasar 1945 tentang hak dasar untuk membentuk suatu ikatan
perkawinan.10

Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974,


Pengertian tersebut mempunyai makna dan tujuan yang sangat baik sebagaimana
fitrah seorang manusia yang hidup bermasyarakat. Wirjono Prodjodikoro
menjelaskan bahwa perkawinan merupakan kebutuhan hidup yang ada di
masyarakat, maka untuk perkawinan dibutuhkan peraturan yang jelas mengenai
syarat, pelaksanaan, kelanjutan dan terhentinya perkawinan11

Pengertian ini tidak jauh berbeda dari pengertian yang didefinisikan


didalam ajaran Islam, yaitu didefinisikan dengan akad yang kuat antara laki-laki
dan perempuan demi mewujudkan ketentraman dan kebahagiaan hidup keluarga
dengan diliputi penuh rasa kasih sayang dengan cara yang diridhoi Allah SWT.
Dari rumusan perkawinan pada pasal 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 ini ada
maksud yang harus diperhatikan oleh masyarakat :12

1. Makna ikatan lahir batin


Ikatan lahir batin disini adalah ikatan dimana perkawinan adalah
sebuah perjanjian yang didasari dari sisi lahiriah dan batiniah. Artinya
perkawinan tidak dapat dipandang sebagai perjanjian pada umumnya
atau perjanjian yang bersifat hubungan perdata semata, melainkan pada
perkawinan harus dipandang lebih.

2. Antara laki-laki dan perempuan.

10
Azhar Basir, Hukum Perkawinan, Gama UPI, Yogyakarta, 1985, hlm. 31
11
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1974, hlm. 7.
12
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, cetakan ke-4, Liberty
Yogyakarta, 1999, hlm. 8

6
Ini adalah rumusan terpenting didalam melakukan hubungan
perkawinan, dimana perkawinan hanya dapat dilakukan oleh mereka
laki-laki dan perempuan saja. Atau dalam istilah dikenal dengan
pasangan yang berbeda jenis kelaminnya. Dengan ketentuan ini jelas,
Indonesia menolak perkawinan yang dilakukan oleh mereka sesama
jenis. Apabila perkawinan sesama jenis itu dilakukan di Indonesia,
jelas dapat dikatakan itu perkawinan tidak akan mendapatkan
pengakuan hukum di Indonesia, karena itu tidak ada dasar hukumnya.

3. Suami dan istri yang membentuk keluarga (rumah tangga) yang


bahagia
Kata membentuk keluarga atau rumah tangga mempunyai arti bahwa
dalam perkawinan seorang laki-laki dan perempuan tidak semata hidup
berdua saja, melainkan mereka harus mempunyai tujuan. Tujuan
berumah tangga itu diimplementasikan dengan membentuk keluarga.
Oleh karena itu tidak dibenarkan di Indonesia praktek perkawinan
yang tidak bertujuan untuk berumah tangga seperti contoh adalah
praktek kawin kontrak. Jelas dalam kawin kontrak itu bersifat jangka
waktu sesuai kontrak perkawinannya. Suatu perkawinan yang ada
jangka waktunya, maka itu sama saja tidak berniat untuk berumah
tangga yang bahagia dan kekal.

4. Berdasarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa


Ini adalah kunci dari hubungan perkawinan, dimana alasan ini yang
membedakan antara perkawinan dan perjanjian yang bersifat
keperdataan. Perkawinan mutlak harus didasari ketuhanan YME,
artinya perkawinan adalah peristiwa suci sampai perbuatan ini dapat
dikatakan sebagai peristiwa dalam agama. Hanya dengan keyakinan
manusia yang beragama saja yang paham bahwa halal nya hubungan
antara laki-laki dan wanita disatukan oleh agama.

7
Dari pengertian diatas dapat simpulkan bahwa pernikahan atau perkawinan
adalah pernikahan dapat diartikan bahwa suatu perjanjian suci yang dilakukan
oleh laki-laki dan perempuan yang ingin melanjutkan hubungan menjadi
hubungan yang halal. Mereka akan mengikat janji untuk menyatakan bahwa sudah
siap untuk membangun rumah tangga.

B. Prinsip-Prinsip Perkawinan dalam hukum islam dan hukum positif

Banyak Para Pakar-Pakar Hukum Yang Berpendapat Apa Saja


Prinsip-Prinsip Perkawinan Berdasarkan Pandangan Mereka Masing-
Masing. Menurut Pandangan M. Yahya Harahap Beberapa Asas-Asas
Yang Cukup Prinsip Dalam UU. Perkawinan Adalah:

1. Menampung Segala Kenyataan-Kenyataan Yang Hidup, Dalam


Masyarakat Bangsa Indonesia Dewasa Ini.

2. Sesuai Dengan Tuntutan Zaman.

3. Tujuan Perkawinan Membentuk Keluarga Bahagia Yang Kekal.

4. Kesadaran Akan Hukum Agama Dan Keyakinan Masing-Masing Warga


Negara Bangsa Indonesia Yaitu Perkawinan Harus Dilakukan Berdasarkan
Hukum Agama Dan Kepercayaannya Masing-Masing.

5. Undang-Undang Perkawinan Menganut Asas-Asas Monogami Akan


Tetapi Terbuka Peluang Untuk Melakukan Poligami Selama Hukum
Agamanya Mengizinkan.

6. Perkawinan Dan Pembentukan Keluarga Dilakukan Oleh Pribadi-Pribadi


Yang Telah Matang Jiwa Dan Raganya.

8
7. Kedudukan Suami Istri Dalam Kehidupan Seimbang, Baik Dalam
Kehidupan Rumah Tangga Ataupun Masyarakat.

Musdah Mulia Menjelaskan Dalam Perspektif Lain Bahwa Prinsip-


Prinsip Perkawinan Tersebut Ada Empat Yang Didasarkan Pada Ayat-
Ayat Al-Qur'an.
Pertama, Prinsip Kebebasan Dalam Memilih Jodoh. Prinsip Ini
Sebenarnya Kritik Terhadap Tradisi Bangsa Arab Yang Menempatkan
Perempuan Pada Posisi Yang Lemah, Sehingga Untuk Dirinya Sendiri
Saja Ia Tidak Memiliki Kebebasan Untuk Menentukan Apa Yang Terbaik
Pada Dirinya. Oleh Sebab Itu Kebebasan Memilih Jodoh Adalah Hak Dan
Kebebasan Bagi Laki-Laki Dan Perempuan Sepanjang Tidak Bertentangan
Dengan Syari’at Islam.
Kedua, Prinsip Mawaddah Wa Rahmah. Prinsip Ini Didasarkan
Pada Firman Allah SWT Qs. Ar-Rum:21. Mawaddah Wa Rahmah Adalah
Karakter Manusia Yang Tidak Dimiliki Oleh Makhluk Lainnya. Jika
Binatang Melakukan Hubungan Seksual Semata-Mata Untuk Kebutuhan
Naluri Seks Dan Juga Dimaksudkan Untuk Berkembang Biak, Sedangkan
Perkawinan Manusia Bertujuan Untuk Mencapai Ridha Allah Disamping
Tujuan Yang Bersifat Biologis Juga Membangun Rumah Tangga Untuk
Membentuk Masyarakat Yang Tenteram Atas Dasar Cinta Dan Kasih
Sayang.
Ketiga, Prinsip Saling Melengkapi Dan Saling Melindungi. Prinsip
Ini Didasarkan Pada Firman Allah SWT. Yang Terdapat Pada Surah Al-
Baqarah:187 Yang Menjelaskan Istri-Istri Adalah Pakaian Sebagaimana
Layaknya Dengan Laki-Laki Juga Sebagai Pakaian Untuk Wanita.
Perkawinan Laki-Laki Dan Perempuan Dimaksudkan Untuk Saling
Membantu Dan Saling Melengkapi, Karena Setiap Orang Memiliki
Kelebihan Dan Kekurangan.

9
Keempat, Prinsip Mu’asarah Bi Al-Ma’ruf. Prinsip Ini Didasarkan
Pada Firman Allah SWT. Yang Terdapat Pada Surah An-Nisa:19 Yang
Memerintahkan Kepada Setiap Laki-Laki Untuk Memperlakukan Istrinya
Dengan Cara Yang Ma’ruf. Didalam Prinsip Ini Sebenarnya Pesan
Utamanya Adalah Pengayoman Dan Penghargaan Kepada Wanita.

Kelima, mengawali dengan khitbah (peminangan), Khitbah atau


peminangan tidak diatur secara khusus didalam Undang- Undang No. 1
Tahun 1974, tetapi ini diatur pada Kompilasi Hukum Islam pada bab
peminangan dari pasal 11 hingga 13. Keberadaan mengenai pasal
peminangan pada KHI ini tentu mempunyai maksud dan tujuan kenapa
sampai bab peminangan diatur. Pengertian peminangan sendiri juga tidak
diberikan secara spesifik didalam ketentuan peminangan, hanya saja
peminangan dilakukan bagi mereka yang hendak mencari pasangan kawin.
Pengertiannya sendiri dapat disimpulkan sebagai upaya yang dilakukan
oleh seorang laki-laki atau perempuan kearah terjadinya hubungan
perjodohan dengan cara yang baik. Peminangan dianjurkan didalam
sunnah nabi Muhammad SAW dan ini sebuah etika islam dalam proses
melakukan perkawinan.13

C. Rukun dan syarat dalam fiqih munakahat

Rukun dan syarat perkawinan terdapat beberapa ragam perspektif.


Pertama, Perspektif Fiqh. Rukun dan syarat keduanya mengandung arti
yang berbeda dari segi bahasa. Rukun itu adalah sesuatu yang berada di
dalam hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang mewujudkannya,
sedangkan syarat adalah sesuatu yang berada di luarnya dan tidak
merupakan unsurnya. Syarat itu ada yang berkaitan dengan rukun dalam

13
Sayyid Muhammad ibn ‘Alwi al-maliki al-hasani, Seni Berkeluarga Islami, membongkar
segudang

10
arti syarat yang berlalu untuk setiap unsur yang menjadi rukun. Ada pula
syarat itu berdiri sendiri dalam arti tidak merupakan kriteria dari unsur-
unsur rukun Diskursus tentang rukun merupakan masalah yang serius
dikalangan fuqaha.14

Jadi, Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah
atau tidaknya suatu pekerjaan ( ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam
rangkaian pekerjaan itu seperti adanya calon pengantin
laki-laki/perempuan dalam perkawinan.

Syarat, yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau
tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam
rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat untuk shalat atau menurut
islam calon pengantin laki-laki dan perempuan itu harus beragama islam.
sah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi rukun dan syarat.15

Sebagai konsekuensinya terjadi silang pendapat berkenaan dengan


apa yang termasuk rukun dan mana yang tidak. Bahkan perbedaan itu juga
terjadi dalam menentukan mana yang termasuk rukun dan mana yang
termasuk syarat. Bisa jadi sebagian ulama menyebutnya sebagai rukun dan
ulama yang lainnya menyebutnya sebagai syarat.

Abdurrahman al-Jaziri menyebut yang termasuk rukun adalah ijab


dan qabul dimana tidak aka nada nikah tanpa keduanya. Sayyid Sabiq juga
menyimpulkan menurut fuqaha’, rukun nikah terdiri dari ijab dan qabul.
Sedangkan yang lain termasuk kedalam syarat.

Menurut Hanafiah, nikah itu terdiri dari syarat-syarat yang


terkadang berhubungan dengan sighat, berhubungan dengan dua calon
mempelai dan berhubungan dengan kesaksian.

14
problematikan kehidupan rumah tangga berikut solusinya, nuqthoh, Yogyakarta, 2004, hlm. 81

15
Slamet Abidin dan H. Aminuddin, fiqh Munakahat ( Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm 68.

11
Menurut Syafi’iyyah, syarat perkawinan itu adakalanya
menyangkut sighat, wali, calon suami-istri dan juga syuhud (saksi).
Berkenaan dengan rukunnya, bagi mereka ada lima, yakni calon suami-
istri, wali, dua orang saksi, dan sighat.

Menurut Malikiyyah, rukun nikah itu ada lima, yakni wali, mahar,
calon suamiistri dan sighat. Jelaslah para ulama tidak saja berbeda dalam
menggunakan kata rukun dan syarat, tetapi juga berbeda dalam detailnya.
Malikiyyah tidak menempatkan saksi sebagai rukun, sedangkan Syafi’i
menjadikan dua orang saksi sebagai rukun.

Pernikahan yang di dalamnya terdapat akad, layaknya akad- akad


lain yang memerlukan adanya persetujuan kedua belah pihak yang
mengadakan akad. Adapun rukun nikah adalah:

1. Mempelai laki – laki ( Zaujun)


2. Mempelai perempuan Zaujatun
3. Wali Waliyun
4. Dua orang saksi (Wasyahidani)
5. Ijab Kabul (Shighat)

Menurut Jumhur Ulama rukun perkawinan ada lima dan masing-


masing rukun itu memiliki syarat-syarat tertentu. Yakni:

A. Calon suami, dengan syarat:


a. Beragama islam
b. Laki-laki
c. Jelas orangnya
d. Dapat memberikan persetujuan
e. Tidak terdapat halangan perkawinan

12
B. Calon istri, dengan syarat:
a. Beragama islam
b. Perempuan
c. Jelas orangnya
d. Dapat dimintai persetujuannya
e. Tidak terdapat halangan perkawinan

C. Wali nikah, dengan syarat:


a. Laki-laki
b. Dewasa
c. Mempunyai hak perwalian
d. Tidak terdapat halangan perwalian

D. Saksi nikah, dengan syarat:


a. Minimal dua orang laki-laki
b. Hadir dalam ijab qabul
c. Dapat mengerti maksud akad
d. Islam
e. Dewasa

Sedangkan yang tertera dalam kitab fathul izar, karya dari KH.
Abdullah fauzi pasuruan lebih tepatnya pada bab an-nikah menjelaskan
bahwa Rukun nikah dibagi menjadi lima bagian, sesuai dengan dalilnya
yang berbunyi:

ٌ‫ص ْي َغة‬
ِ ‫اح خَ ْم َسةٌ َزوْ َجةٌ َو زَ وْ ٌخ َو َولِ ٌّي َو َشا ِهدَا ِن َو‬
ِ ‫اَرْ َكانُهُ النِّ َك‬

13
Rukun nikah ada lima yaitu:
1. Zaujatun
Zaujatun adalah calon istri atau pengantin wanita yang akan dinikahkan
2. Zaujun
Zaujun merupakan calon suami yang akan melaksankan ijab dan qobul
dengan orang tua atau wali pengantin wanita.
3. Waliyun
Waliun adalah seorang yang akan menikahkan pengantin wanita, biasanya
yang manjadi wali merupakan ayah kandung dari mempelai perempuan.
4. Wasyahidani
Wasyahidani adalah dua orang saksi yang disyaratkan sehat jasmani dan
rohani serta berakal sehat, namun bukan orang gila atau kurang normal.
5. Shighat
Shighat adalah ijab dan qobul yang akan dilakukan oleh wali dan calon
pengantin laki-laki.
Dari lima rukun nikah tersebut yang paling penting ialah Ijab
Kabul antara yang mengadakan dengan yang menerima akad, sedangkan
yang dimaksud dengan syarat perkawinan ialah syarat yang bertalian
dengan rukun-rukun perkawinan.16

Penjelasaan secara rinci dari rukun nikah diatas dijelaskan oleh


Syech Zainuddin Abdul Aziz di dalam kitabnya Fathul Muin.
Beliau mengungkapkan bahwa, hanya ada dua shighat yang sah
digunakan saat ijab dan qobul yaitu, saya nikahkan dan saya kawinkan.
Selain dari dua kalimat tersebut ijab dan qobul tidak sah menurut ajaran
Islam. Syech Zainuddin Abdul Aziz mencontohkan dua shighat yang harus
dihindari yaitu,
a. shighot dengan kalimat saya akan atau saya sedang mengawinkanmu.
b. shighot dengan kalimat saya akan atau sedang menikahkan kamu.

16
Abd. Rahman Ghazaly, fiqh Munakahat, ( Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm. 45

14
Di dalam kitabnya Fathul Muin Syech Zainuddin Abdul Aziz
menjelaskan tentang ijab dan qobul yang harus berkesinambungan. Beliau
mengatakan bahwa, ijab dan qobul yang dilakukan dengan terpisah
menyebabkan batalnya ijab dan qobul. Demikian penjelasan
tentang rukun nikah menurut Syech Zainuddin Abdul Azizi yang
dijelaskan dalam kitabnya Fathul Muin. Dilansir dari Fiqih Klasik
Terjemahan Fathul Muin yang diterjemahkan oleh Muhammad Munawwir
Ridiwan pada tahun 2015.
Dari uraian di atas menjelaskan bahwa akad nikah atau perkawinan
yang tidak dapat memenuhi syarat dan rukunnya menjadikan perkawinan
tersebut tidak sah menurut hukum.

D. Dasar hukum perkawinan

Hukum nikah (Perkawinan), yaitu hukum yang mengatur hubungan


antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran
kebutuhan biologis antarjenis, dan hak serta kewajiban yang berhubungan
dengan akibat perkawinan tersebut.

Perkawinan adalah sunnatullah, hukum alam di dunia. Perkawinan


dilakukan oleh manusia, hewan, bahkan oleh tumbuh-tumbuhan,
karenanya menurut para sarjana ilmu Alam mengatakan bahwa segala
sesuatu kebanyakan terdiri dari dua pasangan. Misalnya, air yang kita
minum ( terdiri dari oksigen dan hidrogen), listrik ( ada yang memiliki
muatan positif dan muatan negatif), dan lain sebagainya.17

Apa yang telah dinyatakan oleh para sarjana ilmu alam tersebut
telah sesuai dengan pernyataan Allah dalam Al- Qur’an surah Al- Dzariyat
[51]:49
17
H.S.A, Al-Hamdani, risalah nikah , ( Jakarta: Pustaka Amani, 2002), Edisi ke 2, hlm. 1.

15
َ‫َو ِم ْن ُكلِّ َش ْي ٍء خَ لَ ْقنَا زَ وْ َج ْي ِن لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ ن‬

Artinya:

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat


(kebesaran Allah)”.18

Ayat di atas menjelaskan bahwa Dan segala sesuatu di alam


semesta telah Kami ciptakan secara berpasang-pasangan untuk saling
melengkapi. Yang demikian ini agar kamu selalu mengingat kekuasaan
dan kebesaran Allah.

Perkawinan, yang merupakan sunatullah pada dasarnya adalah


mubah tergantung kepada tingkat maslahatnya. Oleh karena itu, Imam
Izzudin Abdussalam, membagi maslahat menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Maslahat yang diwajibkan oleh Allah SWT


Maslahat wajib bertingkat- tingkat, terbagi kepada fadhil (utama), afdhal
(paling utama) dan mutawassith ( tengah- tengah). Maslahat yang paling
utama adalah maslahat yang pada dirinya terkandung kemuliaan, dapat
menghilang mafsadah paling buruk, dan dapat mendatangkan
kemaslahatan yang paling besar,kemaslahatan jenis ini wajib dikerjakan.

2. Maslahat yang disunnahkan oleh syari’ kepada hambanya

18
Hasbi Ash-Shiddieqi, Al-Qur’an dan terjemahan,hlm. 862

16
Pada maslahat ini berada di tingkat paling tinggi dibawah maslahat wajib
paling rendah. Dalam tingkatan kebawah, maslahat sunnah akan sampai
pada tingkat maslahat yang ringan dan mendekati maslahat mubah.

3. Maslahat mubah
Maslahat ini tidak terlepas dari kandungan nilai maslahat atau penolakan
terhadap mafsadah. Imam Izzudin berkata: “ maslahat mubah dapat
dirasakan secara langsung, sebagian diantaranya lebih bermanfaat dan
lebih besar kemaslahatannya dari sebagian yang lain.

Dengan demikian, dapat diketahui secara jelas tingkatan maslahat taklif


perintah (thalabal fi’li), taklif takhyir, dan taklif larangan (thalabal kaff). Dalam
taklif larangan, kemaslahatannya adalah menolak kemafsadatan dan mencegah
kemadaratan. Di sini perbedaan tingkat larangan sesuai dengan kadar kemampuan
merusak dan dampak negatif yang ditimbulkannya. Kerusakan yang ditimbulkan
perkara haram tentu lebih besar dibanding kerusakan pada perkara makruh. Meski
pada masing-masing perkara haram dan makruh masih terdapat perbedaan
tingkatan, sesuai dengan kadar kemafsadatannya. Contohnya, Keharaman dalam
perbuatan zina, tentunya lebih berat dibandingkan keharaman merangkul atau
mencium wanita bukan muhrim, meskipun keduanya sama-sama perbuatan
haram. 19

Di dalam Fiqh para ulama menjelaskan bahwa menikah


mempunyai hukum sesuai dengan kondisi dan faktor pelakunya. Hukum
tersebut adalah (As-Sayyid Sabiq, 1973:15):

1. Wajib Bagi orang yang sudah mampu menikah, nafsunya telah


mendesak dan takut terjerumus dalam perzinaan, maka ia wajib

19
Muhammad Abu Zahrah, ushul fikih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 558-559

17
menikah. Karena menjauhkan diri dari perbuatan haram adalah wajib
Allah berfirman dalam QS An-Nur 33:

َ‫ف الَّ ِذ ْينَ اَل يَ ِج ُدوْ نَ نِ َكاحًا َح ٰتّى يُ ْغنِيَهُ ُم هّٰللا ُ ِم ْن فَضْ لِ ٖه ۗ َوالَّ ِذ ْين‬ ِ ِ‫َو ْليَ ْستَ ْعف‬
َ ‫يَ ْبتَ ُغوْ نَ ْال ِك ٰت‬
ْ ‫ب ِم َّما َملَ َك‬
‫ت اَ ْي َمانُ ُك ْم‬

Artinya : “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah


menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka
dengan karunia-Nya.”

2. Sunnah Bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan mampu


menikah, tetapi masih dapat menahan dirinya dari perbuatan zina,
maka sunnah baginya menikah. Nikah baginya lebih utama daripada
bertekun diri beribadah.

3. Haram Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah batin dan
lahirnya kepada istri serta nafsunyapun tidak mendesak, maka ia haram
menikah.

4. Makruh menikah bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak


mampu memberi belanja kepada istrinya. Walaupun tidak merugikan
istri, karena ia kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat yang
kuat.

18
5. Mubah Bagi orang yang tidak terdesak oleh alasan - alasan yang
mengharamkan untuk menikah, maka nikah hukumnya mubah
baginya.

Dari uraian tersebut di atas menggambarkan bahwa dasar perkawinan,


menurut islam, pada dasarnya bisa menjadi wajib, haram, sunnah, dan mubah
tergantung dengan keadaan maslahat atau mafsadatnya.

1. Dasar hukum perkawinan dalam al-qur’an

Menurut Ari Welianto Pernikahan merupakan satu hal yang penting dan
banyak diimpikan setiap manusia. Dalam ajaran Islam, menikah salah satu
ibadah yang dianjurkan. Karena dengan menikah seseorang akan membina
rumah tangga dan membentuk keluarga sakinah, mawaddah, dan wa rahman.
Menjalin silaturahmi dengan keluarga dan memiliki keturunan. Selain itu juga
menghindari zina. Dalam Islam, zina adalah haram. Maka diperintahkan untuk
menikah bagi yang mampu dan berpuasa bagi yang belum mampu. Dalam
agama Islam, pernikahan juga diatur dengan baik. Di mana memiliki dasar
hukum pernikahan.

Dasar hukum pernikahan dalam Islam adalah Al-Quran dan Sunnah. Al-
Qur’an Ada beberapa surat dalam Al-Qur’an yang mengenai dasar hukum
pernikahan. Ayat-ayat tersebut menjadi bukti bahwa pernikahan memiliki dasar
hukum yang kuat di dalam Al-Qur’an. Berikut ayat-ayat tersebut:
 Al-Quran Surat An-nisa’ ayat 1
َّ َ‫ق ِم ْنهَا َزوْ َجهَا َوب‬
‫ث‬ َ َ‫اح َد ٍة َّو َخل‬
ِ ‫س َّو‬ ٍ ‫ٰيٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْ ا َربَّ ُك ُم الَّ ِذيْ َخلَقَ ُك ْم ِّم ْن نَّ ْف‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
َ ‫ِم ْنهُ َما ِر َجااًل َكثِ ْيرًا َّونِ َس ۤا ًء ۚ َواتَّقُوا َ الَّ ِذيْ تَ َس ۤا َءلُوْ نَ بِ ٖه َوااْل َرْ َحا َم ۗ اِ َّن‬
‫َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِ ْيبًا‬

19
Artinya: "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan,
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturahim. Sesungguhnya, Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu."

 Al-Qur’an Surat An Nuur ayat 3220


۟ ُ‫صلِ ِحينَ ِم ْن ِعبَا ِد ُك ْم َو مٓاِئ ُك ْم ۚ ن يَ ُكون‬
‫وا فُقَ َرٓا َء‬ ۟ ‫َوَأن ِكح‬
َّ ٰ ‫ُوا ٱَأْل ٰيَ َم ٰى ِمن ُك ْم َوٱل‬
‫ِإ‬ َ ‫ِإ‬
‫يُ ْغنِ ِه ُم ٱهَّلل ُ ِمن فَضْ لِ ِهۦ ۗ َوٱهَّلل ُ ٰ َو ِس ٌع َعلِي ٌم‬
Artinya: "Dan, kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara
kamu, orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-
Nya. Dan, Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui."

 Al-Qur’an Surat Ar Ruum ayat 21

َ َ‫َو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ٓه اَ ْن خَ ل‬
ً‫ق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا لِّتَ ْس ُكنُ ْٓوا اِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدة‬
ٍ ‫َّو َرحْ َمةً ۗاِ َّن فِ ْي ٰذلِكَ اَل ٰ ٰي‬
َ‫ت لِّقَوْ ٍم يَّتَفَ َّكرُوْ ن‬
Artinya: "Dan, diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptkan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan- Nya di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya, pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."

20
https://tafsirweb.com/6160-surat-an-nur-ayat-32.html ( diakses: 8:56/ 31-08-2022)

20
 Al-Qur’an Surat An Nahl ayat 72
‫هّٰللا‬
ِ ‫َو ُ َج َع َل لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا َّو َج َع َل لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْز َو‬
ً‫اج ُك ْم بَنِ ْينَ َو َحفَ َدة‬
َ‫ت هّٰللا ِ هُ ْم يَ ْكفُرُوْ ۙن‬
ِ ‫ت اَفَبِ ْالبَا ِط ِل يُْؤ ِمنُوْ نَ َوبِنِ ْع َم‬
ِ ۗ ‫َّو َرزَ قَ ُك ْم ِّمنَ الطَّي ِّٰب‬
Artinya: "Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu
sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka,
mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari
nikmat Allah."

Dan di dalam hadist juga banyak menyinggung soal pernikahan. Di


kutip dari kitab bulughul marom karya al hafidz ibnu hajar al-asqolani
meyebutkan

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda:

ِ َّ‫ فَ ْليَت‬، ‫ِإ َذا تَزَ َّو َج ال َع ْب ُد فَقَ ْد َك َّم َل نَصْ فَ ال ِّد ْي ِن‬
ِ ْ‫ق هللاَ فِي النِّص‬
‫ف البَاقِي‬
Artinya: “Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh
agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR.
Al Baihaqi)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

21
َ ْ‫ص ِر َوَأح‬
‫ص ُن‬ َ َ‫ب َم ِن ا ْستَطَا َع ِم ْن ُك ُم ْالبَا َءةَ فَ ْليَتَ َز َّوجْ فَِإنَّهُ َأغَضُّ لِ ْلب‬
ِ ‫يَا َم ْع َش َر ال َّشبَا‬
‫صوْ ِم فَِإنَّهُ لَهُ ِو َجا ٌء‬ ِ ْ‫لِ ْلفَر‬
َّ ‫ج َو َم ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَ َعلَ ْي ِه بِال‬
Artinya: “Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah, maka
menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga
kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu
bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400)

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:


ُ ِ‫ َوالنَّا ِك ُح ْال ُم ْستَ ْعف‬،ِ‫يل هللا‬
،‫ف‬ ِ ِ‫ ْال ُم َجا ِه ُد فِي َسب‬:ُ‫ق َعلَى هللاِ عَوْ نُه‬
ٌّ ‫ث ُكلُّهُ ْم َح‬
ٌ ‫ثَاَل‬
‫َو ْال ُم َكاتَبُ ي ُِري ُد اَأْلدَا َء‬
Artinya: ”Ada tiga kelompok manusia yang pasti ditolong oleh Allah:
1. mujahid di jalan Allah;
2. pemuda yang menikah untuk menjaga kehormatan diri; dan
3. budak yang berusaha memerdekakan diri (agar lebih leluasa beribadah).”
(HR. Ahmad no. 7416.)

Dalam hadist atau sunnah ada beberapa yang menjadi dasar hukum
pernikahan, yakni:

Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi SAW bersabda:

‫ت اَلدِّي ِن‬ ْ َ‫ ف‬, ‫ َولِ ِدينِهَا‬, ‫ َولِ َج َمالِهَا‬, ‫ َولِ َح َسبِهَا‬, ‫ لِ َمالِهَا‬: ‫تُ ْن َك ُح اَ ْل َمرْ َأةُ َأِلرْ بَ ٍع‬
ِ ‫اظفَرْ بِ َذا‬
َ‫ت يَدَاك‬ ْ َ‫ت َِرب‬

"Wanita dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya,


keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka, dapatkanlah

22
wanita yang taat beragama niscaya kamu akan beruntung." (HR Bukhari
dan Muslim). 21

Dari Anas bin Malik ra., bahwasannya Nabi saw. memuji dan
menyanjung-Nya, beliau bersabda:22

‫ي صلى هللا عليه وسلم َح ِم َد هَّللَا َ َوَأ ْثنَى‬


َّ ِ‫ك رضي هللا عنه َأ َّن اَلنَّب‬ ِ ‫ع َْن َأن‬
ٍ ِ‫َس ب ِْن َمال‬
َ ‫ال لَ ِكنِّي َأنَا ُأ‬
‫صلِّي َوَأنَا ُم َوَأصُو ُم‬ َ َ‫َعلَ ْي ِه َوق‬
ٌ َ‫ْس ِمنِّي ُمتَّف‬
‫ق َعلَ ْي ِه‬ َ ‫َوُأ ْف ِط ُر َوَأتَزَ َّو ُج اَلنِّ َسا َء فَ َم ْن َر ِغ‬
َ ‫ب ع َْن ُسنَّتِي فَلَي‬

"Tetapi aku salat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan.


Barang siapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk ummatku." (HR
Bukhari dan Muslim).

E. Tujuan dan hikmah perkawinan

Perkawinan merupakan tujuan syariat yang dibawa Rasulullah SAW,


yaitu penataan hal ihwal manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrowi. Dalam
batang tubuh ajaran fikih, dapat dilihat adanya empat garis dari penataan itu
yakni:

1. Rub’al-ibadat, yang menata hubungan manusia selaku makhluk dengan


khaliknya.

21
https://akurat.co/bocoran-dari-nabi-ini-3-pesan-penting-pernikahan ( 9: 11)
22
 imam As-Suyuthi Lubbabul Hadits

23
2. Rub’al-muamalat, yang menata hubungan manusia dalam lalu lintas
pergaulannya dengan sesamanya untuk memenuhi hajat hidupnya sehari-
hari.
3. Rub’al-munakahat, yaitu yang menata hubungan manusia dalam
lingkungan keluarga
4. Rub’al-jinayat, yang menata pengamanannya dalam suatu tertib
pergaulan yang menjamin ketenteramannya.23

Menurut Darajat dkk. Ada lima tujuan dalam perkawinan yaitu:

1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan;


2. Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan
kasih sayangnya;
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan
kerusakan;
4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak
serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta
kekayaan yang halal;
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram
atas dasar cinta dan kasih saying.

Perkawinan juga bertujuan untuk membentuk perjanjian ( suci)


antara seorang pria dan seorang wanita, yang mempunyai segi-segi perdata
diantaranya adalah:

a. Kesukarelaan,
b. Persetujuan kedua belah pihak
c. Kebebasan memilih
d. Darurat.

23
Ali Yafie, Pandangan Islam terhadap Kependudukan dan Keluarga Berencana , (Jakarta:
Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdhatul Ulama dan BKKBN, 1982)hlm.1.

24
Perkawinan pun adalah makna dan jiwa dari kehidupan
berkeluarga yang meliputi:

a. Membina cinta kasih saying yang penuh romantika dan kedamaian

‫…ۗ هُ َّن لِبَاسٌ لَّ ُك ْم َواَ ْنتُ ْم لِبَاسٌ لَّه َُّن‬.


…. Mereka itu adalah pakaian, dankamu pun adalah pakaian bagi
mereka…(Q.S. Al-Baqarah [2]: 187)24

b. Understanding dan toleransi yang tulus ikhlas yang diletakkan atas


dasar nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan demokrasi. Dalam kaitan
tersebut Allah berfirman dalam surah Ar-Rum:21.25

َ َ‫َو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ٓه اَ ْن خَ ل‬
‫ق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا لِّتَ ْس ُكنُ ْٓوا اِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم‬
َ ِ‫َّم َو َّدةً َّو َرحْ َمةً ۗاِ َّن فِ ْي ٰذل‬
ٍ ‫ك اَل ٰ ٰي‬
َ‫ت لِّقَوْ ٍم يَّتَفَ َّكرُوْ ن‬
Artinya:
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
berpikir”. (Q.S. Ar-Rum : 21).

24
Hasbi Ash-Shiddeqi, Op.Cit., hlm.45.
25
Ibid, hlm.644.

25
Menurut ayat diatas, dijelaskan bahwa keluarga islam terbentuk dalam
keterpaduan antara ketentraman (sakinah), penuh rasa cinta (mawaddah), dan
kasih sayang (rahmah). Ia terdiri dari istri yang patuh dan setia, suami yang jujur
dan tulus, ayah yang penuh kasih sayang dan ramah, ibu yang lemah lembut dan
berperasaan halus, putra-putri yang patuh dan taat serta kerabat yang saling
membina silaturrahmi dan tolong-menolong. Hal ini dapat tercapai bila masing-
masing anggota keluarga tersebut mengetahui hak dan kewajibannya. 26

Menurut Sulaiman Al-Mufarraj, dalam bukunya Bekal Pernikahan,


menjelaskan bahwa ada 15 tujuan perkawinan, yaitu:

1. Sebagai ibadah dan mendekatkan diri pada Allah SWT. Nikah juga
dalam rangka taat kepada Allah SWT, dan Rasul-Nya;
2. Untuk ‘iffah ( menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang; ihsan
(membentengi diri) dan Mubadho’ah (bisa melakukan hubungan intim)
3. Memperbanyak umat Muhammad SAW;
4. Menyempurnakan agama;
5. Menikah termasuk sunnahnya para utusan Allah;
6. Melahirkan anak yang dapat memintakan pertolongan Allah untuk
Ayah dan Ibu mereka saat masuk surge;
7. Menjaga masyarakat dari keburukan, runtuhnya moral, perzinaan, dan
lain sebagainya;
8. Legalitas untuk melakukan hubungan intim, menciptakan tanggung
jawab bagi suami dalam memimpin rumah tangga, memberikan nafkah
dan membantu istri di rumah;
9. Mempertemukan tali keluarga yang berbeda sehingga meperkokoh
lingkaran keluarga;
10. Saling mengenal dan menyayangi;
11. Menjadikan ketenangan kecintaan dalam jiwa suami dan istri;

26
Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah, Kajian Hukum Islam Kontemporer ( Bandung:
Angkasa, 2005), hlm. 134.

26
12. Sebagai pilar untuk membangun rumah tangga islam yang sesuai
dengan ajaran-Nya terkadang bagi orang yang tidda menghiraukan
kalimat Allah SWT. Maka tjuan nikahnya akan menyimpang;
13. Suatu tanda kebesaran Allah SWT. Kita melihat orang yang sudah
menikah, awalnya mereka tidak saling mengenal satu sama lainnya,
tetapi, dengan melangsungkan tali pernikahan hubungan keduanya
bisa saling mengenal dan sekaligus mengasihi;
14. Memperbanyak keturunan umat Islam dan menyemarakkan bumi
melalui proses pernikahan.
15. Untuk mengikuti panggilan iffah dan menjaga pandangan kepada hal-
hal yang diharamkan.27

Tujuan perkawinan dalam islam tidak hanya sekadar pada batas


pemenuhan nafsu biologis atau pelampiasan nafsu seksual, tetapi memiliki tujuan-
tujuan penting yang berkaitan dengan sosial, psikologi, dan agama.

Diantaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:28

a. Memelihara gen manusia


Yaitu pernikahan sebagai sarana untuk memelihara
keberlangsungan gen manusia, alat reproduksi, dan regenerasi dari
masa ke masa.

b. Pernikahan adalah tiang keluarga yang teguh dan kokoh.


Dengan adanya ikatan suci yang mampu membuat tinggi sifat
kemanusiaan, yaitu ikatan rohani dan jiwa yang membuat ketinggian
derajat manusia dan menjadi mulia daripada tingkat kebinatangan yang
hanya menjalin cinta syahwat antara jantan dan betina.

27
Sulaiman Al-Mufarraj, Op. Cit., hlm 51
28
Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzamdan Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, fiqh munakahat,
Jakarta: Amzah. Hlm: 39

27
c. Nikah sebagai perisai diri manusia
Nikah dapat menjaga diri kemanusiaan dan menjauhkan dari
pelanggaran–pelanggaran yang diharamkan dalam agama. Karena
nikah membolehkan masing-masing pasangan melakukan hajat
biologisnya secara halal dan mubah.
d. Melawan hawa nafsu
Nikah bisa membuat nasfu manusia menjadi terpelihara,
melakukan maslahat orang lain, dan melaksanakan hak-hak istri dan
anak-anak dan mendidik mereka.

Islam mengajarkan dan menganjurkan nikah karena akan berpengaruh baik


bagi pelakunya sendiri, masyarakat, dan seluruh umat manusia. Adapun hikmah
pernikahan adalah:

1) Nikah adalah jalan alami yang paling baik dan sesuai untuk
menyalurkan dan memuaskan naluri seks dengan kawin badan jadi
segar, jiwa jadi tenang, mata terpelihara dari yang melihat yang haram
dan perasaan menjadi tenang menikmati barang yang berharga.

2) Nikah, jalan terbaik untuk membuat anak-anak menjadi mulia,


memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia, serta
memelihara nasab yang oleh islam sangat diperhatikan sekali.

3) Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam


suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan-
perasaan ramah, cinta, dan sayang yang merupakan sifat-sifat baik
yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang.29

29
Ibid, hlm.21.

28
4) Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak
menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat
bakat dan pembawaan seseorang. Ia akan cekatan bekerja, karena
dorongan tanggung jawab dan memikul kewajibannya sehingga ia
akan banyak bekerja dan mencari pernghasilan yang dapat jumlah
kekayaan dan memperbanyak produksi.

5) Pembagian tugas, di mana yang satu mengurusi rumah tangga,


sedangkan yang lain bekerja di luar, sesuai dengan batas-batas
tanggung jawab antara suami-istri dalam menangani tugas-tugasnya.

6) Perkawinan, dapat membuahkan, di antaranya: tali kekeluargaan,


memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga, dan
memperkuat hubungan masyarakat, yang memang oleh islam direstui,
ditopang, dan ditunjang. Karena masyarakat yang saling menunjang
lagi saling menyayangi merupakan masyarakat yang kuat lagi bahagia.

Hikmah pernikahan banyak sekali, diantaranya untuk melangsungkan


hidup dan membentuk keturunan, serta menjaga kehormatan diri. Selain itu, untuk
menambah kaum kerabat dan menjalin hubungan silaturrahmi. Sebagaimana
firman Allah SWT dalam Q.S. Ar-Rum:21:30

َ َ‫َو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ٓه اَ ْن خَ ل‬
ً‫ق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا لِّتَ ْس ُكنُ ْٓوا اِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدة‬
ٍ ‫َّو َرحْ َمةً ۗاِ َّن فِ ْي ٰذلِكَ اَل ٰ ٰي‬
َ‫ت لِّقَوْ ٍم يَّتَفَ َّكرُوْ ن‬
Artinya:
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung

30
Drs. H. Ibnu mas’ud dan Drs.H. Zainal Abidin S. fiqh madzhab syafi’I, Bandung: CV pustaka Setia
hlm. 251

29
dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa
kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir”.

BAB II

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang
maha esa.
2. Prinsip-Prinsip Perkawinan dalam hukum islam dan hukum positif
Hukum islam:
1. Prinsip Kebebasan Dalam Memilih Jodoh.
2. Prinsip Mawaddah Wa Rahmah
3. Prinsip Saling Melengkapi Dan Saling Melindungi
4. Prinsip Mu’asarah Bi Al-Ma’ruf.
5. mengawali dengan khitbah (peminangan)

Hukum Positif:

1. Menampung Segala Kenyataan-Kenyataan Yang Hidup,

2. Sesuai Dengan Tuntutan Zaman.

3. Tujuan Perkawinan Membentuk Keluarga Bahagia Yang


Kekal.

30
4. Kesadaran Akan Hukum Agama Dan Keyakinan Masing-
Masing

5. Undang-Undang Perkawinan Menganut Asas-Asas Monogami

B. Saran
Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna, yang mana banyak kaidah penulisan yang belum sesuai. Maka
dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
diberikan kepada penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Kencana, 2006.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang


Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Citra Umbara, 2007.

https://tafsirweb.com/1553-surat-an-nisa-ayat-21.html (2/9/2022,
17:18)

Nuruddin, Amir, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di


Indonesia, studi kritis perkembangan hukum Islam dari fiqih, UU No.
1/1974 sampai KHI, cetakan 2, Permada Media, Jakarta, 2004

Djalil, Basiq. Pernikahan Lintas Agama dalam persepktif fiqih dan


kompilasi hukum islam, Qalbun Salim, Jakarta, cet. I,

Darajat, Zakiyah dkk, ilmu fikih (Jakarta: Departemen Agama RI, 1985),
jilid II,

31
Prawirohamidjojo, Soetojo, Pluralisme Dalam Perundang-Undangan
Perkawinan Di Indonesia, Airlangga University Press, Surabaya, 1988,

Basir, Azhar. Hukum Perkawinan, Gama UPI, Yogyakarta, 1985,

Djalil, Basiq Pernikahan Lintas Agama dalam persepktif fiqih dan


kompilasi hukum islam, Qalbun Salim, Jakarta, cet. I,

Muhammad ibn ‘Alwi al-maliki al-hasani, Sayyid. Seni Berkeluarga


Islami, membongkar segudang

Problematikan Kehidupan Rumah Tangga Berikut Solusinya, nuqthoh,


Yogyakarta, 2004.

Abidin , Slamet dan H. Aminuddin, fiqh Munakahat ( Bandung: Pustaka


Setia, 1999).

Al-Hamdani, H.S.A. risalah nikah , ( Jakarta: Pustaka Amani, 2002), Edisi


ke 2,

Ash-Shiddieqi, Hasbi. Al-Qur’an dan terjemahan,

Abu Zahrah, Muhammad. ushul fikih, (Jakarta: Pustaka Firdaus,


1994).

https://tafsirweb.com/6160-surat-an-nur-ayat-32.html ( diakses: 8:56/ 31-


08-2022)

32
https://akurat.co/bocoran-dari-nabi-ini-3-pesan-penting-pernikahan ( 9: 11,
31/8/2022)

imam As-Suyuthi Lubbabul Hadits

Yafie, Ali. Pandangan Islam terhadap Kependudukan dan Keluarga


Berencana , (Jakarta: Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdhatul Ulama
dan BKKBN, 1982)

Yanggo, Hj. Huzaimah Tahido. Masail Fiqhiyah, Kajian Hukum Islam


Kontemporer ( Bandung: Angkasa, 2005).

Azzam, Dr. Abdul Aziz Muhammad dan Dr. Abdul Wahhab Sayyed
Hawwas, fiqh munakahat, Jakarta: Amzah

mas’ud, Drs. H. Ibnu dan Drs.H. Zainal Abidin S. fiqh madzhab syafi’I,
Bandung: CV pustaka Setia

33

Anda mungkin juga menyukai