Anda di halaman 1dari 24

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Perkawinan

Secara etimologi, kata kawin menurut bahasa sama dengan kata “nikah”,

atau kata, zawaj. Kata “nikah” disebut dengan an-nikh ( ‫ ) النكاح‬dan az-ziwaj/az-

zawj atau az-zijah ( ‫ الزواج‬-‫ الزواج‬-‫ ) الزيجه‬. Secara harfiah, annikh berarti al-wath'u

( ‫ ) الوطء‬, adh-dhammu ( ‫ ) الضم‬dan al-jam'u ( ‫ ) الجمع‬.(Alwath'u berasal dari kata

wathi'a - yatha'u - wath'an ( ‫أ‬33‫ وط‬-‫أ‬33‫ يط‬-‫) وطأ‬, artinya berjalan di atas, melalui,

memijak, menginjak, memasuki, menaiki, menggauli dan bersetubuh atau

bersenggama.1 Adh-dhammu, yang terambil dari akar kata dhamma - yadhummu -

dhamman ( ‫م‬3‫ ض‬-‫م‬3‫ يض‬-‫ما‬3‫ ) ض‬secara harfiah berarti mengumpulkan, memegang,

menggenggam, menyatukan, menggabungkan, menyandarkan, merangkul,

memeluk dan menjumlahkan. Juga berarti bersikap lunak dan ramah.

Didalam Kitab Madzahib al-Arba’ah dijelaskan, bahwa pengertian “nikah”

secara bahasa yaitu berkumpul. Sedangkan pengertian menurut Syara adalah

bercampurnya pengertian lafdzi antara akad dan berkumpul. Dan dalam makan

Fiqh, nikah adalah akad yang mengatur diperbolehkannya seorang suami untuk

berhubungan badan dengan beberapa istrinya dan terhalang kepada selain

istrinya.2

1
Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997, hlm. 1461.
2
Abdurrahman al-Jaziry, Kitab al-Fiqh „ala Madzahib al-Arba‟ah, Juz 4, (Dar al-Kutub
al-Ilmiah: Beirut), hlm.4

22
23

Sedangkan al-jam'u yang berasal dari akar kata jama’a - yajma'u - jam'an

( ‫ا‬333‫ جمع‬- ‫ع‬333‫ يجم‬- ‫ع‬333‫ ) جم‬berarti: mengumpulkan, menghimpun, menyatukan,

menggabungkan, menjumlahkan dan menyusun. Itulah sebabnya mengapa

bersetubuh atau bersenggama dalam istilah fiqih disebut dengan al-jima'

mengingat persetubuhan secara langsung mengisyaratkan semua aktivitas yang

terkandung dalam makna-makna harfiah dari kata al-jam'u.3

Sebutan lain buat perkawinan (pernikahan) ialah az-zawaj/az-ziwaj dan az-

zijah. Terambil dari akar kata zaja-yazuju-zaujan (‫ زاج‬- ‫ )زوجا – يزوج‬yang secara

harfiah berarti: menghasut, menaburkan benih perselisihan dan mengadu domba.

Namun yang dimaksud dengan az-zawaj/az-ziwaj di sini ialah at-tazwij yang

mulanya terambil dari kata zawwaja- yuzawwiju- tazwijan (‫ زّوج‬- ‫زّوج‬33‫ ي‬- ‫)تزويجا‬

dalam bentuk timbangan "fa'ala-yufa'ilu- taf'ilan" (‫ فّعل‬- ‫ يفّعل‬- ‫ )تفعيال‬yang secara

harfiah berarti mengawinkan, mencampuri, menemani, mempergauli, menyertai

dan memperistri.4

Syekh Kamil Muhammad ‘Uwaidah mengungkapkan menurut bahasa,

nikah berarti penyatuan. Diartikan juga sebagai akad atau hubungan badan. Selain

itu, ada juga yang mengartikannya dengan percampuran.5

As Shan’ani dalam kitabnya memaparkan bahwa an-nikah menurut

pengertian bahasa ialah penggabungan dan saling memasukkan serta

percampuran. Kata “nikah” itu dalam pengertian “persetubuhan” dan “akad”. Ada

orang yang mengatakan “nikah” ini kata majaz dari ungkapan secara umum bagi

3
Ibid, hlm. 43.
4
Ibid, hlm. 43-44.
5
Syekh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, terjemah. M. Abdul Ghofar, Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, cet. 10, 2002, hlm. 375.
24

nama penyebab atas sebab. Ada juga yang mengatakan bahwa “nikah” adalah

pengertian hakekat bagi keduanya, dan itulah yang dimaksudkan oleh orang yang

mengatakan bahwa kata “nikah” itu musytarak bagi keduanya. Kata nikah banyak

dipergunakan dalam akad. Ada pula yang mengatakan bahwa dalam kata nikah itu

terkandung pengertian hakekat yang bersifat syar’i. Tidak dimaksudkan kata

nikah itu dalam al-Qur’an kecuali dalam hal akad. Dengan demikian, kata ”nikah”

secara bahasa berarti penyatuan, penggabungan dan saling memasukkan serta

percampuran.6

Perkawinan adalah merupakan sunatullah yang dengan sengaja diciptakan

oleh Allah yang antara lain tujuannya untuk melanjutkan keturunan dan tujuan-

tujuan lainnya. Dalam a1-Qur’an Allah SWT berfirman:

‫َو ِم ْن ُك ِّل َش ْي ٍء َخ َلْقَنا َز ْو َج ْيِن َلَع َّلُك ْم َتَذَّك ُرْو َن‬


Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya
kamu mengingat kebesaran Allah. (QS. Adz-Dzaariyat/51: 49).7

‫َو ِم ْن ٰا ٰي ِتٖٓه َاْن َخ َلَق َلُك ْم ِّم ْن َاْنُفِس ُك ْم َاْز َو اًجا ِّلَتْس ُك ُنْٓو ا ِاَلْيَها َو َج َعَل َبْيَنُك ْم‬
‫ َّم َو َّد ًة َّو َر ْح َم ًةۗ ِاَّن ِفْي ٰذ ِلَك ٰاَل ٰي ٍت ِّلَقْو ٍم َّيَتَفَّك ُرْو َن‬.
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia
menciptakan untukmu isteri- isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan diyadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kanın yang berfikir”. (Q.S. Ar-
Rum/30 : 21).8

6
Al-Imam Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Sahîh Muslim,
Juz. 2, Mesir: Tijariah Kubra, tth, hlm. 129.
7
https://tafsirweb.com/9945-surat-az-zariyat-ayat-49.htmldiakses 20/4/2022
25

Allah sengaja menumbuhkan rasa kasih dan sayang ke dalam hati masing-

masing pasangan, agar terjadi keharmonisan dan ketentraman dalam membina

suatu rumah tangga.9

Allah tidak hanya mengkhususkan perhatian kepada manusia, tetapi juga

terhadap makhluk lainnya, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Yaasin :

36:

‫ْۢن‬
‫ُسْب ٰح َن اَّلِذ ْي َخ َلَق اَاْلْز َو اَج ُك َّلَه ا ِمَّما ُت ِبُت اَاْلْر ُض َو ِم ْن َاْنُفِس ِه ْم‬
‫َو ِمَّما اَل َي ْع َلُمْو َن‬
Artinya: “Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri
mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”. (Q.S. Yaasin/36:
36).10

Agama Islam tidak mengenal “pendeta” yang tidak berkeluarga dengan

alasan supaya sepenuhnya mengabdi kepada Tuhan. Para Rasul pun mempunyai

istri dan anak turunan. Sebagaimana firman Allah SWT:

‫اَّلِذ ْي َن ٰا َم ُنْو ا َو َت ْط َم ِٕىُّن ُقُلْو ُبُهْم ِبِذ ْك ِر ِهّٰللاۗ َااَل ِبِذ ْك ِر ِهّٰللا َت ْط َم ِٕىُّن اْلُقُلْو ُب‬
Artinya: “(yaitu ) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi”
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati
Allah-lah hati menjadi tenteram.“ (QS. Ar-Ra’d/13: 28).11

Di samping ayat-ayat di atas Rasulullah pun menegaskan dalam Sabdanya:

8
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan Untuk Wanita (Jakarta: Wali,
2010), 406.
9
M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Siraja,
2003), Cet. Ke-1, h. 3.
10
https://umma.id/article/share/id/6/50814 diakses 20/4/2022
11
https://quranhadits.com/quran/13-ar-ra-d/ar-rad-ayat-28/ diakses 20/4/2022
26

‫رواه مسلم الِّنَك اُح ُس َّنِتْي َفَم ْن َر ِغَب َع ْن ُس َّنِتْي َفَلْيَس ِم ِّنْي‬
Artinya:“Nikah itu adalah sunatullah, siapa saja yang benci kepada
sunnahku, bukanlah termasuk umatku”. (HR. Muslim).12

Secara etimologi, perkawinan berarti persetubuhan. Ada pula yang

mengartikannya perjanjian (al-’Aqdu). Secara terminology perkawinan menurut

Abu Hanifah adalah: “ aqad yang dikukuhkan untuk memperoleh kenikmatan dari

seorang wanita, yang dilakukan dengan sengaja untuk mendapatkan sebuah

pengakuan agar tidak ada penilaian negative akan perempuan yang melakukan

perkawinan dengan adanya pencatatan.

Pengukuhan disini maksudnya adalah suatu pengukuhan yang sesuai

dengan ketetapan pembuat syariah, bukan sekedar pengukuhan yang dilakukan

oleh kedua orang yang saling membuat aqad (perjanjian) yang bertujuan hanya

sekedar untuk mendapatkan kenikmatan semata. Pernikahan secara definisi

menurut para ulama fiqih, antara lain sebagai berikut:

1. Ulama Hanafiyah, mendefinisikan bahwa perkawinan sebagai suatu akad

yang berguna untuk memiliki mut’ah (laki-laki memiliki perempuan

seutuhnya) dengan sengaja.

2. Ulama Syafi’iyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu aqad

dengan menggunakan lafaz nikah atau jauz yang menyimpan arti memiliki

wanita.

12
https://www.asilha.com/2021/01/19/anjuran-menikah-dalam-perspektif-hadis/ diakses
20/4/2022
27

3. Ulama Malikiyah, menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu aqad yang

menggunakan arti mut’ah untuk mencapai kepuasan dengan tidak

mewajibkan adannya harta.

4. Ulama Hanabilah, menyebutkan bahwa pernikahan adalah aqad dengan

menggunakan lafaz nikah atau tazwij untuk mendapatkan kepuasan.13

Menurut sarjana hukum pengertian perkawinan adalah:

1. Scholten yang dikutip oleh R. Soetojo Prawiro Hamodjojo.

Mengemukakan “pernikahan adalah hubungan antara seorang pria dan

wanita untuk hidup bersama dengan kekal yang diakui oleh Negara dan

mendapatkan bukti outentik agar menjadikan pernikahan tersebut

dianggap sah oleh Negara”.

2. Subekti. Mengemukakan “perkawinan adalah pertalian yang sah antara

seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama”.

3. Wirjono Prodjodikoro. Mengemukakan “bahwa perkawinan adalah suatu

hidup bersama dari seorang laki-laki dan perempuan yang memenuhi

syarat yang termasuk dalam peraturan-peraturan tersebut.14

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1

menyatakan bahwa: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.15

13
Al-Jaziri, Abdurrahman, fiqh ’ala Madzahib al-’arba’ah, al-Maktabah at-Tijariyyaml
Kubra, Mesir, Juz 4.
14
Huzaimah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshari AZ, Problematika Hukum Islam
Kontemporer, (Jakarta: lsik, 2002), cet. Ke-4, h. 53-54.
15
Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan perkawinan,
(Jakarta: Depag RI, 2001), h. 13.
28

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 2 Kompilasi Hukum

Islam menegaskan bahwa “perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mitsaqan

ghalidzan) untuk menaati perintah Allah, dan melaksanakannya merupakan

ibadah”.16

B. Asas-Asas Perkawinan

Sebagaimana dirumuskan oleh Undang-undang Perkawinan bahwa

“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita

dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dari batasan perkawinan tersebut

jelaslah bahwa keinginan bangsa dan Negara RI yang dituangkan ke dalam

Undang-undang

Perkawinan menghendaki agar setiap perkawinan dapat membentuk

keluarga yang bahagia artinya tidak akan mengalami penderitaan lahir batin.

Demikian pula bahwa setiap perkawinan diharapkan dapat membentuk keluarga

yang kekal artinya tidak mengalami perceraian. Untuk mencapai tujuan yang

luhur dari setiap perkawinan tersebut maka di dalam Undang-undang Perkawinan

ditetapkan adanya prinsip-prinsip atau asas-asas mengenai perkawinan yang

sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman.

Asas-asas atau prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Undang-undang

Perkawinan adalah sebagai berikut:

a. Membentuk Keluarga yang Bahagia dan Kekal. Tujuan

16
Departemen Agama RI, Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
Hukum Islam, (Jakarta: Depag RI: 2002), h. 14.
29

perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk

itu maka suami istri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-

masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai

kesejahteraan spiritual dan material.

b. Sahnya Perkawinan Berdasarkan Hukum Agama. Dalam Undang-

undang ini dinyatakan, bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana

dilakukan menurut masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan

disamping itu tiap-tiap perkawinan sah menurut perundang-undangan yang

berlaku. Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan

pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang,

misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dal surat-surat keterangan

atau akte.

c. Monogami. Undang-undang ini menganut asas monogami. Namun

apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama

dari yang bersangkutan mengizinkan seorang suami dapat beristri lebih

dari satu orang. Tetapi perkawinan seorang suami dengan lebih dari

seorang istri, meskipun ha1 itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang

bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai

persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.

d. Pendewasaan Usia Perkawinan. Undang-undang ini menganut

prinsip, bahwa calon suami istri harus telah masuk jiwa raganya untuk

dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat diwujudkan tujuan

perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapatkan


30

keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya

perkawinan antara calon suami istri yang masih dibawah umur. Disamping

itu perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan.

Ternyata bahwa batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita utuk

kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika dibandingkan

dengan batas umur yang lebih tinggi. Berhubung dengan itu, maka

Undang-undang Perkawinan menentukan batas umur untuk kawin baik

bagi pria maupun bagi wanita ialah 19 (Sembilan belas) tahun bagi pria

dan 16 (enam belas) tahun bagi wanita.

e. Mempersukar Perceraian. Karena tujuan perkawinan adalah untuk

membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera, maka Undang-

undang Perkawinan menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya

perceraian yang untuk pelaksanaannya harus ada alasan- alasan tertentu

serta harus dilakukan di depan sidang penngadilan.

f. Kedudukan Suami Istri Seimbang. Hak dan kedudukan istri adalah

seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah

tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian

segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama

oleh suami istri.

g. Asas Pencatatan Perkawinan. Pencatatan perkawinan

mempermudah mengetahui manusia yang sudah menikah atau melakukan

ikatan perkawinan.17
17

?
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), Cet.
Ke-2, h. 8.
31

Asas-asas perkawinan di atas, akan diungkapkan beberapa garis hukum

yang dituangkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan (UUP) dan Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991 (KHI) sebagai

berikut:

Selain itu, keabsahan perkawinan diatur dalm Pasal 2 ayat (1) UUP:

“Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu.” Ayat (2) mengungkapkan: “Tiap-tiap

perkawinanvdicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Dalam garis Kompilasi Hukum Islam diungkapkan bahwa pencatatan perkawinan

diatur dalam Pasal 5 dan 6. Oleh karena itu, pencatatan perkawinan merupakan

syarat admistratif, sehingga diungkapkan kutipan keabsahan dan tujuan

perkawinan sebagai berikut:

Dalam pasal 2 KHI menjelaskan bahwa Perkawinan menurut hukum Islam

adalah pernikahan atau akad yang sangat kuat atau mitsaqan galidzan untuk

menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dan dalam Pasal

3 KHI juga menyebutkan bahwa Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan

kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Apabila

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menggunakan istilah

yang bersifat umum, maka Kompilasi Hukum Islam menggunakan istilah khusus

yang tercantum di dalam al-Qur’an. Misalnya: mitsaqan galidzan, ibadah,

sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dalam pasal 4 KHI menjelasakan bahwa

Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.


32

C. Pencatatan Perkawinan

Pada dasarnya setiap akad nikah dalam syari’at islam tidak mewajibkan

pencatatan perkawinan. Akan tetapi jika dilihat dari segi kemanfaatannya

pencatatan perkawinan sangatlah diperlukan. Karena sebagai upaya untuk

melindungi martabat dan kesucian perkawinan, dan lebih khusus untuk

melindungi istri dan anak-anaknya dalam kehidupan berumah tangga. Melalui

pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan akta nikah, apabila terjadi

perselisihan atau salah satu diantaranya tidak bertanggung jawab, maka diantara

mereka bisa melakukan upaya hukum untuk mempertahankan dan mendapatkan

haknya masing-masing. Karena dengan akta nikah tersebut mereka telah memiliki

bukti autentik atas perkawinan yang telah mereka lakukan.18

Jika dilihat dari segi manfaatnya maka hal ini sejalan dengan prinsip

pencatatan yang terkandung dalam Q.S al-Baqarah ayat 282 yaitu:

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا َتَد اَيْنُتْم ِبَد ْيٍن ِآٰلى َاَج ٍل ُّمَس ًّم ى َفاْك ُتُبْو ُۗه َو ْلَيْك ُتْب‬

‫َّبْيَنُك ْم َك اِتٌۢب ِباْلَع ْد ِۖل‬

Artimya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah


tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menulisnya, dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya
dengan benar. (QS. Al-Baqarah:282)19

18
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam, (Jakarta: Raja Wali Pres, 2013), hal. 91
19
Kementerian Agama, Qur’an Hafalan Dan Terjemahan (Bandung: Almahira, 2017),
hal. 354
33

Pada penjelasan ayat di atas, Allah SWT memerintahkan untuk

mencatatkan secara tertulis segala bentuk urusan muamalah, seperti jual beli,

hutang piutang dan sebagainya. Karena alat bukti autentik atau tertulis statusnya

lebih kuat dan adil untuk menghindari keraguan jika ada perselisihan. Dari

rujukan dasar hukum tersebut maka apabila dilihat dari illatnya antara akad nikah

dan akad muamalah memiliki kesamaan mengenai mudharat apabila tidak adanya

pencatatan sebagai alat bukti yang menunjukan keabsahan akad tersebut. Dengan

adanya pencatatan pada akad nikah dan akad muamalah tersebut maka hal

tersebut telah memilki kepastian hukum yang kuat.

Neng Djubaidah menjelaskan pencatatan perkawinan adalah pencatatan

atas perkawinan yang sah menurut hukum islam atau perkawinan yang memenuhi

rukun dan syarat perkawinan sesuai dengan syariat islam yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama Kecamatan.20

Pengertian tersebut dapat fahami bahwa pencatatan perkawinan

merupakan suatu proses atau tahapan yang harus dilaksanakan dalam perkawinan.

Melalui pencatatan perkawinan maka suami dan istri akan mendapatkan bukti

autentik atau sering disebut dengan akta nikah.

Adapun tahapan-tahapan atau proses pelaksanaan pencatatan perkawinan

adalah sebagai berikut:21

1. Pemberitahuan kehendak nikah

2. Pemeriksaan kehendak nikah

20
Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan & Perkawinan Tidak Tercatat, Cet. Ke-2,
(Jakarta: Sinas Grafika,2010), hal. 3
21
Pasal 2, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No 20 Tahun 2019 Tentang
Pencatatan Pernikahan, Berita Negara Republik Indonesia, Kemenang. Pencatatan Pernikahan.
Pencabutan, No. 1118, 2019
34

3. Pengumuman kehendak nikah

4. Pelaksanaan pencatatan nikah

5. Penyerahan buku nikah

Dari ketentuan pasal 2 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

menjelaskan Perkawinan dianggap sah apabila dilaksanakan menurut hukum

masing-masing agama dan kepercayaan yang dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.22 Jika pasal 2 ayat 1 dan 2 dihubingkan satu

sama lain maka dapat difahami bahwa sahnya perkawinan jika dilakukan sesuai

dengan hukum masing-masing agama dan tercatat sesuai kepercayaannya masing-

masing. Kantor Urusan Agama kecamatan untuk nikah, talak, dan rujuk bagi yang

beragama islam dan kantor catatan sipil untuk non muslim.23

Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang no 22 tahun 1964 menentukan: nikah yang

dilaskanakan menurut agama islam diawasi oleh pegawai pencatat nikah yang

diangkat oleh menteri agama atau oleh pegawai yang ditunjuk olehnya. Disini

terlihat bahwa pegawai pencatatan nikah itu hanya bertugas mengawasi terlaksana

perkawinan agar perkawinan itu berlangsung menurut ketentuan-ketentuan agama

islam.24

Pencatatan perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan dalam

pasal 5 dan pasal 6 yaitu setiap perkawinan harus dicatat oleh pegawai pencatat

nikah dan dihadapan pegawai pencatat nikah agar mendapat kepastian dan

22
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 2
23
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, cet. 2 (Jakarta:
Kencana, 2008), hal. 14
24
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, cet. 5 (Jakarta: Universotas Indonesia,
1986), hal. 71
35

kekuatan hukum. Karena perkawinan di bawah tangan dan tidak tercatat tidak

memiliki kekuatan hukum.25

Kesimpulan dari Undang-Undang dan Kompilasi Hukum Islam di atas

adalah, setiap perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat indonesia khususnya

umat islam harus dicatat oleh pegawai pencatatan nikah yang berwenang. Tujuan

dicatatanya perkawinan adalah untuk menertibkan perkawinan dalam masyarakat,

melindungi martabat dan kesucian perkawinan khususnya bagi perempuan dalam

kehidupan rumah tangga. Melalui pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan

akta nikah maka jika terjadi perselisihan antara suami atau istri maka salah satu di

antara mereka melakukan upaya hukum guna mempertahankan hak masing-

masing. Karena dengan akta tersebut, suami istri memiliki bukti autentik atas

perbuatan hukum yang telah mereka lakukan.26

D. Prosedur Pencatatan Perkawinan

Prosedur pencatatan perkawinan yang diatur dalam peraturan pemerintah

No. 9 Tahun 1975 sama dengan prosedur yang terdapat dalam PMA No 20 Tahun

2019 yaitu sebagai berikut:

6. Pendaftaran kehendak nikah

25
Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam, Pasal 5 dan 6
26
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003),
hal. 107
36

Pendaftaran kehendak nikah dilakukan oleh calon mempelai laki-laki dan

perempuan di KUA Kecamatan yang akan menjadi tempat akad nikah

dilaksanakan, Pendaftaran kehendak nikah dilaksanakan paling lambat 10 hari

kerja sebelum dilaksanakan perkawinan.27

Artinya tidak dihitung hari libur sabtu dan minggu atau tanggal merah, jika

kurang dari 10 hari kerja maka calon pengantin atau catin harus meminta

dispensasi nikah dari kantor camat dan apabila lebih dari 10 hari kerja tidak

masalah. Karena 10 hari itu minimal batas waktu menjelang akad nikah.28

Ketika catin mendaftar kehendak nikah di KUA Kecamatan maka ia harus

melengkapi syarat-syarat administrasi yaitu antara lain:29

a. Surat pengantar nikah dari desa/kelurahan tempat tinggal calon

pengantin

b. Fotokopi akta kelahiran atau surat keterangan kelahiran yang dikeluarkan

oleh desa/kelurahan setempat

c. Fotokopi kartu tanda penduduk/resi surat keterangan telah melakukan

perekaman karu tanda penduduk elektronik bagi yang sudah berusia 17

tahun atau sudah pernah melangsungkan perkawinan

d. Fotokopi kartu keluarga

27
Pasal 3 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No 20 Tahun 2019 Tentang
Pencatatan Pernikahan, Berita Negara Republik Indonesia, Kemenang. Pencatatan Pernikahan.
Pencabutan, No. 1118, 2019
28
Wawancara dengan Muhajirin Staff KUA Kecamatan Pabuaran, 20 Februari 2022
29
Pasal 4 Peraturan Menteri AgamaRepublik Indonesia No 20 Tahun 2019 Tentang
Pencatatan Pernikahan, Berita Negara Republik Indonesia, Kemenang. Pencatatan Pernikahan.
Pencabutan, No. 1118, 2019
37

e. Surat rekomendasi nikah dari KUA Kecamatan setempat bagi calon

pengantin yang melangsungkan nikah di luar wilayah kecamatan tempat

tinggalnya

f. Persetujuan kedua calon pengantin

g. Izin tertulis orang tua atau wali bagi calon pengantin yang belum

mencapai usia 21 tahun

h. Izin dari wali yang memelihara atau mengasuh atau keluarga yang

mempunyai hubungan darah atau pengampu, dalam hal kedua orang tua

atau wali sebagaimana yang dimaksud dalam huruf g meninggal dunia

atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya

i. Izin dari pengadilan, dalam hal orang tua, wali, dan pengampu tidak ada

j. Dispensasi dari pengadilan bagi calon suami yang belum mencapai usia

sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan

k. Surat izin dari atasan atau kesatuan jika calon mempelai berstatus anggota

tentara nasional indonesia atau kepolisian Republik Indonesia

l. Menetapkan izin poligami dari pengadilan agama bagi suami yang

hendak beristri lebih dari satu orang

m. Akta cerai atau kutipan buku pendaftaran talak atau buku pendaftaran

cerai bagi mereka yang perceriannya terjadi sebelum berlakunya Undang-

Undang No 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama


38

n. Akta kematian atau surat keterangan kematian suami atau istri dibuat oleh

lurah atau kepala desa atau pejabat setingkat bagi janda atau duda yang

ditinggal mati

o. Dalam hal warga Negara Indonesia yang tinggal di luar negeri dan sudah

tidak memiliki dokumen kependudukan maka catin harus meminta surat

pengantar dari perwakilan Republik Indonesia di luar negeri PPN yang

menerima pemberitahuan kehendak nikah meneliti dan memeriksa calon

suami, calon istri dan wali nikah tentang ada atau tidak adanya halangan

perkawinan, baik dari segi hukum munakahat maupun dari segi peraturan

perundang-undangan tentang perkawinan.30

7. Pemeriksaan Kehendak

Nikah Setelah semua persyaratan sudah dilengkapi oleh catin kemudian

persyaratan tersebut diserahkan ke Kantor Urusan Agama untuk diperiksa oleh

kepala KUA atau penghulu atau pegawai pencatat nikah. Dalam hal pemeriksaan

terhadap dokumen nikah, kepala KUA atau penghulu atau PPN menghadirkan

calon suami, calon istri, dan wali untuk memastikan ada atau tidak adanya

halangan bagi catin tersebut untuk menikah.

Apablia dokumen nikah sudah dinyatakan lengkap oleh KUA, hasil

pemeriksaan dokumen nikah dituangkan dalam lembar pemeriksaan nikah yang

ditandatangani oleh calon suami, calon istri, wali, dan Kepala KUA Kecamatan

atau Penghulu atau PPN. Jika calon suami/calon istri/wali tidak bisa baca tulis,

30
Rifdan dan Muhammdong, Tata Kelola Pencatatan Perkawinan Berdasarkan
UndangUndang, Cet 1 (Makassa: Badan Penerbit UNM, 2017) hal. 45
39

maka penandatanganan bisa diganti dengan cap jempol.31 Sebaliknya jika

dokumen nikah belum memenuhi ketentuan yang sudah ditetapkan, maka kepala

KUA/penghulu/PPN memberitahukan secara tertulis kepada suami, calon istri,

atau wali untuk melengkapi terlebih dahulu dokumen persyaratan tersebut paling

lambat 1 hari kerja sebelum peristiwa nikah.32

Selain pemeriksaan pada dokumen nikah, pemeriksaan terhadap calon

suami, calon istri, dan wali nikah juga harus dilakukan. Pemeriksaan tersebut

sebaiknya dilakukan secara bersama-sama, akan tetapi jika ada yang berhalangan

maka pemeriksaan bisa dilakukan sendiri-sendiri. Bahkan dalam keadaan yang

meragukan, perlu dilakukan pemeriksaan sendiri-sendiri. Pemeriksaan dianggap

selesai apabila ketiga-tiganya selesai diperiksa secara benar berdasrkan surat-surat

keterangannya yang dikeluarkan kepala desa/lurah yang instansi lainnya dan

berdasarkan wawancara langsung dengan yang bersangkutan.33

8. Pengumuman Kehendak Nikah

Setelah dilakukan pemeriksaan calon pengantin dan dokumen nikah secara

mendalam oleh penghulu, kemudian pihak KUA membuat pengumuman

kehendak nikah (Model NC) yang memuat nama calon pengantin, waktu serta

tempat dilangsungkannya perkawinan tersebut untuk ditempatkan pada papan

pengumuman yang telah tersedia dimasingmasing KUA serta di tempat-tempat

umum untuk memudahkan bagi warga masyarakat untuk melakukan pengawasan


31
Pasal 5 Peraturan Menteri AgamaRepublik Indonesia No 20 Tahun 2019 Tentang
Pencatatan Pernikahan, Berita Negara re[ublik Indonesia, Kemenang. Pencatatan Pernikahan.
Pencabutan, No. 1118, 2019
32
Pasal 6 Peraturan Menteri AgamaRepublik Indonesia No 20 Tahun 2019 Tentang
Pencatatan Pernikahan, Berita Negara re[ublik Indonesia, Kemenang. Pencatatan Pernikahan
Pencabutan, No. 1118, 2019
33
Rifdan dan Muhammdong, Tata Kelola Pencatatan Perkawinan Berdasarkan
UndangUndang, Cet 1 (Makassa: Badan Penerbit UNM, 2017) hal. 45
40

(controlling) terhadap calon pengantin, apakah ada yang keberatan terhadap

rencana perkawinan tersebut atau apakah ada halangan untuk dilangsungkannya

perkawinan perkawinan antara calon pengantin tersebut.34

9. Akad Nikah

Akad nikah dapat dilaksanakan sejak 10 hari dari pengumuaman kehendak

nikah, kecuali seperti yang diatur dalam pasal 3 ayat (3) Peraturan Pemerintah No.

9 Tahun 1975 yaitu apabila terdapat alasan yang sangat penting, misal salah

seorang akan segera bertugas keluar negeri maka diumumkan yang bersangkutan

memohon dispensasi kepada camat setempat, selanjutnya camat atas nama bupati

memberi dispensasi.35

Bab VIII pasal 20 Peraturan Menteri Agama RI No. 2 Tahun 1990

menegaskan bahwa setelah lewat masa pengumuman, akad nikah dilangsungkan

di bawah pengawasan dan dihadapan Pegawai pencatat Nikah (PPN) atau

pembantu PPN. Kemudian dicatat dalam lembar Model NB halaman 4 dan

ditandatangani oleh suami, istri, wali, saksi-saksi, dan PPN atau pembantu PPN

yang mengawasi.36

Dalam Peraturan Menteri Agama No. 20 Tahun 2019 tentang pencatatan

perakwinan menjelaskan akad nikah dilaksanakan setelah seluruh persyaratan

pendaftaran kehendak nikah diterima oleh KUA Kecamatan dan setelah

memenuhi rukun nikah. Ada 5 Rukun nikah menurut KHI yang harus dipenuhi
34
Ahmad Yusron, “Prosedur Pencatatan Perkawinan Menurut Unang-Undang No 1
Tahun 1974 jo Peraturan Menteri Agama No 11 Taun 2007 (Studi Kasus Kantor Urusan Agama
Kecmatan Plered Kabupaten Cirebon),” (Skripsi S-1 Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri
Syekh Nurjati (Cirebon: 2011), hal 52
35
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal. 3
36
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 2 Tahun 1990 Tentang Kewajiban
Pegawai pencatat Nikah, Pasal. 20
41

sebelum akad nikah berlangsung yaitu: calon suami, calon istri, wali nikah dari

calon istri, saksi, dan ijab kabul. Akad nikah dilaksanakan di KUA Kecamatan

setempat dan dihadapan Kepala KUA Kecamatan atau penghulu. Apabila calon

pengantin ingin melaksanakan akad nikah diluar tempat tinggalnya, maka mereka

harus mendapatkan surat rekomendasi nikah dari Kepala KUA Kecamatan

wilayah tempat tingglnya masing-masing.37

10. Pelaksanaan Pencatatan Perkawinan

Menurut penjelasan pasal 11 ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang perkawinan dan PMA No. 20 Tahun 2019 tentang pencatatan

perkawian. etelah selesai akad nikah maka, kedua mempelai, kedua saksi,

penghulu yang menikahkan, dan wali nikah menandatangani akta perkawinan

yang telah disiapkan oleh pegawai pencatat nikah. Pecatatan perkawinan

dilakukan oleh penghulu, karena penghulu adalah orang yang diberikan tugas oleh

menteri agama untuk mencatat perkawinan dan bertanggung jawab langsung

dengan Dirjen Bimas Islam.38

E. Pelaksanaan Pernikahan Pada Masa Pandemi Covid-19

1. Pengertian Pandemi Covid-19

Pandemi covid-19 adalah pandemi corona virus yang berlangsung tahun

2019, dunia digemparkan dengan adanya virus baru yaitu corona virus jenis baru

37
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 20 Tahun 2019 tentang pencatatan
perkawinan.
38
?
Wawancara dengan Hendra, Staf KUA Kecamatan Pabuaran, 16 Februari 2022
42

(SARS-CoV-2), yang penyakitnya disebut coronavirus disease 2019 (COVID-

19). Penyakit ini menyebar di antara orangorang memalui pernafasan biasanya

melalui batuk dan bersin. Asal mula virus ini berasal dari Wuhan Tingkok, yang

ditemukan pada akhir tahun 2019.39

Pandemi covid-19 telah melanda hampir seluruh dunia, salah satunya

Negara Indonesia yang ditemukan pada bulan januari 2020 sampai saat ini dan

virus ini berkembang cukup pesat penularannya, yang jumlahnya tiap hari makin

bertambah.

2. Dasar Hukum Pelaksanaan Nikah Pada Masa Pandemi Covid-19

Pada bulan april 2020 pemerintah menetapkan Keppres Nomor 12 Tahun

2020 yang berisi tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus

Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional. Pandemi covid-19

memiliki dampak yang luar biasa dalam kehidupan manusia seperti dampak

kesehatan yang sangat serius dan dapat menimbulkan kematian. 40


Selain

berdampak pada kesehatan juga berdampak pada pelaksanaan pernikahan yang

jumlah pasangan menikah selama masa pandemi berkurang karena penerapan

pembatasan dalam pelaksanaan kegiatan di area publik, termasuk acara

pernikahan.

Kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah baik oleh Kemenpan-RB

terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan jam kerja maupun oleh Kementerian

39
Yuliana, “Corona Virus Disease (Covid-19) Sebuah Tinjauan Literatur”, Wellnes And
Healthy Magazine Vol.2 No. 1/Februari 2022, 187.
40
Aminah, “Pengaruh Pandemi Covid-19 Pada Pelaksanaan Perjanjian”, Diponegoro
Private Law Review Vol.7 No.1/februari 2022, 653.
43

Agama (Kemenag) terkait pelayanan public dalam hal pelayanan pernikahan,

yang mengalami penundaan dan nikah dalam tatanan New Normal.41

Pemerintah pusat maupun masing-masing daerah mengeluarkan peraturan

mengenai pelaksanaan pernikahan pada masa pandemi covid-19. Beberapa

peraturan tersebut yaitu:

a. Surat Edaran Nomor: P-004/DJ.III/Hk.00.7/04/2020 tentang pengendalian

pelaksanaan pelayanan nikah di masa darurat bencana wabah penyakit

akibat covid-19 yang berbunyi:

1. Pelaksanaan akad nikah diselenggarakan di Kantor Urusan Agama

(KUA) Kecamatan;

2. Pelaksanaan akad nikah hanya diizinkan bagi calon pengantin (Catin)

yang telah mendaftar sampai dengan tanggal 23 April 2020;

3. Permohonan akad nikah yang didaftarkan setelah tanggal 23 April

2020 tidak dapat dilaksanakan sampai dengan tanggal 29 Mei 2020;

4. KUA Kecamatan wajib mengatur hal-hal yang berhubungan dengan

petugas, pihak Catin, waktu dan tempat agar pelaksanaan akad nikah

dan protokol kesehatan dapat berjalan dengan sebaik-baiknya;

5. Untuk menghindari kerumunan di KUA Kecamatan, pelaksanaan akad

nikah di kantor dibatasi sebanyak-banyaknya 8 (delapan) pasang Catin

dalam satu hari;

41
Siti Arafah, “Pernikahan bersahaja Di Masa Pandemi Covid-19 Pada Masyarakat
Bugis Kota Palopo”, Mimikri vol 6, No.2 maret 2022, 175.
44

6. Terhadap permohonan akad nikah yang telah melampaui kuota

sebagaimana dimaksud pada angka 5, KUA Kecamatan

menangguhkan pelaksanaan akad nikah tersebut di hari lain;

7. Dikarenakan suatu alasan atau keadaan yang mendesak sehingga Catin

tidak dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1,

3, dan/atau 6, Kepala KUA Kecamatan dapat mempertimbangkan

permohonan pelaksanaan akad nikah di luar ketentuan dimaksud yang

diajukan secara tertulis dan ditandatangani di atas meterai oleh salah

seorang Catin dengan disertai alasan yang kuat;

8. Dalam hal protokol kesehatan tidak dapat dipenuhi, KUA Kecamatan

wajib menolak pelayanan disertai alasan penolakan tersebut;

9. KUA Kecamatan wajib mengatur dan mengendalikan dengan sungguh

sungguh pelaksanaan akad nikah sesuai dengan kebijakan Pemerintah

Pusat dan Daerah di masa darurat bencana wabah penyakit Covid-19;

dan

10. KUA Kecamatan wajib berkoordinasi dan bekerja sama dengan pihak

terkait dan aparat keamanan untuk pengendalian pelaksanaan

pelayanan akad nikah.42

b. Surat Edaran Nomor: P-006/DJ.III/Hk.00.7/06/2020 tentang pelayanan

nikah menuju masyarakat produktif aman covid-19 yang berbunyi:

1. Layanan nikah di KUA dilaksanakan pada hari dan jam kerja.

42
Surat Edaran Bimbingan Masyarakat Islam No. P-004/DJ.III/Hk.00.7/04/2020 tentang
pengendalian pelaksanaan pelayanan nikah di masa darurat bencana wabah penyakit akibat covid-
19
45

2. Daftar nikah dapat dilakukan melalui aplikasi online di

simkah.kemenag.go.id. telepon, email atau datang langsung ke KUA.

3. Pendaftaran pemeriksaan dan pelaksanaan akan nikah dilaksanakan

dengan menerapkan protokol kesehatan.

4. Akad nikah bisa dilangsungkan di KUA atau di luar KUA.

5. Peserta prosesi akad nikah di KUA atau di rumah maksimal 10 orang

6. Peserta prosesi akad nikah di masjid atau gedng pertemuan maksimal

20% dari kapasitas ruangan dan tidak lebih dari 30 orang.

7. KUA mengatur waktu, petugas dan catin agar protokol kesehatan

berjalan dengan baik.

8. Kepala KUA berkoordinasi dengan pihak terkait dan/atau aparat

keamanan agar pelaksanaan nikah di luar KUA berjalan sesuai

protokol kesehatan.

9. Penghulu wajib menolak pelayanan nikah jika terdapatpelanggaran

protokol kesehatan.43

43
Surat Edaran Bimbingan Masyarakat Islam No. P-006/DJ.III/Hk.00.7/06/2020 Tentang
Pelayanan Nikah Menuju Masyarakat Produktif Aman Covid 19

Anda mungkin juga menyukai