A. Pengertian Perkawinan
bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
Kompilasi Hukum Islam (KHI) perkawinan adalah “Akad yang sangat kuat
merupakan ibadah”.2
SWT pada Q.S. Al-Dzariyat ayat 49 telah dijelaskan bahwa Allah telah
berfirman:
َش ْيءٍ َخلَ ْقنَا زَ ْو َجي ِْن لَ َعلَّ ُك ْم تَذَ َّك ُر ْون
َ َو ِم ْن ُك ِل
1
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan
2
Zaenuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2012), hlm.7
25
26
satu cara untuk menghindari diri dari kemaksiatan. Akan tetapi jika hamba
untuk berpuasa Karena orang yang berpuasa akan memiliki penghalang untuk
Perkawinan dalam literatur fiqih biasa disebut dengan dua kata, yaitu Zawaj
dan Nikah. Kedua istilah ini banyak ditemukan di dalam kitab suci Al-Qur’an
dan juga Hadits-Hadits Nabi Muhammad SAW.5 Kata nikah merupakan bentuk
“bersetubuh” dan “berkumpul”. Kata nikah sangat banyak disebut di dalam Al-
ت ا َ ْي َمانُ ُك ْم ۗ ٰذ ِل َك اَد ْٰنٰٓى ا َ ََّّل تَعُ ْولُ ْو ۗا ِ ِخ ْفت ُ ْم ا َ ََّّل ت َ ْع ِدلُ ْوا َف َو
ْ احدَة ً ا َ ْو َما َم َل َك
3
Kementerian Agama RI, Ar-Rahim Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: Mikraj Khazanah Ilmu,
2014), hlm. 108
4
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 7.
5
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Isam di Indonesia (Jakarta: Prenada Media Grup,2006) hlm 35
27
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga, atau empat, kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja”.6
Perkawinan secara bahasa memiliki dua arti, yaitu arti yang sebenarnya dan
juga arti kiasan. Arti yang sebenarnya dari perkawinan adalah mengumpulkan,
yang mengahalalkan pergaulan antara seorang pria dengan seorang wanita yang
pada awalnya mereka bukan muhrim dan dilakukan dengan ijab qobul.7
Perkawinan menjadi hal yang sangat sakral karena secara hukum peristiwa
tersebut akan menyatukan dua orang yang berbeda menjadi sebuah pasangan
yang utuh.
Perkawinan menjadi salah satu asas pokok hidup dalam pergaulan atau
jalan menuju pintu perkenalan dari satu golongan dengan golongan lainnya
yang mana perkenalan tadi akan menjadi pintu untuk menyampaikan serta
6
Kementerian Agama RI, Ar-Rahim Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: Mikraj Khazanah Ilmu,
2014), hlm. 56
7
Hasan Sadily, Ensiklopedi Indonesia,( Jakarta: Ichtiar Baru, 1980) hlm 2388
28
etimologis nya, masih ada beberapa definisi yang lebih luas memaknai
perkawinan dalam konteks hubungan badan yang akan diuraikan dibawah ini;
nya adalah akad. Pendapat kedua menyebutkan bahwa makna hakikat dari
perkawinan adalah akad dan makna majaz nya adalah watha. Pendapat pertama
Dari tiga pandangan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa para
ulama terdahulu memandang perkawinan hanya dari satu sisi saja yaitu
berhubungan yang pada hukum asalnya adalah dilarang. Oleh sebab itu para
bahwa nikah itu adalah hal yang dianjurkan syari’at. Bahkan orang yang sudah
memiliki keinginan serta kemampuan untuk menikah dan jika tidak menikah
ialah ia menjadi salah satu sunatullah yang tidak hanya berlaku bagi umat
perkawinan.8
merupakan sunatullah yang berlaku bagi seluruh makhluk ciptaannya baik itu
ataupun jalan bagi manusia untuk berkembang biak serta untuk melestarikan
8
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Isam di Indonesia (Jakarta: Prenada Media Grup,2006) hlm.
37-38
30
diatur secara terhormat berdasarkan sifat saling meridhai, dan juga dalam
inilah yang melatarbelakangi para fuqaha (ahli fiqih) untuk mewajibkan adanya
wali dan juga saksi dalam proses perkawinan tersebut. Ini menunjukan bahwa
perkawinan bukan hanya menjadi urusan pribadi saja, lebih dari itu perkawinan
juga menjadi urusan keluarga dan masyarakat.10 Esensi dari sebuah perkawinan
dalam syariat agama Islam yaitu mentaati perintah Allah SWT dan
karena itu perkawinan disebut juga sebagai suatu perikatan yang kokoh
(mitsaqan ghalidzan).11
tidak berhenti sampai disini saja. Islam memperluas pengertian serta peranan
9
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm. 10.
10
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 87
11
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 13
31
fungsi dari perkawinan ini dengan sangat gamblang seperti yang akan diuraikan
di bawah ini;
Rasulullah SAW.
perkawinan itu tidak hanya berkaitan dengan hubungan seksual saja, lebih dari
itu perkawinan bisa mencakup berbagai macam aspek yang lainnya seperti apa
A. Syarat Perkawinan
sebab itu, Allah SWT memberikan penegasan bahwa perkawinan ini sebagai
akad yang kuat atau mitsaqan gholidzan untuk mentaati perintah-Nya dan
32
syarat dan rukun yang sesuai dengan hukum syara’, agar tujuan
Syarat adalah suatu hal yang harus dipersiapkan atau harus ada sebelum
dilaksanakannya proses akad nikah dan setiap rukun juga harus memenuhi
tersebut ada pada pihak calon mempelai pria dan calon mempelai wanita
Disyaratkan dapat sah nya suatu akad nikah apabila dihadiri oleh empat
orang, yaitu:
a. Wali
B. Rukun Perkawinan
adanya Rukun dan Syarat yang telah mengatur perihal perkawinan ini. Unsur
suami dan adanya dua orang saksi yang menyaksikan akad nikah tersebut.
calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi, dan ijab qabul”. Ulama
Calon mempelai laki-laki disini yaitu calon suami, yang mana calon
suami ini memiliki syarat yang memang harus dipenuhi. Di antaranya syarat
kemauan sendiri untuk menikah tanpa adanya paksaan, dan tidak sedang
perkawinan yang sah adalah antara seorang laki-laki dan perempuan selain itu
صا ِل ِحينَ ِم ْن ِع َبا ِد ُك ْم َو ِإ َمائِ ُك ْم ۚ ِإ ْن َي ُكونُوا فُقَ َرا َء يُ ْغنِ ِه ُمَّ َوأ َ ْن ِك ُحوا ْاْل َ َيا َم ٰى ِم ْن ُك ْم َوال
ع ِليم َ ض ِل ِه ۗ َواللَّهُ َوا ِس ٌع ْ َاللَّهُ ِم ْن ف
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang
yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-
menumpukan mereka dengan karunia-Nya. dan Allah Maha Luas Lagi Maha
mengetahui”13.
12
Alhamdani, Risalah Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hlm.87
13
Kementerian Agama RI, Ar-Rahim Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: Mikraj Khazanah Ilmu,
2014), hlm. 288
35
dan yang menjadi walinya adalah ayah kandungnya yang sah secara agama dan
dua kategori yaitu: wali aqrob dan wali ab’ad, menjadi wali tentunya harus
dewasa, bukan anak kecil karena tidak boleh menjadi wali. Sebagaimana hadist
haruslah adil. Ketika perkawinan disaksikan oleh dua orang yang mana saksi
14
Muhammad Fu’ad Abdullah Baqi, Sunan Ibnu Majah, (Jakarta: Gema Insani, 2016), hlm. 605
36
tersebut belum diketahui mereka adil atau tidaknya maka perkawinan tetap
dianggap sah. Karena perkawinan dapat terjadi dimana-mana baik kota maupun
tidaknya dari lahiriah nya maka disitu bisa melihat kefasiqannya, bilamana
ُ َع ْن،الز ْه ِرى
،َ ع ْر َوة ُ ع ْن
َ ،ِع ْن َح َّجاج ِ َحدَّثَنَا أَبُو ُك َر ْي
َ َ َع ْبد ُ الل ِه ب ُْن ال ُمب.ب
َ ،ار ِك
: قَ َل،َّاس َ ،َع ْن ِع ْك ِر َمة
ِ ع ْن اب ِْن َعب ً َو،سل ْم َ ُصلَّى الله
َ علَ ْي ِه َو َ ،َشة
َ ع ِن الن ِبي َ ع ْن
َ ِعائ َ
ع ْد ٍل (روه ابن
َ ي َ "َّل ِن َكا َح ا ََِّّل ِب َو ِلي ِ َو
ْ َش ِهد َ ُ صلَّى الله
َ ع َل ْي ِه َو
َ سل ْم ُ قَ َل َر
َ س ْو ُل الله
)ماجه
Abdullah bin Mubarak dari Hajjaj dari Az-Zuhri dari Urwah dari Aisyah
dari Rasulullah SAW dari Ikrimah dari Ibnu Abbas keduanya berkata:
Rasulullah SAW bersabda: jangan menikah tanpa wali dan dua orang saksi.
15
Slamet Abidin dan Aminudin, Fiqh Munakahat Juz 1, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 102
16
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulugh Al-Maram, (Beirut: subulus salam), hlm. 106
37
dari perkawinan adalah proses ijab dan qabul, karena ini merupakan hal
yang paling sakral dalam proses akad nikah dimana serah terima dari wali
bagaimana ini tidak bisa diterawang melalui mata atau hati maka harus
Jumhur Ulama berpendapat bahwa hukum perkawinan itu adalah sunnah, hal
ini disandarkan pada banyaknya anjuran dari Allah SWT dan Rasulullah SAW
dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
17
Muhammad Fu’ad Abdullah Baqi, Sunan Ibnu Majah, (Jakarta: Gema Insani, 2016), hlm.606
18
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, hlm 38
38
َو َم ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَعَ َل ْي ِه، ْع ِم ْن ُك ُم البَا َءة َ فَ ْليَت َزَ َّوج َ َب َم ِن ا ْست
َ طا َّ يَا َم ْعش ََر ال
ِ شبَا
19
Kementerian Agama RI, Ar-Rahim Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: Mikraj Khazanah Ilmu,
2014), hlm. 288
20
Kementerian Agama RI, Ar-Rahim Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: Mikraj Khazanah Ilmu,
2014), hlm. 56
39
gejolaknya.” (H.R.Al-Bukhori)21
Asal hukum nikah itu adalah mubah (boleh). Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an Surah An-Nur ayat 32 yang berbunyi:
ص ِل ِحيْنَ ِم ْن ِعبَا ِد ُك ْم َواِ َم ۤا ِٕى ُك ۗ ْم ا ِْن يَّ ُك ْونُ ْوا فُقَ َر ۤا َء يُ ْغ ِن ِه ُم
ّٰ َوا َ ْن ِك ُحوا ْاَّلَيَامٰ ى ِم ْن ُك ْم َوال
hukum tersebut bisa berubah menjadi haram, wajib, makruh, dan sunnah sesuai
dengan keadaan dari calon pengantin tersebut. Perubahan hukum tersebut akan
berubah jika:
21
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulugh Al-Maram, (Beirut: subulus salam), hlm. 213
22
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulugh Al-Maram, (Beirut: subulus salam), hlm. 354
40
b. Wajib: Jika orang tersebut sudah merasa mampu untuk menafkahi lahir
(membiayai kebutuhan rumah tangga) dan batin (tidak impoten), serta ada
keinginan untuk segera membina rumah tangga karena jika tidak disegerakan
wajib karena menjaga diri untuk tidak jatuh kedalam perbuatan dosa (haram)
c. Makruh: Orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nafkah lahir dan batin
tetapi hal itu tidak sampai menyusahkan pasangannya (pihak perempuan). Jika
tidak terlalu dijadikan sebuah patokan sebuah tuntutan yang harus dipenuhi,
maka hukum yang menimpa orang tersebut adalah makruh untuk melakukan
sebuah perkawinan sebab walau bagaimanapun nafkah lahir dan juga batin itu
menjadi kewajiban bagi seorang suami, baik di minta ataupun tidak oleh istri.
d. Sunnah: Jika seseorang telah mampu menafkahi secara lahir dan batin serta
sudah memiliki keinginan untuk membina rumah tangga, tetapi keinginan nikah
perbuatan dosa atau zina maka hukum bagi orang tersebut untuk
23
M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Beruma Tangga Dalam Islam, (Jakarta: Penada Media, 2003), hlm.
7-10
41
hukumnya adalah sah jika seluruh syarat dan rukun perkawinan telah
dan rukun perkawinan yang sudah disepakati oleh ulama dan tidak
terjadi fitnah dikemudia hari atau dalam istilah ajaran islam ini disebut
dengan Walimah.
ini sebab pasangan tersebut bisa dikenakan had (rajam) jika terjadi
42
saksi.24
oleh dua orang saksi maka menurut agama Islam dihukumi sah. Pada
berlaku dan memiliki kekuatan hukum adalah akta nikah atau buku
Bukti ini berfungsi sebagai alat bukti dihadapan majelis hakim ketika
24
Wahbah al-Zuhaili, Fiqh al-Islam wa ‘Adillatuh, Juz VIII, (Cet. III; Beirut: Dar al-Fikr, 1989), hlm.
71
43
di PPN. Keterangan saksi yang telah diambil sumpah oleh hakim bisa
melangsungkan perkawinan.
dikatakan sah atau tidak adalah tentang terpenuhi atau tidaknya rukun
serta syarat nikah. Rukun nikah menurut agama islam ada 5 (lima),
yaitu:
melangsungkan perkawinan.
perkawinan.
Dalam hal ini yang berperan menjadi wali biasanya adalah ayah
tersebut.
dinyatakan sah. Namun dalam perkembangannya, ternyata hal itu saja tidak
karena mereka tidak memiliki bukti kuat yang bisa membuktikan bahwa
tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 2 ayat (2) yang menyebutkan bahwa
berlaku”. Aturan ini merupakan hasil ijma para wakil rakyat yang ditujukan
islam pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa “Agar terjamin ketertiban perkawinan
bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat”. Tujuan dari adanya
45
aturan ini pun sama seperti aturan pada undang-undang yaitu untuk
hukum dari perkawinan yang tidak dicatatkan adalah sah karena pencatatan
dan al-syari’ah, maqashid berasal dari kata maqshud, qashd maqshd atau
arti seperti menuju suatu arah atau tujuan tengah yang adil serta tidak melewati
batasan jalan yang lurus. Syariah secara Bahasa adalah jalan yang lurus menuju
kearah sumber pokok kehidupan yang benar, sedangkan syariah menurut istilah
Al-qur’an dan Sunnah yang mutawwatir belum sama sekali tercampur oleh
pemikiran manusia biasa. Muatan yang terdapat didalam syariah ini yaitu
istilah berkembang dari yang sederhana sampai menyeluruh. Ulama ahli ushul
fiqih mengidentifikasi bahwa terdapat hubungan yang erat antara maqashid al-
syari’ah dengan hikmah, ilat, niat, tujuan, serta kemaslahatan.25 Dalam istilah
lain maqashid al-syari’ah adalah maksud dan tujuan-tujuan Allah dan Rasul-
Nya dalam membuat ketetapan aturan hukum Islam. Ulama ushul fiqh
ditetapkan oleh syariat Islam untuk mewujudkan suatu kemaslahatan pada umat
dipelihara kemaslahatan nya, yaitu: agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan.27
25
Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas Fiqh Al-Aqaliyyat dan Evolusi Maqashid Al-Syar’iah dari
Konsep ke Pendekatan, (Yogyakarta: Kiss Printing Cemerlang, 2010), hlm.179
26
Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Pustaka Kencana, 2017), hlm.213
27
Saipudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Pustaka Kencana, 2011), hlm. 230
47
merampas harta orang lain dengan cara paksaan atau tidak sah, apabila
hal ini tidak dipatuhi maka akan mengancam keutuhan harta.
2. Memelihara harta pada tingkat hajiyyah, seperti halnya disyariatkan
manusia untuk melakukan jual beli dengan cara salam, apabila tidak
dilakukan maka tidak akan mengancam eksistensi harta hanya saja akan
memberikan kesulitan bagi orang yang membutuhkan dalam
penanaman modal usaha.
3. Memelihara harta pada tingkat tahsiniyyah, seperti halnya terdapat
ketentuan agar tidak melakukan usaha yang bersifat penipuan, hal ini
tentu akan merusak eksistensi harta dan juga berkaitan dengan etika
dalam bermuamalah serta berbisnis.