Anda di halaman 1dari 9

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU

FIQIH MUNAKAHAT I DR. JUMNI NELLI, M. AG

“AKIBATNYA PUTUS PERKAWINAN


RUJU’. IDDAH, IHDAD, HADHANAH, DAN HARTA BERSAMA”

Disusun
Oleh Kelompok 10:
1. Nilda Warni ( 12120523753 )
2. Rabiatul Hadawiyah ( 12120520965 )
3. Sakdiah Parinduri ( 12120520725 )

KELAS C
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2023/1444
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapakan atas kehadirat Allah SWT. Atas karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Salawat serta salam tak bosan-bosannya
kami ucapkan kepada Rasulullah saw yang telah membawa perubahan yang tak terhingga
dalam kehidupan ini.

Dan tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada ibu Dr. Jumni Nelli, M. Ag ebagai
dosen pembimbing pada mata kuliah “Fiqih Munakahat 1” di kelas Ekonomi Syari’ah C’’
yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan setulus hati sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Pada makalah ini kami membahas tentang “Akibatnya Putus
Perkawinan Ruju’. Iddah, Ihdad, Hadhanah, Dan Harta Bersama”

Kami berharap pembahasan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kami
menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
terdapat kekurangan dan kesalahan. Dengan demikian, berharap makalah ini dapat memberi
manfaat untuk pembaca. Dan kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun
untuk lebih baik kedepannya dari pembaca.

Pekanbaru, 18 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah hal yang sangat sakral, dimana para pihak yang
bersangkutan bukan hanya melakukan perjanjian antara para pihak saja melainkan
juga berjanji dengan Tuhan. Perkawinan adalah satu lembaga hukum yang
mempersatukan 2 (dua) insan manusia yang berbeda jenis kelamin setelah memenuhi
persyaratan tertentu.
Islam adalah agama sempurna dan mengcakup segala aspek, salah satu aspek
yang sangat vital adalah pembentukan keluarga. Oleh karena itu, Islam sangat
memberikan perhatian terhadap pembentukan keluarga hingga tercapai sakinah,
mawaddah, warahmah, karena keluarga adalah unit terkecil kemudian dari situ
terbentuk sebuah masyarakat yang baik. Maka, tidak heran jika di dalam Al-Qur’an
sendiri terdapat ayat-ayat yang secara gamblang menjelaskan masalah pernikahan dari
awal sampai akhir. Begitu juga dalam hadis Rasulullah Saw. Banyak dijumpai hadis-
hadis yang menjelaskan tentang masalah pernikahan
Menciptakan sebuah rumah tangga yang damai dan kekal berdasarkan kasih
sayang merupakan dambaan bagi setiap pasangan suami istri, namun itu tidaklah
mudah, sehingga sebagian pasangan suami istri memilih bercerai sebagai jalan yang
terbaik dalam menyelesaikan masalah yang terjadi di dalam rumah tangga.
Untuk itu dalam makalah ini akan membahas tentang hukum-hukum islam
yang berkaitan tentang masalah keluarga. Hukum-hukum tentang keluarga ini sangat
pentinguntuk diketahui setiap muslim dan Muslimah, sebab tidak ada hukum yang
menjelaskan di dalam Al-Qur’an secara terperinci seperti hukum-hukum tentang
keluarga.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ruju’?
2. Apa yang dimaksud dengan iddah?
3. Apa yang dimaksud dengan ihdad?
4. Apa yang dimaksud dengan hadhanah?
5. Apa yang dimaksud dengan harta Bersama?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui dan memahami yang dimaksud tentang ruju”
2. Mengetahui dan memahamu yang dimaksud dengan iddah
3. Mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan ihdad
4. Mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan hadhanah
5. Mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan harta bersma
BAB II

PEMBAHASAN

A. RUJU’
1. Pengertian Ruju’
Rujuk berasal dari bahasa arab yaitu raja’a – yarji’u – ruju’an yang berarti
kembali atau mengembalikan.1 Sedangan menrut istilah syari’at, yang dimaksud
ruju’ adalah mengembalikan isteri yang telah diceraikan pada pernikahan yang
asal sebelum diceraikan. Sedangkan rujuk menurut para ulama madzhab adalah
sebagai berikut:2
a. Hanafiyah, rujuk adalah tetapnya hak milik suami dengan tanpa adanya
penggantian dalam masa iddah, akan tetapi tetapnya hak milik tersebut akan
hilang bila masa iddah.
b. Malikiyah, rujuk adalah kembalinya isteri yang dijatuhi talak, karena takut
berbuat dosa tanpa akad yang baru, kecuali bila kembalinya tersebut dari talak
ba‘in, maka harus dengan akad baru, akan tetapi hal tersebut tidak bisa
dikatakan rujuk.
c. Syafi‘iyah, rujuk adalah kembalinya isteri ke dalam ikatan pernikahan setelah
dijatuhi talak satu atau dua dalam masa iddah. Menurut golongan ini bahwa
isteri diharamkan berhubungan dengan suaminya sebagaimana berhubungan
dengan orang lain, meskipun sumi berhak merujuknya dengan tanpa kerelaan.
Oleh karena itu rujuk menurut golongan syafi’iyah adalah mengembalikan
hubungan suami isteri kedalam ikatan pernikahan yang sempurna.
d. Hanabilah, rujuk adalah kembalinya isteri yang dijtuhi talak selain talak ba’in
kepada suaminya dengan tanpa akad. Baik dengan perkataan atau perbuatan
(bersetubuh) dengan niat ataupun tidak.
Berdasarkan definisi di atas, pada dasarnya para ulama madzhab sepakat,
walaupun dengan redaksi yang berbeda bahwa rujuk adalah kembalinya suami
kepada isteri yang dijatuhi talak satu dan atau dua, dalam masa iddah dengan
tanpa akad nikah yang baru, tanpa melihat apakah isteri mengetahui rujuk
suaminya atau tidak, apakah ia senang atau tidak, dengan alasan bahwa isteri

1
Djaman Nur, Fiqih Munakahat (Bengkulu: Dina Utama Semarang, 1993), h.174.
2
Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala Mazahib al-Arba’ah (Mesir: AlMaktab at- Tijariyati al-Kubro), h. 377.
selama masa iddah tetap menjadi milik suami yang telah menjatuhkan talak
tersebut kepadanya.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas terlihat beberapa kata kunci
yang menunjukkan hakikat dari perbuatan hukum yang bernama rujuk yaitu:
a. Kata atau ungkapan “kembali suami kepada isterinya” hal ini mengandung arti
bahwa diantara keduanya sebelumnya telah terikat dalam tali perkawinan,
namun ikatan tersebut sudah berakhir dengan perceraian. Laki-laki yang
berkembali kepada orang lain dalam bentuk perkawinan, tidak disebut rujuk
dalam pengertian ini.
b. Ungkapan atau kata “yang telah ditalak dalam bentuk raj’iy”, mengandung arti
bahwa isteri yang bercerai dengan suaminya itu dalam bentuk yang belum
putus atau baiin. Hal ini mengandung maksud bahwa kembali kepada istrri
yang belum dicerai atau telah dicerai tetapi tidak dalam bentuk talak raj’i,
tidak disebut rujuk.
c. Ungkapan atau kata ”masih dalam masa iddah”, mengandung arti bahwa rujuk
itu hanya terjadi selama isteri masih berada dalam mahasa iddah. Bila waktu
iddah telah habis, mantan suami tidak dapat lagi kembali kepada isterinya
dengan nama rujuk. Untuk maksud itu suami harus memulai lagi nikah baru
dengan akad baru.3
Dapat dirumuskan bahwa ruju’ adalah mengembalikan status hukum
perkawinan secara penuh setelah terjadi talak raj’i yang dilakukan oleh bekas
suami terhadap bekas isterinya dalam masa iddah, dengan ucapan tertentu.

2. Landasan Dasar Hukum Ruju’


Dasar hukum rujuk terdapat dalam Q.S. al-Baqoroh/2: 228
‫ق هّٰللا ُ فِ ْٓي اَرْ َحا ِم ِه َّن اِ ْن ُك َّن‬
َ َ‫ت يَت ََربَّصْ نَ بِا َ ْنفُ ِس ِه َّن ثَ ٰلثَةَ قُر ُۤوْ ۗ ٍء َواَل يَ ِحلُّ لَه َُّن اَ ْن يَّ ْكتُ ْمنَ َما َخل‬ ُ ‫َو ْال ُمطَلَّ ٰق‬
ُّ ‫يُْؤ ِم َّن بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۗ ِر َوبُعُوْ لَتُه َُّن اَ َح‬
‫ق بِ َر ِّد ِه َّن فِ ْي ٰذلِكَ اِ ْن اَ َراد ُْٓوا اِصْ اَل حًا َۗولَه َُّن ِم ْث ُل الَّ ِذيْ َعلَ ْي ِه َّن‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫ال َعلَ ْي ِه َّن َد َر َجةٌ ۗ َو ُ ع‬
‫َز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم‬ ِ ‫ف َولِل ِّر َج‬ ِ ۖ ْ‫بِ ْال َم ْعرُو‬
Artinya: “Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu)
tiga kali quru'. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang
diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah
dan hari akhir. Dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada

3
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Munakahat dan Undang-undang Perkawinan (Jakarta:
kencana, 2006), h. 337.
mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Dan
mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas
mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”
3. Rukun dan Syarat Ruju’ dalam Islam
Rukun dan syarat-syarat rujuk adalah hal yang harus dipenuhi untuk
terlaksananya sebuah perbuatan rujuk tersebut.4 Di antara rukun dan syarat-syarat
rujuk tersebut adalah sebagai berikut :
a. Isteri. Keadaan isteri disyaratkan sebagai berikut.
1) Sudah dicampuri, karena isteri yang belum dicampuri apabila ditalak, terus
putus pertalian antara keduanya, Jika isteri dicerai belum pernah dicampuri,
maka tidak sah rujuk, tetapi harus dengan perkawinan baru lagi. (AlAhzab:
49)
‫ت ثُ َّم طَلَّ ْقتُ ُموْ ه َُّن ِم ْن قَ ْب ِل اَ ْن تَ َمسُّوْ ه َُّن فَ َما لَ ُك ْم َعلَ ْي ِه َّن ِم ْن ِع َّد ٍة تَ ْعتَ ُّدوْ نَهَ ۚا‬
ِ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا نَكَحْ تُ ُم ْال ُمْؤ ِم ٰن‬
‫فَ َمتِّعُوْ ه َُّن َو َسرِّ حُوْ ه َُّن َس َراحًا َج ِم ْياًل‬

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menikahi perempuan-


perempuan mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
mencampurinya maka tidak ada masa idah atas mereka yang perlu kamu
perhitungkan. Namun berilah mereka mut’ah dan lepaskanlah mereka itu
dengan cara yang sebaik-baiknya.”

2) Isteri yang tertentu. Kalau suami menalak beberapa isterinya, kemudian ia


rujuk kepada salah seorang dari mereka dengan tidak ditentukan siapa yang
dirujukkan, rujuknya itu tidak sah.
3) Talaknya adalah talak raj‘i. Jika ia ditalak dengan talak tebus atau talak tiga,
ia talak dapat dirujuk lagi.5 Kalau bercerainya dari isteri secara fasakh atau
khuluk atau cerai dengan isteri yang ketiga kalinya, atau isteri belum
pernah dicampuri, maka rujuknya tidak sah.6
4) Rujuk itu terjadi sewaktu isteri masih dalam iddah talaq raj‘i. Laki-laki
masih mempunyai hubungan hukum dengan isteri yang ditalaknya secara
thalaq raj‘i, selama masih berada dalam iddah. Sehabis iddah itu putuslah
4
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 341.
5
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), h. 328..
6
Slamet Abidin, Fikih Munakahat, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h. 154.
hubungannya sama sekali dan dengan sendirinya tidak lagi boleh
dirujuknya

Anda mungkin juga menyukai