Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KHULU

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Pada Mata Kuliah Fiqih Munakahat II

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM


PROGRAM STUDI S.I AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

Di Susun Oleh :

YANA FITRIYANI
NPM. 15110012

INSTITUT AGAMA ISLAM MAARIF NU


METRO LAMPUNG
1439 H/ 2017 M

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur yang kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan hidayah untuk berpikir sehingga dapat menyelesaikan makalah pada
mata kuliah Fiqh Munakahat II.
Dalam penulisan ini kami tulis dalam bentuk sederhana, sekali mengingat
keterbatasan yang ada pada diri penulis sehingga semua yang ditulis masih sangat
jauh dari sempurna.
Atas jasanya semoga Allah SWT memberikan imbalan dan tertulisnya
laporan observasi ini dapat bermanfaat dan kami minta maaf sebelumnya kepada
Dosen, apabila ini masih belum mencapai sempurna kami sangat berharap atas
kritik dan saran-saran nya yang sifatnya membangun tentunya.

Metro, Oktober 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Khulu .............................................................................2

B. Perbedaan antara perceraian akibat talak dan akitab khulu .............5

BAB III KESIMPULAN ................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam masyarakat kita sering menjumpai berbagai macam kasus atau
kejadian rumah tangga, seperti keretakan rumah tangga yang berujung pada
perceraian, namun lazimnya hak cerai itu dimiliki oleh laki-laki (suami),
namun bukan berarti hal ini menunjukan bentuk diskriminasi terhadap wanita,
karena hukum kita (Islam) telah memberikan solusi bagi wanita yang
mengalami gencatan atau beban rumah tangga untuk melakukan gugatan cerai
pada suami, dengan cara memberikan upah atau iwadh sebagai bentuk
membebaskan dirinya dari ikatan suami istri.
Namun pada prakteknya dilapangan, ternyata terjadi kontradiksi antara
konsep gugatan cerai menurut persepektif hukum fiqh. Sehingga penulis
mencoba untuk mengulas sedikit tentang masalah khulu dan perbedaan antara
perceraian akibat talak dan akibat khulu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Khulu?
2. Bagaimana Perbedaan antara perceraian akibat talak dan akibat khulu?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Khulu dan Putusnya Hubungan Suami Istri


1. Pengertian Khulu
Khulu dibenarkan oleh Islam, berasal dari kata khalaas sauba
yang berarti menanggalkan pakaian. Karena perempuan sebagai pakaian
laki-laki dan laki-laki juga sebagai pakaian perempuan. Khulu dinamakan
juga tebusan, karena istri menebus dirinya dari suaminya dengan
mengembalikan apa yang diterimanya. Dengan demikian, khulu menurut
istilah syara adalah perceraian yang diminta oleh istri dari suaminya
dengan memberikan ganti rugi kepadanya.1
Sedangkan menurut Abdul Aziz Muhammad Azzam, pengertian
khulu adalah sebagaimana dikemukakan oleh Asy-Syarbini dan Al-
Khathib adalah pemisahan antara suami istri dengan pengganti yang
dimaksud (iwadh) yang kembali ke arah suami dengan lafal talak atau
khulu.2
Hukumnya boleh, tetapi makruh seperti talak karena adanya
pemutusan talak yang diperintahkan syara. Khulu diperbolehkan jika ada
sebab yang menuntut, seperti suami cacat fisik atau cacat sedikit pada fisik
atau sumi tidak dapat melaksanakan hak istri atau wanita khawatir tidak
dapat melaksanakan kewajiban hukum-hukum Allah, seperti persahabatan
yang baik dan dalam segala pergaulan. Jika di sana tidak ada sebab yang
menuntut khulu maka terlarang hukumnya sebagaimana hadits yang
diriwayatkan Ahmad dan An-Nasai dari Abi Hurairah:

1
Slamet Abidin & Aminuddin, Fiqih Munakahat II, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal.
86
2
Abdul Aziz Muhammad Azzam & Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqih Munakahat;
Khitbah, Nikah dan Talak, (Jakarta: Amzah, 2009), hal. 297

2
Wanita yang khulu adalah wanita munafik. Para ulama
menghukumi makruh.3

2. Dasar Hukum














Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh
rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang
baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah
kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan
dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa
keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah,
Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh
isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah
kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah
mereka Itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah: 229)






3
Ibid., hal. 298

3
Artinya: dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri
yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara
mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali
dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya
kembali dengan jalan tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung)
dosa yang nyata ? (QS. An-Nisa: 20)
3. Rukun dan Syarat Khulu
Di dalam khulu terdapat beberaa unsur yang merupakan rukun yang
menjadi karakteristik dari khuluitu dan di dalam setiap rukun terdapat
beberapa syarat yang hampir keseluruhannya menjadi perbincangan di
kalangan Ulama.
Adapun yang menjadi rukun dari khulu itu adalah4:
a. Suami yang menceraikan istrinya dengan tebusan;
b. Istri yang meminta cerai dari suaminya dengan uang tebusan;
c. Uang tebusan atau iwadh; dan
d. Alasan untuk terjadinya khulu.

Pertama: suami
Syarat suami menceraikan istrinya dalam bentuk khulu sebagaimana
yang berlaku thalaq adalah seseorang yang ucapannya telah dapat
diperhitungkan secara syara, yaitu akil, balig, dan bertindak atas
kehendaknya sendiri dan dengan kesengajaan. Berdasarkan syarat ini, bila
suami belum dewasa, atau suami sedang dalam keadaan gila, maka yang
akan menceraikan dengan nama khulu adalah walinya. Demikian pula
keadaannya seseorang yang berada di bawah pengampuan karena

kebodohannya ( ) yang menerima permintaan khulu


istri adalah walinya.

Kedua: istri yang di khulu

4
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006) hal. 234-236

4
Istri yang mengajukan khulu kepada suaminya disyaratkan hal-hal
sebagai berikut:
a. Ia adalah seorang yang berada dalam wilayah si suami.
b. Ia adalah seorang yang telah dapat bertindak atas harta/
Khulu boleh terjadi dari pihak ketiga, seperti walinya dengan
persetujuan istri. Khulu sepeerti ini disebut khulu ajnabi. Pembayaran
iwadh dalam khulu seperti ini ditanggung oleh pihak ajnabi tersebut.
Ketiga: adanya uang tebusan, atau ganti rugi, atau iwadh.
Tentang iwadh ini ulama berbeda pendapat. Mayoritas ulama
menempatkan iwadh itu sebagai rukun yang tidak boleh ditinggalkan oleh
sahnya khulu. Pendapat lain, diantara nya disatu riwayat dari Ahmad dan
Imam Malik mengatakan boleh terjadi khulu tanpa iwadh. Alasanya
adalah bahwa khulu itu adalah salah satu bentuk dari putusnya
perkawinan, oleh karenanya boleh tanpa iwadh, sebagaimana berlaku
dalam thalaq. Adapun yang berkenaan dengan syarat dan hal-hal yang
berkenaan dengan iwadh itu menjadi perbincangan di kalangan ulama.

Keempat: Shighat atau ucapan cerai yang disampaikanoleh suami yang


dalam ungkapan tersebut dinyatakan uang ganti atau iwadh.

Kelima: adanya alasan untuk terjadinya khulu.


Baik dalam ayat Al-Quran maupun dalam hadis Nabi terlihat
adanya alasan untuk terjadinnya khulu yaitu istri khawatir tidak akan
mungkin melaksanakan tuganya sebagai istri yang menyebabkan dia tidak
dapat menegakkan hukum Allah.

B. Perbedaan antara Perceraian akibat Talak dan Perceraian Akibat


Khulu
1. Perceraian Akibat Talak
a. Talak Raji
Talak raji tidak melarang mantan suami berkumpul dengan
mantan istrinya, sebab akad perkawinannya tidak hilang dan tidak

5
menghilangkan hak (pemilikan) serta tidak mempengaruhi
hubungannya yang halal (kecuali persetubuhan).Walaupun antara
suami dan istri tidak terjadi perpisahan, talak ini tidak menimbulkan
akibat hukum selanjutnya selama masih dalam masa iddah. Semua
akibat hukum talak baru berjalan sesudah habis masa iddah dan jika
tidak ada rujuk. Apabila masa iddah telah habis maka tidak boleh rujuk
maka perempuan itu telah tertalak bain.5
Istri yang tengah menjalani iddah rajiyah jika ia patuh dan taat
kepada suaminya maka ia berhak memperoleh tempat tinggal, pakaian,
uang belanja dari mantan suaminya. Tetapi jika dia durhaka tak berhak
mendapat apa-apa. Sesuai sabda Rasulullah:



)(
Perempuan yang berhak mendapat nafkah dan tempat tinggal
(rumah) dari mantan suaminya adalah apabila mantan suaminya itu
berhak merujuk kepadanya. (HR. Ahmad dan An-Nasai)
Bila salah seorang meninggal dalam masa iddah, yang lain
menjadi ahli warisnya, dan mantan suami tetap wajib memberi nafkah
kepadanya selama masa iddah. Ruju adalah salah satu hak bagi laki-
laki dalam masa iddah. Sesuai firman Allah SWT:













5
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat. (Jakarta : Prenada Media, 2003) hal. 265

6


) (
Artinya: wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru'. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa
yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada
Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya
dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki
ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Baqarah 228)
Karena ruju merupakan hak suami maka untuk merujuknya
suami tidak perlu saksi dan kerelaan mantan istri serta wali. Namun
menghadirkan saksi dalam rujuk hukumnya sunnat. Karena
dikhawatirkan apabila kelak istri akan menyangkal rujuknya
suami.Rujuk boleh dengan ucapan, seperti saya ruju kamu. Dan
dengan perbuatan seperti : menyetubuhinya, merangsang seperti
mencium dan sentuhan-sentuhan birahi. Akan tetapi Imam SyafiI
hanya memperbolehkan rujuk dengan ucapan dan melarang dengan
perbuatan.
Ibnu Hazm mengungkapkan : dengan menyetubuhinya tidak
berarti merujuknya sebelum kata rujuitu diucapkan dan menghadirkan
saksi serta mantan istri diberitahu terlebih dahulu sebelum masa
iddahnya habis. Sesuai firman Allah SWT.








7



)(
Artinya: apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya,
Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan
baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara
kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.
Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman
kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah
niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. (Ath-Thalaq 2)
Disini Allah SWT tidak membedakan antara rujuk talak
dengan menghadirkan saksi. Karena itu tidak boleh memisahkan satu
dari lainnya, seperti menalak tanpa dua orang saksi laki-laki yang adil
dan atau rujuk tanpa adanya dua orang saksi yang adil perbuatan
seperti ini melanggar hukum Allah SWT.
Hadhanah atau pengasuhan anak pada talak rajI tetap diasuh
oleh kedua orang tuanya baik ayah atau pun ibunya. Karena pada talak
ini belum memutuskan hubungan perkawinan secara tegas.
b. Talak Bain Sughra
Talak bain sughra ialah memutuskan hubungan perkawinan
antara suami dan istri setelah kata talak diucapkan. Karena ikatan
perkawinan telah putus, maka istrinya kembali menjadi orang lain bagi
suaminya. Oleh karena itu ia tidak boleh berhubungan intim
dengannya.
Jika salah satu dari keduanya meninggal baik sebelum maupun
sesudah masa iddah, yang tidak berhak atas warisan. Akan tetapi pihak
perempuan tetap berhak atas sisa mahar yang belum diberikannya.6
Apabila ia baru menalaknya satu kali, berarti ia masih memiliki sisa
dua kali talak setelah rujuk dan jika sudah dua kali talak maka ia
berhak atas satu lagi talak setelah rujuk.

6
Slamet Abidin dan Aminuddin.Op.Cit., hal.70

8
Perempuan dalam talak iddah bain kalau ia mengandung,
maka ia berhak atas tempat tinggal, pakaian, dan nafkah. Sedangkan
perempuan dalam talak iddah bain yang tidak hamil, baik talak tebus
maupun talak tiga hanya berhak mendapatkan tempat tinggal tidak
yang lainnya.
Dalam hal hadhanah kedua orang tuanya harus tetap
melakukannya terutama ibu yang lebih mempunyai kedekatan dengan
anaknya daripada ayahnya. Sementara ayahnya wajib memberi nafkah
pada keluarga.

c. Talak Bain Kubra


Hukum talak bain kubra yaitu memutuskan hubungan tali
perkawinan antara suami dan istri. Akan tetapi tidak menghalalkan
bekas suami merujuk kembali bekas istri. Kecuali ia menikah dengan
laki-laki lain dan telah bercerai sesudah dikumpulinya tanpa ada
skenario. Perempuan yang menjalani iddah talak bain jika tidak
hamil,ia hanya berhak memperoleh tempat tinggal (rumah) lainnya
tidak. Tetapi jika hamil maka ia juga berhak mendapat nafkah.
Sebagaimana firman Allah.













) )
Artinya: tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu
bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu

9
menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika
mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka
berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin,
kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka
berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara
kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan
Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (Ath-
Thalaq 6)
Perempuan yang menjalani iddah wafat (karena ditinggal mati
oleh suaminya) Ia tidak berhak sama sekali nafkah (dan tempat
tinggal) dari mantan suaminya, karena ia dan anak yang dikandungnya
adalah pewaris yang berhak mendapat harta pusaka dari almarhum
suaminya itu. Rasulullah SAW bersabda.

) (

Perempuan hamil yang ditinggal mati suaminya tidak berhak
memperoleh nafkah.
Perempuan yang ditalak suaminya sebelum dikumpuli (qabla
al dukhul), ia tidak memiliki iddah, tetapi berhak memperoleh mutah
(pemberian). Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam firmannya.









) )
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu
ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali
tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta

10
menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah
mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya.( Al-Ahzab 49)
Selanjutnya baik mantan istri atau mantan suami harus
memperhatikan kesejahteraan anak. Jika anak itu masih dalam
kandungan, maka ibunya harus menjaga baik-baik, demikian juga
ketika menyusu pada ibunya. Sampai anak itu bisa berdiri maka
tanggung jawab nafkah tetap menjadi kewajiban bapaknya. Jika anak
tersebut sudah mengerti maka ia dipersilahkan memilih mengikuti ibu
atau bapaknya.
Masa iddah bagi perempuan yang hamil yaitu sampai lahir
anak yang dikandungnya itu., baik cerai mati atau cerai hidup.
Sedangkan perempuan yang tidak hamil adakalanya cerai mati atau
cerai hidup.. Jika cerai mati iddahnya yaitu 4 bulan 10 hari.Jika
perempuan diceraikan suaminya dengan cerai hidup kalau ia dalam
keadaan haidh iddahnya yaitu tiga kali suci dan jikalau perempuan
tersebut tidak haid iddahnya selama tiga bulan.

2. Perceraian akibat Khulu


Khuluk dinamakan juga tebusan, karena si istri menebus diri dari
suaminya dengan mengembalikan apa yang telah diterimanya. Khuluk
menurut istilah syara yakni perceraian yang diminyta oleh istri dari
suaminya dengan memberikan ganti sebagai tebusannya. Dalam hal akibat
khuluk terdapat permasalahan apakah perempuan yang menerima khuluk
dapat diikuti dengan talak atau tidak ?
Imam Malik mengatakan bahwa khuluk itu tidak dapat diikuti
dengan talak, kecuali jika pembicaraannya bersambung. Sedangkan Imam
Hanafi mengatakan dapat diikuti tanpa memisahkan antara penentuan
waktunya, yaitu dapat dilakukan dengan segera atau tidak. Perbedaan ini
terjadi karena golongan pertama berpendapat bahwa iddah termasuk
hukum talak Sedangkan golongan kedua berpendapat termasuk hukum
nikah. Oleh karena itu, ia tidak membolehkan seseorang menikahi

11
perempuan yang sedang perempuannya masih dalam masa iddah dari talak
bain.
Bagi fuqaha yang mengatakan bahwa iddah termasuk dalam hukum
pernikahan, mereka berpendapat bahwa khuluk tersebut dapat dikuti
dengan talak. Sedangan fuqaha yang tak sependapat mengatakan bahwa
khuluk tersebut tak dapat diikuti dengan talak. Persoalan lain adalah,
bahwa jumhur fuqaha telah sepakat bahwa suami yang menjatuhkan
khuluk tidak dapat merujuk mantan istrinya pada masa iddah, kecuali
pendapat yang diriwayatkan oleh Said bin al Musayyab dan Ibnu Syihab
keduanya mengatakan bahwa apabila suami mengembalika tebusan tang
telah diambil dari istrinya maka ia dapat mempersaksikan rujuknya itu.
Persoalan yang lain adalah jumhur fuqaha telah sepakat bahwa suami
dapat menikahi mantan istrinya yang di khuluk pada masa iddahnya
dengan persetujuannya Segolongan fuqaha mutaakhirin berpendapat
bahwa suami maupun orang lain tidak boleh menikahinya pada masa
iddahnya.
Fuqaha berselisih pendapat tentang masa iddah wanita yang
dikhuluk apabila terjadi persengketaan antara suami dan istri berkenaan
dengan kadar bilangan harta yang dipakai untuk terjadinya khuluk.
Imam Malik berpendapat bahwa yang dijadikan pegangan adalah
kata-kata suami jika tak ada saksi . Sedangkan Imam SyafiI berpendapat
bahwa kedua suami istri saling bersumpah dan atas istri dikenakan sebesar
mahar misil. Beliau mempersamakan persengketaan antara suami dengan
persengketaan antara dua orang yang jual beli. Adapun Imam Malik
memandang bahwa istri sebagai pihak tergugat dan suami sebagai pihak
penggugat.
Dalam hal hadhanah si suami harus tetap memberikan nafkah kepada
si istri guna mencukupi kebutuhan anak yang telah dilahirkan akibat
hubungan nikah mereka terdahulu. Sedangkan dalam hal waris tidak
berlaku selama si suami masih hidup kecuali jika si suami meninggal
setelah dijatuhi khuluk oleh istrinya.

12
Kompilasi Hukum Islam BAB XVII Akibat Putusnya Perkawinan
Akibat Talak
149. Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:
a. memberikan mut`ah yang layak kepada bekas isterinya, baik
berupa uang atau benda, kecualibekas isteri tersebut qobla al
dukhul;
b. memberi nafkah, maskah dan kiswah kepada bekas isteri selama
dalam iddah, kecuali bekas isteri telahdi jatuhi talak ba1in atau
nusyur dan dalam keadaan tidak hamil;
c. melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separoh
apabila qobla al dukhul;
d. memeberikan biaya hadhanan untuk anak-anaknya yang belum
mencapai umur 21 tahun
150. Bekas suami berhak melakukan ruju` kepada bekas istrinya yang
masih dalam iddah.
151. Bekas isteri selama dalam iddah, wajib menjaga dirinya, tidak
menerima pinangan dan tidak menikah dengan pria lain.
152. Bekas isteri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya
kecuali ia nusyuz.
Akibat Khuluk
161. Perceraian dengan jalan khuluk mengurangi jumlah talak dan tak
dapat dirujuk.7

7
Kompilasi Hukum Islam Bab XVII Tentang Akibat Putusnya Perkawinan

13
BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat


menyimpulkan bahwa, Khulu dibenarkan oleh Islam, berasal dari kata khalaas
sauba yang berarti menanggalkan pakaian. Karena perempuan sebagai pakaian
laki-laki dan laki-laki juga sebagai pakaian perempuan. Khulu dinamakan juga
tebusan, karena istri menebus dirinya dari suaminya dengan mengembalikan apa
yang diterimanya. Dengan demikian, khulu menurut istilah syara adalah
perceraian yang diminta oleh istri dari suaminya dengan memberikan ganti rugi
kepadanya.

Hukumnya boleh, tetapi makruh seperti talak karena adanya pemutusan


talak yang diperintahkan syara. Khulu diperbolehkan jika ada sebab yang
menuntut, seperti suami cacat fisik atau cacat sedikit pada fisik atau sumi tidak
dapat melaksanakan hak istri atau wanita khawatir tidak dapat melaksanakan
kewajiban hukum-hukum Allah, seperti persahabatan yang baik dan dalam segala
pergaulan. Jika di sana tidak ada sebab yang menuntut khulu maka terlarang
hukumnya.

Perbedaan Percerakan akibat talak yaitu Bekas suami berhak melakukan


ruju` kepada bekas istrinya yang masih dalam iddah. Sedangkan Perceraian
dengan jalan khuluk mengurangi jumlah talak dan tak dapat dirujuk.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Rahman Ghazaly. Fiqh Munakahat.(Jakarta : Prenada Media, 2003)

Abdul Aziz Muhammad Azzam & Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqih
Munakahat; Khitbah, Nikah dan Talak, (Jakarta: Amzah, 2009)

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh


Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006)

Kompilasi Hukum Islam Bab XVII Tentang Akibat Putusnya Perkawinan

Slamet Abidin & Aminuddin, Fiqih Munakahat II, (Bandung: Pustaka Setia,
1999)

15

Anda mungkin juga menyukai