Anda di halaman 1dari 9

PEMBIAYAAN HIWALAH PERSPEKTIF KOMPILASI HUKUM

EKONOMI SYARIAH (STUDI KASUS DI BMT ASSYAFI’IYAH


CABANG METRO TAHUN 2018)

PROPOSAL

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM


PROGRAM STUDI D.III PERBANKAN SYARIAH

Di Susun Oleh :

NOVIANSYAH
NPM. 161120027

INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU


METRO LAMPUNG
1439 H/ 2018 M

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang

berkodrat hidup dalam masyarakat. Disadari atau tidak, untuk mencukupi

kebutuhan hidupnya, manusia selalu berhubungan satu sama lain. Dalam hal

ini, manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan dan kerjasama dengan orang lain,

karena manusia diciptakan untuk saling tolong menolong.

Pertumbuhan ekonomi suatu bangsa memerlukan pola pengaturan

pengolahan sumber-sumber ekonomi yang tersedia secara terarah dan terpadu

serta dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan masayrakat. Lembaga-

lembaga perekonomian bahu-membahu mengelola dan menggerakkan semua

potensi ekonomi agar berdaya dan berhasil guna secara optimal. Lembaga

keuangan, khususnya lembaga Perbankan mempunyai peranan yang amat

strategis dalam menggerakkan roda perekonomian. Akan tetapi, badan

perekonomian di Indonesia ini, banyak yang tidak menggunakan cara-cara

yang sesuai dengan ajaran Islam, oleh sebab itu orang Islam berusaha

mengembangkan keuangan yang berbasis syariah. Dan terhindar dari perilaku

yang dilarang yaitu riba.

Rasulullah juga melaknat orang-orang pemakan harta riba yaitu sebagai

berikut :

1
ٍ ‫اح و ُز َهْي ر بْن ح ر‬
‫ب َوعُثْ َم ا ُن بْ ُن َأيِب َش ْيبَةَ قَ الُْوا‬ َّ ‫َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن‬
ْ َ ُ ُ َ ِ َّ‫الص ب‬
ِ َ َ‫الز َبرْيِ َع ْن َج ابِ ٍر ق‬
ُ‫ص لَّى اهلل‬َ ‫ال لَ َع َن َر ُس ْو ُل اهلل‬ ْ ‫َح َّد َثنَا ُه َش ْي ٌم‬
ُّ ‫َأخَبَرنَ ا َأبُ و‬
‫ال ُه ْم َس َواءٌ (رواه‬ ِ ‫الرب ا ومْؤ كِلَ ه و َكاتِب ه وش‬
َ َ‫اه َديْ ِه َوق‬ َّ‫َعلَْي ِه َو َس ل‬
َ َ ُ َ َ ُ ُ َ َ ِّ ‫كِل‬ َ َ ‫ا‬
َ ‫م‬
.)‫مسلم‬
Artinya : “Muhammad bin al-Shabah, Zuhair bin Harb dan Utsman bin Abi

Syaibah memberitahu kami, mereka berkata, Husyaim memberitahu

kami, Abu Al-Zubair memberitahu kami, dari Jabir, ia berkata

Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, orang yang berwakil

padanya, penulisnya; dan dua orang saksinya” Jabir berkata mereka

itu adalah sama”. (H.R. Bukhari) 1

“Islam menutup pintu bagi siapa yang berusaha akan mengembangkan

uangnya itu dengan jalan riba. Maka, diharamkannyalah riba itu sedikit

ataupun banyak dan mencela orang-orang Yahudi yang menjalankan riba,

padahal mereka telah dilarangnya”.2

Salah satu lembaga keuangan syariah adalah Baitul Maal Wattamwil

(BMT). BMT terdiri dari dua istilah yaitu Baitul Maal dan Baitul Tamwil.

Baitul Maal lebih mengarah pada usaha dalam mengelola dana. Adapun

Baitul Tamwil adalah sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana. BMT

dituntut untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan memuaskan bagi

semua nasabah, hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas BMT.

1
Moh. Syamsi Hasan, Hadis-Hadis Populer Shahih Bukhari & Muslim, (Surabaya:
Amelia, tt.), hlm. 506.
2
Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
2010), hlm. 367

2
Menurut Andri Soemitra, Baitul Maal Wattamwil (BMT) ialah

“Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-

prinsip syariah”.3

Menurut Ahmad Hasan Ridwan, Baitul Maal Wattamwil (BMT)

merupakan “balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan lembaga bait

al-mal wa at-tamwil yakni merupakan lembaga usaha masyarakat yang

mengembangkan aspek-aspek produksi dan investasi untuk meningkatkan

kualitas kegiatan ekonomi dalam skala kecil dan menengah”.4

Sesuai namanya terdiri dari dua fungsi utama, yaitu:

1. Baitul tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan

pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan

kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain

mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan

ekonomi.

2. Baitul mal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah

serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan

amanahnya.5

Dalam fungsinya, BMT selain harus mampu memberikan pelayanan

yang baik tetapi juga harus tetap berhubungan secara baik dengan masyarakat

sebagai nasabahnya. Hubungan ini dijalankan dengan tujuan agar BMT dapat

mengetahui sejauh mana kepuasan nasabah terhadap pelayanan yang

3
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.
451
4
Ahmad Hasan Ridwan, BMT & Bank Islam; Instrumen Lembaga Keuangan Syariah,
(Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), hlm. 29
5
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah., hlm. 451

3
diberikan. Kepuasan nasabah ini merupakan bagian terpenting dari BMT.

Oleh karena itu harus diberikan pelayanan dengan mutu terbaik, karena tanpa

nasabah BMT tidak ada artinya. Kegiatan ini tidak lepas dari usaha BMT

untuk memenuhi kebutuhan nasabah. Dari beberapa kebutuhan nasabah

tersebut mendorong BMT untuk melakukan mekanisme pembiayaan yang

efektif.

Pembiayaan atau financing merupakan pendanaan yang diberikan oleh

suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang lebih

direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga.

Berdasarkan keterangan tersebut bahwa mekanisme pembiayan

merupakan suatu proses pelayanan yang ditujukan untuk memberikan

kepuasan kepada nasabah. Oleh karena itulah upaya pembiayaan yang baik

sangat diperlukan, agar masyarakat lebih tertarik dan puas atas pelayanan

BMT ini, sepanjang tidak bertentangan dengan dasar-dasar etika BMT. Dalam

BMT ada beberapa bentuk pembiayaan yang dijalankan berdasarkan prinsip

syariah. Pembiayaan yang dimaksud adalah penyediaan uang atau yang

dipersamakan dengan itu didasarkan persetujuan atau kesepakatan antara

BMT dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk

mengembalikan uang tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan

atau bagi hasil.

Dewasa ini, telah banyak tersebar lembaga-lembaga keuangan yang

berprinsip syari’ah baik makro maupun mikro, berupa Lembaga Keuangan

Syari’ah (LKS) bank maupun non-bank. Dengan tersebarnya lembaga

4
keuangan berprinsip syari’ah tersebut, maka akad dan prinsip-prinsip

muamalah juga diterapkan dalam operasionalisasi LKS, seperti hiwalah

tersebut. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI telah menetapkan bahwa

hiwalah dapat dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syari’ah.6 Hiwalah ini

sangat penting karena memudahkan penyelesaian hutang piutang, terutama

dalam dunia perdagangan besar yang biasa menggunakan cheque dari bank.

Dalam LKS, hiwalah adalah “akad pemindahan utang/piutang suatu

pihak kepada pihak lain. Dalam hal ini ada tiga pihak, yaitu pihak yang

berutang (muhil atau madin), pihak yang memberi utang (muhal atau da’in)

dan pihak yang menerima pemindahan (muhal ‘alaih).7

BMT Assyafi’iyah Cabang Metro merupakan salah satu lembaga

keuangan mikro syariah di Kota Metro dan cukup berkembang. BMT

Assyafi’iyah Cabang Metro juga menggunakan akad Hiwalah sebagai salah

satu produk pembiayan. Dalam profil Lembaga Keuangan Syariah BMT

Assyafi’iyah Cabang Metro, hiwalah adalah produk jasa talangan dana yang

dibutuhkan sangat cepat sementara piutang nasabah di tempat lain belum jatuh

tempo.

Dalam prakteknya, pemberian pinjaman dengan akad hiwalah misalnya;

untuk keperluan biaya sekolah keluarga anggota, rumah sakit atau jika anggota

memiliki hutang di pihak lain sedangkan hutang anggota tersebut sudah jatuh

tempo, kemudian anggota meminta pihak BMT untuk membayarnya terlebih

6
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor:
12/DSN-MUI/IV/2000, tentang Hiwalah
7
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Azkia Publisher, 2009),
hlm. 15

5
dahulu. Dalam pelaksanaan akad hiwalah tersebut BMT Assyafi’iyah Cabang

Metro menggunakan fee, yang dalam fiqih muamalah disebut dengan ujrah

(upah). Hal ini berbeda dengan teori dasar akad hiwalah, yakni akad tabarru’

yang merupakan akad yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan.

Selain itu, mengenai shigah, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis

Ulama Indonesia No: 12/DSN-MUI/IV/2000, tentang Hiwalah poin kedua

dalam Ketentuan Umum Hiwalah menyebutkan bahwa pernyataan ijab dan

qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka

dalam mengadakan kontrak (akad). Dengan demikian, dalam akad hiwalah

tersebut terdapat tiga pihak yang terlibat, yakni muhil, muhal dan muhal alaih.

Namun, dalam prakteknya di BMT Assyafi’iyah Cabang Metro hanya

dilakukan oleh dua pihak yaitu pihak BMT Assyafi’iyah Cabang Metro dan

pihak anggota, sehingga jika dilihat, akad tersebut hampir sama dengan akad

al-qard (hutang piutang).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian pada BMT Assyafi’iyah Cabang Metro terkait dengan pembiayaan

hiwalah dalam perspektif Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yang dilakukan

di BMT tersebut, apakah dalam pelaksanaanya, pembiayaan hiwalah sudah

sesuai dengan ketentuan syariah yang berlaku. Dalam hal ini penulis

mengangkat judul “Pembiayaan Hiwalah Perspektif Kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah (Studi Kasus di BMT Assyafi’iyah Cabang Metro Tahun

2017)”

B. Identifikasi Masalah

6
Berdasarkan latar Belakang Masalah tersebut diatas, penulis dapat

mengidentifikasikan masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. BMT memberi tujuan untuk memberdayakan ekonomi lemah dan tidak

menerapkan sistem bunga

2. Pembiayaan yang jatuh tempo oleh nasabah yang sangat merugikan pihak

BMT oleh sebab itu diperlukan dana talangan.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah tersebut

diatas, penulis dapat memberikan batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Subyek penelitian dibatasi pada BMT Assyafi’iyah Cabang Metro

2. Obyek penelitian adalah pembiayaan Hiwalah perspektif Kompilasi

Hukum Ekonomi Syariah di BMT Assyafi’iyah Cabang Metro tahun 2017.

D. Rumusan Masalah

Setelah mengamati batasan masalah diatas, maka akan muncul

pertanyaan, yang menjadi rumusan masalah yaitu:

1. Bagaimana Penerapan Pembiayaan Hiwalah di BMT Assyafi’iyah Cabang

Metro?

2. Bagaimana Pembiayaan Hiwalah perspektif Hukum Ekonomi Syariah di

BMT Assyafi’iyah Cabang Metro?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

7
1. Tujuan Penelitian

Suatu usaha yang tidak mempunyai tujuan tidaklah mempunyai arti

apa-apa. Oleh karena itu sulit sekali mendapatkan contoh yang tidak

bertujuan. Tidak ada satupun usaha yang tidak memiliki tujuan. Demikian

pula dalam penelitian ini juga terkandung tujuan yang hendak dicapai

yaitu:

a. Untuk mengetahui Penerapan Pembiayaan Hiwalah di BMT

Assyafi’iyah Cabang Metro

b. Untuk mengetahui Pembiayaan Hiwalah perspektif Hukum Ekonomi

Syariah di BMT Assyafi’iyah Cabang Metro.

2. Kegunaan Penelitian

a. Bagi penulis

Dapat memperluas pengetahuan dan pemahaman dalam bidang

ilmu perbankan Syariah mengenai masalah lembaga pembiayaanyang

berbasis Syariah.

b. Bagi Lembaga Akademis

Dapat menjadi bahan referensi dalam mempelajari berakhirnya

pembiayaan hiwalah di BMT Assyafi’iyah Cabang Metro.

c. Bagi Masyarakat

Menambah wawasan dan pemahaman masyarakat tentang

keuangan syariah khususnya Baitul Maal Wattamwil, sebagai alternatif

dalam memilih mekanisme transaksi keuangan syariah.

Anda mungkin juga menyukai