Anda di halaman 1dari 15

NAMA : Encep Supriyadi

NIM : 20180430043

KELAS : Bank Dan Lembaga Keuangan

DOSEN : Dr. Dimas Bagus Wiranatakusuma, SE., M.Ec

Lembaga Keuangan, Arsitektur Perbankan


Indonesia, Dan Otoritas Jasa Keuangan.
Lembaga Keuangan

Sejarah

Pada tanggal 10 Oktober 1827, Indonesia masih dijajah Belanda, didirikan sebuah
Bank di Batavia dengan nama De Javasche Bank. Tujuan utama pendirian bank tersebut
adalah untuk meningkatkan perekonomian pemerintahan Belanda. Setelah Indonesia merdeka
pada tahun 1951, De Javasche Bank dinasionalisasikan dan berganti nama menjadi Bank
Indonesia.

Pendirian Bank oleh orang pribumi pertama kali dirintis oleh R. Aria Wiraatmadja,
seorang patih dari Purwokerto, tahun 1896. R. Wiraatmadja mendirikan Hulpen Spaar Bank
(Bank penolong dan tabungan). Tujuan pendirian bank ini adalah untuk membantu
peranggotaannya agar tidak jatuh ke tangan yang suka memeras rakyat.

Sejarah Lembaga Keuangan Syariah


Lembaga keuangan syariah sebenarnya sudah ada pada zaman Rasulullah, maka dari itu
dalam sejarah lembaga keuangan syariah di bagi pada beberapa periode di antarany :
1. Lembaga Keuangan Pada Masa Rasullah
Baitul Mal adalah lembaga keuangan yang didirikan pada masa Rasulullah dan tetap
dipertahankan sampai masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, lalu diadaptasi oleh dinasti
Islam setelah masa khalifah. Lembaga Keuangan ini berfngsi untuk mengatur pendapatan
negara Islam saat itu yang dibagi menjadi pendapatan primer dan sekunder.

2. Lembaga Keuangan Pada Masa Khulafaul Rasyidin


Abu Bakr Shiddiq menerapkan langkah-langkah dalam mengembangkan ekonomi
sebagai sumber keuangan negara pada saat itu, antara akurat terhadap perhitungan zakat dan
melakukan penegakan hukum terhadap pihak yang tidak mau membayar zakat dan pajak.
Umar bin Khattab menambahkan fungsi lembaga keuangan Baitu Mal yang pada masa
Rrasulullah dan Abu Bakar hanya mengurusi masalah pendapatan negara primer dan
sekunder, menjadi sebagai lembaga keuangan yang mengatur aliran arus kas negara dan
menggaji para tentara Islam, lalu Baitul Mal diubah namanya menjadi Al-Diwan. Selain itu
Umar bin Khattab membangun beberapa fasilitas yang mendukung kegiatan perdagangan.
Pada Masa Utsman bin Affan, Islam berhasil menguasai kewilayah armenia, tunisia,
rhodes dan sebagian wilayah persia. Seiring dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan
Islam Utsman bin Affan membentuk lembaga keamanan guna menjami stabilitas keamanan
didaerah perekonomian
Ali bin Thalib membuat kebijakan untuk menarik semua tanah yang diberikan oleh
Utsman bin Affan kepada para Pejabat, dan melakukan pengawasan ketat terhadapa lembaga
keuangan saat itu, serta meneruskan kebujakan-kebijakan yang telah dicanangkan pada masa
Umar

3. Lembaga Keuangan Pada Masa Dinasti Ummayyah dan Abbasiyah


Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, khususnya ketika Umar bin Abdul Aziz
menjadi khalifah, fungsi Baitul Mal semakin meluas. dikembangkan dan diberdayakan untuk
menyalurkan pembiayaan demi keperluan pembangunan sarana dan prasarana
umum. Bahkan, Baitul Mal juga dipakai untuk membiayai proyek penerjemahan buku-buku
kekayaan intelektual Yunani kuno.
Khilafah Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar
dari yang keluar, sehingga Baitul Mal penuh dengan harta. Perbendaharaan Negara penuh dan
berlimpah-limpah, uang masuk lebih banyak daripada pengeluaran. Khalifah yang paling
berjasa adalah al-Mansyur. Dia mencontohkan Khalifah Umar bin Khattab dalam
menguatkan Islam. Dari keberhasilan kehidupan ekonomi masa al-Mansyur ini maka sektor
lain pun ikut mendulang keberhasilan
Tujuan Berdirinya Lembaga Keuangan Syariah
1. Mengembangkan lembaga keuangan syariah (bank dan non bank syariah) yang sehat
berdasarkan efisiensi dan keadilan,serta mampu meningkatkan partisipasi masyarakat banyak
sehingga menggalakkan usaha-usaha ekonomi rakyat,antara lain memperluas jaringan lembaga
keuangan syariah ke daerah-daerah terpencil.
2. Meningkatkan kualitas kehidupan social ekonomi masyarakat bangsa Indonesia, sehingga dapat
mengurangi kesenjangan sosial ekonomi. Dengan demikian akan melestarikan pembangunan
nasional yang antara lain melalui:
a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas usaha
b. Meningkatkan kesempatan kerja
c. Meningkatkan penghasilan masyarakat banyak
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan, terutama dalam
bidang ekonomi keuangan yang selama ini diketahui masih banyak masyarakat yang enggan
berhubungan dengan bank ataupun lembaga keuangan lainnya,karena menganggap bahwa
bunga adalah riba.
4. Mendidik dan membimbing masyarakat untuk berpikir secara ekonomi,berperilaku bisnis dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Jenis Lembaga Keungan Syariah


Lembaga Keungan Syariah Berbentuk Bank
a. Bank Umum Syariah/Perbankan Syariah
Bank syariah secara umum adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit
dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroprasi
disesuakian dengan prinsip-prinsip syariah.1[2]
Dalam UU No. 21 tahun 2008 diterangkan bahwa yang dimaksut dengan perbankan syariah
adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan Unit Usaha Syariah,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatannya.
Secara garis besar produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga yaitu Produk penyaluran
dana (Murabahah, As_salam, Istishna, Ijarah, Musyarakah, dan Mudharabah) produk
penghimpunan dana (Prinsip Wadiah dan Prisip Mudharabah), dan produk jasa yang
diberikan bank kepada nasabahnya seperti Sharf (Jual Beli Valuta Asing).
b. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
Menurut undang-undang (UU) Perbankan No. 7 tahun 1992, BPR adalah lembaga keuangan
yang menerima simpanan uang hanya dalam bentuk deposito berjangka tabungan, dan atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dalam bentuk itu dan menyalurkan dana sebagai usaha
BPR.2[3]
Menurut UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah kegiatan usaha Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS) meliputi sebagai berikut :
1) Kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat
2) Kegiatan penyaluran dana bagi masyarakat
3) Menempatkan dana pada bank syariah lain dalam bentuk titipan
4) Pemindahan uang
5) Menyediakan produk atau melakukan kegiatan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

Lembaga Keuangan Syariah Non Bank


a. Baitul Mal Wa Tamwil (BMT)
Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah lembaga keuangan
mikro yang dioperadikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro
dalam rangka meningkatkan derajat dan martabat kaum miskin, dengan berlandaskan sistem
ekonomi yang berintikan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan.3[4]
BMT terdiri dari dua istilah, yaitu baitul mal dan baitut tamwil.
1) Baitul Mal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah, serta
mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
2) Baitul Tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan pengembangan usaha-usaha
produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro, dengan
mendorong kegiatan menabung dan menunjang kegiatan pembiayaan ekonomi.
BMT memiliki fungsi bagi masyarakat, yaitu :
a) Meningkatkan kualitas SDM anggota, pengurus dan pengelola menjadi lebih profesional,
salaam (selamat, damai, dan sejahtera), dan amanah sehingga semakin utuh dan tangguh dalam
berjuang dan berusaha (beribadah) menghadapi tantangan global
b) Mengorganisasi dan memobilisasi dana sehingga dana yang dimiliki oleh masyarakat dapat
termanfaatkan secara optimal di dalam dan diluar organisasi untuk kepentingan rakyat banyak.
c) Mengembangkan kesempatan kerja
b. Asuransi Syariah
Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, “insurance”. Dalam bahasa arab istilah asuransi
biasa diungkapkan dengan kata at-tamin yang secara bahasa berarti tuma’ ninatun nafsi wa
zawalul khauf, tenangnya jiwa dan hilangnya rasa takut.
Definisi asuransi dalam UU No. 2 tahun 1992 tantang usaha perasuransian, definisi asuransi
atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri dengan pihak tertanggung, dengan menerima premi asuransi
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tak pasti atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seeseorang
yang dipertanggungkan.
Ketidak sesuaian asuransi konvensional dan asuransi syariah
1) Terdapat unsur gharar
Yaitu nasabah tidak mengetahui seberapa besar dan seberapa lama membeyar premi
2) Terdapat unsur masyir
Yaitu nasabah bisa “untung” ketika mendapatkan klaim dengan nominal yang besar ketimbang
premi, sedangkan perusahaan akan merugi apabila banyak terjadi klaim dan begitu sebaliknya
3) Terdapat unsur riba
Yaitu perimi yang diterima perusahaan di investasikan kepada instrumen yang ribawi dan
pertukaran antarpremi yang dibayar dan kalim yang didapatkan adalah pertukaran yang masuk
dalam kategori riba fadhl (pertukaran barang sejenis dengan jumlah yang tidak sama).

c. Pegadaian Syariah
Secara umum, gadai dapat definisikan sebagai transaksi antara nasabah dan lembaga gadai,
yaitu nasabah menjamin sejumlah barang berharga yang dimiliki dalam rangka mendapatkan
sejumlah dana sesuai dengan nilai barang yang dijaminka dan akan di tebus saat jatuh tempo.
Secara terminologi, gadai adalah pinjam meminjam uang dengan menyerahkan barang dan
batas waktu (jika telah sampai waktunya tidak ditebus, barang itu menjadi hak orang yang
memberi pinjaman).4[8]

d. Pasar Modal Syariah


Menurut UU No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal, yang dimaksut pasar modal adalah
kegiatam yang berkaitan dengan penawaran umum dan perdagangan efek. Adapun yang
dimaksut dengan efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga
komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaaninvestasi kolektif, kontrak
berjangka atas efek dan setiap derivat atas efek.5[9] Dalam perkembangannya, pasar modal
dikenal dengan Bursa Efek.
Pasar modal secara umum merupakan tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk
melakuakn transaksi dalam rangka memperoleh modal.
Pasar modal syariah adalah pasar modal yang menempatkan prinsip-prinsip syariah dalam
kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang syariah. Pasar modal syariah
memiliki seluruh mekanisme kegiatannya, terutama mengenai emiten, jenis efek yang
diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya telah sesui dengan prinsip-prinsip syariah.

Lembaga keuangan Moderen


Pada tahun 1963, di desa Mit Ghamr salah satu daerah di wilayah Mesir,
dibentuk lembaga keuangan pedesaan yang bernama Mit Ghamr Saving Bank atau bisa
disebut Mit Ghamr Bank yang dipelopori seorang ekonom bernama Dr. Ahmad El Najjar.
Bank ini tidak membebankan bunga dalam setiap kegiatan keuangannya. Menjadi lembaga
keuangan syariah pertama yang ada didunia.
Lalu ide berdirinya Bank Syariah ditingkat internasional ini muncul dalam konferensi
negara-negara Islam se dunia di Kuala Lumpur Malaysia pada tanggal 21 sampai 27 April 1969
yang di ikuti 19 negara peserta. Pada sidang menteri keuangan OKI 1975 di Jeddah disepakati
pendirian Bank Pembangunan Islami atau Islamic Development Bank (IDB). Bank ini
memainkan peran penting dalam perkembangan perbankan syariah selanjutnya dimana IDB
memberikan pinjaman bebas bunga untuk proyek infrastruktur dan pembiayaan kepada negara
anggota. IDB juga menbantu membantu mendirikan bank-bank Islam di berbagai negara.
Keberadan IDB ini telah memotivasi banyak negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan
syariah yang akhirnya pada awal dekade 1980an bank-bank syariah banyak muncul di berbagai
negara seperti Mesir, Sudan, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladhes dan Turki.
K.H. Mas Mansur, ketua Pengurus Besar Muhammadiyah pereode 1937-1944 telah
menguraikan pendapatnya tentang penggunaan jasa Bank Konvensional sebagai hal yang
terpaksa dilakukan karena umat Islam belum mempunyai sendiri bank yang bebas riba.
Kemudian disusul dengan ide untuk mendirikan Bank Syariah di Indonesia yang
sebenarnya sudah muncul sejak pertengahan tahun 1970-an. Hal ini dibicarakan pada seminar
nasional Hubungan Indonesia-Timur Tengah pada 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar
internasional yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK)
dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika. Namun, ada beberapa alasan yang menghambat
terealisasinya ide ini.
Dengan ini dimulailah pendirian Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah di beberapa
daerah di Indonesia, yang pertama kali memperoleh izin usaha adalah Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS), Berkah Amal Sejahtera dan BPRS Dana Mardhatillah pada tanggal 19
Agustus 1991, serta BPRS Amanah Rabaniah pada tanggal 24 Oktober 1991 yang ketiganya
beroperasi di Bandung, dan BPRS Hareukat pada tanggal 10 November 1991 di Aceh, yang
kemudian mendorong didirikannya Bank Umum Syariah pertama. di Indonesia yaitu Bank
Muamalat Indonesia pada tanggal 1 Mei 1992.

Arsitektur Perbankan Indonesia (API)


Arsitektur perbankan indonesia merupakan suatu kerangka dasar pengembangan sistem
perbankan indonesia yang bersifat menyeluruh untuk rentan waktu lima sampai sepuluh tahun
kedepan. Kebijakan pengembangan industri perbankan indonesia pada masa depan seperti
yang diungkapan dalam API, dilandasi oleh visi:
· Menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien
· Menciptakan kestabilan sistem keuangan
· Mendorong pertumbuhan ekonomi nasional
Adanya krisis ekonomi di indonesia mulai dari pertengan tahun 1997 telah menimbulkan
bahwa API adalah kebutuhan mendesak bagi perbankan Indonesia dalam rangka memperkuat
fundamental industri perbankan. krisis ekonomi 1997 ditandai sebagi puncak dari serangkaian
liberalisasi sektor perbankan sejak 1980-an telah menunjukan bahwa industri perbankan
nasional belum memiliki kelembagaan perbankan yang kokoh yang didukukng dengan
infrastuktur perbankan yang baik. Secara fundamental, sistem perbankan indonesia harus
diperkuat agar dapat mengatasai gejolak internal maupun eksternal. Fundamental perbankan
nasional yang terbukti belum kokoh merupakan tantangan bukan hanya bagi industri perbankan
secara umum, tetapi juga bagi Bank Indonesia sebagi otoritas pengawasnya.

Enam Pilar API


Guna mempermudah pencapaian visi API sebagaimana diuraikan di muka, maka ditetapkan
beberapa sasaran yang ingin dicapai, yaitu:
1.Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
2.Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar
internasional.
3.Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki
ketahanan dalam menghadapi risiko.
4.Menciptakan good corporate governancedalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan
nasional.
5.Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan
yang sehat.
6.Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen Jasa perbankan

Lembaga Penjamin Simpanan


LPS dapat melakukan penyelesaian dan penganan bank gagal dengan kewengangan sebagai
berikut :
1. Mengambil alih dan menjalankan segala hal dan wewenang pemegang saham, termasuk hak
dan wewenang RUPS.
2. Menguasai dan mengelola aset dan kewajiban bank gagal yang diselamatkan.
3. Meninjau Ulang, membatalkan, mengakhiri, dan atau mengubah setiap kontrak yang mengikat
bank gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank.
4. Menjual dan mengalihkan asset bank tanpa persetujuan debitur dan kewajiban tanpa
persetujuan kreditur.
Program Kegiatan Arsitektur Perbankan Indonesia (API)

Pelaksanaan keenam pilar API dijabarkan lebih rinci oleh bank Indonesia dalam program
kegiatan pada rentang waktu sepuluh tahun (dari tahun 2004 hingga tahun 2013).

Program-program tersebut adalah :

a. Program penguatan struktur perbankan nasional,

b. Program peningkatan kualitas pengaturan perbankan,

c. Program peningkatan fungsi pengawasan,

d. Program peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan,

e. Program pengembangan infrastruktur perbankan,

f. Program peningkatan perlindungan nasabah

TANTANGAN TERBESAR PERBANKAN


Tantangan dalam dunia perbankan juga selalu berubah seiring dengan perubahan yang terjadi
dalam industry jasa keuangan. Tantangan-tantangan tersebut adalah:
1. Pertumbuhan kredit perbankan yang masih rendah
2. Struktur perbankan yang belum optimal
3. Pemenuhan kebutuhan layanan perbankan yang masih kurang
4. Pengawasan bank yang masih lemah
5. Profitabilitas dan efisiensi bank yang tidak mampu bertahan
6. Kapasitas perbankan yang masih lemah

TAHAP-TAHAP IMPLEMENTASI ARSITEKTUR PERBANKAN


INDONESIA (API)
Arsitektur Perbankan Indonesia dirancang untuk diterapkan dalam kurun waktu sekitar sepuluh
tahun. Program implementasi API dilaksanakan serta bertahap dan dimulai tahun 2004 dengan
perincian penguatan struktur perbankan nasional.
Tahap-tahap penguatan struktur perbankan nasional
1. Memperkuat permodalan bank
2. Memperkuat daya saing BPR
3. Meningkatkan akses kredit

Tahap peningkatan kualitas pengaturan perbankan


1. Memformalkan proses sindikasi dalam membuat kebijakan perbankan

Tahap peningkatan fungsi pengawasan


1. Meningkatkan koordinasi antar lembaga pengawasan
2. Melakukan konsolidasi sector perbankan Bank Indonesia
3. Meningkatkan kompetensi pemeriksa bank

Tahap peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan


1. Meningkatkan Good Corporate Governance
2. Meningkatkan kualitas manajemen resiko perbankan
3. Meningkatkan kemampuan operasional bank

Tahap pengembangan infrastruktur perbankan


1. Mengembangkan bio kredit
2. Mengoptimalkan penggunaan badan peningkatan kredit

Tahap peningkatan perlindungan nasabah


1. Menyusun standar mekanisme pengaduan kredit
2. Membentuk lembaga mediasi independen
3. Menyusun transparansi informasi produk
Otoritas Jasa Keuangan
Sejarah
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan. Lembaga ini merupakan badan independen yang memiliki fungsi, tugas
dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan.Pembentukan Otoritas Jasa
Keuangan merupakan upaya pemerintah Republik Indonesia menghadirkan lembaga yang
mampu menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan
sektor keuangan, baik perbankan maupun Lembaga keuangan non-bank.Secara fungsi, lembaga
ini menggantikan tugas Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bappepam-LK)
serta mengambil alih tug as Bank Indonesia dalam hal pengawasan perbankan.Setelah Undang-
Undang No. 21 Tahun 2011 disahkan, Presiden Republik Indonesia saat itu, Susilo Bambang
Yudhoyono pada 16 Juli 2012 menetapkan sembilan anggota dewan komisioner Otoritas Jasa
Keuangan, termasuk dua anggota komisioner ex-officio dari Kementerian Keuangan dan Bank
Indonesia.Setelah itu, pada 15 Agustus 2012 dibentuklah Tim Transisi Otoritas Jasa Keuangan
Tahap I, untuk membantu Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas
selama masa transisi.Mulai 31 Desember 2012, Otoritas Jasa Keuangan secara efektif beroperasi
dengan cakupan tugas Pengawasan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non-Bank.Setelah itu,
pada 18 Maret 2013 dibentuk Tim Transisi Otoritas Jasa Keuangan Tahap II untuk membantu
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dalam pelaksanaan pengalihan fungsi, tugas dan
wewenang Pengaturan dan Pengawasan Perbankan dari Bank Indonesia.Per 31 Desember 2013
Pengawasan Perbankan sepenuhnya beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan,
sekaligus menandai dimulainya operasional Otoritas Jasa Keuangan secara penuh.Perluasan
fungsi pengawasan Industri Keuangan Non-Bank, pada 1 Januari 2015 Otoritas Jasa Keuangan
memulai Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro (LKM).

Tujuan (destination statement)


1. Mewujudkan sektor jasa keuangan yang Tangguh, stabil dan berdaya saing.
2. Mewujudkan sektor jasa keuangan yang kontributif terhadap pemerataan
kesejahteraan.
3. Mewujudkan keuangan inklusif bagi masyarakat melalui perlindungan konsumen
yang kredibel.
FUNGSI

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan memiliki fungsi, tugas
dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan untuk sektor
perbankan, pasar modal dan industri keuangan non-bank.

Selain itu, ada pula fungsi Otoritas Jasa Keuangan sebagai ujung toimbak inklusi keuangan
serta perlindungan konsumen.

Dalam sektor perbankan, Otoritas Jasa Keuangan memiliki tugas pokok antara lain:

1. Melakukan penelitian dalam rangka mendukung pengaturan bank dan pengembangan


sistem pengawasan bank.
2. Melakukan pengaturan bank dan industri perbankan.
3. Menyusun sistem dan ketentuan pengawasan bank.
4. Melakukan pembinaan, pengawasan, dan pemeriksaan bank.
5. Melakukan penegakan hukum atas peraturan di bidang perbankan.
6. Melakukan pemeriksaan khusus dan investigasi terhadap penyimpangan yang diduga
mengandung unsur pidana di bidang perbankan.
7. Melaksanakan remedial dan resolusi bank yang memiliki kondisi tidak sehat sebagai
tindak lanjut dari hasil pengawasan bank yang normal.
8. Mengembangkan pengawasan perbankan.
9. Memberikan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbankan.
10. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Dewan Komisioner.

Tugas Otoritas Jasa Keuangan pada sektor pasar modal antara lain:

1. Menyusun peraturan pelaksanaan bidang Pasar Modal.


2. Melaksanakan Protokol Manajemen Krisis Pasar Modal.
3. Menetapkan ketentuan akuntasi di bidang Pasar Modal.
4. Merumuskan standar, norma, pedoman kriteria dan prosedur di bidang Pasar Modal.
5. Melaksanakan analisis, pengembangan dan pengawasan Pasar Modal termasuk Pasar
Modal Syariah.
6. Melaksanakan penegakan hukum di bidang Pasar Modal.
7. Menyelesaikan keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi oleh OJK,
Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian.
8. Merumuskan prinsip-prinsip Pengelolaan Investasi, Transaksi dan Lembaga Efek, dan
tata kelola Emiten dan Perusahaan Publik.
9. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang memperolah izin usaha,
persetujuan, pendaftaran dari OJK dan pihak lain yang bergerak di bidang Pasar
Modal.
10. Memberikan perintah tertulis, menunjuk dan/atau menetapkan penggunaan pengelola
statuter terhadap pihak/lembaga jasa keuangan yang melakukan kegiatan di bidang
Pasar Modal dalam rangka mencegah dan mengurangi kerugian konsumen,
masyarakat dan sektor jasa keuangan.
11. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Dewan Komisioner.
Dalam sektor industri keuangan non-bank, fungsi pokok Otoritas Jasa Keuangan antara
lain:

1. Menyusun peraturan di bidang IKNB.


2. Melaksanakan protokol manajemen krisis IKNB.
3. Melakukan penegakan peraturan di bidang IKNB.
4. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang memperoleh izin usaha,
persetujuan, pendaftaran dari OJK dan pihak lain yang bergerak di IKNB.
5. Menyiapkan rumusan kebijakan di bidang IKNB.
6. Melaksanakan kebijakan di bidang IKNB sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
7. Melakukan perumusan standar, norma, pedoman kriteria dan prosedur di bidang
IKNB.
8. Memberikan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang IKNB.
9. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Dewan Komisioner.

Dalam POJK No. 13/POJK.02/2018, Otoritas Jasa Keuangan telah menyusun semua hal yang
diperlukan bagi industri fintech, antara lain:

1. Mekanisme pencatatan dan pendaftaran fintech.


2. Mekanisme pemantauan dan pengawasan fintech.
3. Pembentukan ekosistem fintech.
4. Membangun budaya inovasi.
5. Kewajiban perlindungan data konsumen.
6. Kewajiban bagi perusahaan fintech menjalankan manajemen resiko yang efektif.
7. Penyelenggara fintech wajib ikut serta dalam meningkatkan inklusi dan literasi
keuangan.
8. Meningkatkan sinergi dan kolaborasi antar industri, pemerintah, akademisi dan
innovation hub yang lain.
9. Fintech wajib menjalankan prinsip dasar perlindungan konsumen.
10. Fintech wajib untuk menerapkan prinsip transparansi.
11. Penyelenggara fintech wajib menerapkan program anti pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme di sektor jasa keuangan.
Sinergi Otoritas Jasa Keuangan

Sebagai lembaga yang mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan, gerak langkah
Otoritas Jasa Keuangan tentu tidak lepas dari sinergi dan hubungan saling kerja sama dengan
lembaga negara lainnya seperti Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Contoh terbaru sinergi antara Otoritas Jasa Keuangan dengan DJP adalah kesiapan DJP
menerapkan pertukaran data otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI).
Melalui data ini DJP bisa mendapatkan data warga negara Indonesia yang menjadi nasabah
lembaga jasa keuangan di luar negeri.

Kepada awak media, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan
mengungkapkan, DJP telah menandatangani dan telah bekerjasama dengan Otoritas Jasa
Keuangan untuk mengimplementasikan AEoL.

Lewat data-data dari AEoL ini akan mampu meningkatkan penerimaan pajak dari Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Orang Pribadi.

Struktur Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan memiliki dua struktur, yakni Dewan Komisioner dan Pelaksana
Kegiatan Operasional.

Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan terdiri dari:

1. Ketua merangkap anggota.


2. Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota.
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota.
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota.
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota.
6. Ketua Dewan Audit merangkap anggota.
7. Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
8. Anggota ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur
Bank Indonesia.
9. Anggota ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat
Eselon I Kementerian Keuangan.

Pelaksana Kegiatan Operasional Otoritas Jasa Keuangan terdiri dari:

1. Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I.


2. Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis II.
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan Sektor Perbankan.
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang Pengawasan Sektor Pasar Modal.
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang Pengawasan Sektor IKNB.
6. Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko.
7. Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen memimpin
bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.

Anda mungkin juga menyukai