Anda di halaman 1dari 10

PENDIRIAN BAITUL MAAL WAT TAMWIL

Jojon Alfian1, Idham Adi Wijaya2

Manajemen Dakwah, Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno Bengkulu

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Perkembangan zaman saat ini menunjukan kemajuan dalam kegiatan ekonomi,


banyaknyalembaga keuangan memberi kemudahan manusia untuk melakukan
kegiatan perniagaan. Karena lembaga keuangan memberikan kemudahan akses bagi
nasabahnya dalam mendapatkan pinjaman uang ntuk kebutuhan usaha dan kebutuhan
barang pribadi yang kemudian nasabah membayar angsuran beserta bunga yang
ditetapkan. Hal ini tentu tidak sepaham dengan pandangan Islam, karena bunga
merupakan riba dan riba adalah perbuatan yang dibenci Allah SWT dan harus
dihindari.
Munculnya lembaga keuangan syariah memberikan angin segar bagi umat Islam,
khususnya di Indonesia. Diantaranya adalah badan usaha syariah, unit usaha syariah,
bank pembiayaan rakyat syariah, dan Baitul mal waat tamwil atau BMT. Lembaga
keuangan ini mengupayakan agar kegiatan transaksi keuangan bebas dari praktik riba
dan memberi keamanan bagi umat manusia agar terhindar dari dosa besar.1
Di tengah gencarnya pembangunan nasional dan upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat, kita masih sering menjumpai ketimpangan di masyarakat masih
tingginya angka kemiskinan, kesehatan dan lingkungan yang buruk, birokrasi yang
korup, layanan publik yang tidak memadai serta rendah nyata hidup masyarakat.
Kehidupan sosial belum sungguh-sungguh mencerminkan kesejahteraan sebagaimana
yang diamanatkan konstitusi dan ajaran agama. Padahal potensi danafilantropi sangat
besar untuk mengatasi problematika tersebut.2

1
Haryoso, L. (2017). Penerapan prinsip pembiayaan syariah (murabahah) pada BMT Bina Usaha di
Kabupaten Semarang. Law and Justice, 2(1), 79-89.
2
Kasdi, A. (2016). Filantropi Islam untuk pemberdayaan ekonomi umat (Model pemberdayaan ZISWAF di
BMT Se-Kabupaten Demak). Iqtishadia: Jurnal Kajian Ekonomi dan Bisnis Islam STAIN Kudus, 9(2), 227-
245.
2. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian BMT
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) ialah balai usaha mandiri terpadu yang isinya
berintikan bait al-mal wa at-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha- usaha
produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha
kecil-bawah dan kecil dengan -antara lain- mendorong kegiatan menabung dan
menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, BMT juga bisa menerima
titipan zakat, infak, dan sedekah; lalu menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan
amanat.3

BMT adalah lembaga ekonomi atau keuangan syariah nonperbankan yang


sifatnya informal karena lembaga ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan
formal lainnya.

Dari pengertian itu dapat dipahami bahwa pola pengembangan institusi


keuangan ini diadopsi dari baitul mal yang tumbuh dan berkembang pada masa Nabi
Muhammad dan Khulafa Rasyidin Oleh karena itu, keberadaan BMT selain bisa
dianggap sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah, sepert zakat, infak, dan
sedekah, juga bisa dianggap sebagai institusi yang bergerak di bidang investasi yang
bersifat produktif seperti layaknya bank.4

Selain berfungsi sebagai lembaga keungan, BMT juga bisa berfungsi sebagai
lembaga ekonomi. Sebagai lembaga keuangan, ia bertugas menghimpun dana dari
masyarakat (anggota BMT) dan menyalurkannya kepada masyarakat (anggota BMT).
Sebagai lembaga ekonomi, ia juga berhak melakukan kegiatan ekonomi, seperti
perdagangan, industri, dan pertanian.

Secara legal-formal, BMT sebagai lembaga keuangan mikro berbentuk


badan hukum ko, asi. Sistem operasional BMT mengadaptasi sistem per- bankan
syariah yang menganut sistem bagi hasil. Sementara itu, baitul mal dalam bahasa
Indonesia artinya rumah harta. Sebagai rumah harta, lembaga ini dapat mengelola
dana yang berasal dari zakat, infak, dan sedekah (ZIS).
3
Mursid, F. (2018). Kebijakan Regulasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di Indonesia. Nurani: Jurnal Kajian
Syari'ah dan Masyarakat, 18(2), 9-30.
4
Arif, M., & Sugianto, M. (2022). Persepsi Masyarakat Terhadap Pendirian Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Di
Desa Tasik Serai Timur Kecamatan Talang Muandau Kabupaten Bengkalis. INVEST: Jurnal Inovasi Bisnis
dan Akuntansi, 3(1), 69-75.
Di sinilah sebenarnya letak keunggulan dari BMT dalam hubungannya
dengan pemberian pinjaman kepada pihak yang tidak memiliki persyaratan/ jaminan
yang cukup. BMT memiliki konsep pinjaman kebijakan (qardh al-hasan) yang diambil
dari dana ZIS atau dana sosial. Dengan adanya model pinjaman ini, BMT tidak
memiliki risiko kerugian dan kredit macet yang mungkin saja terjadi. Jadi, sebenarnya
BMT memiliki semacam jaminan/proteksi sosial melalui pengelolaan dana baitul mal
berupa dana ataupun berupa imentif sosial, yaitu rasa kebersamaan melalui ikatan
kelompok simpan pinjam ataupun kelompok yang berorientasi sosial Proteksi sosial
ini menjamin distribusi rasa kesejahteraan dari masyarakat yang tidak punya kepada
masyarakat vang punya. Dengan demikian, terjadi komunikasi antara dua kelas vang
berbeda yang akan memberikan dampak positif kepada kehidupan sesial ekonomi
komunitas masyarakat sekitar. 5
2.2. Prosedur Pendirian BMT
Pendirian BMT harus dilandasi komitmen sebagai lembaga eko- nomi
masyarakat yang tumbuh, berkembang dari, oleh dan untuk masyarakat. Komitmen
tersebut juga harus dipegang teguh oleh Panitia Persiapan Pendirian BMT (P3B)
sebagai pemrakarsa dan inisiator pendirian BMT. Sebagai penggagas pertama dan
utama berdirinya BMT, P3B harus bersiap untuk mengorbankan waktu, tenaga,
fikiran, dan semangat untuk mencapai tujuan pendirian BMT. Gambar berikut
merupakan tahap- tahap pendirian BMT yang harus dipahami oleh P3B.
Berikut tahapan pendirian BMT/KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah)
atau UJKS (Unit Jasa Keuangan Syariah):

5
Arif, M., & Sugianto, M. (2022). Persepsi Masyarakat Terhadap Pendirian Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Di
Desa Tasik Serai Timur Kecamatan Talang Muandau Kabupaten Bengkalis. INVEST: Jurnal Inovasi Bisnis
dan Akuntansi, 3(1), 69-75.
a. Pemrakarsa menyiapkan diri, waktu, pemikiran, dan semangat untuk menjadi
motivator pendirian BMT/KJKS/UJKS.
b. Ide pendirian BMT/KJKS/UJKS disosialisasikan ke tokoh masyarakat untuk
mencari dukungan dengan cara beranjangsana meyakinkan visi, misi, dan
tujuan.
c. Berdasarkan hasil sosialisasi dari berbagai pihak, dilaksanakan musyawarah
rencana pendirian BMTKJKS/UJKS dan dibentuk panitia penyiapan
penyusunan anggaran dasar dengan jumlah anggota dua puluh orang.
d. Penyusunan anggaran dasar adalah sesuatu yang paling penting dalam hal
bidang, unit usaha, permodalan, simpanan, dan pembiayaan. Setelah
penyusunan anggaran dasar rampung, diadakan rapat pendiri untuk persetujuan
pengesahan anggaran dasar yang disaksikan dinas koperasi kabupaten/kota.
e. Permohonan pengajuan badan hukum/anggaran dasar ke dinas koperasi
setempat dilanjutkan ke notaris.
f. Setelah mendapatkan persetujuan dan pengesahan akta anggaran dasar untuk
memahami dan mempertajam pengelolaan secara syariah, perlu adanya
pendampingan.
g. Pendampingan dalam rangka mempertajam sistem pengelolaan sangat
diperlukan, terutama pelatihan pengelola dan pengurus software akuntansi,
serta pendampingan operasional.6
6
Widiana, H. S., & Faturahmah, U. S. (2019, September). Penyusunan sistem imbalan di BMT UMY: Job
grade sebagai dasar struktur gaji. In Prosiding Seminar Nasional Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Ahmad Dahlan (Vol. 1, No. 1, pp. 411-420).
2.3. Prosedur Memperoleh Badan Hukum Koperasi

Dalam pelaksanaan koperasi, perlu adanya dasar hukum yang mengaturnya.


Dasar hukum Koperasi Indonesia adalah Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian. Didalamnya mengatur tentang fungsi, peran dan prinsip
koperasi. Undang – undang ini disahkan di Jakarta pada tanggal 21 Oktober 1992,
ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto, presiden Republik
Indonesia pada masa itu dan diumumkan pada Lembaran Negara RI Tahun 1992
Nomor 116. Dan demikian dengan terbitnya Undang –Undang Nomor 25 Tahun 1992
maka Undang – Undang nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok – Pokok Perkoperasian,
Lembaran Negara RI Tahun 1967 Nomor 23 dan Tambahan Lembaran Negara RI
Tahun 1967 Nomor 2832, yang sebelumnya dipergunakan dinyatakan tidak berlaku
lagi. Koperasi Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
dipandang sebagai suatu badan usaha, yang dibentuk oleh anggota-anggotanya untuk
melakukan kegiatan usaha, menunjang kepentingan ekonomi anggotanya sehingga
mencapai kesejahteraan anggotanya.7
Konsep penguatan hukum lembaga ekonomi kerakyatan BMT di Indonesia,
sesuai dengan fungsi hukum terhadap pembangunan ekonomi, yaitu:
a. Pembangunan hukum yang merupakan bagian dari pembangunan kehidupan
sosial masyarakat secara keseluruhan tidak terlepas dari hubungan dengan
permasalahan hukum. Hukum dan ekonomi merupakan salah satu ikatan klasik
antara hukum dan kehidupan sosial. Dipandang dari sudut ekonomi, kebutuhan
untuk menggunakan hukum sebagai suatu lembaga di masyarakat, turut
menentukan kebijakan ekonomi yang akan diambil.
b. Ketentuan-ketentuan hukum berfungsi untuk mengatur dan membatasi berbagai
kegiatan ekonomi dengan harapan pembangunan ekonomi tidak mengabaikan
hak-hak dan kepentingan masyarakat. Untuk melindungi hak-hak dan
kepentingan masyarakat yang umumnya dituangkan dalam bentuk hukum
formal, bertujuan untuk mewujudkan sasaran dan tujuan yang hendak dicapai
dalam pembangunan ekonomi.
c. Hukum memberikan perlindungan dalam pemmbangunan ekonomi.8
7
Fani, F. (2008). Analisis kelayakan pembiyaan mudharabah pada BMT: studi pada BMT Tanjung Sejahtera
dan BMT Al-Kautsar.
8
Konsep Badan Hukum Perhimpunan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Sebagai Penguatan Hukum Ekonomi
Kerakyatan
2.4. Struktur Organisasi BMT
Organisasi merupakan sekelompok orang yang bersatu dalam visi dan misi
yang sama untuk mencapai tujuan tertentu. Sesuai dengan pendapat Bernard (1938)
bahwa organisasi adalah sebuah sistem yang dilandasi dengan kerjasama antara dua
orang atau lebih yang memiliki kesamaan visi dan misi. Berdasarkan teori umum,
landasan organisasi adalah kerjasama yang rasional, sistematis, terorganisir,
terpimpin, terkendali, serta memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin,
metode, lingkungan), sarana prasarana, data, dan lain sebagainya.9

a. Rapat Anggota Tahunan

RAT diikuti oleh pengurus, pengawas, dan anggota BMT penuh yakni anggota
yang telah menyetorkan simpanan pokok dan simpanan wajib secara
keseluruhan. Rangkaian acara dalam RAT diantaranya adalah perumusan dan
pengesahan AD/ART, penge sahan laporan pertanggungjawaban pengurus
lama, pemilihan dan pengangkatan pengurus baru, serta ketentuan tambahan
lainnya terkait dengan Rapat Anggota. Rapat Anggota adalah pemilik hak
keputusan terbesar dalam perkembangan BMT. Sehingga dalam struktur
organisasi, posisi Rapat Anggota berada pada posisi tertinggi. Segala tata

9
Akbar, T. (2018). Pengaruh Budaya Organisasi Dan Struktur Organisasi Terhadap Kualitas Informasi
Akuntansi Dengan Kualitas Sistem Informasi Akuntansi Sebagai Variabel Intervening (Studi pada Baitulmaal
Wattamwil (BMT) di DKI Jakarta). Profita: Komunikasi Ilmiah Dan Perpajakan, 11(1), 120-138.
aturan yang telah disepakati pada Rapat Anggota wajib untuk dijalankan
pengurus selanjutnya.

b. Dewan Pengawas dan Dewan Pengawas Syariah

Perkembangan BMT akan senantiasa diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah


atau disingkat dengan DPS. Dewan Pengawas syariah adalah adalah suatu
badan yang berwenang melakukan supervisi dan pengawasan terhadap kinerja
lembaga keuangan syariah agar senantiasa menjalankan operasionalnya sesuai
koridor syariah. Peranan Dewan Pengawas Syari'ah sangat strategis dalam
penerapan prinsip syariah di lembaga keuangan syariah. Menurut Surat
Keputusan DSN MUI No.Kep- 98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus
DSN MUI Masa Bhakti Tahun 2000-2005 bahwa DSN memberikan tugas
kepada DPS untuk:

1. Melakukan pengawasan secara periodik pada lem- baga keuangan syariah.

2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada


pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN

3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan


syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam
satu tahun anggaran

4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pem- bahasan dengan DSN.

c. Badan pengurus BMT

Badan Pengurus BMT terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara. Tanggung
jawab dari masing-masing jabatan dijabarkan sebagai berikut:

1. Ketua bertanggung jawab terhadap terlaksananya amanah yang telah


disepakati dalam Rapat Anggota sebagaimana tertuang dalam AD/ART.
Perekrutan, pembinaan, serta peng- awasan kinerja pengelola juga menjadi
tanggung jawab dari ketua karena pengelola yang secara langsung
berhubungan dengan transaksi anggota. Lebih dari itu, ketua juga
bertanggung jawab mengarahkan seluruh unsur terkait BMT agar tetap
dalam satu visi dan misi dalam mencapai tujuan bersama.

2. Sekretaris memiliki tugas untuk mengurus keseluruhan kebutuhan


administrasi BMT, memelihara berita acara Rapat Anggota dan Rapat
Pengurus secara lengkap dari awal hingga akhir kepengurusan, serta
memverifikasi impelemtasi program BMT sesuai dengan kesepakatan RAT
tertulis.

3. Bendahara memiliki tugas yang sedikit namun amat penting bagi


kelangsungan BMT, yakni mengontrol, memonitor, dan mengevaluasi
pengelolaan dana anggota oleh pengelola. Benda- hara dan manajer
pengelola akan memegang rekening bersama (counter sign) di bank syariah.
Kemudian, membuat laporan keuangan yang akan dipublikasikan pada
anggota.

d. Manajer

Manajer pengelola merupakan seseorang yang dipilih oleh pengurus untuk


menjadi pengelola teknis BMT. Seorang manajer pengelola harus memiliki
kemampuan menajerial yang baik dan pengalaman mengelola lembaga
keuangan. Manajer juga bertugas membuat kebijakan khusus yang linear
dengan kebijakan umum oleh pengurus. Implementasi nyata dari tugas manajer
adalah menjadi jembatan koordinasi dengan pengurus agar pelaksanaan
program di lapangan sesuai dengan kebijakan pengurus. Kemudian, manajer
juga bertanggung jawab membuat rencana kerja tahunan, bulanan, dan
mingguan yang meliputi rencana pemasaran, rencana pembiayaan, rencana
biaya operasional, rencana keuangan, dan laporan penilaian

e. Pengawas Internal

Pengawas internal bertugas mengawasi kinerja pengelola agar tetap sesuai


dengan kesepakatan pada Rapat Anggota. Namun, keberadaan pengawas dalam
BMT bersifat opsional. Apabila BMT tidak mengangkat pengawas maka tugas
pengawasan dapat dilaku- kan langsung oleh pengurus.

f. Kepala bagian Pengelolaan (Kabag Pengelolaan)

Kabag pengelolaan bertanggung jawab terhadap sub-bagian yang terdiri dari


bagian pembukuan/akuntansi, layanan nasabah, teller, serta SDM dan umum.

g. Kabag pemasaran

Kabag pemasaran bertanggung jawab terhadap sub-bagian administrasi


pembiayaan, staff pemasaran, dan staff penagihan
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, T. (2018). Pengaruh Budaya Organisasi Dan Struktur Organisasi Terhadap Kualitas Informasi
Akuntansi Dengan Kualitas Sistem Informasi Akuntansi Sebagai Variabel Intervening (Studi pada
Baitulmaal Wattamwil (BMT) di DKI Jakarta). Profita: Komunikasi Ilmiah Dan Perpajakan, 11(1),
120-138.

Arif, M., & Sugianto, M. (2022). Persepsi Masyarakat Terhadap Pendirian Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Di
Desa Tasik Serai Timur Kecamatan Talang Muandau Kabupaten Bengkalis. INVEST: Jurnal Inovasi
Bisnis dan Akuntansi, 3(1), 69-75.

Arif, M., & Sugianto, M. (2022). Persepsi Masyarakat Terhadap Pendirian Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Di
Desa Tasik Serai Timur Kecamatan Talang Muandau Kabupaten Bengkalis. INVEST: Jurnal Inovasi
Bisnis dan Akuntansi, 3(1), 69-75.

Arif, M., & Sugianto, M. (2022). Persepsi Masyarakat Terhadap Pendirian Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Di
Desa Tasik Serai Timur Kecamatan Talang Muandau Kabupaten Bengkalis. INVEST: Jurnal Inovasi
Bisnis dan Akuntansi, 3(1), 69-75.

Haryoso, L. (2017). Penerapan prinsip pembiayaan syariah (murabahah) pada BMT Bina Usaha di
Kabupaten Semarang. Law and Justice, 2(1), 79-89.

Kasdi, A. (2016). Filantropi Islam untuk pemberdayaan ekonomi umat (Model pemberdayaan ZISWAF di
BMT Se-Kabupaten Demak). Iqtishadia: Jurnal Kajian Ekonomi dan Bisnis Islam STAIN
Kudus, 9(2), 227-245.

Mursid, F. (2018). Kebijakan Regulasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di Indonesia. Nurani: Jurnal Kajian
Syari'ah dan Masyarakat, 18(2), 9-30.

Mursid, F. (2018). Kebijakan Regulasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di Indonesia. Nurani: Jurnal Kajian
Syari'ah dan Masyarakat, 18(2), 9-30.

Widiana, H. S., & Faturahmah, U. S. (2019, September). Penyusunan sistem imbalan di BMT UMY: Job
grade sebagai dasar struktur gaji. In Prosiding Seminar Nasional Hasil Pengabdian Kepada
Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan (Vol. 1, No. 1, pp. 411-420).

Anda mungkin juga menyukai