Anda di halaman 1dari 31

BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Islam memiliki sistem ekonomi yang secara fundamental berbeda dari


sistem ekonomi umumnya. Ia memiliki prinsip syariah yang membentuk
pandangan dunia, sekaligus sasaran-sasaran dan strategi maqasid asy- syariah
yang berbeda dari sistem-sistem sekuler yang menguasai dunia saat ini. Sasaran-
sasaran yang dikehendaki Islam secara secara mendasar bukan materiil, melainkan
didasarkan atas konsep-konsep Islam yakni tentang kebahagiaan manusia ( falah)
dan kehidupan yang baik, dimana sangat menekankan aspek tolong-menolong
dalam persaudaraan (zukhuwah) (Rizkia, 2013). Sistem ekonomi Islam jika
dilaksanakan secara sempurna sesuai dengan ajarannya, akan menjadi sarana yang
dapat memberikan kepuasan  bagi setiap kebutuhan masyarakat. Sistem ekonomi
Islam ini mempunyai hubungan yang erat dengan ajaran agama, ideologi, dan
budaya Islam sehingga tidak boleh dipisahkan dari landasan agama. Salah satu
wujud perkembangan masyarakat yang telah berangsur-angsur menerapkan sistem
ekonomi ini adalah adanya pengembangan dari lembaga-lembaga pembiayaan
pada masyarakat tersebut, baik dalam bidang  ekonomi, sosial, budaya, dan
politik. Mengingat betapa pentingnya keberadaan lembaga keuangan bagi suatu
negara, karena salah satu indikator sehat atau tidaknya perekonomian suatu negara
adalah lembaga keuangan/perbankan. Maka saat ini banyak muncul bank-bank,
baik itu bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan lembaga
keuangan non- bank. Dengan adanya lembaga keuangan tersebut, maka
perekonomian rakyat dapat ditingkatkan terutama pada rakyat kurang mampu
yang sangat memerlukan pembiayaan/kredit untuk memenuhi kebutuhan
konsumtif ataupun untuk mengembangkan usaha. Oleh karena itu, untuk
memperluas  jangkauan fasilitas pembiayaan kepada pengusaha kecil tersebut,
dibutuhkan lembaga keuangan yang dapat menjangkau pengusaha kecil dan tidak
memberatkan mereka. BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dalam
operasionalnya menggunakan prinsip bagi hasil, memberi jalan untuk
pengembangan usaha mikro dalam rangka memberi kemudahan bagi kaum

1
menengah ke bawah. Lembaga ini tumbuh atas prakarsa dan modal awal dari
tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi
syariah. BMT MASLAHAH adalah koperasi yang termasuk ke dalam Lembaga
Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang bergerak dalam kegiatan simpan  pinjam
dan kegiatan pendukung lainnya. Tujuan utama BMT MASLAHAH adalah
pemberdayaan masyarakat khususnya yang berada pada kalangan ekonomi
menengah ke bawahScara operasional BMT merupakan lembaga keuangan mikro
berbentuk badan hukum koperasi yang mengadaptasi sistem perbankan syariah.
Kehadiran BMT ini diharapkan mampu membantu masyarakat kalangan
menengah kebawah yang tidak terjangkau oleh bank. Sesuai dengan firman Allah
SWT dalam QS. Al Maidah (5) ayat 2 yang artinya : “ Dan tolong-menolonglah
dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam
(mengerjakan) dosa dan  pelanggaran”. Akan tetapi, dalam pengimplementasian
prinsip-prinsip syariah secara teknis operasional BMT masih dihadapkan pada
masalah yang harus perlu mendapatkan perhatian lebih. Salah satunya
menyangkut kemampuan petugas BMT dalam menganalisis fiqh yang belum
memadai, karena dalam pendirian koperasi tidak disertai dengan sumber daya
manusia yang memadai dan keseuaian dalam operasionalnya. Tak jarang hal ini
mengakibatkan petugas BMT bingung untuk memilih model akad syariah yang
sesuai dengan kebutuhan nasabah dan rencana alokasi dana yang ditetapkan
sehingga bisa  berdampak buruk pada kelirunya penerapan akad yang sebenarnya.
Hal ini yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi secara negatif  perkembangan
lembaga keuangan syariah di masa yang akan datang karena  permasalahan
tersebut dapat menjadi indikasi penyimpangan mendasar dalam implementasi
kesyariahan, khususnya dalam hal akad pembiayaan yang disalurkan BMT
MASLAHAH, produk pembiayaan dengan prinsip sewa (ijarah) merupakan salah
satu produk yang diakadkan oleh nasabah, karena dengan produk ini nasabah
dapat mengajukan pembiayaan yang bersifat sewa  barang atau jasa dari BMT A
dengan upah sewa yang telah menjadi kesepakatan antara bank dengan nasabah.
Pembiayaan ijarah adalah pembiayaan yang diberikan oleh lembaga keuangan
syariah, baik perbankan atau non perbankan kepada nasabah dalam memperoleh
manfaat atas suatu jasa. Dalam pembiayaan ijarah juga memfasilitasi pembiayaan

2
konsumtif yang tidak bertentangan dengan syariah seperti biaya pendidikan,
kesehatan, naik haji dan umrah. Ketika seseorang melakukan pengajuan
pembiayaan contohnya  pembiayaan multijasa maka pihak BMT memberikan
kepercayaan penuh kepada nasabah untuk menggunakan dana sesuai dengan
tujuan dan kepentingannya. Hal ini akan menjadi masalah jika realisasinya
terdapat nasabah yang menggunakan dana tersebut untuk keperluan lain diluar
dari kepentingan awal dan pemilihan akad oleh petugas BMT yang digunakan
tidak sesuai, seperti hanya sebuah rekayasa kesepakatan (Rizkia,
2013). Berdasarkan uraian di atas, maka dalam laporan praktik kerja lapangan ini
penulis akan membahas judul tentang “PENERAPAN AKAD IJARAH PADA
PEMBIAYAAN  IJARAH DI KOPONTREN BMT MASLAHAH

1.2. Tujuan Praktek Kerja Lapangan

Tujuan diadakannya praktik kerja lapangan yaitu untuk mengetahui:

1. Untuk mengetahui tentang akad ijarah.


2. Untuk mengetahui mekanisme pembiayaan ijarah di Kopontren BMT
Maslahah
3. Untuk mengetahui penerapan/pengaplikasian akad ijarah
pada  pembiayaan ijarah di Kopontren BMT Maslahah

3
2.2 Manfaat Praktek kerja lapangan
Manfaat yang dapat diambil dari praktik kerja lapangan ini adalah:
1.Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari pelaksanaan praktik kerja lapangan ini adalah
diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori-teori
seputar perbankan syariah dengan menambah pengetahuan bagaimana antara teori
dengan praktiknya.
2.Manfaat Praktis
a.Bagi Kopontren BMT, dari hasil laporan praktik kerja lapangan ini
diharapkan dapat memperkenalkan eksistensi BMT di masyarakat luas
dan dapat memberikan informasi dan pengetahuan sehingga dapat
menjadi peluang untuk meningkatkan usaha secara syariah dan
membantu dalam menetapkan kebijakan dalam BMT tersebut.
 b.Bagi lembaga pendidikan sebagai sarana untuk menambah literatur
mengenaipembiayaan ijarah terutama yang terkait dengan pembiayaan
ijarah untuk biaya pendidikan.
c.Bagi mahasiswa sebagai sarana untuk melatih berfikir kreatif dan
ilmiah dengan menerapkan teori-teori yang diperoleh selama perkuliahan
dan menambah pengalaman bagi mahasiswa tentang dunia kerja.

4
BAB II

PROFIL INSTANSI

21.Sejarah Berdirinya Koperasi BMT Maslahah Sidogir

Menurut Bakhri (2004 : 89) berdirinya BMT Maslahah berawal dari


keprihatinan para guru (asatidz) Madrasah Miftahul Ulum (MMU) diPondok
Pesantren Sidogiri (PPS) terhadap kondisi ekonomi masyarakatyang kurang
memperhatikan kaidah-kaidah syari;ah islam. Mereka resahdengan praktik
ekonomi ribawi yang dilakukan oleh para rentenir dilingkungan kota santri ini,
yang secara tegas dilarang oleh agama.

Para asatidz dan para pengurus madrasah terus berfikir dan berdiskusi
untuk mencari gagasan yang bisa menjawab permasalahan umat tersebut. akhirnya
ditemukanlah gagasan untu mendirikan usaha bersama yang mengarah pada
pendirian lembaga keuangan syari’ah yang dapat mengangkat dan menolong
masyarakat bawah yang ekonominya masih dalam kelompok ekonomi mikro
(kecil).

Setelah didiskusikan dengan orang-orang ahli, maka Alhamdulillah


terbentuklah wadah itu dengan nama “Koperasi Baitul Mal Wa tamwil Maslahah
Mursalah Lil Ummah” yang disingkat dengan KoperasiBMT Maslahah yang
berkedudukan di Wonorejo Pasuruan.Pendirian koperasi didahului dengan rapat
pembentukan koperasi yang diselenggarakan pada tanggal 25 Muharrom 1418 H
atau 1 Juni 1997 diantara asatidz dan pengurus Madrasah Miftahul Ulum (MMU)
Pondok Pesantren Sidogiri yang semangat memberikan pemikiran dan terlibat
langsung berdirinya Koperasi BMT-Maslahah yaitu:

1. M. Hadlori Abd. Karim yang saat itu menjabat sebagai kepala MMU tingkat
Ibtidaiyah Pondok Pesantren Sidogiri.
2. M. Dumairi Nor yang saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala MMU tingkat
Ibtidaiyah Pondok Pesantren Sidogiri.
3. Baihaqi Ustman saat itu menjabat sebagai Tata Usaha MMU tingkat Ibtidaiyah.
4. H. Mahmud Ali Zain saat itu menjabat sebagai ketua Koperasi Pondok

5
Pesantren (Kopontren) Sidogiri dan salah satu ketua DTTM (Dewan Tarbiyah wat
Ta’lim Madrasy).
4. A. Muna’i Ahmad saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala MMU tingkat
Ibtidaiyah Pondok Pesantren Sidogiri.
Dengan diskusi dan musyawarah antara para kepala Madrasah Miftahul
Ulum, maka disetujuinya untuk membentuk tim kecil yang diketuai oleh H.
Mahmud Ali Zain untuk menyiapkan berdirinya koperasi, baik yang terkait
dengan keanggotaan, permodalan, legalitas koperasi dan sistem
operasionalnya.Tim berkonsultasi dengan pejabat kantor Dinas Koperasi
Pengusaha Kecil dan Menengah (PK&M) Kabupaten Pasuruan untuk mendirikan
koperasi. Di samping itu, tim kecil juga mendapatkan tambahan informasi tentang
BMT (Baitul Mal wat Tamwil) dari pengurus PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis
Usaha Kecil) pusat dalam suatu acara perkoperasian yang diselenggarakan di
Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo dalam rangka sosialisasi
kerjasama Inkopontren dengan PINBUK pusat yang dihadiri antara lain oleh KH.
Nur Muhammad Iskandar SQ dari Jakarta sebagai ketua Inkopontren, DR.
Subiakto Tjakrawardaya Mentri Koperasi dan DR. Amin Aziz ketua PINBUK
pusat.
Tim berkonsultasi dengan pejabat kantor Dinas Koperasi Pengusaha Kecil
dan Menengah (PK&M) Kabupaten Pasuruan untuk mendirikan koperasi. Di
samping itu, tim kecil juga mendapatkan tambahan informasi tentang BMT
Maslahah dari pengurus PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) pusat
dalam suatu acara perkoperasian yang diselenggarakan di Pondok Pesantren
Zainul Hasan Genggong Probolinggo dalam rangka sosialisasi kerjasama
Inkopontren dengan PINBUK pusat yang dihadiri antara lain oleh KH. Nur
Muhammad Iskandar SQ dari Jakarta sebagai ketua Inkopontren, DR. Subiakto
Tjakrawardaya Mentri Koperasi dan DR. Amin Aziz ketua PINBUK pusat.
Selain itu, Koperasi BMT Maslahah sangat ditunjang dan didorong oleh
keterlibatan beberapa orang pengurus Kopontren Sidogiri. Dari diskusi dan
konsultasi serta tambahan informasi dari beberapa pihak maka berdirilah Koperasi
BMT MMU tepatnya pada tanggal 12 Rabi’ul Awal 1418 H atau 17 Juli 1997 M.
berkedudukan di kecamatan Wonorejo Pasuruan. Pembukaan dilaksanakan

6
dengan diselenggarakan selamatan pembukaan yang diisi dengan pembacaan
shalawat Nabi Muhammad SAW. Kantor pelayanan yang dipakai adalah dengan
cara kontrak/sewa yang luasnya ± 16,5 m² pelayanan dilakukan oleh 3 orang
karyawan. Modal yang dipakai untuk usaha didapat dari simpanan anggota yang
berjumlah Rp. 13.500.000 (Tiga belas juta lima ratus ribu rupiah) dengan anggota
yang berjumlah 348 orang terdiri dari para asatidz dan pimpinan serta pengurus
MMU Pondok Pesantren Sidogiri dan beberapa orang asatidz, pengurus Pondok
Pesantren Sidogiri. BMT MASLAHAH pada tahun 2013 menetapkan perubahan
nama lembaga menjadi BMT Maslahah atas instruksi dari kiai Sidogiri.
Perubahan ini dimaksudkan agar masyarakat luas lebih mudah mengenal BMT
dengan tujuan yang dijadikan nama lembaganya.

2.2 Maksud dan Tujuan BMT MASLAHAH Atas dasar visi dan misi
disusunlah tujuan dari BMT MASLAHAH, antara lain :

a. Koperasi ini bermaksud menggalang kerja sama untuk membantu


kepentingan ekonomi anggota pada khususnya adalah masyarakat pada
umumnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan

b. Koperasi ini bertujuan memajukan kesejahteraan anggota dan


masyarakat serta ikut membangun perekonomian nasional dalam rangka
mewujudkan masyarakat madani yang berlandaskan pancasila dan UUD
1945 serta di ridhoi oleh Allah SWT (Bakhri, 2004: 42).

2.3 Tata Nilai dan Budaya Staff BMT Maslahah

Dalam menjalankan tugas dan kewajiban mengemban amanah RAT, BMT


Maslahah tetap berpedoman pada landasan hukum Islam yaitu, Al Qur’an, al
Hadith, Ijma’, Qiyas, dan Fiqh Muamalah serta Peraturan Pemerintah. Hal ini juga
tercermin pada seluruh karyawan BMT Maslahah yang juga memiliki tata nilai
yang menjadi panduan dalam setiap perilakunya. Tata nilai ini dirumuskan dalam
budaya kerja BMT Maslahah yaitu Kerja Keras, Kerja Cerdas, dan Kerja Ikhlas.
Waktu l pelayanan yang relatif singkat, namun mendapatkan hasil yang
memuaskan, tercermin dalam sikap disiplin kerja, disiplin waktu, disiplin
mengatur kegiatan operasional kerja.

7
Kerja Cerdas berlandaskan norma-norma Agama dan tuntunan ajaran
Rasulullah yang dapat dikembangkan dalam beberapa sifat yaitu sifat Shidiq,
Tabligh, Amanah, dan Fathonah. Kerja Ikhlas, sesuai ajaran Islam yang di bawa
Rasulullah, bahwa seorang khalifah yang ditugaskan untuk menegakkan ajaran
syariat Islam harus berlandaskan keikhlasan karena Allah SWT bukan karena
yang lain. Hal ini tercermin dalam sikap dan prilaku untuk melayani (service
excellent) anggota, dan masyarakat pada umumnya, bekerja sama, santun dan
berakhlak al karimah. Hal tersebut juga sangat erat kaitannya dengan budaya
kekeluargaan karena dalam budaya kekeluargaan juga terdapat unsur kerjasama
(gotong royong), santun dan berakhlak al karimah untuk menjaga hubungan
persaudaraan atau menjaga silaturrahmi.

2.4 Jam Kerja

Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas sumber daya manusia yang


ada di BMT Maslahah Sidogiri Pasuruan, maka perlu adanya pencatatan daftar
absensi. Adapun jadwal jam kerja karyawan di BMT Maslahah Tumpang
sebagai berikut

Senin - Rabu Kamis Jum’at Sabtu – Minggu

07.00-11.30 07.00-11.30 07.00-11.30

11.30-12.00 11.30-12.00 Libur 11.30-12.00

(Ishoma) (Ishoma) (Ishoma)

12.00-14.00 12.00-13.00 12.00-14.00

2.5 Visi, Misi dan Tujuan BMT MASLAHAH


a. Visi: Terwujudnya BMT yang terdepan, tangguh dan profesional dalam
membangun ekonomi ummat

8
b. Misi
1) Memberikan layanan usaha yang prima kepada seluruh mitra BMT.
2) Mencapai pertumbuhan dan hasil usaha BMT yang layak serta
proporsional untuk kesejahteraan bersama
3) Memperkuat permodalan sendiri dalam rangka memperluas jaringan
layanan BMT
4) Turut berperan serta dalam gerakan pengembangan ekonomi syari’ah
c. Tujuan: Meningkatkan kesejahteraan bersama melalui kegiatan ekonomi
yang menaruh perhatian pada nilai-nilai dan kaidah-kaidah muamalah
syar’iyyah yang memegang teguh keadilan, keterbukaan dan kehati-hatian

2.6 Motto dan Budaya Kerja

Motto: “ Bersama Menebar Manfaat Meraih Maslahat ”


Budaya kerja:
a) Siddiq (Menjaga martabat dan Integritas)
b) Amanah (Terpercaya dengan penuh tanggung-jawab)
c) Fathonah (Profesional dan Expert dalam bekerja)
d) Tabligh (Bekerja dengan penuh keterbukaan)
e) Istiqomah (Konsisten menuju kesuksesan)

2.7 Jenis Produk yang Dikeluarkan BMT MASLAHAH


Dalam mengembangkan BMT Maslahah, maka diusahakan dapat
mengeluarkan produk-produk yang dapat memenuhi segala macam kebutuhan
para Mitranya. Dalam mengeluarkan produk, BMT juga diwajibkan untuk
memperhatikan prinsip-prinsip yang digunakan agar tidak melanggar syariat
Islam. Produk pembiayaan diperuntukan bagi para Mitra yang mengutamakan
prinsip syariah disertai kenyamanan, keamanan, keleluasaan dan kemudahan
bertransaksi.
Berbagai produk BMT Maslahah adalah:
a. PENGHIMPUNAN DANA (FUNDING)
1) Simpanan/Tabungan INSANI (Investasi Syariah Non-Ribawi)

9
Simpanan/Tabungan INSANI BMT Maslahah merupakan tabungan
berbagi hasil dengan memberikan keleluasaan berinvestasi dengan transaksi yang
mudah, cepat, aman dan insya Allah menguntungkan. Dengan prinsip
Mudharabah Al-Mutlaqah, simpanan Anda diperlakukan sebagai investasi dengan
memberi kebebasan penuh pada BMT untuk mengelola dana dalam bentuk
pembiayaan yang sesuai dengan prinsip syariah. Keuntungan investasi akan
dibagihasilkan antara Anda dan BMT sesuai dengan nisbah yang disepakati
sebelumnya. BMT telah mengemas tabungan INSANI dalam beberapa bentuk
yaitu:
a) SIMAPAN (Simpanan Amanah untuk Masa Depan)
b) SAHAJA (Simpanan Haji Al Munawwarah)
c) TAFAQUR (Tabungan Fasilitas Qurban)
d) SAPITRI (Simpanan Pendidikan untuk Puter-Puteri)
e) TAFADDAL (Simpanan Fasilitas Debet Al Munawwarah)
f) SAHARA (Simpanan Hari Raya)
g) TAZKIAH (Tabungan Zakat-Infaq-Shodaqoh)

2) Deposito BERKAH (Berjangka Mudharabah)


Deposito BERKAH merupakan investasi dengan nisbah bagi hasil kompetitif
dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. Dengan prinsip Mudharabah Muthlaqah
di mana Anda memberi kebebasan penuh kepada BMT untuk mengelola dana
sesuai dengan prinsip syariah. Keuntungan dari pengelolaan dana tersebut akan
dibagihasilkan sesuai dengan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

Manfaat dan Kelebihan:


a) Bagi hasil keuntungan atas pengelolaan dana Anda
b) Jangka waktu yang fleksibel yaitu 2, 3, 6, 9 dan 12 bulan sesuai
rencana Anda.
c) Dapat dijadikan jaminan pembiayaand) Hasil investasi Anda dapat
diambil secara tunai, otomatis dikreditkan ke rekening tabungan atau
ditambahkan ke pokok deposito, sesuai dengan keinginan Anda
3) Pembiayaan/Pinjaman Dari Pihak Lain

10
Adalah kewajiban BMT kepada pihak lain dalam bentuk hutang
pembiayaan atau investasi dengan jangka waktu tertentu. Investor akan
mendapatkan bagi-hasil sesuai kesepakatan nisbah yang dimusyawarahkan
diawal. BMT menerima pembiayaan dari pihak lain dalam bentuk akad
mudharabah mutlaqah maupun muqayyadah
4) Penanaman/Penyertaan Modal
Penyertaan modal adalah penyertaan yang bertujuan investasi untuk
memupuk penguatan modal BMT. Untuk tahap awal produk ini
ditawarkan bagi pendiri BMT yang berminat. Penyerta modal akan
mendapatkan imbalan berupa dividen tahunan yang ditentukan oleh RATBMT

b. PENANAMAN MODAL (FINANCING)


1) Sistem Bagi-Hasil (Mudharabah dan Musyarakah)
a) Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan
pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan
pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang
telah disepakati sebelumnya. Pembiayaan ini total dana berasal dari BMT
dan disalurkan untuk berbagai jenis usaha halal seperti industri rumah
tangga, perdagangan, jasa dan Pertanian.
b) Musyarakah
Pembiayaan musyarakah adalah perjanjian di antara pemilik dana atau
modal untuk dicampurkan pada usaha tertentu, dengan pembagian
keuntungan di antara mereka berdasarkan nisbah yang disepakati
sebelumnya. Pembiayaan ini diperuntukan bagi Mitra yang telah memiliki
usaha produktif halal dan bermaksud menambah atau menyertakan modal
usahanya. Dalam hal ini BMT dapat dilibatkan dalam manajemen usaha
tersebut.
2)Sistem Jual-Beli (Murabahah)
Pembiayaan murabahah adalah perjanjian jual beli antara LKS dan
Mitra di mana LKS membeli barang yang diperlukan oleh Mitra dan
kemudian menjualnya kepada Mitra yang bersangkutan sebesar harga

11
perolehan ditambah dengan margin atau keuntungan yang disepakati
antara LKS dan Mitra. Pembiayaan ini diperuntukan bagi Mitra untuk
pembelian aset yang diperlukan berupa barang untuk proses produksi
usaha maupun barang konsumtif. Margin keuntungan ditentukan oleh
BMT dari selisih harga jual dan harga belinya. Pembayaran dilakukan
secara cicilan.
3) Sistem Jasa (Ijarah Multijasa, Hiwalah, Pembiayaan Pembayaran
Rekening Telepon)
a) Ijarah Multijasa
Pembiayaan ijarah multijasa adalah perjanjian antara LKS dan Mitra
dalam memenuhi kebutuhan Mitra dalam bentuk sewa. Pembiayaan ini
dalam bentuk sewa barang maupun jasa seperti untuk biaya pendidikan,
pengobatan, sewa tempat, dan lain-lain.
b) Hiwalah: pembiayaan untuk anjak hutang-piutang.
c) Pembiayaan Tagihan Rekening Rekening Telepon
4) Sistem Pinjaman (Alqard) Alqard adalah penyediaan dana pinjaman
berdasarkan kesepakatan antara BMT dan Mitra peminjam yang mewajibkan
mitra peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu sesuai
perjanjian. Dalam sistem ini Mitra peminjam diperkenankan memberi imbalan
kepada BMT tanpa dipersyaratkan sebelumnya oleh BMT.

5) Sistem Jasa Layanan (Jasa Layanan Pembayaran Rekening Listrik PLN dan
Jasa Layanan Sosial Baitul-Maal dan layanan Waserda) Jasa layanan BMT
merupakan kegiatan usaha BMT dalam rangka meningkatkan pendapatan BMT
berupa fee base income dari layanan jasla listrik, CSR (Corporate Social
Responsibility) dari pelayanan baitul-maal maupun keuntungan dari usaha
Waserda

2.8 Susunan pengurus, pengawas dan karyawan

12
Kepala Cabang Simpan Pinjam Syari’ah (SPS)
1. Bertanggung jawab kepada kepala devisi SPS atas tugas-tugasnya
2. Memimpin organisasi dan kegiatan usaha cabang SPS
3. Mengevaluasi dan memutuskan setiap permohonan pembiayaan
4. Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pengembalian
pembiayaan
5. Menandatangani perjanjian pembiayaan
6. Menandatangani Buku tabungan dan Warkat Mudharabah
7. Menyampaikan laporan pengelolaan BMT kepada Kepala Devisi SPS
setiap bulan sekali
Kasir/TELLER
1. Bertanggung jawab kepada kepala cabang dibidang keuangan
2. Menerima dan membayarkan uang atas seluruh transaksi di BMT-MMU
Cabang berdasarkan bukti-bukti yang sah
3. Mengelola kas bersama Kepala Cabang
4. Mencatat seluruh transaksi keluar masuknya uang kas ke dalam formulir
atau buku yang telah disediakan
5. Membuat laporan transaksi harian
6. Membuat laporan keuangan bulanan dalam bentuk neraca, perhitungan

13
hasil usaha, Arus kas dan posisi kekayaa
Marketing/CS
1. Bertanggung jawab kepada Kepala Cabang atas tugas-tugasnya
2. Memasarkan produk jasa yang dimiliki SPS
3. Memeriksa kelengkapan persyaratan pembiayaan dan tabungan
4. Menerima dan menyetujui permohonan pembiayaan yang selanjutnya
dievaluas dan diputuskan oleh Kepala Cabang
5. Membuat buku tabungan atau warkat Tabungan mudharabah berjangka
6. Menerima setiap saran, keluhan dan kritik dari setiap nasabah
Account Officer
1. Bertanggung jawab kepada kasir atas tugas-tugasnya
2. Melakukan penagihan tunggakan pembiayaan
3. Menerima titipan setoran tabungan
4. Membuat laporan transaksi keuangan kepada kasir

Founnding Officer
1. Menyusun Rencana pengerahan simpanan.
2. Merencanakan produk-produk simpanan.
3. Melakukan analisa simpanan.
4. Melakukan pembinaan anggota.
5. Membuat laporan perkembangan simpanan
2.9 Waktu pelaksanaan
1. Lama praktik : 3 Bulan

2. Dimulai Tanggal : 2 Januari

3. Diakhiri Tanggal : 3 April


2.10 Tempat Magang
1.Nama Industri: Koprasi BMT MASLAHAH
2.Alamat Lengkap: Jl. Tumpang. Malang
3. Nama pembimbing DU/DI : Mahbud Junadi
2.11 Uraian Kegiatan
1. Berdoa bersama-sama penutupan akhir pesan setiap hari Sabtu
2. Merealisasi perjanjian nasabah yang melakukan pembiayaan

14
3. Menginput data asuransi
4. Menginput data BPKB dan SHM
5. Melakukan akad dengan nasabah
6. Pengarsipan berita acara kasir
7. Pengarsipan surat masuk
8. Pengarsipan surat keluar
9. Mengecek kelengkapan legalitas pembiayaan
10. Mengisi data anggota pembiayaan pada buku induk
11. Menata slip-slip yang masuk
12. Menjurnalkan bukti transaksi pada buku debitur
13. Menjurnalkan bukti kas masuk dan bukti kas keluar
14. Melakukan dokumentasi akad
15. Memberikan stempel pada slip slip
16. Memberikan stempel pada bukti kas masuk dan bukti kas keluar
17. Menata kalender
18. Fotocopy jurnal keuangan akhir bulan
19. Persiapan pulang

Gambar.1. menginput data BPKB dan SHM

15
Gambar.2 memberikan stempel pada bukti kas masuk dan kas keluar

16
Gambar.3 pengarsipan surat masuk dan surat keluar

Gambar.7. mengecek kelengkapan legalitas pembiayaan

Gambar.4.. menggesek nomor mesin dan krangkaa sebagai kelengkapan jaminan

17
Gambar.5. merealisasi perjanjian nasabah yang melakukan pembiayaan

Gambar.6. menginput data asuransi

18
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 Ijarah Multijasa
Menurut etimologi, ijarah adalah ‫( المنفعة بیع‬menjual manfaat).Menurut
terminologi syara’. ijarah diterjemahkan sebagai jual-beli jasa (upah-mengupah):
mengambil manfaat tenaga manusia dan sewa-menyewa: mengambil manfaat dari
barang. Dalam arti luas, ijarah bermakna suatu akad yang berisi penukaran
manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu.
Menurut bahasa, ijarah berarti upah atau ganti atau imbalan. Sedangkan lafaz
ijarah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atas pemanfaatan sesuatu
benda atau imbalan sesuatu kegiatan atau upah karena melakukan sesuatu
aktivitas.
Ada beberapa definisi ijarah yang dikemukakan oleh ulama fikih. Ulama
mazhab Hanafi mendefinisikan dengan transaksi terhadap suatu manfaat dengan
imbalan. Ulama mazhab Syafi’i mendefinisikan dengan transaksi terhadap suatu
manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan
imbalan tertentu, Ulama mazhab Maliki dan Hanbali mendefinisikan dengan
pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu
imbalan
Jumhur ulama fiqih berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat dan
yang boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya. Oleh karena itu,
mereka melarang menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk
diambil susunya, sumur untuk diambil airnya, dan lain-lain, sebab semua itu
bukan manfaatnya, tetapi bendanya.
Menanggapi pendapat di atas, Wahbah Al-Juhaili mengutip pendapat Ibnu
Qayyim dalam I’lam Al-Muwaqi’in bahwa manfaat sebagai asal ijarah
sebagaimana ditetapkan ulama fiqih adalah asal fasid (rusak) sebab tidak ada
landasannya, baik dari Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ maupun qias yang shahih.
Menurutnya, benda yang mengeluarkan suatu manfaat sedikit demi sedikit,
asalnya tetap ada, misalnya pohon yang mengeluarkan buah, pohonnya tetap ada
dan dihukumi manfaat, sebagaimana dibolehkan dalam wakaf untuk mengambil

19
manfaat dari sesuatu atau sama juga dengan barang pinjaman yang diambil
manfaatnya
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan
perpindahan kepemilikan (hak milik). Pada ijarah objek transaksinya adalah
barang maupun jasa.Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada tiga jenis:
a. Ijarah, sewa murni. Dalam teknis perbankan, bank dapat membeli
dahulu equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan
dalam waktu dan hanya yang telah disepakati kepada nasabah.
b. Bai al takjiri atau ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan
penggabungan sewa dan beli, di mana si penyewa mempunyai hak
untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (finansial lease).
c. Musyarakah Mutanaqisah/Descreasing Participation. Jenis ini adalah
kombinasi antara Musyarakah dengan Ijarah (perkongsian dengan sewa.

DSN-MUI memandang LKS sebagai lembaga keuangan syariah perlu


merespon kebutuhan masyarakat yang semakin berkembang yang berkaitan
dengan jasa misalnya, bank memberikan pembiayaan sejumlah uang kepada
nasabah yang bisa digunakan untuk biaya pendidikan, biaya perawatan kesehatan,
biaya perkawinan, biaya bayar pajak kendaraan bermotor dan biaya bayar utang,
sehingga perlu menetapkan suatu fatwa yang mengatur tentang pembiayaan
tersebut, yaitu fatwa Dewan Syariah Nasional no.44/DSN-MUI/VIII/2004)
tentang Pembiayaan Multijasa. Pembiayaan multijasa ini dapat menggunakan
Akad Al-Ijarah dan Akad Kafalah. Adapun pelayanannya bisa berbentuk barang
maupun jasa berupa upah, fee/ujrah (imbalan). Ujrah dalam ijarah harus
disepakati pada saat akad; akan tetapi, dalam kondisi tertentu terkadang salah satu
atau para pihak memandang perlu untuk melakukan review atas besaran ujrah
yang telah disepakati tersebut.

3.2 Pendidikan
Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 20 Tahun 2003, dinyatakan bahwa :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

20
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yaitu
tuntutan di dalam hiduptumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan
yaitu menuntun segalakekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaansetinggi-tingginya.

Dalam teori dan praktik pembiayaan pendidikan, baik pada tataran makro
maupun mikro, dikenal bebarapa kategori biaya pendidikan. Pertama, biaya
langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost).
a. Biaya langsung adalah segala pengeluaran yang secara langsung
menunjang penyelenggaraan pendidikan. Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya
yang dikeluarkan untuk pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa berupa
pembelian alat-alat pelajaran, sarana belajar, biaya transportasi, gaji guru baik
yang dikeluarkan oleh pemerintah, orang tua maupun siswa sendiri.
b. Biaya tidak langsung adalah pengeluaran yang tidak secara langsung
menunjang proses pendidikan tetapi memungkinkan proses pendidikan tersebut
terjadi di sekolah, misalnya biaya hidup siswa, biaya transportasi ke sekolah,
biaya jajan, dan harga kesempatan (opportunity cost)

21
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembiayaan Ijarah Multijasa
Dalam skim pembiayaan multijasa di BMT Maslahah menggunakan akad
ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa. Dengan menggunakan akad
ijarah, Mitra (nasabah) memberikan imbalan sebagai kompensasi atas pelayanan
berupa pembayaran yang dilakukan oleh LKS kepada pihak ketiga. Setelah itu
Mitra membayar kepada LKS dengan cara mengangsur atau sekaligus sesuai
dengan kesepakatan dalam perjanjian. Angsuran yang disepakati pada tahap awal
pembiayaan tidak akan berubah selama jangka waktu pembiayaan. Dengan
demikian, angsuran pembiayaan multijasa ini besarnya tetap kendati terjadi
fluktuasi suku bunga di pasar konvensional. Adapun penetapan ujrah keuntungan
bagi bank dilakukan berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah. Dalam
aplikasinya, BMT Maslahah melaksanakan dua kali akad. Akad yang pertama
adalah akad wakalah pada pembiayaan multijasa, artinya BMT tidak membayar
sendiri manfaat akan jasa yang Mitra butuhkan. BMT Maslahah hanya
memberikan sejumlah uang dan menyerahkan kuasa kepadaMitra untuk
membayarkan atau membeli jasa manfaat yang Mitra ajukan. Dengan demikian
Mitra sendiri yang melakukan jasa pembayaran.
Dalam kontrak akad wakalah, menyatakan dalam beberapa hal, yaitu:
1. BMT Maslahah sebagai pihak yang mewakilkan kepada Mitra.
2. Mitra sebagai pihak yang mewakili BMT Maslahah
3. BMT memberikan sejumlah uang kepada Mitra sekaligus memberikan
kuasa penuh kepada Mitra untuk membayar kepada pihak ketiga

22
sebagaimana yang dinyatakan dalam surat keterangan dan bukti-bukti
yang terlampir.
4. Mitra menerima sejumlah uang dan kuasa yang diberikan kepada untuk
membayar kebutuhannya sesuai dengan keterangan yang di atas.
5. Mitra bersedia menyerahkan bukti-bukti pembayaran.
6. Mitra tidak diperkenankan menggunakan uang tersebut untuk keperluan
di luar kesepakatan.
Setelah bukti-bukti sudah diserahkan oleh Mitra kepada pihak BMT, maka
dibuat akad ijarah. Dalam hal ini menyatakan BMT memberikan jasanya untuk
memenuhi kebutuhan Mitra. Pada akad ini mencantumkan 10 pasal, yaitu
a. Pasal 1. Pada pasal ini berisi tentang cara realisasi dan droping
pembiayaan, bahwa kesepakatan kedua belah pihak yang didasari dengan
kepercayaan, ketakwaan dan amanah.
b. Pasal 2. Pasal ini membahas tentang harga dan jasa yang disewakan.
Biaya yang diberikan oleh BMT diperuntukan untuk apa oleh Mitra.
c. Pasal 3. Pasal mengenai jangka waktu pembiayaan. Mitra memilih
waktu yang diperlukan untuk melunasi pembiayaannya yang terdiri dari
angsuran harian, mingguan atau bulanan.
d. Pasal 4. Pasal tentang cara dan jumlah pembayaran. Berapa jumlah tiap
angsuran yang dibayarkan oleh Mitra dan bagaimana caranya, bias
dibayarkan secara tunai di BMT atau dana dijemput oleh petugas yang
menangani pembiayaan dari BMT.
e. Pasal 5. Pasal tentang simpanan pembiayaan yang diberikan (PYD) dan
infaq. Dalam pasal ini Mitra diwajibkan membuka simpanan pembiayaan
yang diberikan dengan dengan setoran awal yang disepakati dan menyetor
secara rutin setiap angsuran dan bersedia secara sukarela memberikan
infaq melalui Baitul-Maal.
f. Pasal 6. Berisi tentang premi asuransi pembiayaan. Premi asuransi ini
juga sebagai jaminan jika terjadi tidak tertagihnya pengembalian
pembiayaan yang disebabkan Mitra meninggal dunia. Di mana BMT
Maslahah bekerja sama dengan PT. Asuransi Takaful Indonesia dengan
membayar satu kali premi. Kegunaan dari premi ini juga untuk

23
membebaskan ahli waris Mitra dari kewajiban mengembalikan
pembiayaan kepada BMT.
g. Pasal 7. Berisikan tentang jaminan pembiayaan. Jaminan ini untuk
menjaga amanah di mana spesifikasi bentuk jaminan dilampirkan.
h. Pasal 8. Mengenai cidera janji dan sanksi. Menjelaskan tentang situasi
Mitra yang dinyatakan cidera janji dan menjelaskan tentang sanksi yang
akan diterima Mitra.
i. Pasal 9. Berisikan tentang biaya administrasi yang dibebankan pada
Mitra.
j. Pasal 10. Berisi mengenai penyelesaian jika suatu saat terjadi
perselisihan, yakni kedua belah pihak sepakat menyelesaikannya melalui
BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional).
Dalam penjelasan di atas, maka dapat dilihat dengan jelas dari hasil
penelitian. Dalam prakteknya, pembiayaan multijasa pada BMT Maslahah
melakukan dua kali perjanjian.

Keterangan:

1) Mitra mengajukan permohonan pembiayaan pada pihak BMT dengan


memberikan spesifikasi jasa yang dibutuhkan Mitra dan kelengkapan

24
seluruh persyaratan yang ditentukan oleh pihak BMT.
2) Setelah terjadi kesepakatan kedua belah pihak, maka pihak BMT melakukan
akad ijarah dengan Mitra sesuai dengan kebutuhan Mitra akan manfaat jasa.
3) Pihak BMT memberikan uang tunai kepada Mitra sebesar pembiayaan yang
diajukan Mitra.
4) Pihak BMT memberikan akad wakalah kepada Mitra membayar kebutuhannya
dan memperoleh manfaatnya yang sesuai dengan spesifikasi. Akad wakalah ini
atas nama Mitra.
5) Mitra melaksanakan kewajiban finansialnya untuk membayar tunai kepada
Pihak ketiga.
6) Mitra membayar cicilan kepada pihak BMT.
Dalam hal ini pihak BMT Maslahah mempunyai alasan tersendiri
mereka menggunakan akad wakalah di dalamnya. Menurut hasil wawancara
dengan Sutanto, SE., hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu;
a) Masih kurangnya sumber daya manusia yang terdapat pada BMT Maslahah
b) Kurangnya jaringan kerjasama dengan pihak lain
c) Belum meluasnya BMT di masyarakat luas tidak seperti bank.

Dalam proses pembayaran angsuran, Mitra dapat memilih dengan 3


pilihan sesuai dengan kemampuannya, yaitu secara harian, mingguan atau
bulanan. Bersama pembayaran angsuran pembiayaan dan ujrah, secara rutin Mitra
diwajibkan menyetorkan simpanan PYD (Pembiayaan yang Diberikan) dan
bersedia dengan sukarela memberikan infaq melalui Baitul-Maal.

Dalam pelunasan pembiayaan, terdapat Mitra yang membayarnya lebih


cepat maupun lebih lama, tergantung kepada kebutuhan dan kemampuan Mitra
dalam membayarnya. Menurut Dr. Hasanudin, M.Ag, bagi nasabah yang
mempercepat pembayaran pelunasannya tidak ada pemotongan, tetap membayar
100% dari angsurannya. Hanya saja terkadang terdapat lembaga keuangan syariah
yang memberikan pemotongan untuk nasabahnya sesuai dengan kebijakan
perusahaan. Dalam hal ini dibolehkan.Nasabah yang melakukan pelunasan
pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati sering
meminta kepada lembaga keuangan syariah untuk memberikan potongan dari total

25
kewajiban pembayarannya. Potongan pelunasan ini tidak disepakati diawal akad
dan besarnya diserahkan kepada kebijakan dan pertimbangan LKS.

4.2 Ketepatan Penggunaan Akad dalam Pembiayaan Multijasa


Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di Indonesia,
maka diperlukan suatu lembaga yang dapat mengontrol dan mengawasi jalannya
lembaga keuangan syariah tersebut. Oleh karena itu MUI (Majelis Ulama
Indonesia) membentuk DSN (Dewan Syariah Nasional) pada tahun 1997.
Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk
lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariat Islam.37
Dalammenjalankan fungsinya DSN membuat fatwa bagi produk-produk yang
dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah, baik bank syariah, maupun
lembaga-lembaga lain. Dalam memenuhi kebutuhan nasabah, terkadang terjadi
kesulitan bagi lembaga keuangan syariah. Seperti kasus bila ada seorang nasabah
mengajukan pembiayaan untuk menutupi biaya kebutuhan yang mendesak karena
pada saat itu nasabah belum mempunyai dana. melihat dana sosial di BMT tidak
memungkinkan untuk menggunakan akad Qardhul Hasan, karena dana yang ada
tinggal dana tamwil yang harus memberikan bagi hasil untuk para penyimpan
dana. Sementara jika tidak diberi pinjaman, maka persoalan Mitra tidak
akanterpecahkan. Sehingga dalam kondisi demikian beberapa BMT menggunakan
akad ijarah.
Melihat hal tersebut, maka perlu ditetapkan suatu fatwa untuk
menyelesaikan persoalan tersebut. Pada tahun 2004, DSN menetapkan fatwa
tentang pembiayaan multijasa dengan No. 44/DSN-MUI/VII/2004. Meski sudah
sekitar satu tahun diluncurkan Dewan Syariah Nasional (DSN) namun masih
belum banyak praktisi baitulmal wattamwil (BMT) mengenal fatwa tersebut dan
belum berani mengeluarkan pembiayaan tersebut. Anggota DSN, Mohamad
Hidayat, mengakui DSN memang lebih banyak membina bank syariah sehingga
sosialisasi ke BMT kurang. Namun dia meyakinkan bahwa bank-bank syariah
sudah mengetahui fatwa itu.38
Hal itu mengakibatkan BMT amat berhati-hati menyalurkan pembiayaan
yang sifatnya personal tersebut. Akad ijarah berarti nasabah memberikan komisi

26
pada BMT atas jasa pembayaran. Namun yang terjadi biasanya nasabah sendiri
yang melakukan jasa pembayaran. Karena itu perlu dipikirkan untuk
menggunakan akad wakalah (perwakilan). BMT yang memberikan pembiayaan
multijasa dengan ijtihad beberapa BMT.
Dalam aplikasinya seperti yang sudah dijelaskan bahwa BMT Maslahah
selain menggunakan akad ijarah, BMT juga menggunakan akad
wakalah sebagai solusi agar tetap dapat melayani kebutuhan para Mitranya.
Wakalah adalah penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat.39 Dengan
demikian, pembayaran dilakukan sendiri oleh Mitra kepada pihak ketiga dan
dananya berasal dari BMT.
Dari penggunaan akad wakalah, menurut Drs. Agustianto, M.Ag,
mekanisme proses akad di BMT dengan produk multijasa yang mengunakan akad
wakalah sangat tidak tepat. Karena obyek yang diwakilkan bertolak belakang
dengan kedaaan riil yang terjadi. Jika BMT mewakilkan kepada nasabah, berarti
BMT itu yang ingin kuliah. Jika akad wakalah ingin digunakan dalam transaksi
tersebut, harus ada akad yang mendahuluinya, seperti akad ijarah. Namun akad
wakalah tidak dapat digunakan dalam akad ijarah yang di mana objeknya adalah
manfaat atas jasa. Ijarah dalam pembiayaan multijasa adalah jasa BMT dalam
pelayanan menalangi pelunasan biaya kuliah sejumlah tententu. Oleh karena
BMT berjasa menyelesaikan biaya kuliah nasabah, maka nasabah diminta untuk
membayar fee atas jasa yang dilakukan BMT yang telah menyelesaikan paket
pembayaran uang kuliah. Menurut beliau, seharusnya BMT hanya menggunakan
akad ijarah saja, tidak perlu diwakilkan, karena tidak jelas apa objek yang
diwakilkan.
Hanya saja menurut Drs. Agustianto, M.Ag, akad ijarah ini rawan kepada
praktik riba, karena bentuk pembiayaan tersebut bersifat sosial. Seharusnya di
masa depan, pembiayaan untuk jasa dananya berasal dari zakat, infaq sedeqah
atau waqaf yang kesemuanya merupakan akad tabarru’, bukan akad bisnis, yang
tujuannya untuk mencari keuntungan. Adanya pembebanan ujrah (fee) dalam
transaksi itu, meskipun tidak didasarkan persentase, tetapi kenyataannya biaya
tersebut menjadi keuntungan (pendapatan) LKS. Dengan demikian, yang menjadi
solusi ideal di masa depan untuk pembiayaan multijasa ialah akad qardh yang

27
sumber dananya dari ZISWAF. Bukan akad ijarah yang penuh rekayasa.41
Objek ijarah dibagi menjadi dua, yaitu
1. Ijarah benda, yaitu sewa-menyewa rumah, toko, dan lain-lain yang
sesuai dengan syara’.
2. Ijarah pekerjaan, yaitu dengan cara memperkerjakan seseorang untuk
melakukan suatu pekerjaan. Seperti buruh bangunan, tukang jahit, tukang
sepatu, dan lain-lain yang bersifat kelompok serikat.Menurut para ulama
fikih, objek ijarah terhadap nilai tukar atau uang karena menyewakan hal
tersebut berarti menghabiskan materinya. Menyewakan
uang cenderung kepada adanya kelebihan pada barang ribawi yang cenderung
kepada riba yang jelas diharamkan.
Dengan demikian, aplikasi dalam pembiayaan multijasa dengan akad
ijarah seperti yang sudah dijelaskan di atas yang dilakukan oleh BMT Maslahah
tidak tepat karena hal ini rawan dengan praktek riba, penuh rekayasa. Objek yang
digunakan pada BMT Maslahah dalam hal ini adalah uang karena pihak BMT
memberikan dana tersebut kepada nasabah untuk dibayarkan sendiri dengan
menggunakan akad wakalah. Jika akad wakalah ingin digunakan pada objek sewa
jasa, maka BMT harus menggunakan jasa orang lain,bukan nasabah itu sendiri.
Jika hal tersebut dilakukan sama halnya dengan konvensional di mana
“uang mengembangbiakkan uang” sedangkan dalam syariat Islam uang bukan
suatu komoditi melainkan hanya alat untuk mencapai pertambahan nilai
ekonomis. Selain itu juga dalam fikih muamalah dijelaskan bahwa objek dalam
akad ijarah adalah manfaat atas barang atau jasa. Jasa di sini seperti jasa seorang
karyawan yang telah bekerja pada suatu perusahaan sehingga mereka berhak
memperoleh upah (gaji).
Akad yang sebaiknya digunakan dalam pembiayaan multijasa adalah akad
qardh yaitu LKS memberikan pinjaman kepada nasabah tanpa memungut
imbalan. Jika tidak memungkinkan maka dapat menggunakan akad ijarah. Hanya
saja akad ijarah yang seharusnya dilakukan oleh BMT Maslahah adalah BMT
tidak menyerahkan sejumlah uang kepada nasabah melainkan BMT memberikan
jasa dalam menanggung terlebih dahulu beban nasabah yang langsung dibayarkan
kepada pihak ketiga. Oleh karena itu akad wakalah tidakdapat digunakan dalam

28
pembiayaan multijasa karena objek pembiayaan multijasa adalah sewa jasa bukan
barang

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan didukung dengan teori
teori yang dijadikan landasan dalam memahami permasalahan-permasalahan,
maka kesimpulan yang penulis buat adalah sebagai berikut:
1. Pembiayaan multijasa adalah pembiayaan dalam memenuhi kebutuhan
akan manfaat atas suatu jasa. Dalam prakteknya, produk Pembiayaan
IjarahMultijasa menggunakan dua akad yaitu akad ijarah dan wakalah, artinya
BMT Maslahah memberikan jasa dalam memenuhi kebutuhan para Mitra dan
memberikan kuasa kepada Mitra (nasabah) untuk membayar kepada pihak ketiga.
Sehingga antara BMT dan pihak ketiga tidak terjadi transaksi apapun. Dalam

29
proses membayar, Mitra dapat menyicil dengan cara harian, mingguan atau
bulanan yang sesuai dengan kemampuan Mitra. Dari produk ini BMT Maslahah
berhak mendapatkan imbalan dari Mitra (nasabah) atas jasa yang diberikan
dengan kesepakatan diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan
prosentase karena pembiayaan ini bukan ditujukan untuk pembiayaan produktif,
melainkan pembiayaan konsumsi. Ujrah yang .dikenakan pada BMT lebih besar
dibandingkan pada bank syariah karena BMT memerlukan lebih banyak dana
untuk menutupi biaya operasionalnya.
2. Pedoman mengenai pembiayaan multijasa yang dibuat oleh Dewan
Syariah Nasional tertuang pada fatwa No. 44/DSN-MUI/VII/2004 yang
menjelaskan bahwa akad yang dapat digunakan adalah akad ijarah atau kafalah.
Dalam aplikasinya di BMT Maslahah, akad ijarah yang diikuti dengan akad
wakalah tidak tepat karena objek pada akad ijarah di sini adalah sewa jasa
namun pada aplikasinya di BMT Maslahah yang dipakai adalah uang
seperti yang sudah dijelaskan di atas. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan
fikih muamalah dan juga fatwa DSN tentang pembiayaan ijarah. Dalam hal
ini akad yang digunakan hanya untuk menghalalkan yang haram dan
mengharamkan yang halal dengan menggunakan akad Islami sedangkan hal
ini tidak ada bedanya dengan konvensional di mana uang dikembangbiakkan
yang mengandung unsur riba. Penggunaan akad ijarah seperti direkayasa
untuk lembaga keuangan memperoleh keuntungan dari nasabahnya mengingat
banyak masyarakat yang membutuhkan pembiayaan ini untuk memenuhi
kebutuhan mereka atas jasa seperti halnya untuk pendidikan.
Pada akhir dari laporan ini, saya akan menyampaikan saran-saran, baik
untuk pihak sekolah maupun bagi pihak industri tentang pelaksanaan Praktek
Kerja Industri (PRAKERIN) ini.
1.Untuk Sekolah
a. Sekolah dapat menambahkan sejumlah keterampilan dasar dengan
pengolahan administrasi dasar bagi siswa siswi jurusan Perbankan Syari ah.
b. Dalam pembekalan materi fisik maupun mental agar lebih di tingkatkan
terutama untuk pembinaan mental siswa siswi.

30
c. Sekolah dapat lebih memeberikan kesempatan dan memperlihatkan kepada
siswa siswi untuk mempelajari bidang administrasi bagi jurusan Perbankan
Syari ah.
2.Untuk BMT Maslahah
a. Para karyawan dapat lebih meningkatkan efisiensi dalam bekerja,
khususnya dalam hal waktu.
b. karyawan dapat lebih meningkatkan kedisiplinan dantanggung jawab
dalam melakukan pekerjaan agar dapat mendapatkan hasil yang maksimal
pada setiap pekerjaan yang di lakukan BMT Maslahah

31

Anda mungkin juga menyukai