Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KOPERASI SYARIAH/ BMT

Disusun Oleh:

1. NAUFAL TANZIL ZAIDAN DHIAULHAQ ( 1860402233195)


2. ALDRIEN DECKA DWIFRAMSUDJI (1860402233196)
3. DESYANA EKA PUTRI (186040223197)
4. FASHA SAHDA NIRMALA DEWI (1860402233198)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS SAYYID


ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG

KATA PENGANTAR
1
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, sehingga makalahini dapat selesai dengan baik dan tepat
waktu.

Oleh karena itu penyusun pada kesempatan ini mengucapkan rasa terima kasih kepada
Dosen Lembaga Keuangan Syariah yang sekaligus menjadi Pembimbing dalam penyusunan
makalah ini sehingga penyusun dapat menyeselesaikan makalah ini.

Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas yang diberikan Ibu Elfa Septi Hanani,
M.SE.I selaku Dosen Lembaga Keuangan Syariah Semester 1 Universitas Islam Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung.

Penyusun menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik
yang membangun sangat penyusun butuhkan. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Tulungagung, 25 Agustus 2023

Elfa Septi Hanani, M.SE.I

DAFTAR ISI

2
HALAMAN SAMPUL...................................................................................

KATA PENGANTAR.....................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

A. Latar Belakang..........................................................................................

B. Rumusan masalah.....................................................................................

C. Tujuan.......................................................................................................

BAB II PENBAHASAN.................................................................................

A. Konsep dan sejarah perkembangan koperasi syariah/BMT.....................

B. Dasar hukum dan Regulasi koperasi syariah/ BMT.................................

C. Produk- produk koperasi syariah/ BMT....................................................

D. Prinsip syariah dalam koperasi syariah/BMT............................................

E. Sistem operasional koperasi syariah/ BMT...............................................

F. Manajemen dan kelembagaan koperasi syariah/BMT...............................

BAB III PENUTUP.........................................................................................

A. Kesimpulan...............................................................................................

B. Saran.........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

3
A. Latar Belakang
Koperasi merupakan suatu perkumpulan yang beranggotakan orang- orang atau badan–
badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota,
dengan bekerjasama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi
kesejahteraan para anggotanya. Koperasi memiliki berbagai latar belakang usaha, salah
satunya yaitu usaha koperasi simpan pinjam atau unit simpan pinjam, yang merupakan
lembaga keuangan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat walaupun dalam
ruang lingkup terbatas. Menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat melalui kegiatan
simpan pinjam (perkreditan) dari dan untuk anggota koperasi. Kegiatan usaha simpan
pinjam sangat dibutuhkan oleh para anggota koperasi karena banyak manfaat yang
diperoleh terutama dalam rangka meningkatkan modal usaha sehingga tercipta
kesejahteraan hidup yang baik.
Banyaknya lembaga keuangan makro maupun mikro yang tersebar ke berbagai pelosok
tanah air, rupanya belum mencapai kondisi yang ideal jika diamati secara teliti. Hal ini
nampak dari banyaknya lembaga keuangan mikro yang hanya mengejar target pendapatan
masing-masing, sehingga tujuan yang lebih besar sering terabaikan, khususnya dalam
pengembangan ekonomi masyarakat kelas bawah. Padahal, lembaga keuangan mikro
mempunyai posisi strategis dalam pengembangan ekonomi masyarakat kelas bawah. Jika
berharap kepada peran lembaga keuangan makro, jelas hal ini sulit diharapkan. Kredit
yang diberikan berbagai lembaga keuangan sampai saat ini masih didominasi kredit
konsumtif, sehingga laju ekonomi masyarakat cenderumg konsumtif, kurang produktif.
Dalam kondisi yang demikian inilah baitul maal wa tamwil (BMT) sebagai lembaga
keuangan mikro berbasis syariah muncul dan mencoba menawarkan solusi bagi
masyarakat kelas bawah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumiyanto (2008:16) yang
mengatakan “BMT sendiri merupakan salah satu model lembaga keuangan syariah yang
bisa dibilang paling sederhana”. Realitas di lapangan, dalam beberapa tahun terakhir
BMT mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan BMT yang pesat ini
terjadi karena tingginya kebutuhan masyarakat akan jasa intermediasi keuangan, namun
disisi lain akses ke dunia perbankan yang lebih formal relatif sulit dilakukan.
BMT lahir ditengah-tengah masyarakat dengan tujuan memberikan solusi pendanaan
yang mudah dan cepat, terhindar dari jerat rentenir, dan mengacu pada prinsip syariah.
Geraknya yang gesit, dikelola oleh tenaga- tenaga muda yang progresif dan inovatif, serta

4
pelayanannya yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan membuat BMT cepat
populer.
Namun realitas keberadaannya ini masih belum selaras dengan tatanan hukum yang ada.
Masalah utamanya adalah faktor kelembagaan yang sering menjadi kendala. Sampai saat
ini kelembagaan BMT belum diatur secara spesifik sebagaimana lembaga-lembaga
keuangan mikro lainnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan koperasi syariah/ BMT?
2. Apa dasar hukum dari koperasi syariah/ BMT?
3. Apa produk-produk koperasi syariah/ BMT?
4. Apa prinsip-prinsip koperasi syariah/ BMT?
5. Bagaimana sistem operasional koperasi syariah/ BMT?
6. Apa manajemen dan kelembagaan koperasi syariah/ BMT?

C. Tujuan
1. Untuk memberikan pemahaman lebih lanjut tentang koperasi syariah/ BMT.
2. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah lembaga keuangan syariah yang
diharapkan mahasiswa baik masyarakat umum dapat memahaminya secara
mendalam.

BAB II PEMBAHASAAN
5
A. Konsep dan Sejarah Perkembangan Koperasi Syariah/ BMT
Koperasi Syariah ataupun Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) ialah salah satu aksi
ekonomi yang penyelenggaraannya berdasarkan prinsip koperasi yang berdasar
kekeluargaan dan mempraktikkan prinsip syariah. Koperasi Pelayanan Keuangan Syariah
merupakan upaya ekonomi serta keuangan yang tertata dengan cara demokratis, afdal,
berkelakuan sosial serta kebebasan partisipatif yang aktivitas operasionalnya berdasarkan
prinsip-prinsip etika akhlak yang dijalani sesuai dengan anutan agama Islam (Buchori,
2012). Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) ada 2 sebutan, ialah baitul maal yang merupakan
cara menuangkan serta mengakulasi informasi yang tidak mencari profit semata.
Kemudian baitul tamwil ialah aktivitas pengumpulan serta distribusi anggaran yang
bertabiat menguntungkan. BMT merupakan salah satu bagian dari bank syariah dengan
aktivitas operasionalnya mempunyai guna semacam koperasi. Baitul Maal wa Tamwil
(BMT) adalah badan keuangan mikro yang dioperasikan dengan suatu rancangan bagi
hasil, meningkatkan bidang usaha mikro yang bermaksud mengangkat derajat serta
martabat dan membela kebutuhan kalangan orang yang kurang mampu. Baitul Maal
mempunyai arti rumah anggaran serta Baitul Tamwil berarti suatu rumah usaha. Baitul
Maal dikembangkan berdasarkan sejarah, ialah dari era Rasul hingga dengan era
pertengahan kemajuan Islam. Dapat di simpulkan bahwa BMT selaku suatu badan
keuangan Islam yang sangat sederhana dalam mengaktifkan kenaikan pengembangan
aktivitas ekonomi warga dengan berdasarkan hukum-hukum syariah dalam tiap
aktivitasnya (Nurfadila, 2020).
BMT memiliki fungsi seperti bank tetapi masih dalam ukuran yang kecil, contohnya
koperasi simpan pinjam (KSP) dan juga merupakan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
BMT selain memiliki usaha dan kegiatan pengelolaan modal juga memiliki usaha dan
kegiatan di dalam pengumpulan infaq, zakat dan shodaqoh. BMT juga memiliki prinsip
ekonomi kerakyatan karena BMT memiliki acuan dan dasar yang berpegang pada prinsip
syariah. Prinsip syariah ini memberikan kenyamanan dan ketenangan bagi pemilik dana
dan pengguna dana. Berdasarkan definisi para ahli, peran merupakan pandangan dinamis
dari kedudukan ataupun status. Seseorang yang melakukan hak serta peranan, berarti
sudah melaksanakan suatu kedudukan. Peran pula dapat disandingkan dengan fungsi.
Peran serta status tidak dapat dipisahkan. Tidak terdapat peran tanpa kedudukan ataupun
status, sedemikian itu pula tidak terdapat status tanpa peran. Tiap orang memiliki

6
beragam peran yang dijalani dalam pergaulan hidupnya didalam warga. Peran
memastikan kesempatan- kesempatan yang diserahkan oleh warga kepadanya. Peran
diatur oleh norma- norma yang legal (Anoraga & Widayanti, 2023).
Dalam KBBI, sejahtera merujuk pada suasana yang nyaman sentosa, serta makmur.
Aman berarti terbebas dari ancaman serta kendala. Hidup yang aman menunjukkan suatu
kehidupan yang terbebas dari seluruh kesukaran serta musibah. Alhasil, hidup yang
sentosa merupakan hidup dalam suasana aman, rukun, serta tidak terdapat kekalutan.
Dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan merupakan terbebasnya seorang dari jeratan
kekurangan, kebodohan serta rasa khawatir sehingga ia mendapatkan kehidupan yang
aman dan tenteram dengan cara lahir batin. KBBI menyatakan bahwa masyarakat
merupakan beberapa orang yang terikat oleh suatu kultur yang mereka kira serupa
(Sugono, 2003). Menurut Charles Horton, masyarakat merupakan suatu yang global yang
melingkupi bermacam bagian yang berhubungan dengan cara analitis fungsional.
Kesejahteraan masyarakat merupakan situasi terpenuhinya keinginan dasar yang
tercermin dari rumah yang layak, tercukupinya keinginan pakaian serta pangan, biaya
pendidikan serta kesehatan yang ekonomis dan bermutu ataupun situasi dimana tiap orang
sanggup untuk mengoptimalkan utilitas pada tingkatan batasan perhitungan.

B. Dasar Hukum dan Regulasi Koperasi Syariah/ BMT


Lahirnya Koperasi syariah karena adanya Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan
UKM Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Kemudian diatur lebih lanjut pada Undang-undang
Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian, khususnya pada pasal 87 ayat . Akan tetapi
pada pasal tersebut hanya mengatur koperasi syariah secara kerangka luarnya saja,
sementara pada bagaimana cara pengoperasionalan prinsip syariah pada koperasi syariah
tidak dijelaskan di dalamnya. Permasalahan yang akan diteliti dalam skripsi ini yaitu
pertama apakah Prinsip Bagi hasil pada Koperasi Syariah sudah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, kedua bagaimana Kekuatan
Hukum Fatwa Tentang Bagi Hasil yang dikeluarkan oleh DSN-MUI terhadap Koperasi
Syariah di Indonesia, ketiga Apa bentuk tanggungjawab pengurus koperasi syariah pada
saat koperasi syariah tersebut mengalami kerugian. Analisis bahan hukum yang
dipergunakan adalah deskriptif normatif, selanjutnya ditarik kesimpulan dengan
menggunakan metode deduksi yang berpangkal dari hal-hal yang bersifat umum menuju

7
hal-hal yang bersifat khusus. Koperasi yang menjalankan usahanya dengan prinsip
Syariah diatur dalam Pasal 87 ayat Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang
Perkoperasian, namun pada penerapan pelaksaannya koperasi syariah didasarkan pada
Keputusan Menteri Koperasi dan UKM Republik Indonesia No
91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa
Keuangan Syariah , dan PERMA no. 2 tahun 2008 tentang KHES sebagai dasar
pengoperasionalan Koperasi Syariah. Jika dikaitkan dengan teori Hans Nawiasky tentang
Stufebau Theory prinsip bagi hasil pada koperasi syariah terdapat kekosongan norma
hukum di dalam pelaksanaanya, karena pada Undang-undang tentang Perkoperasian
hanya mengatur koperasi syariah secara kerangka luarnya, tidak menjelaskan bagaimana
tata cara pengoperasionalan prinsip bagi hasil pada Koperasi Syariah. Pada hal ini
berlaku asas Lex Specialis derogat legi generali . Tanggung jawab yang diberikan
koperasi syariah, apabila usahanya mengalami kerugian jika dilihat dari perjanjian
pembiayaan musyarakah adalah menjadi tanggung-jawab bersama pengurus dan anggota
koperasi syariah sesuai proporsi modal masing-masing. Namun, hal ini berbeda apabila
pengurus koperasi syariah melakukan miss-management dan ultra vires . Pengurus
koperasi syariah yang bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkannya. Bentuk
tanggung jawabnya adalah penggantian sejumlah uang yang telah di setorkan kepada
koperasi syariah, dengan bersumber dari harta pribadi milik pengurus koperasi syariah
tersebut, sebagaimana secara eksplisit tercantum dalam pasal 60 ayat dan Undang-
Undang nomor 17 tahun 2012 tentang perkoperasian.

C. Produk-Produk Koperasi Syariah/ BMT


1. Produk Penghimpunan Dana (funding)
Pelayanan jasa simpanan atau tabungan berupa simpanan/tabungan yang diselenggarakan
adalah bentuk simpanan/tabungan yang terikat dan tidak terikat atas jangka waktu dan
syarat-syarat tertentu dalam penyertaan dan penarikannya.
a. Simpanan Pokok
Simpanan pokok merupakan modal awal anggota yang disetorkan dimana besar
simpanan pokok tersebut sama dan tidak boleh dibedakan antara anggota.
b. Simpanan Wajib
Simpanan wajib masuk dalam kategori modal koperasi sebagaimana simpanan pokok
dimana besar kewajibannya diputuskan berdasarkan hasil musyawarah anggota serta

8
penyetorannya dilakukan secara kontinu setiap bulannya sampai seseorang dinyatakan
keluar dari keanggotaan koperasi syariah.

c. Simpanan Sukarela
Simpanan anggota yang merupakan bentuk investasi dari anggota atau calon anggota
yang memiliki kelebihan dana kemudian menyimpan di koperasi syariah. Bentuk
simpanan sukarela ini memiliki 2 jenis karakter antara lain:
1. Karakter yang pertama bersifat akad titipan, yang disebut (Wadi’ah) yang berarti
transaksi penitipan dana anggota kepada Koperasi Syariah dengan kewajiban bagi
Koperasi Syariah untuk dapat mengembalikannya pada saat diambil sewaktu-waktu oleh
anggota.
2. Karakter kedua bersifat investasi, yang memang ditujukan untuk kepentingan usaha
dengan mekanisme bagi hasil (Mudharabah) baik Revenue Sharing maupun Profit and
sharing. Konsep simpanan yang diberlakukan dapat berupa simpanan berjangka
Mudharabah Mutlaqoh maupun simpanan berjangka MudharabahMuqayadah.
Simpanan/tabungan Mudharabah Mutlaqoh adalah bentuk kerja sama antara pemilik
dana (ShahibulMaal) dengan Koperasi Syariah selaku pengusaha (Mudharib) yang
cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah
usaha. Sementara Mudharabah Muqayadah adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana
dengan Koperasi Syariah selaku pengusaha dimana penggunaan dana dibatasi oleh
ketentuan yang dipersyaratkan oleh pemilik dana.

2. Produk Penyaluran Dana (financing)


Sesuai dengan sifat dan fungsi koperasi, maka sunber dana yang diperoleh haruslah
disalurkan kepada anggota maupun calon anggota. Sifat penyaluran dananya ada yang
komersil ada pula sebagai pengemban fungsi sosial. Penyaluran dana koperasi syariah
berdasarkan pada unit kerjanya baik unit Sektor Riil maupun Unit Jasa Keuangan
Syariah (UJKS), yaitu:
a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan
prinsip jual beli.
b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan
prinsip sewa.
c. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna
mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
9
Prinsip Jual beli (Tijaroh), dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan sebagai berikut:
a. Pembiayaan Murabahah, yaitu Koperasi syariah sebagai penjual dan anggota atau
nasabah sebagai pembeli, yang mana jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati.
b. Prinsip Sewa (Ijaroh), Transaksi ijaroh dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi
pada dasarnya prinsip ijaroh sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak
pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objeknya transaksinya adalah barang, maka
pada tijaroh objek transaksinya jasa. Pada akhir masa sewa, koperasi dapat saja menjual
barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal
dengan ijaroh muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya
kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.
c. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah),, untuk produk pembiayaan di koperasi syariah
dioperasionalkan dengan pola-pola sebagai berikut:
1. Musyarakah, adalah kerjasama dalamsuatu usaha oleh dua pihak, yang mana resiko
dan keuntungan ditanggung bersama secara berimbang dengan porsi penyertaan.
2. Mudharabah, kerjasama dengan 2. Mudharabah, kerjasama dengan shahibul mall
memberikan dana kepada mudharib yang memiliki keahlian. Jenis usaha yang
dimungkinkan untuk diberikan pembiayaan adalah usaha- usaha kecil seperti pertanian,
industri rumah tangga, dan perdagangan.
3. Mudharabah Muqayadah, pada dasarnya sama dengan persyaratan di atas.
Perbedaannya adalah terletak pada adanya pembatasan penggunaan modal sesuai dengan
permintaan pemilik modal.

3. Pelayanan Jasa (Services)


Akad ini dioperasionalkan dengan pola sebagai berikut:
a. Alih Utang-Piutang (Al-Hiwalah), transaksi pengalihan utang piutang.
b. Gadai (Rahn), untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada koperasi
syariah dalam memberikan pembiayaan.
c. Al-Qardh, pinjaman kebaikan, untuk digunakan membantu keuangan anggota secara
cepat dan berjangka pendek.
d. Wakalah, penyerahan atau pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain
dalam hal yang diwakilkan. Wakalah juga berarti perlindungan, pencukupan,
tanggungan. Jasa ini timbul dari hasil pengurusan sesuatu hal yang dibutuhkan

10
anggotanya dimana anggota mewakilkan urusan tersebut kepada koperasi seperti
contohnya: pengurusan SIM, STNK.
e. Kafalah, berarti penjaminan, pengertian yang dimaksud dalam Koperasi Syariah
adalah penjaminan yang dilakukan Koperasi Syariah kepada anggotanya dengan tujuan
mendapatkan fasilitas
dari pihak lain dan anggota memberikan imbalan dalam bentuk fee/ujroh.

D. Prinsip Syariah dalam Koperasi Syariah/ BMT


Prinsip-Prinsip Koperasi Syariah adalah:
1. Koperasi syariah menegakan prinsip-prinsip ekonomi Islam, sebagai berikut:
a. Kekayaan adalah amanah Allah swt yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun secara
mutlak
b. Manusia diberi kebebasan bermu’amalah selama sesuai dengan ketentuan syariah
c. Manusia merupakan khalifah Allah dan pemakmur di muka bumi
d. Menjunjung tinggi keadilan serta menolak setiap bentuk ribawi (sistem bunga yang
merugikan pihak tertentu) dan pemusatan sumber dana ekonomi pada segelintir orang
atau sekelompok orang saja.
2. Dalam melaksanakan kegiatannya didasarkan pada prinsip-prinsip syariah Islam
sebagai berikut
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
b. Keputusan ditetapkan secara musyawarah dan dilaksanakan secara konsisten dan
konsekuen (istiqomah)
c. Pengelolaan dilakukan secara transparan dan professional
d .Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil, sesuai dengan besarnya jasa usaha
masing-masing anggota
e. Pemberian balas jasa modal dilakukan secara terbatas dan professional menurut sistem
bagi hasil
f. Jujur, amanah, dan mandiri
g. Mengembangkan sumber daya manusia, sumber daya ekonomi dan sumber daya
informasi secara optimal
h. Menjalin dan menguatkan kerjasama di antara anggota, antar koperasi serta dengan
dan atau lembaga lainnya

11
E. Sistem Operasional Koperasi Syariah/ BMT
Sistem Operasional
Dalam operasionalnya, Koperasi Syariah ini tidak terlalu banyak perbedaannya dengan
BMT. Sebagai lembaga keuangan, keduanya mempunyai fungsi yang sama dalam
penghimpunan dan penyaluran dana. Istilah-istilah yang digunakan juga tidak ada
bedanya. Dalam proses penghimpunan dana, keduanya menggunakan istilah simpanan
atau tabungan. Begitu pula dalam penyaluran dana, keduanya menggunakan istilah
pembiayaan. Dalam hal pembiayaan, akad yang dikembangkan berupa pola bagi hasil
(sistem mudlarabah). Sedang syarat pendirian kedua lembaga tersebut mengharuskan
minimal 20 orang (Anonimous, 2012: 6).
Selain itu, dalam buku Petunjuk Pelaksanaan Koperasi Jasa Keuangan Syariah yang
diterbitkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM, pada pasal 25 ditegaskan bahwa
operasional Koperasi Syariah juga memungkinkan untuk melaksankan fungsi ‘Maal’ dan
fungsi ‘Tamwil’, sebagaimana yang selama ini dijalankan oleh BMT. Adapun yang
sedikit membedakan dalam pelaksanaannya, pada BMT memungkinkan penyaluran
dananya pada pihak luar, yaitu pihak yang belum menjadi anggota BMT. Sedangkan,
dalam operasional Koperasi Syariah, penyaluran dananya hanya diperuntukkan pada
pihak yang telah terdaftar menjadi anggota Koperasi Syariah. Dalam hal ini, Koperasi
Syariah hanya diperkenankan memberikan pembiayaan kepada anggota. Hal ini sesuai
dengan prinsip dasar koperasi, dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota. Koperasi
syariah merupakan bagian dari model lembaga keuangan mikro syariah (LKMS). Oleh
karenanya, fokus koperasi syariah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat di
tingkat menengah ke bawah, yaitu dengan memberikan pembiayaan pada skala mikro
(kecil).

F. Manajemen dan Kelembagaan Koperasi Syariah/ BMT


Manajemen Koperasi Syariah
1. Pengertian Manajemen
Melayu S.P. Hasibuan menjelaskan bahwa manajemen dalam bahasa Inggris, artinya to
manage, yaitu mengatur. Oleh karena itu, menurutnya, pertanyaan yang muncul adalah
apa yang diatur, mengapa harus diatur, siapa yang mengatur, bagaimana mengaturnya dan
dimana harus diatur.
12
2. Fungsi Manajemen
Ada 5 fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan,
pengendalian dan pengevaluasian.
a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah kegiatan yang berkaitan dengan usaha merumuskan program yang
di dalamnya memuat segala sesuatu yang akan dilaksanakan, penentuan tujuan,
kebijaksanaan, arah yang akan ditempuh, prosedur dan metode yang akan diikuti dalam
usaha pencapaian tujuan.
b.Pengorganisasian (Organizing)
Mengorganisasikan (Organizing) adalah suatu proses menghubungkan orang-orang yang
terlibat dalam organisasi tertentu dan menyatupadukan tugas serta fungsinya dalam
organisasi. Dalam proses pengorganisasian dilakukan pembagian tugas, wewenang, dan
tanggung jawab secara terperinci berdasarkan bagian dan bidangnya masing-masing
sehingga terintegrasikan hubungan-hubungan kerja yang sinergis, koperatif yang
harmonis dan seirama dalam mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.
c. Kepemimpinan (Leading, Actuating)
Actuating adalah kegiatan yang menggerakkan dan mengusahakan agar para pekerja
melakukan tugas dan kewajibannya.
d. Pengendalian (Controlling)
Pengendalian (Controlling), yaitu meneliti dan mengawasi agar semua tugas dilakukan
dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang ada atau sesuai dengan deskripsi kerja
masing-masing personal.
e. Mengevaluasi (Evaluating)
Mengevaluasi (Evaluating), menilai semua kegiatan untuk menemukan indikator yang
menyebabkan sukses atau gagalnya pencapaian tujuan, sehingga dapat dijadikan bahan
kajian berikutnya.

3. Manajemen Islam
Dalam manajemen Syariah yang dibahas adalah tentang, perilaku dalam manajemen,
struktur organisasi dan sistem yang dijalankan. Adapun keterangannya sebagai berikut:
a. Perilaku dalam Manajemen
Yang dimaksud dengan prilaku personal manajemen adalah perilaku orang-orang yang
menjalankan kegiatan manajemen yang terkait dengan nilai-nilai keimanan dan
13
ketauhidan. Jika setiap orang yang terlibat kegiatan dalam manajemen syariah menyakini
dan menyadari tanggung jawab dan konsekuensi logisnya, maka diharapkan prilakunya
akan terkendali dan tidak akan terjadi prilaku KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme)
karena ia menyadari sepenuhnya adanya pengawasan dari Yang Maha Kuasa yaitu Allah
SWT yang akan memperhitungkan semua perbuatannya.
b. Struktur Organisasi
Struktur organisasi sangatlah penting, hal ini menjelaskan bahwa dalam mengatur
kehidupan dunia, peranan manusia tidak akan sama. Kepintaran dan jabatan seseorang
tidak akan sama.
Sesungguhnya struktur itu merupakan sunnatullah dan struktur yang berbeda-beda itu
merupakan ujian dari Allah dan bukan digunakan untuk kepentingan sendiri.
c. Sistem yang dijalankan
Sistem yang dijalankan dalam manajemen syariah adalah sistem yang menjadikan prilaku
pelaku-pelakunya berjalan baik, tidak mudah tergoda untuk melakukan penyimpangan.
Sistem yang dilengkapi dengan koridor dan rambu-rambu pengawasan, serta ada jaminan
untuk dapat hidup (gaji) yang memadai bagi pelakunya.

14
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Lembaga keuangan syariah (LKS) adalah lembaga yang dalam aktifitasnya, baik
penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan
mengenakan imbalan atau dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil
BMT adalah aktor-aktor daerah yang sangat berperan penting dalam pengembangan
Dalam era otonomi daerah,. Sebab bagaimanapun juga, untuk memfasilitasi
pengembangan keuangan mikro syariah tersebut, diperlukan suasana yang kondusif,
misalnya dukungan peraturan-peraturan yang memfasilitasi pengembangannya
maupun melindungi keuangan mikro itu sendiri, bukan malahan menghambat atau
mematikannya. Tentu aturan merupakan satu faktor untuk pengembangan keuangan
mikro, faktor lain adalah para pelaku yang terlibat di daerah.

B. Saran
Dengan adanya pembahasan tentang Lembaga Keuangan Syari’ah Khususnya BMT
ini diharapkan pembaca dapat memahami lebih lanjut tentang Lembaga Keuangan
Syari’ah (BMT), Fungsi, Peran dan Tujuan Serta Mnafaat Lembaga Keuangan
Syari’ah dan bagaimana menjadikan Lembaga Keuangan Syari’ah ini selalu diminati
masyarakat luas serta tidak mematikan fungsi dan peran asalnya. Dan semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi pembacanya

15
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2012. Modul Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Jakarta: Deputi Bid.
Pengembangan SDM Kemenkop dan UKM RI.

Philip, Kotler dan Gary Amstrong, Prinsip-Prinsip Pemasaran, Jakarta: Erlangga,


1997.

Malayu S.P, Hasibuan. Manajemen: Dasar, Pengertian, Dan Masalah. Jakarta : Bumi
Aksara, 2014.

Iqbal Aminuddin, Mohammad. 2013. Prinsip bagi hasil pada pembiayaan koperasi
syariah dalam https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/5976

16

Anda mungkin juga menyukai