Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penduduk indonesia sebagian besar penduduknya adalah beragama

islam, sehingga dalam melakukan kegiatan rutinitas sehari-hari sudah

seharusnya menggunakan syari’at islam sebagai landasan dalam rangka

memenuhi kesejahteraan dan kenyamanan, baik untuk diri sendiri maupun

orang lain. Dalam Islam seorang muslim sangat dianjurkan untuk bekerja

sekuat tenaga dalam mencari rezeki yang halal.1 Masyarakat memiliki potensi

yang besar untuk berkegiatan ekonomi, seperti berdagang dan memproduksi

barang, namun potensi yang mereka harapkan terhambat oleh tidak adanya

modal. Untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang ataupun dalam

keluarganya, seseorang dapat melakukan pinjaman berupa uang atau barang

kepada lembaga formal maupun non formal. Dengan cara inilah seseorang

regulasi dan fasilitas pemerintah sangat di perlukan bagi tumbuh kembangnya

usaha rakyat berbasis syariah.2

Banyak bank-bank syariah yang tersebar di seluruh indonesia, namun

pada kenyataannya masih sangat sedikit bank-bank syariah yang menyentuh

masyarakat kalangan menengah kebawah. Masyarakat kalangan menengah

kebawah pada umumnya nyaris tidak tersentuh dan tidak dianggap potensi

dana oleh lembaga keuangan formal, sehingga menyebabkan laju


1
Abdurrachaman Qadir, zakat (dalam dimensi mahdah dan sosial), (Ed. 1. Cet.2 jakarta: Raja
Grafindo persada, 2001). 24
2
Euis Amalia, (Transformasi nilai-nilai ekonomi islam, jurnal Iqtishad, Vol. 1, 2009) .106

1
2

pertumbuhan ekonomi terhambat. Faktanya, mayoritas masyarakat kalangan

menengah kebawah banyak yang terjebak di peminjaman rentenir.3

Lembaga keuangan yang mampu menjangkau semua lapisan

masyarakat antara lain, Koperasi Simpan Pinjam Syariah (KSPS), Baitul

Maal wat Tamwil (BMT), Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), perum

pegadaian dan lain sebagainya. Lembaga pelayanan pembiayaan tersebut yan

harus ideal harus mencerminkan prinsip sosial dan ekonomi (efektif dan

efesien) menjadi motor penggerak roda bisnis lembaga tersebut. Tuntunan

pelayanan dalam pemberian pembiayaan harus di sikapi sebagai sebuah

fasilitas kemudahan bagi masyarakat untuk meningkatkan produktivitas

usahanya.4

Kehadiran BMT adalah solusi masyarakat yang membutuhkan suatu

modal untuk mengembangkan usahanya baik individu maupun kelompok.

Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) merupakan suatu lembaga keuangan bukan

bank yang menjalankan prinsip syariah, BMT melaksanakan dua jenis

kegiatan, yaitu baitul tamwil dan baitulmal. Dalam meningkatkan kualitas

kegiatan pengusaha kecil, Baitul tamwil berkegiatan mengembangkan usaha

produktif dan investasi dengan cara mendorong suatu kegiatan berupa

menabung dan menunjang pembiayaan ekonomi. Sedangkan, baitulmal

bertugas menerima titipan zakat, infak, dan sedekah, serta membagikannya

kepada orang yang mempunyai hak untuk menerimanya5. Perkembangan

3
Muhammad, Bank Syariah: problem dan prospek perkembangan di indonesia (Yogyakarta:
Graha ilmu 2005). 125
4
Muhammad Ridwan, manajemen baitul maal wat tamwil (yogyakarta: UII Press 2004). 26
5
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group 2012). 357
3

BMT dimaksudkan untuk mampu membantu lapisan bawah masyarakat yang

tidak mampu disentuh dengan dana-dana komersil. Dengan zakat, maka BMT

akan mampu memberdayakan beberapa masyarakat yang kurang mampu.

Perkembangan BMT di indonesia sampai saat ini telah mencapai

jumlah yang besar diseluruh indonesia dan menjadi pendorong intermediasi

usaha rill mikro. Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya jumlah BMT

atau koperasi jasa keuangan syariah yang telah banyak berkembang di

pedesaan Indonesia. Pada umumnya BMT berpayung hukum koperasi jasa

keuangan syariah, yang mana sebagian besar letak kantornya berada di tengah

pusat ekonomi kerakyatan, seperti pasar tradisional dan perumahan

penduduk. Sebagian besar masyarakat yang menjadi mitra produk BMT

adalah masyarakat yang berpenghasilan menengah kebawah.

Dalam artian luas pembiayaan di artikan sebagai kepercayaan begitu

pula dalam bahasa latin kredit berarti “credere” artinya percaya. Adapun

maksud dari percaya tersebut diperuntukkan kepada si pemberi kredit yang

sangat percaya kepada si penerima pembiayaan bahwa akan dikembalikan

sesuai perjanjian yang telah disepakati. Sedangkan bagi si penerima

pembiayaan berusaha memenuhi kewajibannya untuk membayar sesuai

jangka waktu yang telah ditentukan. sebelum pembiayaan diberikan, untuk

meyakinkan bank bahwa si nasabah bener-bener dapat di percaya maka, bank

terlebih dahulu mengadakan survei nasabah. Survei nasabah mencakup latar


4

belakang nasabah, prospek usahanya. Tujuan tersebut agar bank yakin bahwa

pembiayaan yang di berikan bener-bener aman.6

Secara umum lembaga keuangan syariah telah menawarkan beragai

macam produk yang di milikinya di dalam usaha memperbesar market

sharenya, BMT NU Cabang Bungatan yang ada di Bungatan dan memiliki

berbagai macam jenis pembiayaan , adapun Produk pembiayaan di BMT NU

Cabang Bungatan meliputi pembiayaan Al-Qardlul Hasan, pembiayaan

murabahah, pembiayaan mudharabah, pembiayaan musyarakah, pembiayaan

rahn, pembiaayaan tanpa jaminan (lasisma) dan hidup sehati. Adapun

pembiayaan di berikan kepada seluruh anggota biasa atau luar biasa yang

membutuhkan modal usaha dengan berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli,

jasa atau pinjam meminjam.

Sistem tanpa jaminan adalah salah satu solusi untuk meringankan

beban masyarakat dalam meningkatkan tarif perekonomiannya serta dapat

mengetas kemiskinan. Karena dalam peminjaman di BMT NU yang dananya

berbasis bergulir tidak menggunakan jaminan atas barang atau jasa yang

nantinya akan dipinjamkan. Sehingga bmt nu sendiri menerapkan sistem

kepercayaan kepada nasabah. Selain itu simpan pinjam khusus perempuan

juga mempunyai tanggung jawab besar terhadap pinjamannya dalam bentuk

usaha.

Pelaksanaan produk pembiayaan tanpa jaminan di lembaga keuangan

syariah memiliki risiko yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

6
Kasmir, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002 Cet 6),
93
5

pembiayaan lainnya, seperti pembiayaan murabahah, pembiayaan

mudharabah, pembiayaan musyarakah, pembiayaan rahn. Karena BMT NU

sebagai pemilik modal maka harus memegang kepercayaan kepada nasabah

selaku pengelola dana. Selain itu, harus ada tranparansi terkait usaha yang

dijalankan oleh nasabah. Walaupun demikian produk lainnya yang ada di

BMT NU tidak lepas dari adanya risiko. Karena lembaga keuangan syariah

merupakan lembaga keuangan yang sarat dengan risiko. Oleh karena itu para

pengelola lembaga keuangan syariah termasuk BMT harus dapat mengelola

dengan baik termasuk mengendalikan risiko seminimal mungkin dalam

rangka untuk memperoleh keuntugan semaksimal mungkin.

Dengan adanya permasalah tunggakan nasabah terhadap pembiayaan

yang telah di lakukan di BMT NU Cabang Bungatan maka timbul suatu

pemikiran pengelola tentang bagaimana untuk membuat produk pembiayaan

yang bisa membentuk karakter tanggung jawab, Maka dari itu perlu kiranya

pengelola membentuk tanggung jawab dengan tujuan nasabah bisa mengerti

dan sadar jika ia mempunyai suatu tanggungan. Dengan di ajarkannya bentuk

tanggung jawab maka nasabah akan menanggung resiko yang terjadi di

kelompok pembiayaan tersebut. Maka di adakannya produk lasisma Pada

dasarnya produk lasisma ini sangat di butuhkan oleh nasabah karena produk

tersebut dapat di gunakan sebagai modal usaha oleh masyarakat yang ingin

mengembangkan usahanya. Pembiayaan lasisma tidak menggunakan jaminan

namun harus berkelompok. Adanya anggota lasisma yang masih mengalami

tunggakan, hal itu di karenakan tidak adanya bentuk tanggung jawab dan asas
6

kepercayaan antar nasabah, maka dari itu perlu adanya penanaman karakter

terhadap anggota produk lasisma.

Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan dalam proses

pembiayaan tanpa jaminan yang diterapkan di BMT NU masih terdapat

berbagai kendala misalnya seperti nasabah yang melakukan pembiayaan

masih ada yang menunggak dan kurang adanya rasa tanggung jawab dari

nasabah untuk dapat membayar angsuran tepat waktu.

Sehubungan dengan hal itu, perlu kiranya penulis mengangkat wacana

tentang strategi untuk membentuk tanggung jawab nasabah melalui produk

pembiyaan tanpa jaminan (lasisma), dengan melakukan penelitian yang

berjudul:

“PRODUK LASISMA SEBAGAI SOLUSI MEMBENTUK SIKAP

TANGGUNG JAWAB DAN ASAS KEPERCAYAAN ANTAR

NASABAH DI BMT NU CABANG BUNGATAN”

B. Identifikasi Masalah

Mengingat masalah yang tercakup dalam penelitian ini sangat luas,

maka penulis memaparkannya sebagai berikut :

1. Kurang adanya rasa amanah atau tanggung jawab nasabah terhadap

pembiayaan di BMT NU Cabang Bungatan.

2. Nasabah yang melakukan tunggakan angsuran di saat jangka waktu yang

telah ditentukan, di BMT NU Cabang Bungatan.

3. Keterlambatan kehadiran anggota nasabah di saat anggsuran berlansung.

Dari identifikasi di atas, penulis lebih fokus pada.


7

Dari beberapa identifikasi di atas, peneliti lebih fokus kepada bentuk

tanggung jawab antar nasabah melalui produk lasisma.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah diatas, berikut ini

rumusan masalahnya :

1. Bagaimana konsep lasisma dan penerapannya di BMT NU ?

2. Bagaimana produk lasisma membentuk tanggung jawab?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan di atas, maka tujuan

penelitian yang hendak dicapai adalah:

1. Untuk mengetahui konsep lasisma dan penerapannya di BMT NU.

2. Untuk mengetahui produk lasisma dalam membentuk tanggung jawab.

E. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, penulis berharap hasil penelitian ini

akan memberikan manfaat dan dapat berguna untuk hal-hal sebagai berikut :

1. Bagi pihak BMT NU Cabang Bungatan Situbondo

penelitian ini diharapkan dapat membantu karyawan untuk menangani

nasabah agar bertanggung jawab dan atas pembiayaan yang telah dilakukan di

tempat tersebut.

2. Bagi Lembaga Akademisi

Lewat Universitas Nurul jadid hasil penelitian ini diharapkan agar dapat

memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan yang berkaitan dengan

tanggung jawab nasabah terhadap pembiyaan yang telah di lakukan di BMT

NU.
8

3. Bagi pembaca

penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan ataupun literatur

penelitian yang akan datang, serta dapat membantu mengidentifikasi

permasalah yang timbul akibat kurang adanya rasa tanggung jawab nasabah

terhadap pembiayaan, dan dapat memberikan usulan mengenai pemecahan

masalah yang dihadapi.

4. Bagi penulis sendiri

penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan ilmu

pengetahuan tentang suatu sistem perusahaan dalam membentuk tanggung

jawab nasabah .

F. Definisi Konsep

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan agar tidak terjadi kesalah

pahaman dalam memahami judul skripsi ini, maka perlunya dijelaskan

beberapa istilah sebagai berikut :

1. Pembiayaan tanpa jaminan (lasisma)

Layanan berdasarkan jamaah (lasisma) merupakan layanan pinjaman atau

pembiayaan tanpa jaminan bagi anggota yang berpenghasilan rendah

dengan membentuk suatu kelompok.

2. BMT (Baitul Mal Wal Tamwil)

BMT merupakan kependekatan dari baitul maal wa tamwil. Secara

harfiyyah baitul maal diartikan sebagai rumah dana dan baitul tamwil

diartikan sebagai rumah usaha. Baitul maal wa tamwil secara makna

yaitu salah satu organisasi bisnis yang juga berperan dalam bidang sosial.

Sebagai lembaga bisnis, BMT lebih banyak mengembangkan usahanya


9

pada sektor keuangan yakni simpan-pinjam namun demikian terbuka luas

bagi BMT untuk mengembangkan usahanya pada sektor rill akan tetapi

pada sektor keuangan lain ada yang dilarang untuk dilakukan oleh

lembaga keuangan bank. Karena BMT bukan bank maka di indonesia

badan hukum BMT adalah koperasi.

3. Tanggung jawab

Tanggung jawab adalah keadaan dimana wajib menanggung segala

sesuatu yang telah dipikulnya, sehingga berkewajiban melakukan segala

sesuatu yang telah menjadi tanggung jawabnya serta menanggung segala

ressikonya .7

G. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu, untuk

mempermudah dalam pengumpulan data, metode analisis data yang

digunakan dalam pengolahan data. Maka peneliti mencantumkan beberapa

penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini. Hal ini dilakukan

untuk mendapat gambaran dalam menyusun kerangka pemikiran dengan

harapan penelitian ini dapat tersaji secara akurat dan mudah dipahami oleh

pembaca. Terdapat beberapa literatur yang memiliki topik yang sama,

namun terdapat perbedaan dan persamaan dari sisi pembahasannya, yaitu:

1. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Arif Wahyudi dan Fepna

Rustantia yang berjudul “Sistem tanggung renteng sebagai strategi

pembiayaan dalam meningkatkan kinerja bumdes yang bankable pada

7
Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1998). 1006
10

masyarakat desa”. Universitas Islam Blitar tahun 2016. Tujuan dari

peneliti ini yaitu untuk mengetahui menganalisa tentang sistem

tanggung renteng sebagai strategi pembiayaan dalam meningkatkan

kinerjanya. Hasil dari penelitian tersebut yaitu menghasilkan kinerja

yang baik untuk masyarakat desa. Perbedaan dari peneliti ini dengan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yaitu penelitian

tersebut lebih pembahasan tentang kinerjanya sedangkan peneliti

membahas tentang tanggung jawab atau amanah melalui produk

pembiayaan tanpa jaminan (lasisma). Namun persamaannya adalah

membahas tentang pembiayaan dan menggunakan metode penelitian

kualitatif

2. Peneilitian yang di teliti oleh Ratna Hirnawati, yang berjudul

“Analisis Implementasi Pinjaman Tanpa Jaminan Pada Badan Amil

Zakat Nasional Tulungagung Untuk Pengembangan Usaha Pedagang

Kaki lima”. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Tulungagung

tahun 2016, adapun penelitian ini mengkaji tentang pinjaman tanpa

jaminan yang dikhususkan agar mempermudah pedagang kaki lima

untuk dijadikan modal usahanya, sedangkan peneliti mengkaji

pinjaman tanpa jaminan namun untuk semua masyarakat kalangan

bawah yang sangat membutuhkan uang untuk dijadikan tambahan

modal agar usahanya bisa berkembang dan meningkat. Jadi

perbedaannya terletak pada seseorang yang melakukan pembiayaan

tanpa jaminan tersebut. Dan juga terletak pada tempat, pelitian


11

terdahulu melakukan penelitian di BAZNAS sedang peneliti

melakukan penelitian di BMT NU Cabang Bungatan. Persamaannya

terletak pada pembiayaan tanpa jaminan, dan keduanya sama-sama

mengunakan metode kulitatif.

3. Dalam penelitian skripsi yang di teliti oleh Novita Ernawati yang

berjudul “Pembentukan Tanggug Jawab Dan Kreativitas Melalui

Ektrakurikuler Marching Band ”. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Walisongo Semarang tahun 2018, di dalam penelitian

ini membahas mengenai bagaimana pembentukan tanggung jawab,

sama halnya dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yang di

dalamnya juga terdapat pembentukan tanggung jawab dan keduanya

sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif. Namun

perbedaannya terdapat pada media penerapaannya, peneliti terdahulu

melalui Ektrakurikuler Marching Band sedangkan penelitian yang

akan peneliti lakukan, penelitian ini akan meneliti mengenai

penerapan karakter tanggung jawab dan asas kepercayaan antar

nasabah melalui produk lasisma. Perbedaannya juga terdapat pada

tempat yang di teliti yaitu, penelitian terdahulu melaksanakan

penelitian di sekolah sedangkan peneliti melaksanakan penelitian di

lembaga keuangan (BMT NU Cabang Bungatan).

4. Penelitian yang di lakukan oleh Naufal Fa’iq Amrullah yang berjudul

“penerapan pembiayaan modul usaha tanpa agunan melalui akad

mudharabah di BMT Amanah Usaha Mulia Magelang”. Fakultas


12

Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Walisongo Semarang tahun 2018..

Perbedaannya terletak pada akadnya, penelitian terdahulu

menggunakan akad Mudharabah sedangkan peneliti menggunakan

akad Qardhul Hasan. Persamaannya terletak pada pembiayaan yang

dilakukan tanpa jaminan, dan penelitian keduanya menggunakan

metode kualitatif.

Anda mungkin juga menyukai