Anda di halaman 1dari 17

PEMBIAYAAN USAHA PERHOTELAN MELALUI

SISTEM EKONOMI SYARIAH (Sebuah Fenomena)

ABSTRACT

Economic crisis has not only created a domino effect and caused multi dimensional crisis for
Indonesia, but also it has generated a gap between hopeless community and the have people.
Accidentally, the crisis has triggered the development of syariah banking in Indonesia.
The new hotel and/ or in the hotels operational need a fund. Usually conventional bank give
the capital for the companies development. With the non interest fee, Islamic bank in the future
can be alternative choice for the businessman for get the fund.
The essence is that the economic matters shall generate social justice in prosperity and social
prosperity in justice. The born of Islamic banking, therefore, has been viewed as an alternative
solution to overcome the economic crisis in the banking sector, while the conventional banking
has not made significant progress even it has been restructured.

Lestari Ningrum

1
A. PENDAHULUAN

Menurut World Tourism Organization, suatu badan yang berafiliasi dengan


Perserikatan Bangsa-bangsa, kepariwisataan adalah industri terbesar di dunia.
Pariwisata yang merupakan suatu bisnis dalam penyediaan barang dan jasa bagi
wisatawan dan menyangkut setiap pengeluaran oleh atau untuk wisatawan/pengunjung
dalam perjalanannya. Dalam bisnis perhotelan bila kita melihat definisi dari Surat
Keputusan Menparpostel No. KM 37/MPPT-86 tentang Peraturan Usaha dan
Penggolongan Hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau
seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman serta
jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial. Inti dari definisi
yang ingin penulis tekankan dalam definisi ini adalah bahwa hotel adalah merupakan
jasa penginapan. Hotel yang baik adalah yang mampu mendapatkan keuntungan
dengan memberikan kepuasan bagi para tamunya. Para karyawan yang bekerja selalu
diberikan motivasi untuk dapat memahami tentang pentingnya memberikan kepuasan
kepada tamu. Secara konvensional kegiatan ekonomi adalah untuk mendapatkan
sebanyak-banyaknya keuntungan tanpa melihat bagaimana cara mendapatkan
keuntungan tersebut.
Namun suatu usaha apapun memerlukan pembiayaan/modal, seberapapun
kecilnya. Adakalanya orang mendapatkan modal dari simpanannya atau dari
keluarganya. Namun jika tidak tersedia, peran institusi keuangan menjadi sangat
penting karena dapat menyediakan modal bagi orang yang ingin berusaha. Sebuah hotel
untuk melakukan operasionalnya memerlukan pembiayaan. Hotel adalah merupakan
usaha yang padat modal, karena pengelolaannya memerlukan pembiayaan yang besar.
Operasonal hotel memerlukan biaya untuk pendirian fisik, sarana dan prasarana dan
sumber daya manusia yang memerlukan kekhususan dalam keterampilan (skill). Saat
ini dalam keadaan krisis ekonomi sebahagian besar asumsi mengatakan bahwa faktor
yang menyebabkan ekonomi menjadi hancur dan keuangan negara menjadi porak-

2
poranda, adalah karena sistem perekonomiannya terutama perbankan yang menganut
sistem konvensional dengan praktek bunga uang yang identik dengan riba, dimana
menurut sistem ekonomi syariah riba dilarang dalam kegiatan usaha maupun non
usaha. Dengan penerapan sistem ekonomi Tanpa Bunga menyebabkan keberadaan
Bank Syariah tidak terpengaruh secara langsung oleh gejolak moneter, baik dalam
negeri maupun internasional, karena kegiatan operasi bank ini tidak menggunakan
perangkat bunga, karena itu bank sistem ini tidak berdampak inflasi, mendorong inflasi,
mendorong pembukaan lapangan kerja baru dan pemerataan pendapatan. Perbedaan
lembaga pembiayaan Bank konvensional dengan bank Syariah adalah: Bank
konvensional menghimpun dana masyarakat (nasabah) dan meminjamkan kepada
debitor dengan sistem bunga (interest fee) yang (biasanya) lebih besar ketimbang yang
diberikan kepada penabung, Berpuluh, bahkan beratus tahun, model transaksi macam
ini yang diterima sebagai suatu kelaziman, sampai saat ini termasuk di Indonesia.
Sedangkan Bank Syariah menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan kepada
pengusaha dengan skim bagi hasil (profit & loss sharing). Setiap berdirinya suatu
perusahaan yang menawarkan produk dan jasa yang sejenis selalu akan menimbulkan
timbulnya persaingan, namun persaingan yang terjadi pada sesama perbankan Syariah
adalah positif dalam arti sesama bank tersebut saling berlomba-lomba untuk lebih
tinggi dari yang lain dalam memberikan porsi bagi hasil kepada nasabah, sehingga bank
yang mampu membina hubungan baik dengan pihak peminjam dengan baik akan
berhasil. Sedangkan persaingan yang terjadi pada perbankan konvensional saling
mematikan, karena bank-bank besar dengan mudah dapat memberikan bunga besar
kepada nasabahnya, sementara yang kecil hanya mendapatkan jumlah nasabah yang
sedikit karena tidak dapat menawarkan bunga yang bersaing.
Kegiatan ekonomi dalam pandangan Islam merupakan tuntutan kehidupan.
Disamping itu juga merupakan anjuran yang memiliki dimensi ibadah. Hal itu dapat
dibuktikan dengan ungkapan, Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian
di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka buni itu (sumber) penghidupan. Amat
sedikitlah kamu bersyukur. (QS. Al-Araf:10). Kegiatan ekonomi dalam Islam tidak
semata-mata bersifat materi saja, tetapi lebih dari itu materi belaka sangat dicela. Untuk

3
itu Alquran dan hadits mengingatkan bahwa siapa yang menghendaki (melalui
usahanya) keuntungan duniawi saja, maka Kami berikan keuntungan itu kepadanya,
dan dia tidak akan mendapatkan apa pun di akhirat kelak. Maka dalam Islam aktivitas
ekonomi bertujuan untuk (1) memenuhi kebutuhan hidup seseorang secara sederhana,
(2) memenuhi kebutuhan keluarga, (3) memenuhi kebutuhan jangka panjang, (4)
menyediakan kebuthan keluarga yang ditinggalkan, (5) memberikan bantuan sosial dan
sumbangan menurut jalan Allah. Dalam menjalankan roda perekonomian, Islam
memberikan aturan hukum yang dapat dijadikan sebagai pedoman, baik yang terdapat
di dalam Alquran maupun sunnah Rasulullah, selain itu juga dengan cara Ijtihad, yaitu
melalui berbagai metode antara lain (1) analogi (qiyas), yaitu dengan cara mencari
perbandingannya atau pengibaratannya, (2) Mashlahah musrsalah, yang bertumpu pada
pertimbangan menarik manfaat dan menghindarkan mudharat, (3) Ihtihsan, yaitu
meninggalkan dalil-dalil khusus dan mempergunakan dalil-dalil yang umum dan
dipandang lebih kuat, (4) Ihtihsab, yaitu dengan cara melestarikan berlakunya
ketentuan asal yang ada terkecuali terdapat dalil yang menentukan lain, (5)
Mengukuhkan berlakunya adat kebiasaan yang tidak berlawanan dengan ketentuan
syariat.

4
B. SISTEM EKONOMI SYARIAH

Yang dimaksud dengan sistem ekonomi Syariah adalah ilmu ekonomi yang
dilaksanakan dalam praktek (penerapan ilmu ekonomi) sehari-hari bagi indivisu,
keluarga, kelompok masyarakat maupun pemerintah/penguasa dalam rangka
mengorganisasi faktor produksi, distribusi, dan pemanfaatan barang dan jasa yang
dihasilkan tunduk dalam peraturan/perundang-undangan Islam yaitu Alquran dan
sunnah. Sistem Ekonomi Syariah adalah sistem ekonomi yang mandiri dan terlepas dari
sistem ekonomi yang lainnya.
Adapun yang membedakan sistem ekonomi Syariah dengan sistem ekonomi
lainnya adalah dalam sistem ekonomi Syariah mengandung asas-asas yang tidak
dikandung oleh sistem ekonomi lainnya, yaitu (1) asas ridhaiyyah (rela sama rela),
bahwa transaksi ekonomi dalam bentuk apapun yang dilakukan perbankan dengan
pihak lain terutama nasabah harus didasarkan atas prinsip rela sama rela (bukan suka
sama suka), tidak ada unsur paksaan (ikrah) yang mana harus batal demi hukum
apabila unsur tersebut didapat dalam transaksi, (2) asas manfaat, bahwa transaksi yang
dilakukan oleh bank dengan nasabah berkenaan dengan hal-hal (obyek) yang
bermanfaat bagi keduabelah pihak, maka dalam sistem hukum Syariah segala transaksi
yang dilakukan dengan menggunakan obyek yang diharamkan oleh syariat Islam
dilarang, (3) Asas saling menguntungkan, bahwa setiap akad yang dilakukan oleh pihak
bank syariah dan nasabah harus bersifat menguntungkan semua pihak yang
bertransaksi, maka dari itu dalam sistem ekonomi syariah mengharamkan jual beli yang
mengandung unsur penipuan dan penjudian. (4) berlakunya prinsip bagi hasil (profit
sharing).
Prinsip bagi hasil (profit sharing) ini merupakan karakteristik umum dan
landasan bagi operasional bank Islam secara keseluruhan, yang didasarkan pada aqidah
al-mudharabah. Dengan prinsip ini, bank Islam akan berfungsi sebagai mitra, baik
dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Terhadap
penabung, bank akan bertindak sebagai mudharib (pengelola), sedangkan penabung
bertindak sebagai shahibul maal (penyandang dana), antara keduanya dilakukan
5
akad/perjanjian mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing
pihak. Perhitungan bagi hasil pada perbankan Syariah dapat dilakukan memalui 2 (dua)
sistem perhitungan. Pertama (1). Profit & Loss Sharing (prinsip Bagi untung/rugi) dan
Revenue Sharing (Prinsip Bagi Hasil). Dengan sistem Profit & Loss Sharing bagi hasil
dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya operasional (sebelum pajak dan biaya
bank). Jika diperoleh keuntungan, maka keuntungan tersebut akan dibagi sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati. Pembagian keuntungan dan kerugian seperti ini
membuat kekayaan tidak hanya beredar pada satu golongan, dan terjadi proses
penyebaran modal yang juga berarti penyebaran kesempatan berusaha Begitu juga
sebaliknya bila rugi, maka kerugian tersebut akan dibebankan kepada masing-masing
pihak secara proporsional. Dengan sistem Revenue Sharing, bagi hasil dihitung dari
pendapatan bukan dari laba atau rugi usaha. Kelebihan metode ini mengarahkan bank
dan nasabah peminjam untuk melakukan efisiensi biaya.
Membicarakan tentang perbankan Syariah, sampai saat ini perbankan syariah
telah tumbuh sebagai suatu lembaga keuangan international. Pertama didirikan di
Dubai dengan nama Dubai Islamic Bank oleh sekelompok pengusaha muslim dari
beberapa negara, disamping itu juga telah didirikan di luar negara muslim, yaitu di
Denmark, Luxemburg, Switzerland dan Inggris. Malaysia negara tetangga kita, telah
lebih dahulu mengembangkan sistim ekonomi Syariah dalam roda perekonomiannya
dengan mengeluarkan Islamic Banking Act, dimana undang-undang ini mengatur
pendirian, kegiatan dan jasa-jasa yang dapat diberikan bank syariah dan mendapatkan
dukungan penuh dari bank sentral.
Selain negara diluar negara muslim telah memakai sistem ekonomi syariah,
Bank-bank milik negara non muslimpun sudah menggunakan sistem ekonomi Syariah
ini sejak tahun 19961 seperti Citicorp, Chase Manhattan Bank , ANZ Bank, Deutsche
Bank AG, Hongkong, ABN-AMRO dan Shanghai Banking Corporation (HSBC). Di
Indonesia perbankan syariah mulai dikembangkan sejak diberlakukannya Undang-
undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan diganti dengan Undang-undang No. 10
Tahun 1998. Undang-Undang ini telah memberikan landasan hukum bagi
1
Sutan Remy Sjahdeini. Perbankan Syariah suatu Alternatif Kebutuhan Pembiayaan Masyarakat.
Dimuat dalam Jurnal Hukum Bisnis volume 20, Agustus September 2002, hal 10
6
beroperasinya Bank seperti Muamalat secara legal yang menjadi milestone penting
yang menandai pemberlakuan dual banking system di Indonesia, yaitu berioerasinya
bank konvensional dan bank syariah dalam sistem perbankan nasional. Undang-undang
ini membuka kesempatan bagi perbankan konvensional untuk menjalankan Dual
System Bank, yaitu sebuah bank dapat beroperasi dengan dua sistem yang berbeda
namun dapat melengkapi pelayanan bank kepada masyarakat. Dengan Dual System
Bank, bank konvensional dapat membuka layanan bank umum dan bank syariah secara
bersamaan. Saat ini Bank-Bank seperti BII telah mengeluarkan produk kredit rumah
berasaskan syariat, dan selama 6 (enam) bulan awal pengoperasiannya BII telah
berhasil menghimpun dana sebesar Rp. 136 milyar, yang oleh bank syariah lain dana
sebesar itu baru dapat dihimpun dalam waktu dua tahun 2.
Dalam satu perbankan, nasabah dapat langsung memperbandingkan jenis-jenis
transaksi, pembiayaan dan produk yang ditawarkan. Kita ambil contoh dalam produk
depositi yang ditawarkan dari BII, untuk deposito dari bank umum bunga yang
ditawarkan sekitar 7 persen, deposito yang ditawarkan BII syariah sekitar 8 persen atau
lebih.
Secara umum operasi bank Syariah dapat dikategorikan kepada 4 (empat)
bagian, yaitu : (1) Deposit nasabah, (2) Pembiayaan, (3) Pembiayaan Perdagangan dan
(4) Pelayanan lain, dimana keempat jenis operasi ini dilaksanakan mengikuti prinsip
dan kontrak-kontrak syariah Islam. Apabila diperhatikan setiap jenis operasi ini, maka
boleh saja melahirkan berbagai produk. Dan yang paling penting masing-masing jenis
pengoperasian dan produknya tidak boleh keluar dari prinsip Syariah.
Secara spesifik pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal yaitu (1) Pembiayaan
produktif dan (2) Pembiayaan konsumtif. Menurut keperluannya, pembiayaan
produktif dapat dibagi menjadi 2 (dua) hal, yaitu (1) Pembiayaan modal kerja, (2)
Pembiayaan investasi.

2
dapat dibaca dalam majalah forum keadilan no. 31 tanggal 28 Nopember 2003 pada halaman 24.
7
PEMBIAYAAN

KONSUMTIF PRODUKTIF

MODAL KERJA INVESTASI

Pembiayaan Likuiditas

Pembiayaan Piutang

Pembiayaan Persediaan

Bai al-Murabahah

Bai al-Istishna

Bai al-Ijarah

Dalam kaitannya dengan usaha pembiayaan dan pengembangan suatu usaha


perhotelan, yang memerlukan modal besar, dan mengingat adanya sistem tanpa bunga
yang ditawarkan oleh lembaga keuangan perbankan dengan sistem ekonomi Syariah,
maka penulis akan membahas jenis operasi bank pada bagian Pembiayaan dan
Pembiayaan Perdagangan (produktif) yang menyangkut modal kerja.
b.1. Pembiayaan Produktif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha
produksi, perdagangan, jasa maupun investasi.
b.2. Pembiayan modal kerja adalah pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan : (a)
peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi,
maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi,
dan (b) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari
suatu barang. Berbeda dengan cara yang diberikan oleh bank konvensional
dimana kredit modal kerja diberikan dengan cara memberikan pinjaman
sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendanai seluruh kebutuhan yang
8
merupakan kombinasi dari komponen-komponen modal kerja tersebut, baik
untuk keperluan produksi maupun perdagangan untuk jangka waktu tertentu,
dengan imbalan berupa bunga, bank Syariah memberikan kredit modal kerja
dengan cara menjalin hubungan partnership dengan nasabah, dimana bank
bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), sedangkan nasabah
sebagai pengusaha (mudharib), atau dapat disebut trust financing.
b.3. Pembiayaan Likuiditas (Cash Financing)
Pada umumnya pemberian bantuan dana digunakan untuk memenuhi
kebutuhan yang timbul akibat terjadinya ketidaksesuaian (mismatched) antara
cash inflow dan cash outflow. Pada perbankan konvensional diberikan dengan
cara kredit rekening koran, dimana bank memperoleh imbalan manfaat berupa
bunga atas jumlah rata-rata pemakaian dana yang disediakan dalam fasilitas
tersebut. Dalam perbankan Syariah diberikan dalam bentuk qardh timbal balik
atau yang disebut compensating balance, pihak hotel harus membuka rekening
giro dan bank tidak memberikan bonus atas giro tersebut. Bila pihak hotel
mengalami situasi mismatched, pihak hotel dapat menarik dana melebihi saldo
yang tersedia sehingga menjadi negatif sampai maksimum jumlah yang
disepakati dalam perjanjian, bank tidak dibenarkan meminta imbalan apapun
kecuali sebatas biaya administrasi pengelolaan fasilitas tersebut.
b.4. Pembiayaan Persediaan (Inventory Financing)
Pada perbankan konvensional pembiayaan ini berupa pinjaman dengan bunga.
Pada Perbankan Syariah pemberian dana dilakukan dengan menggunakan
prinsip jual beli (al-bai) dalam dua tahap. Tahap pertama, bank mengadakan
(membeli dari suplier secara tunai) barang-barang yang dibutuhkan oleh pihak
hotel. Tahap kedua bank menjual kepada pihak hotel dengan pembayaran
tangguh dan dengan mengambil keuntungan yang disepakati bersama antara
bank dan pihak hotel. Jenisnya adalah :
b.4.1. Jenis Pembiayaan Bai al-Murabahah (Deffered Payment Sale)
Jenis pembiayaan ini diperuntukkan bagi pihak hotel yang
memerlukan suatu pembiayaan untuk keperluan produktif ataupun

9
konsumtif, kalau tidak memiliki uang cukup, pihak hotel boleh
menggunakan elemen al-murabahah untuk berkontrak/ bertransaksi,
karena jenis pembiyaan ini memberikan ruang kepada pihak hotel untuk
membeli sesuatu dengan cara pembayaran ditangguhkan atau dibayar
secara berangsur (al-taqsid). Dalam pembiayaan di bidang usaha
perhotelan, jenis pembiayaan ini dapat digunakan untuk membeli bahan
baku keperluan operasional restoran
b.4.2. Jenis Pembiayaan Bai al-Istishna (Purchase by Order or Manufacture)
Bila pihak hotel membutuhkan pembiayaan untuk proses
produksi sampai menghasilkan barang jadi. Misalkan pihak hotel
memerlukan barang berupa peralatan masak (Stove), alat pembuat Ice
Cream (Ice Cream Machine), Oven, Salamander, Griddler, griller,
mixer, Mincher/grinder, Blender, Slicing Machine, Juicer dan Meat
Slicer yang nantinya dengan alat tersebut akan menghasilkan suatu
produk, dimana harga dari alat-alat ini sangat mahal dan umumnya
hotel membutuhkan dalam jumlah yang relatif banyak. Bank
melakukan pemesanan barang dengan harga yang disepakati kedua
belah pihak (biasanya sebesar biaya produksi ditambah keuntungan
bagi produsen, tetapi lebih rendah dari harga jual) dan dengan
pembayaran di muka secara bertahap, sesuai dengan tahap-tahap proses
produksi.
b.4.3. Baial-Ijarah (Operational Lease)
Pembiayaan ini diberikan dengan perjanjian pemindahan hak
guna atas barang atau jasa melalui pembayaran sewa, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan (Ownership/milkiyyah), atau juga
berarti suatu lease contract di bawah mana suatu atau lembaga
keuangan menyewakan peralatan, sebuah bangunan atau barang-barang
(mesin) kepada pihak hotel berdasarkan pembebanan biaya yang sudah
ditentukan secara pasti sebelumnya (fixed charge).

10
C. PENGARUH SISTEM EKONOMI SYARIAH TERHADAP DUNIA USAHA
PERHOTELAN

c.1. Latar Belakang

Adanya sebahagian pengamat dan ahli ekonomi menilai bahwa kegiatan


perbankan konvensional yang selama ini diikuti oleh umumnya masyarakat di
Indonesia, baik untuk keperluan menabung, berinvestasi maupun keperluan
pembiayaan, dituduh menjadi dalang porak porandanya keuangan negara. Salah satu
hasil analisa yang dapat penulis kemukakan dalam tulisan ini yang menjadi penyebab
terpuruknya keuangan negara dan perekonomian Indonesia pada masa orde baru
adalah:
(1). fakta kesenjangan ekonomi dan distori struktur usaha, yang menjurus ke arah
konglomerasi dan sistim ekonomi kapitalis/ sistim ekonomi pasar/ sistim
ekonomi konvensional. Sistim ekonomi kapitalis/ sistim ekonomi pasar/ sistim
ekonomi konvensional, dikenal dengan pasar persaingan sempurna, dimana
keuntungan sudah dapat diprediksi dan harga ditentukan oleh invisible hand,
sehingga dalam sistem ekonomi semacam ini campur tangan pemerintah untuk
melindungi pengusaha-pengusaha kecil menengah tidak dapat terjangkau.
(2). penyaluran fasilitas-fasilitas kredit perbankan hanya dapat dirasakan dan
dinikmati oleh pengusaha-pengusaha kalangan atas/ atau diberikan berdasarkan
hubungan kedekatan dengan sumber kekuasaan, menyebabkan mekanisme
pasar yang sehat menjadi terganggu, karena banyak mengandung unsur
favoritisme, blokade pasar yang menggunakan kekuasaan, captive market3, serta
faktor-faktor yang mengganggu lainnya seperti mekanisme pasar yang sangat
distortif dan sengaja dipakai oleh pengusaha besar bersama-sama penguasa
untuk memetik keuntungan abnormal yang sebesar-besarnya. Pelaku-pelaku
ekonomi tertentu pada masa orde baru tersebut mendapat akses yang
berlebihan terhadap sumber-sumber ekonomi yang tersedia (kredit, tanah,
perijinan, hukum dan sebagainya). Bentuk sistem ekonomi kerakyatan seiring
jalannya pemerintahan orde baru berganti menjadi sistem ekonomi berwujud

3
Didik J. Rachbini. Ekonomi di Era Transisi Demokrasi.(Ghalia:2001) hal.13
11
konglomerasi. Wujud konglomerasi ini mengakibatkan utang luar negeri
membengkak, karena para kelompok usaha tertentu (yang mendapat prioritas
utama) mendapat fasilitas-fasilitas dari proyek-proyek pembangunan dengan
dukungan utang luar negeri, sejak tahun 1980-an.
(3) Setelah utang luar negeri tidak lagi bisa diandalkan untuk memacu pertumbuhan
ekonomi, maka ekspansi usaha dicari jalan keluarnya dengan desain sistem
moneter yang memberikan insentif untuk mengalirkan modal dari luar negeri.
Pada saat itulah Pemerintahan Indonesia dikenalkan dan dihadapkan dengan
IMF (International Moneter Fund). Transaksi utang luar negeri pada masa orde
baru memang yang memabukkan karena hasil injeksi modal ke dalam berbagai
proyek pembangunan terlihat cukup signifikan meskipun tidak efisien dan
boros. Kebijakan ini ternyata ditiru oleh swasta yang mengalirkan modal ke
dalam negeri dengan utang tanpa berpikir risiko pada tingkat makro. Pemerintah
dan para pengambil keputusan menjadi lupa diri karena tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi secara agregat telah dianggap menyelesaikan masalah
ekonomi masyarakat.
(4) Dampak pembayaran setelah utang-utang tersebut jatuh tempo tidak dipikirkan
secara seksama dan swasta secara individu menikmatinya karena terjadinya
perbedaan tingkat suku bunga yang menyolok di dalam negeri dengan di luar
negeri. Perbedaan inilah yang memicu swasta besar Indonesia (konglomerat)
kehausan dan ketagihan utang dari lembaga-lembaga keuangan luar negeri.
Ketagihan tersebut terus berlanjut oleh jaminan pemerintah dengan penerapan
nilai tukar 3-5 persen per tahun. Dengan tidak adanya pengawasan terpadu dari
pemerintah, hal ini menyebabkan Indonesia mengalami beban dalam
penanggungan beban utang secara kolektif, maka investor luar negeri akhirnya
henggang dari dunia usaha, dan menyebabkan Indonesia mengalami proses
bubble4 sejak awal 1990-an dengan indeks bursa yang tersungkur hanya
mencapai angka 300 dengan nilai tukar dolar sampai ke angka Rp. 17.000 per
dollar.

4
Ibid.hal 26
12
(5) dalam sistem ekonomi konvensional, perhitungan bunga sudah ditentukan
diawal, tidak memperhatikan apakah usaha dari mitranya/ nasabah yang
menggunakan sumber pembiayaan dari perbankan konvensional akhirnya
menguntungkan atau merugikan, karena apabila usahanya rugi maka nasabah/
kreditur tersebut akan mengalami kerugian 2 (dua) kali, yaitu pada saat
usahanya tidak menghasilkan laba yang diharapkan, kedua akan dikenakan
bunga atas pengembalian biaya/ modal usaha yang dipinjam dari bank.

c.2. Pembiayaan Sistem Syariah Pada Dunia Usaha Perhotelan

Penerapan sistem ekonomi syariah dalam usaha pembiayaan perhotelan menjadi


suatu fenomena yang mempunyai/ dapat mempunyai pengaruh positif maupun negatif.
Adapun pengaruh positif dari sistem ekonomi syariah pada kegiatan pembiayaan usaha
perhotelan yang dapat penulis analisa adalah antara lain :
(1). Pada sistem ekonomi syariah (dalam perbankannya) diperbolehkan dilakukan
bentuk usaha Partnership atau Participation financing, atau dalam sistem
ekonomi syariah dikenal dengan musyarakah. Dalam sistem ekonomi
konvensional seperti bank umum dilarang melakukan penyertaan modal kecuali
pada bank atau perusahaan yang bergerak dibidang keuangan. Jenis usaha
musyarakah adalah bentuk kerjasama (misalkan) antara bank dengan pihak
hotel untuk sama-sama mengoperasikan suatu hotel, dimana keuntungannya
akan dibagi secara proporsional sesuai modal masing-masing pihak yang
diberikan, dimana dapat berupa uang dan/atau keterampilan, namun tidak
menutup kemungkinan bahwa kerjasama ini hanya dibiayai oleh satu pihak saja
(misalkan hanya oleh pihak bank).
(2). Dalam sistem ekonomi syariah dimungkinkan adanya transaksi jual beli barang
yang mana dalam sistem ekonomi konvensional (perbankannya), kegiatan
transaksi seperti ini dilarang oleh Undang-Undang. Dalam sistem ekonomi
syariah jenis transaksi ini antara lain dengan jenis transaksi jual beli (a)
murabaha, adalah jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaksi jual beli

13
dengan pembayaran harga secara cicilan. Pihak hotel melakukan transaksi jual
beli ini dengan pihak bank, dimana pihak bank membelikan terlebih dahulu
barang-barang yang diperlukan oleh pihak hotel dan dilakukan penyerahan
barang ke pihak hotel (levering), dan pihak hotel akan melakukan pembayaran
sejumlah harga yang telah disepakati secara angsuran kepada pihak bank. (b).
Jenis transaksi jual beli baisalam atau Istisna , yaitu pihak hotel menyerahkan
sejumlah uang kepada pihak bank untuk pembayaran barang yang diminta.
Perbedaan antara kedua jenis transaksi tersebut adalah apabila dengan bai
salam barang yang dipesan oleh pihak hotel dapat langsung dibeli (ready stock),
sedangkan dengan istisna barang yang dipesan merupakan barang yang belum
tersedia.
(3) Sistem ekonomi syariah memperbolehkan adanya transaksi leasing (dikenal
dengan Ijarah) yang menurut Undang-Undang Perbankan tidak boleh dilakukan
oleh bank konvensional. Dalam hal ini pihak hotel juga dapat memanfaatkan
transaksi leasing dengan pihak bank, apabil dalam kebutuhan pembiayaan
alat-alat produksinya, pihak hotel tidak ingin membeli/memiliki alat tersebut
terlebih dahulu, namun dengan memakai alat tersebut pihak hotel dapat
mengoperasikannya dengan cara menyewa terlebih dahulu. Dengan adanya hak
opsi pihak hotel dapat memiliki hak atas barang tersebut dengan
pembayaran/pelunasan yang telah disepakati sebelumnya. Hal ini dapat
dilakukan apabila pihak hotel masih akan mengevaluasi kerja dari alat tersebut,
apakah selama pengoperasiannya mendatangkan keuntungan sesuai yang
diinginkan atau tidak, dalam jangka waktu penyewaan tersebut. Setelah evaluasi
kinerja alat tersebut dapat dinilai, maka pihak jotel dapat menggunakan hak
opsinya tersebut.
Dari uraian diatas dapat kita lihat beberapa pengaruh positif bagi pihak hotel
apabila melakukan kerjasama pembiayaan dengan pihak bank syariah, apabila dalam
kondisi-kondisi tertentu pihak hotel tidak mempunyai cukup modal, atau lebih
menginginkan bentuk kerja sama pengelolaan dengan sistem bagi hasil. Disamping

14
adanya pengaruh positif ada pula pengaruh negatif yang mungkin dapat menjadi
kendala dalam usaha hotel bekerjasama dengan pihak perbankan syariah.
Melihat dari definisi Hotel adalah suatu jenis akomodasi yang harus mampu
mendapatkan keuntungan dengan memberikan kepuasan bagi para tamunya, dapat
diasumsikan bahwa pihak hotel diwajibkan menerima, melayani dan memenuhi semua
kebutuhan para tamunya, tanpa memandang apakah kegiatannya dapat dikategorikan
haram atau tidak oleh syariat Islam. Misalkan hotel secara umum tidak akan
memeriksa status dari para tamunya (apakah sudah berkeluarga/ belum, apakah
menginap dengan anggota keluarga atau tidak), dan hotel secara umum akan berusaha
menyediakan layanan makan dan minum sesuai kebutuhan para tamunya yang mungkin
datang dari berbagai negara non muslim, maka hotel berusaha menyajikan makanan
dan minuman sesuai keinginan tamu-tamunya.
Sistem ekonomi syariah dijalankan sesuai kaidah-kaidah yang ada dalam Al-
Quran dan hadist-hadist Nabi, yang sudah pasti tidak dapat menerima kegiatan hotel
yang sudah digambarkan. Apabila pihak hotel akan memanfaatkan fasilitas dari
perbankan syariah, harus mengelola hotelnya dengan prinsip ekonomi syariah juga. (Di
Jakarta dan Bandung sepanjang sepengetahuan penulis, sudah ada hotel yang
melakukan pengelolaan dengan sistem syariah).

D. PENUTUP
Dengan telah diuraikannya secara umum tentang keberadaan sistem ekonomi
syariah dan lembaga keuangannya (perbankan) pada perkembangan perekonomian
Indonesia yang oleh sebagian pengamat ekonomi, dapat dijadikan penyelamat
Indonesia dari krisis ekonomi yang berkepanjangan ini, melalui jenis-jenis usaha
kerjasama yang ditawarkan dan sistem yang ditawarkan dengan mengedepankan asas
saling menguntungkan, kerelaan dan sama-sama suka dalam menjalankan kerjasama
usaha, diharapkan juga dapat membantu pengusaha-pengusaha tingkat menengah
kebawah yang membutuhkan modal usaha tanpa takut akan terjerat hutang apabila
dikemudian hari usahanya ternyata gagal/mengalami kerugian. Tentu tujuan ini bukan
saja diinginkan oleh pengusaha menengah kebawah tetapi juga diinginkan oleh

15
pengusaha menengah keatas. Selama ini sepengetahuan penulis, belum banyak pihak
perbankan syariah melakukan kerjasama pembiayaan dengan pihak hotel. Hal tersebut
terbentur dengan adanya prinsip yang dianut sistem ekonomi syariah, bahwa usaha
yang dijalankan dengan melibatkan perbankan syariah haruslah sesuatu yang dapat
diyakini halal. Melihat tujuan hotel secara umum seperti telah diuraikan, maka sulit
bagi pihak bank untuk menyakini/mengategorikan kegiatan yang dilakukan oleh hotel
kedalam kategori halal.
Apabila melihat dari beberapa jenis pembiyaan dan transaksi dengan sistem
ekonomi syariah yang telah diuraikan dalam tulisan ini, maka dapat dikatakan sangat
menguntungkan bagi pengusaha/ calon pengusaha bidang perhotelan yang
membutuhkan pendanaan bagi pengoperasionalan hotelnya, karena kemungkinan besar
pihak hotel dapat terhindar dari tanggung jawab besar dalam pengembalian pinjaman
yang disertai bunganya, mengingat pihak hotel mempunyai resiko tersendiri dalam
pengelolaan usahanya, mengingat sekitar 52,4% pendapatan hotel tergantung dari
jumlah tingkat hunian, yang dapat diprediksi hanya penuh pada bulan-bulan tertentu
(atau pada high session), sehingga resiko kerugian sudah dapat diperkirakan apabila
pihak hotel tidak dapat menutup dari usaha lainnya seperti pada penjualan makanan
(sebesar 25,5% dari pendapatan hotel) dan 11,1% penjualan minumannya 5, untuk
menutupi kemungkinan rendahnya tingkat hunian hotel yang bersangkutan.
Namun penulis berharap dengan uraian secara umum tentang keberadaan sistem
ekonomi syariah dengan perbankan syariahnya di kencah perekonomian Indonesia,
dapat lebih disosialisasikan oleh pemerintah dan didukung oleh bank sentral (Bank
Indonesia), dan Pemerintah dengan mengundangkannya dengan Undang-Undang yang
khusus mengatur perbankan syariah, seperti yang telah dilakukan oleh Malaysia
dengan Islamic Banking Act-nya. Dan khususnya pihak pengusaha bidang perhotelan
lebih tergerak membangun usaha akomodasi dengan menganut sistem ekonomi syariah
ini. Hotel konvensional cukuplah hanya dijalankan oleh perusahaan
multinasinal/transnasional yang tidak dapat Indonesia hindari, karena Indonesia telah

5
dapat dilihat dari buku karangan Agus Sulastiyono : 2001 berjudul Manajemen Penyelenggaraan Hotel
halaman 190
16
menjadi anggota dari WTO dan AFTA, sehingga harus menerima konsekuensi dari era
globalisasi.

Daftar Pustaka
Darus Mariam Badrulzaman.2001.Kompilasi Hukum Perikatan.Bandung:Aditya Citra Bakti

K. Lubis.Suhrawardi.2004. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta:Sinar Grafika

Remy Sjahdeini Sutan.1999. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia. Jakarta:Grafiti
Rachbini. Didik J. Ekonomi di Era Transisi Demokrasi.Ghalia Indonesia. Jakarta : 2001

______________. Ekonomi Politik Kebijakan dan Strategi Pembangunan. Granit. Jakarta :


2004

______________. Ekonomi Politik Paradigma dan Teori Pilihan Publik. Ghalia Indonesia.
Jakarta : 2002

Syafii Antonio Muhammad. 2001 .Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta:Gema Insani

Subekti. Aneka Perjanjian.1975.Bandung:Citra Aditya Bakti

____________2002. Jurnal Hukum Bisnis. Jakarta:Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis

17

Anda mungkin juga menyukai