Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam hubungan suami istri dalam rumah tangga, suami mempunyai hak dan istripun
mempunyai hak. Dibalik itu, suami mempunyai kewajiban dan istripun mempunyai
kewajiban. kewajiban istri merupakan hak bagi suami.

Untuk itu diperlukan kajian yang mendalam mengenai hak dan kewajiban bagi suami dan
istri dalam fiqh munakahat ini. Berawal dari sinilah penyusun membuat makalah ini, dengan
tujuan agar memahami bagaimana hak dan kewajiban bagi suami dan istri dalam suatu rumah
tangga ini.

Oleh karena itu penyusun menyusun makalah ini, dengan kajian khusus pada hak dan
kewajiban suami dan istri, agar dapat bermanfaat untuk kehidupan dimasa yang akan datang
ketika kita telah menjalankan rumah tangga.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana Hak Dan Kewajiban Bersama
b. Apa Kedudukan Suami Istri
c. Bagaimana Hak Dan Kewajiban Suami Terhadap Istri
d. Bagaimana Hak Dan Kewajiban Istri Terhadap Suami
e. Bagaimana Hak dan Kewajiban Suami-Istri dalam Undang-Undang Perkawinan,
KHI, dan CLD KHI

C. TUJUAN
a. Mengetahui Dan Memahami Hak Dan Kewajiban Bersama
b. Mengetahui Kedudukan Suami Dan Istri
c. Mengetahui Hak Dan Kewajiban Suami Terhadap Istri
d. Mengetahui Bagaimana Hak Dan Kewajiban Seorang Istri Terhadap Suaminya
e. Mengetahui Hak dan Kewajiban Suami-Istri dalam Undang-Undang Perkawinan,
KHI, dan CLD KHI

1 | fi q h m u n a k a h a t
BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI

A. HAK DAN KEWAJIBAN BERSAMA


Apabila suatu akad nikah telah dilakukan secara sah, maka akad nikah tersebut
akan menimbulkan akibat hukum. Dan dengan demikian akan menimbulkan hak dan
kewajiban selaku suami istri. Suami istri yang melakukan kewajibannya dan
memperhatikan tanggung jawabnya akan mampu mewujudkan ketentraman dan
ketenangan hati sehingga sempurnalah kebahagiaan suami istri tersebut.1
2
Dalam pembahasan ini, yang dimaksud dengan hak adalah apa-apa yang
diterima dari seseorang untuk orang lain, sedangkan yang dimaksud dengan
kewajiban adalah apa yang harus dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain. 3 Jika
suami istri sama-sama menjalankan tanggung jawabnya masing-masing, maka akan
terwujudlah ketentraman hati, sehingga sempurnalah kebahagian hidup berumah
tangga. Dengan demikian, tujuan hidup berkeluarga akan terwujud sesuai dengan
tuntutan agama, yaitu sakinah, mawaddah wa rahma.
Dalam pengurusan rumah tangga masing-masing suami istri mempunyai hak
dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut secara garis besar dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Suami istri wajib saling cinta-mencintai, hormat-menghormati, saling setia dan
saling memberikan bantuan lahir dan batin.
b. Suami istri wajib memikul kewajiban yang luhur untuk membina dan menegakan
rumah tangga yang bahagia dan sejahtera lahir dan batin.
c. Suami istri mempunyai kewajiban mengasuh dan memelihara anak-anak mereka,
baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasan.
d. Suami istri wajib menjaga kehormatan masing-masing.
e. Suami istri dihalalkan saling bergaul menghalalkan hubungan seksual. Perbuatan
ini merupakan kebutuhan suami istri yang dihalalkan secara timbal balik. Jadi,
bagi suami halal berbuat kepada istrinya, sebagaimana istri terhadap suaminya.
Mengadakan hubungan seksual ini adalah hak bagi suami istri, dan tidak boleh
dilakukan kalau tidak secara bersamaan, sebagaimana tidak dapat dilakukan
sepihak saja.
1
Djamaan Nur. Fiqih Munakahat. (semarang; dina utama, 1993). Hlm.97
2

3
Amir Syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. (Jakarta; kencana). Hlm.159

2 | fi q h m u n a k a h a t
Akan tetapi ada syarat yang harus dipenuhi ketika akan melakukan hubungan seksual
(bersetubuh) yaitu, tidak ada yang mencegah secara syara’ atau tabiat yang mengharamkan
untuk berhubungan seksual. Tidak halal suami bersenang-senang dengan istrinya sedangkan
mereka berdua sedang berihram haji atau umrah, atau keduanya berpuasa wajib atau iktikaf.4
Mereka juga haram melakukan hubungan ketika istri sedang haidh atau nifas, sebagaimana
firman Allah Swt ;

‫ِّالَن َاسء فِي‬ ‫َاَ ِف ُْتلعوزا‬ ‫ض ُ ْقل َهُو ً َأذى‬


ۖ ِ ‫َْالمِيح‬ ‫َ ُ َليوْأَنسك َ ِعن‬
‫َيحُْث‬ ‫ُ ْ َتأوف َّهُن ْمِن‬ ‫َ َتطه ََّرْن‬ ‫َ ِ َاإذف‬ ۖ ‫َ ْيط َهُر‬
‫ْن‬ ‫ََّ ٰتحى‬ ‫ْ َقتبرُو َّهُن‬ ‫ض َ اَلو‬ۖ ِ ‫َْالمِيح‬
‫َ ْ َاُتلم ِطهي َِّرن‬ ‫َ يوُح ُِّب‬ ‫َّالِت َيابون‬ ‫يُح ُِّب‬ ‫ََ َأ ُمُركم ُهَّللا ۚ ِ َّإن َهَّللا‬

Artinya : “mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah :”Haidh itu adalah
suatu kotoran”. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu
haidhl dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah
suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah (2): 222)

Hikmah menjauhi istri ketika menstruasi dan nifas adalah kesungguhan syara’ yang
mengharuskan agar suami tidak mengusir istri dan tetap mencintainya. Tidak diragukan lagi
bahwa adanya darah menstruasi adalah faktor yang membuat orang tidak mau, suami
menjauhi istri dan membuat ia kurang tertarik bergaul. Kemungkinan kebencian itulah arti
yang dikandung ayat di atas, di samping faktor kesehatan terganggu menurut keterangan
dokter dan kondisi wanita yang kurang baik pada saaat menstruasi. Mahabenar Allah yang
berfirman “Dia adalah penyakit”.

B. KEDUDUKAN SUAMI ISTRI

4
Abd Aziz Muh Azzam. Abd Wahhab Sayyed Hawwas fiqih munakahat (jakarta : Amzah), 231-232.

3 | fi q h m u n a k a h a t
Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup
bersama dalam masyarakat. Masing masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

C. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP ISTRI

Menurut kompilasi hukum islam dalam kewajiban dan hak suami istri memikul
kewajiban yang luhur untuk menegakan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahwah
yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Selain itu, suami istri wajib mempunyai
tempat kediaman yang tetap yang ditentukan oleh bersama. Dalam pasal 80 ayat (1) suami
adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan
rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri bersama.5

1. Hak suami terhadap istri diantaranya :


a. Ditaati dalam hal-hal yang tidak maksiat.
b. Istri menjaga dirinya sendiri dan harta suami.
c. Menjauhkan diri dari mencampuri sesuatu yang dapat menyusahkan suami.
d. Tidak bermuka masam di hadapan suami.
e. Tidak menunjukan keadaan yang tidak disenangi suami.

Kewajiban taat kepada suami hanyalah dalam hal-hal yang dibenarkan agama, bukan
dalam hal kemaksiatan kepada Allah SWT. Jika suami menyuruh istri untuk berbuat maksiat,
maka si istri harus menolaknya. Di antara ketaatan istri terhadap suami adalah tidak keluar
rumah, kecuali dengan seizinya.

Adapun dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 34 dijelaskan bahwa istri harus bisa
menjaga dirinya, baik ketika berada di depan suami maupun dibelakangnya, dan ini
merupakan salah satu ciri istri yang shalihah.

‫ى‬ َ ْ ‫ضه‬ ‫ل الل َّ ُه‬ َّ ‫ما َف‬


َ ‫ض‬ َ ِّ ‫ون عَلَىالن‬ َّ ‫ل َق‬
ُ ‫جا‬
ٰ ‫م عَل‬ ُ ‫ْ َ َعب‬ َ ‫سا ِء ِب‬ َ ‫م‬
ُ ‫وا‬ َ ‫الر‬
ِّ
‫َا َف‬
‫حاِظ ٌت‬ ‫َ َِاتانٌقت‬ ‫صاِح ُت‬
‫َالف ََّال‬ ‫َ َِْأالم ۚمِهْو‬ ‫ُ َْق َفوانأ ْمِن‬ ‫َبع ٍْض َِابمو‬
‫ن‬ ُ ‫ن َف ِعظُو‬
َّ ‫ه‬ َ ‫الاَّل ِتي َتخَا ُف‬
َّ ُ‫ون ُنشُ و َزه‬ ‫َو‬ ۚ ‫ظالل َّ ُه‬
َ ‫ما َح ِف‬ ِ ْ ‫ِلْغَي‬
َ ‫ب ِب‬

5
Mohd Idris Ramulyo. Hukum Perkawinan Islam (Jakarta; bumi askara). Hlm.88-89

4 | fi q h m u n a k a h a t
‫م َفاَل‬ َ ‫ضهُن ۖ َفإ‬
‫ْب َغتُوا‬ ْ ُ ‫ن أطَعْنَك‬
ْ ِ َّ ‫ر‬ ‫َا ُ ْوِبو‬ ‫ج ِع‬
ِ ‫ضا‬َ ‫م‬ َ ْ ‫ن ِفي ال‬ َّ ُ‫ج ُروه‬ ُ ْ‫َاوه‬
َ ‫ن الل َّ َه َكا‬
ً ‫ن َعلِيا ًّ َِكب‬
‫يرا‬ َّ ‫سبِياًل ۗ ِإ‬ َّ ‫عَل َْ ِيه‬
َ ‫ن‬
34. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita
yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh
karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,
maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Maksud memelihara diri dibalik pembelakangan suaminya dalam ayat tersebut adalah
istri dalam menjaga dirinya ketika suaminya tidak ada dan tidak berbuat khianat kepadanya,
baik mengenai diri maupun harta bendanya. Inilah merupakan kewajiaban tertinggi bagi
seorang istri terhadap suaminya.6

2. Kewajiban Suami Terhadap Istri


a. Kewajiban yang bersifat materi yang disebut nafaqoh. Sesuai dengan
penghasilannya, suami menanggung:
a) Nafkah, kswah dan tempat kediaman bagi istri;
b) Biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan baginya istrinya
dan anak-anaknya.
c) Dalam pasal 80 ayat (4) Biaya pendidikan bagi anak-anaknya.

b. Kewajiban yang tidak bersifat materi contohnya seperti :


a) Menggauli istrinya secara baik dan patut.
b) Menjagana dari segala sesuatu yang mungkin melibatkannya pada
maksiat, perbuatan dosa atau ditimpa oleh sesuatu kesulitan dan mara
bahaya.
c) Suami wajib mewujudkan kehidupan perkawinan yang diharapkan Allah
terwujud yaitu mawaddah, rahmah dan skinah.

6
Abdul Rahman Ghozali. Fiqih Munakahat (jakarta : kencana). hlm 160-161

5 | fi q h m u n a k a h a t
d) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan member
kesempatan belajar pengetahuan yang bermanfaat dan berguna bagi
agama, nusa dan bangsa.

D. HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI TERHADAP SUAMI


1. Hak istri yang wajib dilaksanakan suami. adalah:
a. Mahar
b. Adail dalam pergaulan
c. rohaniah
d. Nafkah tempat tinggal, pakaian, dan makanan.akan tetapi ada beberapa
Factor yang bisa mengugurkan hak nafkah istri diantaranya adalah:
a) Akad nikah batal atau fasid /rusak
b) Istri nusyudz atau durhaka
c) Istri murtad
d) Istri melanggar larangan-larangan allah yang berhubungan dengan
kehidupan suami istri
e) Istri dalam keadaan sakit yang oleh karenanya tidak bersedia serumah
dengan suaminya
f) Pada waktu akad niakh istri belum baligh dan ia masih belum serumah
dengan suaminya.7
2. Di antara beberapa kewajiban istri terhadap suami adalah sebagai berikut:

a) Patuh kepada Suami

Diantara hak suami atas istrinya adalah ditaati selama tidak mengarah pada perilaku
maksiat. Ssebagaimana sabda Nabi :”Tidak ada kepatuhan terhadap makhluk yang maksiat
kepada pencipta. (HR. Al-Bukhari).

b) Taat kepada Suami

Rasulullah telah menganjurkan kaum wanita agar patuh kepada suami mereka, karena
hal tersebut dapat membawa maslahat dan kebaikan. Rasulullah ttelah menjadikan ridha
suami sebagai penyebab masuk surga. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Umi Salamah ra.
Bahwa Nabi bersebda : “Dimana wanita yang mati sedang suaminya ridha dari padanya,
maka ia masuk surga. (HR.Ibnu Majah dan At-Tirmidzi)
7
Djamaan Nur. Fiqh Munakahat. (semarang; dina utama. 1993), hlm.106

6 | fi q h m u n a k a h a t
c) Tidak Durhaka kepada Suami

Rasulullah telah memberi peringatan kepada kaum wanita yang menyalahi kepada
suaminya dalam sabdanya:”Jika seorang laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidurnya,
tetapi ia tidak mau datang, suami semalaman murka atasnya, maka malaikat melaknat
kepadanya sampai pagi. (HR. Muttafaq Alaih)

Rasulullah juga menjelaskan bahwa mayoritas sesuatu yang memasukan wanita ke


dalam neraka adalah kedurhakaanya kepada suami dan kekufuranya (tidak syukur) terhadap
kebaikan suami.

a. Memelihara Kehormatan Dan Harta Suami

Di antara hak suami atas istri adalah tidak memasukkan seseorang kedalam rumahnya
melainkan dengan izinnya, kesenangannya mengikuti kesenangan suami, jika suami
membenci seseorang karena kebenaran atau karena perintah syara’ maka sang istri wajib
tidak menginjkkan diri ke tempat tidurnya. Dalam hadis Rasulullah:”maka adapun hak kalian
atas istri-istri kalian, sungguh mereka jangan menginjakkan tempat tidur kalian orang yang
membenci kalian dan tidak mengizinkan dirumah kalian orang yang engkau benci”.

b. Berhias untuk Suami

Di antara hak suami atas istri adalah berdandan karenanya dengan berbagai perhiasan
yang menarik.8 Setiap perhiasannya yang terlihat semakin indah akan membuat suami senang
dan merasa cukup. Sesuatu yang tidak diragukan lagi bahwa kecantikan bentuk wanita akan
menambah kecintaan suami, sedangkan melihat sesuatu apapun yang menimbulkan
kebencian akan mengurangi rasa cintanya. Oleh karena itu, selalu dianjurkan agar suami tidak
melihat istrinya dalam bentuk membencikannya sekiranya suami meminta izin istrinya
sebelum berhubungan. Ibnu juraij berkata: Aku bertanya kepada Atha’: “Apakah laki-laki
perlu meminta izin kepada istrinya?” Ia menjawab:”tidak perlu.” Ini dimaksudkan tidak ada
kewajiban untuk meminta izin, yang utama bemberitahukan istri ketika hendak berhubungan
dan tidak mengejutkannya, karena ada kemungkinan dapat membentuk tingkah yang tidak
disukai suami.

c. Menjadi Partner Suami

8
Abd Aziz Muh Azzam. Abd Wahhab Sayyed Hawwas. fiqih munakahat (jakarta : Amzah. 2009). hlm 229-230.

7 | fi q h m u n a k a h a t
Allah telah mewajibkan suami bertempat tinggal bersama istri secara syar’i di tempat
yang layak bagi sesamanya dan sesuai kondisi ekonomi suami, dan istri wajib menyertainya,
di tempat tinggal tersebut. Istri tidak boleh keluar dari rumah tanpa seizin suaminya, kecuali
jika ia keluar rumah untuk berziara atau menjenguk kedua orangtuanya yang sedang sakit,
atau keluarga lainnya ketika ia merasa aman dan tidak menimbulkan fitnah karena hal
tersebut termasuk silaturrahim dan menjaga hubungan silaturrahim itu wajib, suami tidak
boleh mencegah kewajiban tersebut. Akan tetapi, alangkah baiknya jika semua itu dengan
ridha suami.

Istri wajib menyertai suami untuk musafir selama terdapat maslahat umum dan suami
akan membuktikanya di daerah atau negeri yang dituju sebagaimana di negeri sendiri.
Jalanya pun aman, baik terhadap jiwa, harta dan kehormatan, kecuali jika istri
mempersyaratkan pada saat akad agar suami tidak membawa pindah atau musafir. 9 Fuqaha
berpendapat membiarkan urusan perkiraan maslahat untuk diputuskan dan bagi hakim
memutuskan sesuai dengan maslahat yang dilihat.

E. Hak dan Kewajiban Suami-Istri dalam Undang-Undang Perkawinan, KHI, dan


CLD KHI

Hak dan kewjiban suami-istri dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 terdapat
dalam Bab VI pasal 30-34.
9
Abd Aziz Muh Azzam. Abd Wahhab Sayyed Hawwas. fiqih munakahat (jakarta : Amzah. 2009), hlm 230-231..

8 | fi q h m u n a k a h a t
Dalam pasal 30 disebutkan: ”suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan
rumah tangga yang menjadi sendiri dasar dari susunan masyarakat.”

Dalam pasal 31 dijelaskan pula mengenai hak dan kewajiban suami-istri, yaitu:
1) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukam suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat;
2) Masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum;
3) Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.

Pasal 32 menyatakan bahwa:


Suami-istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap;
Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini ditentukan oleh suami istri
bersama.

Pasal 33 menyatakan : “Suami-istri wajib saling mencintai, menghormati, setia, dan memberi
bantuan lahir dan batin yang satu kepada yang lain.”

Pasal 34 menyatakan sebagai berikut:


1) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya;
2) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;
3) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan
gugatan kepada pengadilan.
 

Dalam Kompilasi Hukum Islam Bab XII Hak dan Kewajiban Suami Istri dibagi menjadi
enam bagian, yaitu:[10]

Pasal 77
1) Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang
sakinah, mawadah dan rahmah yang menjadi sendi dari susunan masyarakat.

9 | fi q h m u n a k a h a t
2) Suami istri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan memeberi
bantuan lahir batin yang  satu kepada yang lain.
3) Suami istri memiliki kewajiban untuk mengasuh dan  memelihara anak-anak mereka,
baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan
agama.
4) Suami istri wajib memelihara kehormatannya.
5) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan
gugatan kepada pengadilan.
 
Pasal 78
1) Tentang kedudukan suami istri
2) Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang  tetap .
3) Rumah kediaman  yang dimaksud dalam ayat (1), ditetukan oleh suami istri bersama.

Pasal 79
1) Mengatur kedudukan suami istri
2) Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.
3) Hak dan kedudukan  istri adalah  seimabang dengan  hak dan  kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
4) Masing-masing pihak berhak untuk melalukan perbuatan hukum.

Pasal 80
Tentang kewajiban suami
1. Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi  mengenai
hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri
bersama.
2. Suami melindungi istrinya dan memeberikan segala susuatu  keperluan  hidup
berumah  tangga sesuai dengan kemampuannya.
3. Suami wajib memeberikan pendidikan agama kepada istrinya dan  memberikan
kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan
bangsa.
4. Sesuai dengan pengasilannya, suami menaggung :
5. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri .
6. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak.

10 | fi q h m u n a k a h a t
7. Baiaya pendidikan bagi anak .
8. Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b diatas
mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.
9. Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana
tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.
10. Kewajiaban suami sebagaimana dimaksud ayat 5 gugur apabila istrinya nusyuz. [12]

Pasal 81
1) Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya atau bekas
istri yang  masih dalam  ‘iddah.
2) Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama dalam ikatan
perkawinan, atau dalam ‘iddah talak atau ‘iddah
3) Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari gangguan
pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tentram. Tempat kediaman juga
berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata dan
mengatur alat-alat rumah tangga.
4) Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya serta
disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat-alat
perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya.
 
Pasal 82
1) Suami yang mempunyai istri lebih dari seseorang berkewajiban memberi tempat
tinggal dan biaya hidup kepada masing-masing istri secara berimbang menurut besar
kecilnya jumlah keluarga yang ditanggung masing-masing istri, kecuali jika ada
perjanjian perkawinan .
2) Dalam hal para istri rela dan ikhlas, suami dapat menempatkan istrinya dalam satu
tempat kediaman.
 
Pasal 83
Tentang kewajiban istri
1) Kewajiban utama bagi seorang istri adalah berbakti lahir dan batin kepada suami
didalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum islam.
2) Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan  rumah  tangga sehari-hari dengan
sebaik-baiknya.
11 | fi q h m u n a k a h a t
Pasal 84
1) Istri dapat dianggap nuyuz jika tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah.
2) Selama istri dalam nusyuz, kewaiban suami terhadap istrinya tersebut pada pasal 80
ayat (4) a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya.
3) Kewajiban suami pada ayat (2) diatas berlaku kembali sesudah istri tidak nusyuz.
4) Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nausyuz dari istri harus didasarkan atas bukti
yang sah.
 
Dalam dokumen Counter legal draft KHI Hak dan Kewajiban Suami-Istri sendiri diatur
dalam:
BAB XI HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
Bagian Kesatu Umum
Pasal 45
1) Kedudukan, hak, dan kewajiban suami istri adalah setara, baik dalam kehidupan
rumah tangga, maupun kehidupan bersama di masyarakat.
2) Suami istri memiliki hak dan kewajiban untuk menegakkan kehidupan rumah tangga
sakinah yang mawaddah, rahmah, dan mashlahah.
 
Bagian Kedua Hak
Pasal 46
Suami dan istri berhak:
1. Memilih dan memeluk suatu agama;
2. Memilih peran dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat sesuai dengan
kemampuan dan kesepakatan bersama;
3. Menentukan jangka waktu perkawinan;
4. Menentukan pilihan memiliki keturunan atau tidak;
5. Menentukan jumlah anak, jarak kelahiran, dan alat kontrasepsi yang dipakai;
6. Menentukan tempat kediaman bersama;
7. Memiliki usaha ekonomi produktif;
8. Melakukan perbuatan hukum.
9. Hak dimiliki oleh kedua belah pihak setelah akad nikah dilangsungkan. Bagian Ketiga
Kewajiban

12 | fi q h m u n a k a h a t
 
Pasal 47
Suami dan istri berkewajiban:
1. Saling mencintai, menghormati, menghargai, melindungi dan menerima segala
perbedaan yang ada;
2. Saling mendukung dan memberikan segala keperluan hidup berumah tangga sesuai
dengan kemampuan masing-masing;
3. Mengelola urusan kehidupan rumah tangga berdasarkan kesepakatan bersama;
4. Saling memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi diri;
5. Mengasuh, memelihara, dan mendidik anak-anak mereka.
6. Kewajiban tersebut berlaku bagi kedua belah pihak setelah akad nikah dilangsungkan.
Bagian Keempat Nusyuz
 
Pasal 48
1. Suami atau istri dianggap nusyuz apabila tidak melaksanakan kewajiban atau
melanggar hak sebagaimana diatur dalam pasal 46 dan 47.
2. Akibat nusyuz, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan kepada
Pengadilan Agama.
3. Selama suami atau istri nusyuz, kewajiban terhadap salah satu pihak kepada pihak
lain tidak berlaku kecuali hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan anak.
4. Ketentuan tentang ada atau tidaknya nusyuz, dalam pasal 45 ayat 1 menyebutkan
bahwa kedudukan hak dan kewajiban suami istri setara dalam kehidupan rumah
tangga maupun dimasyarakat. Sedangkan suami menjadi kepala rumah tangga dalam
kompilasi hukum islam (KHI).
 
Dalam penjelasan suami istri setara baik dalam kehidupan masyarakat maupun dalam rumah
tangga maksudnya adalah istri bebas menentukan pilihannya contoh, istri berhak menjadi
kepala rumah tangga, kepala sekolah, kepala desa maupun karir yang lainnya. Sedangkan
dalam pasal 79 ayat 1 di dalam KHI itu adanya kecenderungan pembatasan gerak istri yang
hanya melingkupi rumah tangga saja dan mengurangi perannya dalam masyarakat. Pada
prinsipnya Islam tidak membeda-bedakan manusia hanya saja yang membedakan tingkat
ketaqwaannya. Islam telah menetapkan bagaimana kewajiban hak suami istri secara
proporsional juga tidak mengesampingkan situasi dan kondisi serta rentang zaman
perkembangan kehidupan umat islam itu sendiri dimanapun berada.

13 | fi q h m u n a k a h a t
 
 

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

14 | fi q h m u n a k a h a t
Suami istri yang melakukan kewajibannya dan memperhatikan tanggung
jawabnya akan mampu mewujudkan ketentraman dan ketenangan hati sehingga
sempurnalah kebahagiaan suami istri tersebut.
Menurut kompilasi hukum islam dalam kewajiban dan hak suami istri
memikul kewajiban yang luhur untuk menegakan rumah tangga yang sakinah
mawaddah dan rahwah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Selain itu,
suami istri wajib mempunyai tempat kediaman yang tetap yang ditentukan oleh
bersama. Dalam pasal 80 ayat (1) suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah
tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting
diputuskan oleh suami istri bersama.

Sesuai dengan prinsip perkawinan yang dikandung oleh Undang-Undang


Perkawinan No. 1 Tahun 1974, pasal 31 sangat jelas disebutkan bahwa kedudukan
suami istri adalah sama dan seimbang, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun
dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Menurut yahya Harahap, khusus menyangkut
ayat 1 merupakan spirit of the age (tuntutan semangat zaman) dan merupakan hal
yang sangat wajar untuk mendudukkan suasana harmonis dalam kehidupan keluarga.
Dan ini merupakan perjuangan emansipasi yang sudah lama berlangsung.
Berbeda dengan Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, dalam KHI mengatur
masalah hak dan kewajiban suami istri ini sangat rinci. Pembahasannya dimulai dari
pasal 77-78 mengatur hal-hal yang umum, pasal 79 menyagkut kedudukan suami istri,
pasal 80 bekenaan dengan kewajiban suami, pasal 81 tempat kediaman dan pasal 82
kewajiban suami terhadap istri yang lebih dari seoarang, dan pasal 83 berkenaan
dengan kewajiban istri.
Sedangkan Dalam pasal 45 ayat 1 CLD KHI menyebutkan bahwa kedudukan hak dan
kewajiban suami istri setara dalam kehidupan rumah tangga maupun dimasyarakat.
Sedangkan suami menjadi kepala rumah tangga dalam kompilasi hukum islam (KHI).
Dalam penjelasan suami istri setara baik dalam kehidupan masyarakat maupun dalam
rumah tangga maksudnya adalah istri bebas menentukan pilihannya contoh, istri
berhak menjadi kepala rumah tangga, kepala sekolah, kepala desa maupun karir yang
lainnya.
Pada prinsipnya Islam tidak membeda-bedakan manusia hanya saja yang
membedakan tingkat ketaqwaannya. Islam telah menetapkan bagaimana kewajiban
hak suami istri secara proporsional juga tidak mengesampingkan situasi dan kondisi

15 | fi q h m u n a k a h a t
serta rentang zaman perkembangan kehidupan umat islam itu sendiri dimanapun
berada.

DAFTAR PUSTAKA

16 | fi q h m u n a k a h a t
 Muh Azzam, Abd Aziz. Sayyed Hawwas, Abd Wahhab. fiqih munakahat. jakarta:
Amzah. 2009
 Nur, Djamaan. Fiqh Munakahat. semarang; dina utama. 1993
 Syarifuddin , Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta; kencana. 2004.
 Ramulyo, Mohd Idris. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta; bumi askara. 1996
 Ghozali, Abdul Rahman. Fiqih Munakahat. jakarta: kencana. 2004
 Saebani Beni Ahmad. 2010. Fiqh Munakahat. Bandung: Pustaka Setia.
 Nuruddin Amiur dan Akmal T Azhari, HUKUM PERDATA DI INDONESIA: Studi
Krisis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2004.
 Sabiq Sayyid. 2013.  FIQH SUNNAH JILID 3. Tinta Abadi Gemilang.
 http://digilib.uinsby.ac.id/495/6/Bab%203.pdf diakses pada tanggal 24 Maret 2017.

 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm.11.


 Sayyid Sabiq, FIQH SUNNAH JILID 3, (Tinta Abadi Gemilang, 2013), hlm.470.
 Ibid, hlm.477.
 Ibid, hlm.412.
 Beni Ahmad Sabaeni, op. cit. hlm.11.
 Beni Ahmad Sabaeni, Op. Cit. hlm.13.
 Sayyid Sabiq, Op.Cit. hlm.452.
 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal T, HUKUM PERDATA DI INDONESIA: Studi
Krisis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2004), hlm.184.
 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat , hlm. 13.
 Ibid.,
 Ibid., hlm. 191.
 Ibid., hlm. 192.
 http://digilib.uinsby.ac.id/495/6/Bab%203.pdf diakses pada tanggal 24 Maret 2017.

17 | fi q h m u n a k a h a t

Anda mungkin juga menyukai