Anda di halaman 1dari 6

Mata Kuliah : MANAJEMEN ZAKAT DI INDONESIA (Resume)

Nama : Ega yuliani

Semester : IV

Jurusan : Syari’ah

Prodi : Ahwal al Syakhshiyah

BAB I

Fiqih merupakan bidang ilmu dalam syari’at islam yang secara khusus membahas persoalan
hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia,baik kehidupan pribadi,bermasyarakat
maupun kehidupan manusia dengan Tuhan-Nya.

Secara etimologi, al-fiqh berarti “paham”. Kemudian secara terminologi menurut ulama
adalah “ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang digali
atau diambil dari dalil-dalilnya yang tafshili”.

Pembahasan fiqih zakat mencakup beberapa dimensi :

Pertama, dimensi ijtihad

Tujuan disyariatkan zakat adalah terwujudnya kemashalatan untuk keadilan sosial dan
kesejahteraan dengan prinsip yang kuat membantu kaum yang lemah.

Ijtihad secara metodologi perumusan hukum zakat menempuh tiga tahapan :

1) Tanqih al-manaat yaitu mengungkapkan atau menseleksi sifat-sifat yang berpengaruh pada
hukum.
2) Takhrij al-manaat yaitu menggali hukum-hukum zakat dari sumbernya langsung (al-qur’an
dan hadist) baik bersifat pasti (qath’i) maupun dugaan (dzanni),atau lafadz yang bersifat
implisit maupun eksplisit.
3) Tahqiq al manaat yaitu merumuskan pernyataan pernyataan yang berupa keputusan-
keputusan hukum zakat yang bersifat qath’i dan dzanni.

Kedua, dimensi maqashid


Tujuan ditetapkannya hukum zakat dari sumber pertama dan utama yaitu al-qur’an zakat
mempunyai manfaat yang hakiki bagi kehidupan manusia yaitu kemashalatan hidup.

Ketiga, Tatbiq fiqih zakat

Zakat sebagai ibadah maliyah ijtima’iyah sudah disepakati wajib hukumnnya baik
berdasarkan al-qur’an maupun al-hadist.

Para fuqoha menjelaskan wajib zakat kepada beberapa kriteria :

1) Dari segi waktu,


2) Dari segi tertentu atau tidaknnya kewajiban yang dituntut,
3) Dari segi ukuran dan kriteria,
4) Dari segi subjek atau siapa yang wajib melakukannya.

Bagi muslim yang menunaikan zakat dengan benar maka ia akan mendapatkan pahala dan
perlindungan dari Allah,sebaliknya bagi orang-orang yang mengingkari dan mengabaikan kewajiban
zakat maka bagi mereka akan mendapat peringatan dan azab di akhirat.

Realitas umat islam menunjukan masih belum seimbang antara kesadaran berzakat dengan
pemahaman yang memadai tentang fiqih zakat.

Pembahasan fiqih zakat ini diharapkan dapat menjadi pengangan dan rujukan bagi aktivis dan
pengurus(amil) lembaga ZIS juga para muzzaki.

Harta Objek Zakat

Salah satu kajian penting dalam ilmu fiqih zakat adalah menentukan harta (maal) sebagai
objek zakat.

Berdasarkan pendekatan ini,maka dalam hal-hal tertentu boleh/sahh-sah saja para ulama
melakukan ijtihad dengan menggunakan metode qiyas/analogi dalam menetapkan harta objek zakat
lainnya yang berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan kegiatan ekonomi.

Karena itu al-qur’an dan hadist menjelaskan dua metode dalam menetapkan harta sebagai objek
zakat,yaitu metode tafsil(terurai dan terinci) dan metode ijmal(global).

Metode Tafsil

Yang dimaksud dengan metode tafsil adalah al-qur’an dan hadist mengemukakan beberapa jenis harta
yang menjadi objek zakat apabila telah terpenuhi persyaratannya.
Pertama,zakat hasil pertanian seperti dikemukakan didalam QS. Al-An’am ayat 141 dan beberapa
hadist nabi seperti hadist riwayat Imam Bukhari “ Tanaman yang diairi air hujan (sungai tanpa ada
biaya)wajib dikeluarkan zakatnya 10 persen. Dan jika disirami(mempergunakan alat dan ada
biaya),maka zakatnya adalah 5 persen.

Kedua,zakat dari emas dan perak kalau mencapai nishab,seperti dikemukakan dalam surat At-Taubah
ayat 34 dan 35 dan juga hadist riwayat Abu Dawud dari Ali bin Abi Thalib,Rasulullah SAW
bersabda:”apabila anda memiliki dua ratus dirham,dan telah berlalu waktu satu tahun,maka wajib
zakat atasnya lima dirham (2,5 persen). Anda tidak punya kewajiban zakat emas,sehingga anda
memiliki dua puluh dinar(85 gram emas) dan telah berlalu waktu satu tahun,dan zakatnya sebesar
setengah dinar (2,5 persen). Dan jika lebih,maka hitunglah berdasarkan kelebihannya. Dan tidak ada
pada harta,kewajiban zakat sehingga berlalu waktu satu tahun”.

Ketiga,zakat dari hewan ternak. Dalam berbagai hadist dikemukakan bahwa hewan ternak yang wajib
dikeluarkan zakatnya,setelah memenuhi persyaratan tertentu ada 3 jenis yaitu onta,sapi dan
domba/kambing.

Keempat,zakat dari perdagangan. Kewajiban zakat pada perdagangan yang telah memenuhi
persyaratan tertentu dikemukakan dalam sebuah hadist riwayat Abu Dawud dari Samrah bin Jundad,ia
menyatakan: “Amma ba’du,sesungguhnya rasulullah SAW telah menyuruh kita semua untuk
mengeluarkan sedekah (zakat)pada setiap komoditas yang kita persiapkan untuk diperdagangkan”.

Kelima,zakat barang temuan dan barang tambang,berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dari Abu Hurairah.

Terhadap harta zakat secara rinci ini, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (1995:3) membaginya
kedalam empat kelompok besar:

1) Kelompok tanaman dan buah-buahan,


2) Kelompok hewan ternak yang terdiri dari tiga jenis yaitu unta,sapi dan kambing,
3) Kelompok emas dan perak
4) Kelompok harta perdagangan dengan berbagai jenisnya.sedangkan rikaz atau barang
temuan,sifatnya insidental.

Abu Ubaid (tt.596)menyatakan bahwa harta objek zakat secara rinci tersebut terbagi pula kedalam dua
bagian :

1) Harta dzahir
2) Harta batin

Didalam kitab-kitab fiqih klasik,jenis-jenis harta yang wajib dizakati secara rinci yaitu: binatang
ternak,emas-perak,tanaman-tanaman yang menguatkan,buah-buahan, dan harta perniagaan.
Sedangkan Sayyid Sabiq dalam kitabnya ;”fiqih sunnah” menyebutkan pula: emas,perak,tanaman
yang menguatkan buah-buahan,harta perniagaan,binatang ternak,bahan tambang dan peninggalan
purbakala.

Metode ijmal

Yang dimaksud dengan metode ijmal ini adalah a-l-qur’an mewajibkan zakat pada harta (al-
maal)yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang tanpa dijelaskan rinciannya. Seperti firman
Alllah dalam QS. At-Taubah ayat 103.

Pendekatan ijmali ini memungkinkan semua jenis harta yang belum ada contoh kongkritnya dizaman
Rasulullah SAW tetapi karena perkembangan ekonomi menjadi benda yang bernilai, maka harus
dikeluarkan zakatnya,jika telah memenuhi persyaratannya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya pada tanggal 06 Rabiul Akhir 1423 H/07 Juni 2002
M, menetapkan bahwa “setiap penghasilan atau pendapatan seperti gaji,honorarium,upah,jasa dan
lain-lain yang diperoleh dengan cara halal,baik yang rutin maupun tidak rutin seperti
dokter,pengacara,konsultan dan sejenisnya serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas
lainnya,wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah memenuhi persyaratan kewajiban zakat.

Kemudian diserap kedalam undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat,bahwa
jenis-jenis harta yang dikenai zakat adalah : emas,perak dan uang,perdagangan dan perusahaan,hasil
pertanian,hasil perkebunan dan hasil pendapatan dan jasa,serta rikaz(pasal 4)

Karena itu tugas kita semua melalui amil zakat yang amanah dan profesional (BAZ dan LAZ) untuk
menggali potensi zakat yang ada dinegara kita. Insya Allah semuanya akan bermanfaat bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat ,terutama kaum dhuafa.

BAB II

REGULASI ZAKAT

TENTANG PENGELOLAHAN ZAKAT PASCA UU NO 23/2011

Pengesahan UU pengelolahan zakat (UU No 23/2011) yang dilakukan pada siding paripurna DPR
pada tanggal 27 oktober 2011 menimbukan debat publik yang intersif, yang berbula pada isu krisial
yang terdapat pada UU yang baru. Isu –isu yang muncul ke permukan tersebut yaitu menyangkut
sentralisasi pengelolahan zakat via BAZNAS,marjilisasi peran LAZ bentukan masyarakat dan
kekhawatiran akan “diberagusnya” LAZ melalui aturan persyaratan sebagai ormasa, serta keadilan
lokasi dana APBN yang hanya diberikan pada BAZNAS. Terdapat beberapa perspekti yang harus di
pahami dalam kekehawtiran ini dapat di diminimalisir.
 Kekhawatiran ini akan terjadi marjinalisasi kekuatan masyarakat sipil, di picu oleh pasal 12
UU yang baru, di mana fungsi LAZ hanya untuk membantu BAZNAS.perbedaan dengan
UU lama, dalam UU baru di tegaskan kewajiban LAZ untuk melaporkan kegiatan
penghipunan dan pendayagunaan zakat yang telah dilakukannya pada BAZNAS (pasal
19),dan bukan kewajiba untuk menyeorkan zakat kepada BAZNAS. Hal in di maksudkan aga
konsolidasi dan sinergi antar organisasi pengelolahan zakat dapat “diformalkan” melalui
undang undang , karena Salah satu masalah pengelolaan zakat saat ini adalah masih belum
optimal sinergi OPZ sehingga terkesan masing masing lembaga berjalan sendiri- sendiri
 Dalam pengelolhan zakat di tanah air muncul dikotomi (Negara vz masyarakat sipil)
Segaimana yang diusung oleh sebagian pengamar. Seolah keudanya dalah entitas yang saling
berhadapan dan saling melemahkann .UU pun di pandang sebagai “supermasi” kemenangan
Negara atas masyarakat sipil. Melihat kembali zakat dari kacamatan syariah, konsep zakat
pelaksaan zakat di kaitkan dengang kekuasan . seperti makna dari khuz dalam QS 9:103,
demikian dalalm sejarah islam sejak zaman RasululahSAW. Kelahiran BAZNAS sendiri yang
dibidani perjuangan LAZ memalui FOZ.
 Terkait dengan dana APBN yang hanya untuk BAZNAS, dan bukan LAZ. Sebaian kalangan
menganggap ini senbagai bentuk “ketidakadilan” dan ketidak kesetaraan level of playing field.
Sesungguhnya, jika melihat subtansi antara UU terhadapan BAZNAS, maka suntikan APBN
menjadi sebuah ke niscyaan. Jika melihat dan membandinkan tugas BAZNAS DAN LAS,
makan BAZNAS tidak nanya menghimpun dan menyalurkan zakat yang di peroleh dirinya
sendiri laiknya LAZ. namun juga harus melakukan standarisasi pengelolahan zakat secara
nasional, yang berlaku bagi seluruh organisasipengelolhan zakat.
Standarisasi mencangkup pengembangann kelembagaan internal dan
ekternal,setifikan perizinan kelambagaan ,pengembangan SDM. Pengembangan
system penghipunan dan penyaluran ,standarisasi sistem pengawasan , teknilogi
informasi , keuangan dan pelaporan,hubungann luar negeri, serta sebagai pusat
koordinasi dan databes zakat nasional. Belum lagi ditambah dengan fungsi
pengawasan internal dan oprasional internal BAZNAS.

Tabel 1. Tantangan pasca UU No 23/2013 tentang pengelolahan zakat

N Aspek tantangan
O
1 Regulasi Penyusunan PP dan PMA dalam waktu kurang dari
1th, dan mampu memfasilitasi pelaksaan UU dengan
baik, sehingga tujuan zakat akan tercapai
2 SDM Pemenuhan kebutuhan SDM yang qualified dan
kompeten
3 Masa transisi 5 tahun Di perlukan 11 orang anggota BAZNAS yang
kredble, kapabel danprofesional, serta telah teruji
dalam dunia pengelolahan zakat nasional
4 Sosialisasi dan edukasi publik Masih tingginya kesenjangan antara potensi dengan
kesenjangan antara potensi dengan realisasi
penghimpunan zakat

Anda mungkin juga menyukai