Anda di halaman 1dari 8

Rukun dan Syarat Sah Nikah

1. Pengertian rukun, Syarat dan Sah


Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu
pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu.1
Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu
pekerjaan (ibadah), seperti menutup aurat untuk shalat. 2 Atau , menurut Islam , calon
pengantin laki-laki atau perempuan itu harus beragama Islam.
Sah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi rukun dan syarat.3

Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang


menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata
tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu
yang harus diadakan. Dalam suatu acara perkawinan rukun dan syaratnya tidak boleh
tertinggal. Dalam arti perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak
lengkap. Keduanya mengandung arti yang berbeda dari segi bahwa rukun itu adalah
sesuatu yang berada di dalam hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang
mewujudkannya. Sedangkan syarat adalah sesuatu yang berada di luarnya dan tidak
merupakan unsurnya. Syarat itu ada yang berkaitan dengan rukun dalam arti syarat
yang berlaku untuk setiap unsur yang menjadi rukun. Ada pula syarat itu berdiri
sendiri dalam arti tidak merupakan kriteria dari unsur-unsur rukun.4

a. Rukun Nikah
Rukun adalah sesuatu yang harus ada untuk menentukan sah atau tidaknya suatu
pekerjaan (ibadah), namun sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan tersebut.
Adapun rukun dalam sebuah pernikahan, jumhur ulama sepakat ada empat, yaitu:5
1) Adanya calon suami dan istri yang tidak terhalang dan terlarang secara syar’i
untuk menikah.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh kedua mempelai adalah:
a) Laki-laki dan perempuan yang melangsungkan pernikahan haruslah sama-
sama beragama Islam.

1
Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awwaliyyah, (Jakarta: Bulan Bintang,.1976), cet, ke-1, juz I,h.9.
2
Ibid. Tentang pengertian rukun dan syarat ini lihat pula Wahbah Al-Zuhaily. Op.cit., h.36
3
Ibid.
4
Amir Syarifuddin, 2009, Hukum Perkawinan di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat dan Undang-
Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana, hlm. 59
5
Abd. Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, 46.
b) Keduanya harus jelas identitasnya dan bisa dibedakan dengan orang lain, baik
terkait dengan nama, keberadaan, jenis kelamin dan hal-hal lainnya yang
berkenaan dengan dirinya. Dengan adanya syariat peminangan sebelum
berlangsungnya pernikahan kiranya merupakan suatu syarat supaya kedua
calon mempelai bisa sama-sama tahu dan mengenal satu sama lain secara baik
dan terbuka.
c) Kedua belah pihak telah setuju untuk menikah dan juga setuju dengan pihak
yang mengawininya. Tentang izin dan persetujuan dari kedua belah pihak yang
akan melangsungkan pernikahan ulama fikih berbeda pendapat dalam
menyikapinya.
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam ditegaskan mengenai persyaratan
persetujuan kedua mempelai pada pasal 16, yaitu:
a) Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai.
b) Bentuk persetujuan calon mempelai wanita berupa pernyataan tegas dan nyata
dengan tulisan, lisan, atau isyarat tapi dapat juga dengan berupa diam dalam
arti selama tidak ada penolakan yang tegas.
c) Antara kedua belah pihak tidak ada hal-hal yang terlarang untuk
melangsungkan pernikahan.
d) Kedua belah pihak telah mencapai usia yang pantas dan layak untuk
melangsungkan pernikahan. Untuk syarat yang terakhir ini akan dibahas
sendiri pada penjelasan selanjutnya.6
2) Wali adalah pengasuh pengantin perempuan pada waktu menikah atau orang yang
melakukan janji nikah dengan pengantin laki-laki. Berdasarkan sabda Nabi SAW :

)‫نكحت بغىرْي ا ْذن وليّها فنكا حها باطل (اخر اال للنسائ‬
ْ ‫امّي ا امرأة‬
Perempuan mana saja yang menikah tanpa seizing walinya, maka
pernikahannyabatal.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang menjadi wali adalah:
a) Orang merdeka (bukan budak)

b) Laki-laki (bukan perempuan) sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis yang


diriwayatkan Abu Hurairah. Namun ulama Hanafiah dan Syiah Imamiyah
berbeda pendapan tentang hal ini. Keduanya berpendapat bahwa perempuan

6
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), 64.
yang telah dewasa dan berakal sehat dapat menjadi wali untuk dirinya sendiri
dan dapat pula menjadi wali untuk perempuan lain yang mengharuskan adanya
wali.

c) Telah dewasa dan berakal sehat. Oleh karena itu anak kecil atau orang gila
tidak berhak menjadi wali. Hal ini merupakan syarat umum bagi seseorang
yang melakukan akad.

d) Tidak sedang melakukan ihram untuk haji atau umrah. Hal ini berdasarkan
hadis Nabi dari Usman menurut riwayat Abu Muslim yang artinya ‚Orang
yang sedang ihram tidak boleh menikahkan seseorang dan tidak boleh pula
dinikahkan oleh seseorang.

e) Tidak dalam keadaan mendapat pengampuan (mahjur ‘alaih). Hal ini karena
orang yang berada di bawah pengampuan tidak dapat berbuat hukum dengan
dirinya sendiri.
f) Adil dalam arti tidak pernah terlibat dengan dosa besar dan tidak sering terlibat
dengan dosa kecil serta tetap memelihara murah dan sopan santun. Hadis Nabi
dari ‘Aisyah menurut riwayat Al Qut}ni menjelaslan bahwa ‚Tidak sah nikah
kecuali bila ada wali dan dua orang saksi yang adil.
g) Berpikiran baik. Oleh karena itu tidak sah menjadi wali seseorang yang
terganggu pikirannya sebab ketuaannya, karena dikhawatirkan tidak akan
mendatangkan maslahat dalam pernikahan tersebut.
h) Seorang muslim, oleh karena itu orang yang tidak beragama Islam tidak sah
menjadi wali untuk pernikahan muslim. Allah berfirman dalam surat Ali Imran
ayat 28:

‫س ِم َن ٱللَّ ِه ىِف َش ْى ٍء‬ ِ


َ ‫ني ۖ َو َمن َي ْف َع ْل ٰذَل‬
َ ‫ك َفلَْي‬
ِِ ِ ِ ِ ‫َّخ ِذ ٱلْم ْؤ ِمنُو َن ٱلْ َٰك ِف ِر‬
َ ‫ين أ َْوليَٓاءَ من ُدون ٱلْ ُم ْؤمن‬
َ ُ
ِ ‫اَّل يت‬
َ
ِ ِ ِ ِ۟ ‫ِٓاَّل‬
ُ‫إ أَن َتَّت ُقو ا مْن ُه ْم ُت َق ٰىةً ۗ َوحُيَ ِّذ ُر ُك ُم ٱللَّهُ َن ْف َسهُۥ ۗ َوإىَل ٱللَّه ٱلْ َمصري‬

Artinya: Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir


menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa
berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena
(siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah
memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan Hanya kepada Allah
kembali (mu). (QS. Ali Imran: 28).7
3) Dua orang saksi, adalah orang yang menyaksikan sah atau tidaknya suatu
pernikahan. Hadits Jabir bin Abdullah. Radhiyallahu Anhuma: Tidak ada nikah
kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil. (HR. Al-Khamsah kecuali An-
Nasa`i).
Berdasarkan sabda Nabi SAW :

)‫شاهدى ع ْدل (رواهامحد‬


ْ ‫بوىل و‬
ّ ّ‫ال نكاح اال‬
Ada perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang kedudukan saksi dalam
pernikahan, apakah termasuk rukun ataukah termasuk syarat dalam pernikahan.
Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa saksi itu adalah termasuk
rukun dari pernikahan. Sedangkan menurut Hanafiyah dan Zahiriyah, saksi
merupakan salah satu dari dari syarat-syarat pernikahan yang ada. Tentang
keharusan adanya saksi dalam akad pernikahan dijelaskan dalam Al Quran surat
At-Talaq ayat 2

‫ف َّواَ ْش ِه ُدوْ ا َذ َويْ َع ْد ٍل‬ ٍ ْ‫ارقُوْ هُ َّن بِ َم ْعرُو‬ِ َ‫ف اَوْ ف‬ ٍ ْ‫فَا ِ َذا بَلَ ْغنَ اَ َجلَه َُّن فَا َ ْم ِس ُكوْ هُ َّن بِ َم ْعرُو‬
‫ِّم ْن ُك ْم َواَقِ ْي ُموا ال َّشهَا َدةَ هّٰلِل ِ ٰۗذلِ ُك ْم يُوْ َعظُ بِ ٖه َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِم ُن بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ِر ەۗ َو َم ْن‬
‫ق هّٰللا َ يَجْ َعلْ لَّهٗ َم ْخ َرجًا‬ ِ َّ‫ۙ يَّت‬
Artinya: Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah
mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan
kesaksian itu Karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah
niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (QS. At-Talaq: 2)8
Tidak semua orang boleh menjadi saksi, khususnya dalam pernikahan. Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi agar dia bisa menjadi saksi yang sah, yaitu:
a) Saksi berjumlah minimal dua orang. Pendapat inilah yang dipegang oleh
jumhur ulama. Sedangkan hanafiyah berpendapat lain, menurutnya, saksi itu
boleh terdiri dari satu orang laki-laki dan dua orang perempuan.

7
Departemen Agama RI, Al Quran Tajwid dan Terjemahannya, 80.
8
Ibid., 945.
b) Kedua saksi itu merdeka (bukan budak).
c) Saksi bersifat adil dalam arti tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak
selalu melakukan dosa kecil dan tetap menjaga muruah.
d) Saksi harus beragama Islam.
e) Saksi harus bisa mendengar dan melihat.

f) Kedua saksi adalah laki-laki. Menurut Hanafiyah saksi itu boleh terdiri dari
perempuan asalkan harus disertai saksi dari laki-laki. Sedangkan menurut
Zahiriyah, saksi boleh dari perempuan dengan pertimbangan dua orang
perempuan sama kedudukannya dengan seorang laki-laki.
4) Sighat akad nikah, yaitu ijab Kabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari
pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.
Tentang jumlah rukun nikah ini, para ulama berbeda pendapat:
Imam malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu:
- Wali dari pihak perempuan,
- Mahar (maskawin),
- Calon pengantin laki-laki,
- Calon pengantin perempuan,
- Sighat akad nikah.

Imam Syafi’I berkata bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu:

- Calon pengantin laki-laki,


- Calon pengantin perempuan,
- Wali,
- Dua orang saksi,
- Sighat akad nikah.9

Menurut ulama Hanafiyah, rukun nikah itu hanya ijab dan qabul saja (yaitu akad yang
dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin laki-laki).
9
Ibid, h. 72.
Sedangkan menurut segolongan yang lain rukun nikah itu ada empat, yaitu:
- Sighat (ijab dan qabul),
- Calon pengantin perempuan,
- Calon pengantin laki-laki,
- Wali dari pihak calon pengantin perempuan.10
Rukun perkawinan:
- Dua orang yang saling melakukan akad perkawinan, yakni mempelai laki-laki
dan mempelai perempuan,
- Adanya wali,
- Adanya dua orang saksi,
- Dilakukan dengan sighat tertentu.11

b. Syarat Sah Nikah


Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan. Apabila
syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan adanya segala
hak dan kewajiban sebagai suami istri.
Pada garis besarnya syarat-syarat sahnya perkawinan itu ada dua:
1) Calon mempelai perempuannya halal dikawin oleh laki-laki yang ingin
menjadikannyaistri. Jadi, perempuannya itu bukan merupakan orang yang haram
inikahi, baik karena haram dinikahi untuk sementara maupun untuk selama-
lamanya.
2) Akad nikahnya dihadiri para saksi.12
Secara rinci, masing-masing rukun di atas akan dijelaskan syarat-syaratnya
sebagai berikut:

1. Syarat-syarat kedua mempelai.


a. Syarat-syarat pengantin pria

10
Lihat Wahbah Al-Zuhaily, op. cit,. h. 36.
11
Lihat Ilmu Fiqh II, h.49.Lihat pula Zakiah Daradjat, op. cit., h. 38.
12
Lihat Sayyid Sabiq, op. cit,. h.48.
1) Calon suami beragama Islam.
2) Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki.
3) Orangnya diketahui dan tertentu.
4) Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri.
5) Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon istri serta tahu betul calon
istrinya halal baginya
6) Calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu.
7) Tidak sedang melakukan ihram.
8) Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri.
9) Tidak sedang mempunyai istri empat.13

b. Syarat-syarat calon pengantin perempuan:


1) Beragama Islam atau ahli kitab.
2) Terang bahwa ia wanita, bukan Khuntsa (benci).
3) Wanita itu tentu orangnya.
4) Halal bagi calon suami.
5) Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam ‘iddah.
6) Tidak dipaksa/ikhtiyar
7) Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah.14

2. Syarat-syarat Ijab Kabul.15


Perkawinan wajib dilakukan dengan ijab dan Kabul dengan lisan. Bagi orang bisu
sah perkawinannya dengan isyarat tangan atau kepala yang bisa dipahami.
Ijab dilakukan oleh pihak wali mempelai perempuan atau walinya, sedangkang
Kabul dilakukan oleh mempelai laki-laki atau wakilnya.
Menurut pendirian Hanafi, boleh juga ijab oleh pihak mempelai laki-laki atau
wakilnya dan Kabul oleh pihak perempuan (wali atau wakilnya) apabila
perempuan itu telah baligh dan berakal, dan boleh sebaliknya.
Menurut asy-Syafi’I dan Hambali, lafazh yang digunakan untuk akad nikah
adalah lafazh nikah atau tazwij, yang terjemahannya adalah kawin dan nikah.
Sebab kalimat-kalimat itu terdapat di dalam Kitabullah dan Sunnah.
Contoh kalimat akad nikah:

13
Lihat Ilmu fiqh II, h.50. Lihat pula Zakiah Daradjat, op. cit., h. 38-39.
14
Ibid.
15
Ibid., h. 98. Lihat pula Zakiah Daradjat, op. cit., h. 75.
‫ مبهر الف روبية حاال‬...‫ بنت‬... ‫انكحتك‬.
Aku kawinkan engkau dengan… binti… dengan mas kawin Rp.1000 tunai
Jawab atau kalimat Kabul yang digunakan wajiblah sesuai dengan ijab.
3. Syarat-syarat Wali.16
Perkawinan dilangsungkan oleh wali pihak mempelai perempuan atau
wakilnya dengan calon suami atau wakilnya dengan calon suami atau wakilnya.
Wali hendaknya seorang laki-laki, muslim, baligh, berakal dan adil (tidak fasik).
Perkawinan tanpa wali tidak sah, berdasarkan sabda Nabi SAW:

)‫النكاح اال بوىل (رواه اخلمسائ‬


Tidak sah perkawinan tanpa wali.

‫) فان دخل هبا فلها املر مبااستحل‬3×( ‫امياامرأة نكحت بغىرياذن وليها فنكا حها باطل‬

)‫ (رواه خلمسه اآلالنسائ‬.‫من فر جها فان استجروا فلسلطان وىل من ال وىل له‬.

Perempuan mana saja yang kawin tanpa izin walinyamaka perkawinannya itu
batal (3x). apabila suami telah melakukan hubungan seksual maka si perempuan
sudah berhak mendapatkan maskawin lantaran apa yang telah ia buat halal pada
kemaluan perempuan itu. Apabila wali-wali itu enggan maka sultanlah
(pemerintah) yang menjadi wali bagi orang yang tidak ada walinya.
4. Syarat-syarat saksi
Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang laki-laki, muslim, baligh,
berakal, melihat dan mendengar serta mengerti (paham) akan maksud akad nikah.
Ada yang berpendapat bahwa syarat-syarat saksi itu adalah sebagai berikut:
- Berakal, bukan orang gila
- Baligh, bukan anak-anak
- Merdeka, bukan budak
- Islam
- Kedua orang saksi itu mendengar.17

Ibid., Lihat pula Zakiah Daradjat, op. cit., h. 77


16

17
Slamet Abidin dan H. Aminuddin, op. cit., h. 64

Anda mungkin juga menyukai