Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan didalam dirinya.
Pernikahan merupakan salah satu naluri serta kewajiban dari seorang manusia.
Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki
jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Swt. Sehingga
mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain. Namun di
masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang. Menikah merupakan perintah dari
Allah Swt. Seperti dalil berikut ini:

َُ َ‫ل أَز َوا ًجا أَنفه ِس هكمُ ِمنُ لَ هكمُ َجع‬


َُ ‫ل َو‬
‫ّللاه‬ ِ ‫ت ِمنَُ َو َرزَ قَ هكمُ َو َح َفدَُة ً بَنِينَُ أَز َو‬
َُ َ‫اج هكمُ ِمنُ لَ هكمُ َو َجع‬ َ ‫ل ۚ ال‬
ُِ ‫طيِبَُا‬ ِ َ‫ت يهؤ ِمنهونَُ أَفَبِالب‬
ُِ ‫اط‬ َُ
ُِ ‫ّللاِ َوبِ ِنع َم‬
‫ه‬
َُ‫ههميَكف هرون‬

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang
baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”(An-
Nahl;72)

Adapun secara Islam pernikahan itu sendiri mempunyai tatacara, syarat, tujuan,
hukum, serta hikmahnya tersendiri. Berdasarkan dalil dibawah ini merupakan salah satu
tujuan dari pernikahan:
ُِ َ‫ام ال َحال‬
ُ‫ل بَينَُ َما فَص ه‬
‫ل‬ ُِ ‫ُّف َوال َح َر‬
ُُّ ‫صوتهُ الد‬
َ ‫َاحِ فِي َوال‬
ُ ‫النِك‬

“Pemisah antara apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut (suara) dalam
pernikahan.” (HR. An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. Dihasankan Al-Imam Al-Albani
rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 1994)
Berdasarkan dalil-dalil diatas jelas sekali Allah Swt. Telah mengatur sedemikian rupa
permasalahan mengenai pernikahan. Adapun pernyempurnaan dari wahyu yang
diturunkan oleh Allah swt. Telah disempurnakan oleh ahli tafsir dengan mengeluarkan dalil
yang dapat memperjelas mengenai pernikahan tanpa mengubah ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Allah Swt.

B. Rumusan Masalah
Beberapa Permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pengertian Pernikahan dari segi bahasa maupun istilah
2. Hukum Pernikahan
3. Peminangan (Khitbah)

1
4. Syarat Pernikahan
5. Tujuan Pernikahan
6. Pemilihan Calon suami/istri
7. Thalak (Perceraian)
8. Iddah

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui pentingnya
pengetahuan terhadap Pernikahan (Munahakat) dimana setiap orang pasti akan
mengalami sebuah Pernikahan.

D. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah:
1. Pembaca dapat memahami pengertian dari Pernikahan.
2. Pembaca dapat mengetahui proses dalam sebuah Pernikahan secara Islam.
3. Pembaca dapat mengetahui tujuan serta hikmah dari Pernikahan yang benar secara
Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PERNIKAHAN
Pernikahan atau Munahakat artinya dalam bahasa adalah terkumpul dan menyatu.
Menurut istilah lain juga dapat berarti akad nikah (Ijab Qobul) yang menghalalkan
pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim sehingga menimbulkan hak
dan kewajiban diantara keduanya yang diucapkan oleh kata-kata , sesusai peraturan yang
diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang
dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t.
menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan
mengharamkan zina.

B. HUKUM PERNIKAHAN
Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh
dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak
dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah
Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah
berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh Beliau. Akan tetapi hukum pernikahan
dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang
yang akan menikah tersebut.
a. Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah
Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani,
rohani, mental maupun meteriil dan mampu menahan perbuatan zina walaupun dia
tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :
“Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk
menikah, maka hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga
pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin (kehormatan); dan barang
siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi
penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)
b. Pernikahan Yang Dihukumi Wajib
Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal
kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan ia khawatir apabila ia tidak
segera menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk segera
menikah

3
c. Pernikahan Yang Dihukumi Makruh
Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani,
mental maupun meteriil dalam menafkahi keluarganya kelak.
d. Pernikahan Yang Dihukumi Haram
Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam
pernikahan tersebut, baik menyakiti jasmani, rohani maupun menyakiti secara
materiil.

C. PEMINANGAN (KHITBAH)
Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-laki dan
perempuan untuk melangsungkan pernikahan mengikuti hari yang dipersetujui oleh kedua
pihak. Meminang merupakan adat kebiasaan masyarakat Melayu yang telah dihalalkan oleh
Islam. Peminangan juga merupakan awal proses pernikahan. Hukum peminangan adalah
harus dan hendaknya bukan dari istri orang, bukan saudara sendiri, tidak dalam iddah, dan
bukan tunangan orang. Pemberian seperti cincin kepada wanita semasa peminangan
merupakan tanda ikatan pertunangan. Apabila terjadi ingkar janji yang disebabkan oleh
sang laki-laki, pemberian tidak perlu dikembalikan dan jika disebabkan oleh wanita, maka
hendaknya dikembalikan, namun persetujuan hendaknya dibuat semasa peminangan
dilakukan. Melihat calon suami dan calon istri adalah sunat, karena tidak mau penyesalan
terjadi setelah berumahtangga. Anggota yang diperbolehkan untuk dilihat untuk seorang
wanita ialah wajah dan kedua tangannya saja.
Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan meminang:
"Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang hendak
menikah dengan seorang perempuan: "Apakah kamu telah melihatnya?jawabnya tidak(kata
lelaki itu kepada Rasullullah).Pergilah untuk melihatnya supaya pernikahan kamu terjamin
kekekalan." (Hadis Riwayat Tarmizi dan Nasai)
Hadis Rasullullah mengenai larangan meminang wanita yang telah bertunangan:
"Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah SAW telah bersabda: "Kamu tidak boleh
meminang tunangan saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat ketetapan untuk
memutuskannya". (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim(Asy-Syaikhan))

D. SYARAT PERNIKAHAN
1. Rukun nikah

 Pengantin laki-laki
 Pengantin perempuan
 Wali
 Dua orang saksi laki-laki

4
 Mahar
 Ijab dan kabul (akad nikah)

2. Syarat calon suami


 Islam
 Laki-laki yang tertentu
 Bukan lelaki muhrim dengan calon istri
 Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu
 Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri

3. Syarat calon istri


 Islam
 Perempuan yang tertentu
 Bukan perempuan muhrim dengan calon suami
 Bukan seorang banci
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Tidak dalam iddah
 Bukan istri orang

4. Syarat wali
 Islam, bukan kafir dan murtad
 Lelaki dan bukannya perempuan
 Telah pubertas
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Tidak fasik
 Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya
 Merdeka
 Tidak dibatasi kebebasannya ketimbang membelanjakan hartanya

Sebaiknya calon istri perlu memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Jika syarat-
syarat wali terpenuhi seperti di atas maka sahlah sebuah pernikahan itu.Sebagai
seorang mukmin yang sejati, kita hendaklah menitik beratkan hal-hal yag wajib
seperti ini.Jika tidak, kita hanya akan dianggap hidup dalam berzinahan selamanya.

5
5. Jenis-jenis wali
 Wali mujbir : Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapa yang
mempunyai hak mewalikan pernikahan anak perempuannya atau cucu
perempuannya dengan persetujuannya (sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan
calon istri yang hendak dinikahkan)
 Wali aqrab : Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak
dan berhak menjadi wali
 Wali ab’ad : Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali,
jikalau wali aqrab berkenaan tidak ada. Wali ab’ad ini akan digantikan oleh wali
ab’ad lain dan begitulah seterusnya mengikut susunan tersebut jika tidak ada
yang terdekat lagi.
 Wali raja/hakim : Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau
pihak berkuasa pada negeri tersebut oleh orang yang telah dilantik menjalankan
tugas ini dengan sebab-sebab tertentu.

6. Syarat-syarat saksi
 Sekurang-kurangya dua orang
 Islam
 Berakal
 Telah pubertas
 Laki-laki
 Memahami isi lafal ijab dan qobul
 Dapat mendengar, melihat dan berbicara
 Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak terlalu banyak melakukan
dosa-dosa kecil)
 Merdeka

7. Syarat ijab
 Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
 Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
 Diucapkan oleh wali atau wakilnya
 Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(nikah kontrak atau
pernikahan (ikatan suami istri) yang sah dalam tempo tertentu seperti yang
dijanjikan dalam persetujuan nikah muataah)
 Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)
 Contoh bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan
Anda dengan Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat
salat dibayar tunai".

6
8. Syarat qobul
 Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
 Tidak ada perkataan sindiran
 Dilafalkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
 Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
 Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)
 Menyebut nama calon istri
 Tidak ditambahkan dengan perkataan lain

Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):"Aku terima nikahnya


dengan Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar
tunai" ATAU "Aku terima Diana Binti Daniel sebagai istriku".

Setelah qobul dilafalkan Wali/wakil Wali akan mendapatkan kesaksian dari para
hadirin khususnya dari dua orang saksi pernikahan dengan cara meminta saksi
mengatakan lafal "SAH" atau perkataan lain yang sama maksudya dengan perkataan
itu.

Selanjutnya Wali/wakil Wali akan membaca doa selamat agar pernikahan suami
istri itu kekal dan bahagia sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan
diAminkan oleh para hadirin. Bersamaan itu pula, mas kawin/mahar akan
diserahkan kepada pihak istri dan selanjutnya berupa cincin akan dipakaikan
kepada jari cincin istri oleh suami sebagai tanda dimulainya ikatan kekeluargaan
atau simbol pertalian kebahagian suami istri.Aktivitas ini diteruskan dengan suami
mencium istri.Aktivitas ini disebut sebagai "Pembatalan Wudhu".Ini karena sebelum
akad nikah dijalankan suami dan isteri itu diminta untuk berwudhu terlebih dahulu.

Suami istri juga diminta untuk salat sunat nikah sebagai tanda syukur setelah
pernikahan berlangsung. Pernikahan Islam yang memang amat mudah karena ia
tidak perlu mengambil masa yang lama dan memerlukan banyak aset-aset
pernikahan disamping mas kawin,hantaran atau majelis umum (walimatul
urus)yang tidak perlu dibebankan atau dibuang.

E. TUJUAN PERNIKAHAN
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan
ini adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang
amat kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran,
kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah
menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

7
2. Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan
Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah
untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat
merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang
pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk me-melihara
pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.

3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami


Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq
(perceraian), jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah,
sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam ayat berikut:

َ ‫َان ال‬
ُ‫ط َال هق‬ ُِ ‫ساكُ ۚ َم َرت‬َ ‫سانُ ت َس ِريحُ أَوُ ِب َمع هروفُ فَإِم‬ َ ‫ل ۚ ِبإِح‬ ُُّ ‫هن ِم َما ت َأ هخذهوا أَنُ لَ هكمُ َي ِح‬
ُ َ ‫ل َو‬ ُ َ ‫ل َيخَافَا أَنُ ِإ‬
َُ ‫ل شَيئًا آت َيت ه هموه‬ ُ َ َ ‫يه ِقي َما أ‬
َ‫ّللاِ هحدهو ُد‬ ُ َ َ‫ّللاِ هحدهو ُدَ يه ِقي َما أ‬
َُ ۚ ُ‫ل ِخفتهمُ فَإِن‬ َُ ‫ال‬ َُ ‫ّللاِ هحد هو ُد ه تِلكَُ ۚ ِب ُِه افتَدَتُ ِفي َما َعلَي ِه َما هجنَا‬
ُ َ َ‫ح ف‬ َُ ‫ال‬ُ َ َ‫ّللاِ هحدهو ُدَ َيت َ َع ُدَ َو َمنُ ۚ تَعتَد هوهَا ف‬ َُ
َٰ
َ ‫فَأهولَئِ َك هه همال‬
َُ‫ظا ِل همون‬

“Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan
dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali
sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri)
khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir
bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak
berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa
melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zhalim.” [Al-Baqarah : 229]

4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah


Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk mengabdi dan beribadah hanya
kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut
pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadahan dan amal
shalih di samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain, bahkan berhubungan suami
isteri pun termasuk ibadah (sedekah)

5. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih


Tujuan pernikahan di antaranya adalah untuk memperoleh keturunan yang shalih,
untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, sebagaimana firman Allah ‘Azza
wa Jalla:

َُ ‫ل أَز َوا ًجا أَنفه ِس هكمُ ِمنُ لَ هكمُ َج َع‬


َُ ‫ل َو‬
‫ّللاه‬ ِ ‫ت ِمنَُ َو َرزَ قَ هكمُ َو َح َفدَُة ً بَنِينَُ أَز َو‬
َُ ‫اج هكمُ ِمنُ لَ هكمُ َو َج َع‬ َ ‫ل ۚ ال‬
ُِ ‫ط ِيبَا‬ ِ َ‫ت يهؤ ِمنهونَُ أَفَ ِبالب‬
ُِ ‫اط‬ َُ
ُِ ‫ّللاِ َو ِب ِنع َم‬
ُ‫يَكفه هرونَُ ههم‬

8
“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri
dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari
yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat
Allah?” [An-Nahl : 72]

F. PEMILIHAN CALON SUAMI/ISTRI


1. Ciri-ciri bakal suami
 beriman & bertaqwa kepada Allah s.w.t
 bertanggungjawab terhadap semua benda
 memiliki akhlak-akhlak yang terpuji
 berilmu agama agar dapat membimbing calon isteri dan anak-anak ke jalan yang
benar
 tidak berpenyakit yang berat seperti gila, AIDS dan sebagainya
 rajin bekerja untuk kebaikan rumah tangga seperti mencari rezeki yang halal untuk
kebahagiaan keluarga.

2. Ciri-ciri bakal istri


 Wanita itu shalihah
 Wanita itu subur rahimnya. Tentunya bisa diketahui dengan melihat ibu atau
saudara perempuannya yang telah menikah.
 Wanita tersebut masih gadis, yang dengannya akan dicapai kedekatan yang
sempurna.
 Taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya,
 Taat kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada
serta menjaga harta suaminya,
 Menjaga shalat yang lima waktu,
 Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan,
 Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan
(tabarruj) seperti wanita Jahiliyyah.
 Berakhlak mulia,
 Selalu menjaga lisannya,
 Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan
mahramnya karena yang ke-tiganya adalah syaitan,
 Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya,
 Taat kepada kedua orang tua dalam kebaikan,
 Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.
َّ ‫َاريَةَّ فَ َه‬
‫لا‬ ِ ‫َوتُلَ ِعبُكَ ؟ تُلَ ِعبُهَا ج‬
“Mengapa engkau tidak menikah dengan gadis hingga engkau bisa mengajaknya
bermain dan dia bisa mengajakmu bermain?!”

9
3. Perempuan yang Haram dinikahi
a. Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan karena
keturunannya (haram selamanya) serta dijelaskan dalam surah an-Nisa: Ayat 23
yang berbunyi, “Diharamkan kepada kamu menikahi ibumu, anakmu, saudaramu,
anak saudara perempuan bagi saudara laki-laki, dan anak saudara perempuan bagi
saudara perempuan.”:
o Ibu
o Nenek dari ibu maupun bapak
o Anak perempuan & keturunannya
o Saudara perempuan segaris atau satu bapak atau satu ibu
o Anak perempuan kepada saudara lelaki mahupun perempuan, uaitu
semua anak saudara perempuan

b. Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan oleh susuan ialah:

o Ibu susuan
o Nenek dari saudara ibu susuan
o Saudara perempuan susuan
o Anak perempuan kepada saudara susuan laki-laki atau perempuan
o Sepupu dari ibu susuan atau bapak susuan

e. Perempuan muhrim bagi laki-laki karena persemendaan ialah:

o Ibu mertua
o Ibu tiri
o Nenek tiri
o Menantu perempuan
o Anak tiri perempuan dan keturunannya
o Adik ipar perempuan dan keturunannya
o Sepupu dari saudara istri
o Anak saudara perempuan dari istri dan keturunannya

G. THALAK (PERCERAIAN)

Di dalam Islam, penceraian merupakan sesuatu yang tidak disukai oleh Islam tetapi
dibolehkan dengan alasan dan sebab-sebab tertentu.Talak menurut bahasa bermaksud
melepaskan ikatan dan menurut syarak pula, talak membawa maksud melepaskan ikatan
perkahwinan dengan lafaz talak dan seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan
penyelesaian yang terakhir sekiranya suami dan isteri tidak dapat hidup bersama dan

10
mencari kata sepakat untuk mecari kebahagian berumahtangga. Talak merupakan perkara
yang dibenci Allah s.w.t tetapi dibenarkan.

Hukum talak

Hukum Penjelasan
Wajib a) Jika perbalahan suami isteri tidak dapat didamaikan lagi
b) Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat
untuk perdamaian rumahtangga mereka
c) Apabila pihak kadi berpendapat bahawa talak adalah lebih baik
d) Jika tidak diceraikan keadaan sedemikian, maka berdosalah suami
Haram a) Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas
b) Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi
c) Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada
menuntut harta pusakanya
d) Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekali gus atau talak satu tetapi
disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih
Sunat a) Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya
b) Isterinya tidak menjaga maruah dirinya
Makruh Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan
mempunyai pengetahuan agama
Harus Suami yang lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau
telah putus haidnya

Rukun talak

Perkara Syarat
Suami Berakal
Baligh
Dengan kerelaan sendiri
Isteri Akad nikah sah
Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya
Lafaz Ucapan yang jelas menyatakan penceraiannya
Dengan sengaja dan bukan paksaaan

Contoh lafaz talak


1. Talak sarih
Lafaz yang jelas dengan bahasa yang berterus-terang seperti “Saya talak awak”
atau “Saya ceraikan awak” atau “Saya lepaskan awak daripada menjadi isteri saya” dan
sebagainya.
11
2. Talak kinayah
Lafaz yang digunakan secara sindiran oleh suami seperti “Pergilah awak ke
rumah mak awak” atau “Pergilah awak dari sini” atau “Saya benci melihat muka awak”
dan sebagainya. Namun, lafaz kinayah memerlukan niat suaminya iaitu jika berniat
talak, maka jatuhlah talak tetapi jika tidak berniat talak, maka tidak berlaku talak.

Jenis talak
1. Talak raj’i
Suami melafazkan talak satu atau talak dua kepada isterinya. Suami boleh
merujuk kembali isterinya ketika masih dalam idah. Jika tempoh idah telah tamat,
maka suami tidak dibenarkan merujuk melainkan dengan akad nikah baru.

2. Talak bain
Suami melafazkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga kepada
isterinya. Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh merujuk
setelah isterinya berkahwin lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya, setelah
diceraikan suami barunya dan telah habis idah dengan suami barunya.

3. Talak sunni
Suami melafazkan talak kepada isterinya yang masih suci dan tidak
disetubuhinya ketika dalam tempoh suci

4. Talak bid’i
Suami melafazkan talak kepada isterinya ketika dalam haid atau ketika suci
yang disetubuhinya.

5. Talak taklik
Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya bersyarat dengan sesuatu
sebab atau syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka
terjadilah penceraian atau talak. Contohnya suami berkata kepada isteri, “Jika awak
keluar rumah tanpa izin saya, maka jatuhlah talak satu.” Apabila isterinya keluar
dari rumah tanpa izin suaminya, maka jatuhlah talak satu secara automatik.

 FASAKH
Arti fasakh menurut bahasa ialah rosak atau putus. Manakala menurut syarak pula,
pembatalan nikah disebabkan oleh sesuatu sifat yang dibenarkan syarak, misalnya,
perkahwinan suami isteri yang difasakhkan oleh kadi disebabkan oleh suaminya tidak

12
mempu memberi nafkah kepada isterinya. Fasakh tidak boleh mengurangkan bilangan
talaknya.

Cara melakukan fasakh


 Jika suami atau isteri mempunyai sebab yang megharuskan fasakh
 Membuat aduan kepada pihak kadi supaya membatalkan perkahwinan mereka
 Jika dapat dibuktikan pengaduan yang diberikan adalah betul, pihak kadi boleh
mengambil tindakan membatalkannya
 Pembatalan perkahwinan dengan cara fasakh tidak boleh dirujuk kembali
melainkan dengan akad nikah yang baru.

 KHULUK
Perpisahan antara suami dan isteri melalui tebus talak sama ada dengan
menggunakan lafaz talak atau khuluk. Pihak isteri boleh melepaskan dirinya daripada
ikatan perkahwinan mereka jika ia tidak berpuas hati atau lain-lain sebab. Pihak isteri
hendaklah membayar sejumlah wang atau harta yang dipersetujui bersama dengan
suaminya, maka suaminya hendaklah menceraikan isterinya dngan jumlah atau harta
yang ditentukan.

Tujuan khuluk

 Memelihara hak wanita


 Menolak bahaya kemudaratan yang menimpanya
 Memberi keadilan kepada wanita yang cukup umurnya melalui keputusan
mahkamah.

 RUJUK
Menurut bahasa rujuk boleh didefinisikan sebagai kembali. Manakala menurut
syarak, ia membawa maksud suami kembali semula kepada isterinya yang diceraikan
dengan ikatan pernikahan asal (dalam masa idah) dengan lafaz rujuk.

Hukum rujuk

Hukum Penjelasan
Wajib Bagi suami yang menceraikan isterinya yang belum menyempurnakan
gilirannya dari isteri-isterinya yang lain
Haram Suami merujuk isterinya dengan tujuan untuk menyakiti atau memudaratkan
isterinya itu
Makruh Apabila penceraian lebih baik antara suami dan isteri

13
Harus Sekirannya rujuk boleh membawa kebaikan bersama

Rukun rujuk

Perkara Syarat
Suami Berakal
Baligh
Dengan kerelaan sendiri
Isteri Telah disetubuhi
Berkeadaan talak raj’i
Bukan dengan talak tiga
Bukan cerai secara khuluk
Masih dalam idah
Lafaz Ucapan yang jelas menyatakan rujuk
Tiada disyaratkan dengan khiar atau pilihan
Disegerakan tanpa dikaitkan dengan taklik atau bersyarat
Dengan sengaja dan bukan paksaan

Contoh lafaz rujuk

1. Lafaz sarih
Lafaz terang dan jelas menunjukkan rujuk. Contoh : “Saya rujuk awak kembali”
atau “Saya kembali semula awak sebagai isteri saya.”
2. Lafaz kinayah
Lafaz kiasan atau sindiran. Contoh : “Saya jadikan awak milik saya semula” atau
“Saya pegang awak semula”. Lafaz kinayah perlu dengan niat suami untuk merujuk
kerana jika dengan niat rujuk, maka jadilah rujuk. Namun jika tiada niat rujuk, maka
tidak sahlah rujuknya.

H. IDDAH
Iddah adalah waktu menunggu bagi mantan istri yang telah diceraikan oleh mantan
suaminya, baik itu karena thalak atau diceraikannya. Ataupun karena suaminya meninggal
dunia yang pada waktu tunggu itu mantan istri belum boleh melangsungkan pernikahan
kembali dengan laki-laki lain. Pada saat iddah inilah antara kedua belah pihak yang telah
mengadakan perceraian, masing-masing masih mempunyai hak dan kewajiban antara
keduanya.Lamanya masa iddah bagi perempuan adalah sebagai berikut:
a. Perempuan yang masih mengalami haid secara normal, iddahnya tiga kali suci
b. Perempuan yang tidak mengalami lagi haid (menopause) atau belum mengalami
sama sekali, iddahnya tiga bulan

14
c. Perempuan yang ditinggal mati suaminya, iddahnya empat bulan sepuluh hari
d. Perempuan yang sedang hamil, iddahnya sampai melahirkan

15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pernikahan adalah akad nikah (Ijab Qobul) antara laki-laki dan perempuan yang bukan
muhrimnya sehingga menimbulkan kewajiban dan hak di antara keduanya
melalui kata-kata secara lisan, sesuai dengan peraturan-
peraturan yang diwajibkan secara Islam. Pernikahan merupakan sunnah Rasulullah Saw.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah:
“nikah itu Sunnahku, barang siapa membenci pernikahan, maka ia bukanlah ummadku”.

Hadis lain Rasulullah Bersabda:


“Nikah itu adalah setengah iman”.

Maka pernikahan dianjurnya kepada ummad Rasulullah, tetapi pernikahan yang


mengikuti aturan yang dianjurkan oleh ajaran agama Islam. Adapun cangkupan pernikahan
yang dianjurkan dalam Islam yaitu adanya Rukun Pernikahan, Hukum Pernikahan, Syarat
sebuah Pernikahan, Perminangan, dan dalam pemilihan calon suami/istri. Islam sangat
membenci sebuah perceraian, tetapi dalam pernikahan itu sendiri terkadang ada hal-hal
yang menyebabkan kehancuran dalam sebuah rumah tangga. Islam secara terperinci
menjelaskan mengenai perceraian yang berdasarkan hukumnya. Dan dalam Islam pun
dijelaskan mengenai fasakh, khuluk, rujuk, dan masa iddah bagi kaum perempuan.

B. KRITIK DAN SARAN


Berdasarkan apa yang telah kami jelaskan dalam makalah mengenai pernikahan ini
pasti ada kekurangan maupun kelebihannya. Mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah wawasan pembaca mengenai pernikahan
berdasarkan Islam. Adapun kritik maupun saran dapat disampaikan ke penulis agar dapat
memperbaiki makalah ini baik dari segi penulisan, materi, maupun tata bahasa yang
disampaikan. Penulis mengharapkan pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah
yang telah dibuat.

16
DAFTAR PUSTAKA

 http://syahadat.blogspot.com/2011/03/hukumpernikahan.htmp
 Munarki, Abu. Membangun Rumah Tangga dalam Islam, Pekanbaru : PT. Berlian
Putih,2006
 Abdullah, Samsul. Tatacara Pernikahan, Jakarta: PT. Gramedia,2011
 http://wikiplediaIndonesia.com/01/pernikahansecaraIslam.htmp
 http://admin.blogspot.com/2009/01/iddah
 http://madinatulilmi.com/index.php?prm=posting&kat=1&var=detail&id=79
 Suhaimi.Diktat Pendidikan Agama Islam. Banda Aceh: Unsyiah,2013
 Nurcahya. Pernikahan secara Umum. Bandung: Husaini Bandung,1999
 Ais, Chatamarrasjid,dkk. Proses Pernikahan.Solo: PT. Anugerah,2000
 http://Islamiyah.blogspot.com/2010/02/syaratpernikahanIslam/index.phpm?=pos
ting.htmp
 http://munakahat.blogspot.com/2010.htmp

17

Anda mungkin juga menyukai