Dosen Pengampu :
Dikejakan oleh:
NIM : 201102010020
FAKULTAS SYARI'AH
PENGERTIAN NIKAH
Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau Dilaksanakan
oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara Norma agama, norma
hukum, dan norma sosial.Sedangkan Dalam kompilasi hukum Islam dijelaskan bahwa
perkawinan adalah Pernikahan, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati
perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Istilah nikah berasal dari bahasa
Arab, Yaitu ()النكح. Sebagai mana yang dijelaskan langsung oleh sang Kholik dalam
firmannya An-Nahl 72
Artinya: Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu Sendiri,
menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki Dari yang baik-
baik. Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari Nikmat Allah?
Berdasarkan ayat tersebut diaketahui tafsirannya bahwa menurut Tafsir as-Sa’di /
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pakar tafsir abad 14 H 72.Allah mengabarkan
tentang anugerahNya yang agung kepada para hambaNya. Dia Telah menjadikan istri istri
bagi mereka supaya mereka merasa tentram kepada mereka, Dan menjadikan bagi mereka
dan istri istri mereka itu anak anak yang membuat Pandangan mata mereka menjadi sejuk,
anak anak itu pun melayani orang tua dan Menyelesaikan kebutuhan kebutuhan orang tua dan
dapat berguna bagi orang tua dari Sisi yang banyak.
RUKUN NIKAH
Secara umum, Rukun Nikah terdiri atas: mempelai laki-laki dan wanita yang hendak
menikah, wali perempuan, saksi, shighat (ijab dan qabul). Sedangkan Syarat Sah Nikah di
antaranya: beragama Islam, bukan mahram, wali akad nikah, sedang tidak ihram atau berhaji,
dan bukan paksaan. Dalam Mazhab Syafi\'i (mayoritas muslim Indonesia), rukun pernikahan
terdiri dari lima, yaitu:
(3) Wali
Para ulama mazhab Syafi\'iyah menggolongkan dua saksi ke dalam bagian syarat nikah.
Mereka beralasan karena saksi berada di luar esensi akad (mahiyatul aqdi) nikah. Dari
rukunrukun di atas, mahar tidak termasuk rukun nikah. Penyebutan mahar dalam akad hanya
sunnah, maka nikah sah meskipun tidak disebutkan saat akad. Mahar menjadi wajib dengan
tiga sebab:
KEDUDUKAN NIKAH
ٌْم ََْوا لِّ ِّه ْم ۗ فا َ ل هصلِّ ٰحتُ ٰق ن ٰتِّتٌ ٰحفِّ ٰظتHَ ض َّوبِّ َم ۤا ا ْنَفَقُ ْوا ِّمنْ ا َ ْعHََْ ض َل هال ٰ ُّل ب
ٍ ض ُه ْم ع َٰلى ب َْع ََّ سا ِّٓء بِّ َما ف
َّ ِ ا َل ِّر َجا ُل قَ َّوا ُم ْونَ َعلَى الن
ْم فَ َلHُُْ ض ِّربُ ْوهُنَّ ۚ فا َِّ نْ اطَ ْعن َك َ ِّب بِّ َما َحفِّظَ هال ٰ ُّل ۗ َوا لهت ِّْيHَِّل ْلغ َْْي
ُُ تخا فُ ْونَ ن
َ ش ْو َزهُنَّ ف َِعّظُ ْوهُنَّ َواه ُْج ُر ْوهُنَّ فِّى ا ْل َم
ْ ضا ِّج ِّع َو ا
ْب ُغ ْواHََْ ت
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-
laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah
mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah
telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz,
hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah
ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah
kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha
Besar.” POLIGAMI
Poligami adalah perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri dalam waktu
yang bersamaan.Dalam perspektif hukum Islam, poligami dibatasi sampai maksimal empat
orang isteri. Ada dua ayat pokok yang dapat dijadikan acuan dilakukannya poligami, yakni
QS.
Al-Nisa’ (4): 3 dan QS. Al-Nisa’ (4): 129.Poligami sudah berjalan seiring perjalanan sejarah
umat manusia. Para ulama berbeda pendapat mengenai ketentuan dan hukum poligami. Di
antara mereka ada yang menyetujui poligami dengan persyaratan yang agak longgar dan ada
yang mempersyaratkannya dengan ketat. Di antara mereka juga ada yang melarang poligami,
kecuali karena terpaksa (sebagai rukhshah) dalam kondisi-kondisi tertentu.
HIKMAH NIKAH
NIM : 20102010020
Kelas : HK 1
Jumlah mahar atau mas kawin yang tepat akan tergantung pada posisi seseorang
dalam kehidupan, status sosial, mereka yang menikah, dan dapat berbeda dari satu tempat
ke tempat lain, dari satu waktu ke waktu lain dan dari satu negara ke negara lain. Jenis
mahar yang digunakan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya adalah musamma mas
kawin, biasanya ditentukan bersama atau dengan musyawarah dari kedua belah pihak.
Jumlah dan bentuknya harus disepakati bersama, dan Sunnah ketika mengatakan
persetujuan pernikahan, sehingga saksi dapat mendengar secara langsung jumlah dan
bentuk mahar. Penentuan mas kawin dan pemberiannya baik dengan memberikan uang
tunai atau menangguhkannya diperbolehkan, tetapi ketentuan dari musamma mas kawin
telah ditetapkan ketika persetujuan nikah diberikan. Keputusan musyawarah antara kedua
pihak dapat berfungsi sebagai tolok ukur untuk memberikan mahar secara tunai atau
penundaan.
3. Tujuan Mahar
Tujuan utama mahar adalah untuk memuliakan wanita. Sehinggah jika memang
tidak memungkinkan dengan harga tinggi, maka pihak wanita harus mengerti keadaan
lelakinya. Hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah SAW “Sebaik-baik mahar adalah yang
paling mudah”. Jadi jelas bahwa tujuan mahar bukanlah untuk bahan pameran kepada
keluarga atau tamu undangan.
.
NIM : 201102010020
Kelas : HK1
Resume Materi 5
1. Pengertian Talak
Talak sendiri memiliki arti secara bahasa yaitu melepaskan. Adapun secara istilah
banyak para ulama yang menyatakan pendapat yang tentunya berbeda beda, namun tetap
sama redaksinya.
Secara sederhana dapat diketahui talak ialah perbuatan yang menyebabkan putusnya ikatan
pernikahan yang dengan itu pula gugurlah kehalalan hubungan antra suami istri. Berkaitan
dengan hal ini telah dijelaskan dalam QS. An-nisa’ ayat 20-21
2. Macam-Macam Talak
Adapun talak banyak macamnya dilihat dari beberapa segi. Diantaranya sebagai berikut:
A. Talak dilihat dari segi jumlahnya
Talak satu, yaitu talak pertama kali yang di jatuhkan oleh suamikepasa
istrinya dan dengan satu talak.
Talak dua, yaitu talak yang di jatuhkan oleh suami kepada istrinya yang
kedua kali atau yang pertama kalinya tetapi langsung mengatakan talak
kedua
Talak tiga, yaitu talak yang dijautuhkan suami kepada istrinya untuk yang
ketiga kalinya, atau yang pertama kali tetapi langsung mengatakan talak
yang ketiga
B. Talak ditinjau dari segi boleh tidaknya bekas suami untuk rujuk
Talak raj’I, yaitu talak yang boleh dirujuk kembali mantan istri oleh mantan
suaminya selama masa iddah atau sebelum masa iddahnya berakhir. Yang
termasuk talak raj’I adalah talak satu dan dua
Talak ba’in yaitu talak yang di jatuhkan suami dan mantan suami tidak boleh
mnagajak rujuk istrinya kecuali dengan melakukan akad nikah lagi dengan
semua syarat dan rukunnya.
Nama : Syahrul arfani
NIM :201102010020
Kelas :HK 1
Resume Materi 6
1. Pengertian iddah
Terdapat dalam surat Al-Baqarah Ayat 234 yang artinya:
“Dan orang-orang yang mati diantara kamu serta meninggalkan istri-istri hendaklah mereka
menunggu (beriddah) empat bulan sepuluh hari.”
Iddah menurut bahasa adalah membilang, menghitung. Sedangkan secara istilah iddah
adalah menahan diri yang dikenakan terhadap istri ketika hilang akad nikahnya dan sudah
diketahui dengan pasti bahwa dia sudah dikumpuli suaminya. Seluruh kaum muslim sepakat
wajibnya iddah bagi perempuan yang bercerai, baik ditalak maupun ditinggal mati oleh
suaminya.
3. Macam-macam Iddah
Iddah karena perceraian
Iddah karena kematian
4. Tujuan Iddah
Menurut KH. Azhar Basyir, iddah diadakan dengan tujuan sebagai berikut:
- Untuk menunjukkan pentingnya masalah perkawinan dalam ajaran Islam.
- Peristiwa perkawinan yang demikian penting dalam hidup manusia itu harus diusahakan
agar kekal.
- Perceraian sebab ditinggal mati, iddah yang diadakan untuk menunjukkan rasa berkabung
atas kematian suaminya.
- Bagi perceraian yang terjadi antara suami istri yang pernah melakukan hubungan kelamin,
iddah diadakan untuk meyakinkan kekosongan Rahim.
Nama : Syahrul Arfani
NIM :201102010020
Kelas : HK1
Resume materi 7
Mu’asyarah bilma’ruf diambil dari bahasa arab yaitu mu’asyarah yang memiliki
keterangan ‘’musyarokah bainal istnaini’yang berarti kebersamaan kedua belah pihak,
sedangkan ma’ruf berarti kebaikan, jadi mu’asyarah bil ma’ruf memiliki pengertian
kebersamaan antar kedua belah pihak yang didasari atas dasar kebaikan. Hal itu dapat terjadi
pada saudara ,sahabat,teman,suami istri, dan sebagainya, cakupan dari mu’asyarah bil ma’ruf
juga terdapat pada situasi dan kondisi budaya dan tradisi suatu masyarakat.
Menurut Sayyid asbiq, perlakuan yang baik atau mu’asyarah bil ma’ruf merupakan
salah satu hak bersama antarasuami dan istri, Suami maupun istri sama-sama wajib
memperlakukan pasangannya dengan baik agar senantiasa harmonis dan tentram
Resume materi 8
Pengertian Nafakah Secara bahasa, nafkah berasal dari bahasa Arab ْ( ن َ ف َ ق َ ـةAn-
Nafaqah), yang artinya barang-barang yang dibelanjakan seperti uang, barang yang laku.1
Adapun menurut istilah syara’ nafkah adalah mencukupi kebutuhan orang yang menjadi
tanggung jawabnya berupa makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
Resume materi 9
Pengertian Li’an
Secara bahasa, kata li’an berasal dari bahasa Arab, La’ana bentuk mashdar dari
susunan fi’il الTT نع- نعلی- علyang berarti laknat atau kutukan. Dinamakan dengan li’an ini
karena Suami istri yang saling ber li’an akan berakibat saling dijauhkan oleh hukum dan
diharamkan berkumpul sebagai suami istri untuk selama-lamanya. Li’an mengakibatkan
perceraian antara suami istri selama-lamanya. Li’an terjadi karena suami menuduh istri
berbuat zina dan atau mengingkari anak dalam kandungan istrinya sebagai anaknya,
sedangkan istrinya menolak tuduhan atau pengingkaran tersebut.
Secara terminologi, Li’an adalah Sumpah yang diucapkan suami ketika menuduh
istrinya telah berzina atau penolakannya terhadap kehamilan istrinya darinya, sedangkan ia
tidak mempunyai empat orang saksi yang melihat sendiri perbuatan itu dengan empat kali
kesaksian bahwa ia termasuk orang yang benar dalam tuduhannya, kemudian pada sumpah
kesaksian yang ke lima ia meminta kutukan Allah Swt seandainya ia berdusta.
Setiap peristiwa hukum yang diatur oleh syara’ baik itu merupakan perkara yang
diperbolehkan maupun perkara yang dilarang sekalipun, pada dasarnya memiliki rujukan atau
landasan sebagai dasar landasan berpijak. Demikian halnya dengan perkara li’an juga tidak
terlepas dari dasar hukumnya.
Resume materi 10
1 Pengertian Wasiat
Secara bahasa wasiat berasal dari kata washa yang merupakan bentuk jama’ dari
washiyyah yang berarti menyampaikan pesan atau memberi pengampunan. Pengertian wasiat
secara istilah adalah janji kepada orang lain untuk melakukan suatu pekerjaan ketika waktu
semasa hidup atau sesudah sepeninggalnya.
Menurut Syara’ mengatakan bahwa wasiat merupakan pemberian seseorang kepada orang
lain baik berupa harta, utang, atau manfaat yang berasal dari orang yang sudah meninggal
dan diamanatkan kepada orang yang masih hidup. Menurut Ulama fiqh mendefinisikan
wasiat dengan penyerahan harta secara sukarela dari seseorang kepada pihak lain yang
berlaku setelah orang tersebut wafat, baik harta itu berbentuk materi maupun manfaat.
Wasiat berbeda dengan hibbah, kepemilikan yang didapat dari hibbah berlaku sejak pertama
kali hibbah itu diserahkan atau setelah pernyataan hibbah tersebut sudah disampaikan oleh
orang yang menghibbah. Sedangkan wasiat diberikan ketika orang yang berwasiat sudah
meninggal.
2. Prinsip Wasiat
Keberadaan wasiat sebagai suatu proses peralihan harta ternyata telah berlangsung
cukup lama. Pada masa-masa sebelum kedatangan Islam, pelaksanaan wasiat kurang
mengedepankan prinsip kebenaran dan keadilan. Hal ini antara lain terlihat pada masa
Romawi. Selanjutnya, pada masa Arab Jahiliyah, wasiat diberikan kepada orang lain dengan
tujuan untuk berlomba-lomba menunjukkan kemewahan, sedangkan kerabat yang ada
ditinggalkan dalam keadaan miskin dan membutuhkan. Kondisi ini kemudian berubah
dengan datangnya Islam yang mengarahkan kepada dasar-dasar kebenaran dan keadilan. Oleh
karena itu, kepada pemilik harta diwajibkan untuk berwasiat kepada orang tua dan karib
kerabat sebelum dilakukannya pembagian harta warisan. Pada dasarnya, setiap orang berhak
untuk mewasiatkan hartanya kepada siapa saja yang dikehendakinya, akan tetapi harus
memenuhi beberapa ketentuan. Ketentuan-ketentuan tersebut ada dimaksudkan agar
pelaksanaan hak seseorang berwasiat jangan sampai merugikan pihak manapun terutama ahli
waris. Dalam hal wasiat, Islam mensyariatkan ketentuan adanya wasiat dengan tujuan untuk
mempererat rasa persaudaraan antara sesama dan juga sebagai bentuk amal jariyah si mati
sebagai tambahan amal kebaikannya.
Resume materi 11
Secara bahasa wasiat berasal dari kata washa yang merupakan bentuk jama’ dari
washiyyah yang berarti menyampaikan pesan atau memberi pengampunan. Pengertian wasiat
secara istilah adalah janji kepada orang lain untuk melakukan suatu pekerjaan ketika waktu
semasa hidup atau sesudah sepeninggalnya.
Menurut Syara’ mengatakan bahwa wasiat merupakan pemberian seseorang kepada orang
lain baik berupa harta, utang, atau manfaat yang berasal dari orang yang sudah meninggal
dan diamanatkan kepada orang yang masih hidup. Menurut Ulama fiqh mendefinisikan
wasiat dengan penyerahan harta secara sukarela dari seseorang kepada pihak lain yang
berlaku setelah orang tersebut wafat, baik harta itu berbentuk materi maupun manfaat.
Wasiat berbeda dengan hibbah, kepemilikan yang didapat dari hibbah berlaku sejak pertama
kali hibbah itu diserahkan atau setelah pernyataan hibbah tersebut sudah disampaikan oleh
orang yang menghibbah. Sedangkan wasiat diberikan ketika orang yang berwasiat sudah
meninggal.
2. Prinsip Wasiat
Keberadaan wasiat sebagai suatu proses peralihan harta ternyata telah berlangsung
cukup lama. Pada masa-masa sebelum kedatangan Islam, pelaksanaan wasiat kurang
mengedepankan prinsip kebenaran dan keadilan. Hal ini antara lain terlihat pada masa
Romawi. Selanjutnya, pada masa Arab Jahiliyah, wasiat diberikan kepada orang lain dengan
tujuan untuk berlomba-lomba menunjukkan kemewahan, sedangkan kerabat yang ada
ditinggalkan dalam keadaan miskin dan membutuhkan. Kondisi ini kemudian berubah
dengan datangnya Islam yang mengarahkan kepada dasar-dasar kebenaran dan keadilan. Oleh
karena itu, kepada pemilik harta diwajibkan untuk berwasiat kepada orang tua dan karib
kerabat sebelum dilakukannya pembagian harta warisan. Pada dasarnya, setiap orang berhak
untuk mewasiatkan hartanya kepada siapa saja yang dikehendakinya, akan tetapi harus
memenuhi beberapa ketentuan. Ketentuan-ketentuan tersebut ada dimaksudkan agar
pelaksanaan hak seseorang berwasiat jangan sampai merugikan pihak manapun terutama ahli
waris. Dalam hal wasiat, Islam mensyariatkan ketentuan adanya wasiat dengan tujuan untuk
mempererat rasa persaudaraan antara sesama dan juga sebagai bentuk amal jariyah si mati
sebagai tambahan amal kebaikannya.
Resume materi 12
Sebab-sebab seseorang mendapat harta warisan karena nasab yaitu karena adanya hubungan
darah dengan orang yang meninggal dunia. Orang mendapatkan harta warisan disebabkan
oleh adanya akad nikah yang sah dengan si mayit (muwarist), dan kerabat hukmiah yaitu
wala’ atau memerdekakan yang meninggal dari status hamba/budak.Bertolak dari sebab-
sebab seseorang mendapatkan harta warisan diatas, maka orang-orang yang berhak menerima
harta warisan yaitu dari jenis laki-laki terdiri dari :
1. Anak laki-laki
3. Ayah 4. Kakek shahih (kakek kandung terus keatas dari pihak laki-laki)
Resume materi 13
Jika terjadi sengketa mengenai tanah yang sudah diwakafkan itu, maka gugatannya
bisa diajukan ke Pengadilan Agama yang berwenang. Sebenarnya, hukum memungkinkan
penyelesaian sengketa wakaf diselesaikan di luar pengadilan. Pasal 62 UU No. 41 Tahun
2004 tentang Wakaf malah mendahulukan penyelesaian lewat musyawarah mufakat.
Sebelum tanah itu diwakafkan pasti ada akad serah terima antara wafiq dan nazhir. Dan
tentunya juga pasti sudah dicatat dalam lembaga Badan Wakaf Indonesia. Jika terjadi pro
kontra maka penyelesaian sengketa wakaf ditempuh melalui musyawarah, jika jalan
musyawarah (mediasi) tidak berhasil, maka sengketa tersebut dapat dibawa
kepada badan arbitrase syariah. Jika badan arbitrase syariah tidak berhasil
menyelesaikan sengketa, sengketa tersebut dibawa ke pengadilan agama atau ke
mahkamah syar’iyyah. Jika jalan tersebut belum bisa menyelesaikam pro kontra yang
terjadi, maka jalan yang terakhir adalah melalui ligitasi melalui pengadilan.
Kewajiban untuk memakmurkan dan merawat masjid itu adalah kewajiban semua umat
muslim. Niat orang yang sudah mewakafkan tanah untuk kepentingan umum itu sudah
baik, bahkan sudah sangat baik, apalagi mewakafkan tanah untuk pembangunan masjid.
Jika terjadi hal yang seperti yang mas ekik bicarakan tadi, maka itu adalah menjadi
tanggung jawab semua umat muslim terutama di lingkungan sekitar masjid. Yaa
meskipun itu perlu adanya sebuah kesadaran akan pentingnya masjid. Jadi bukan hanya
menjadi kewajiban keluarga yang mewakafkan tanah saja, tetapi juga menjadi kewajiban
bersama.
Resume materi 14
Pengertian peradilan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah segala
sesuatu mengenai perkara pengadilan sedangkan pengadilan memiliki arti yang banyak yaitu
dewan atau majelis yang mengadili perkara, mahkamah, proses mengadili, keputusan hakim
yang mengadili perkara, dan mahkamah perkara. Sedangkan menurut istilah, peradilan adalah
daya upaya untuk mencari keadilan atau penyelesaian perselisihan hukum yang dilakukan
menurut peraturan-peraturan dan lembaga-lembaga tertentu dalam pengadilan.2 Adapun
dalam Islam, istilah peradilan diambil dari kata qadla yang secara etimologi berarti
menetapkan sesuatu dan menghukuminya, sedangkan kata qadla menurut istilah adalah
memutuskan perselisihan yang terjadi pada dua orang yang berselisih atau lebih dengan
hukum Allah SWT.
Terdapat beberapa unsur dalam peradilan Islam yang dapat menunjukkan eksistensi
peradilan baik berupa perkataan maupun perbuatan antara lain:
a. Hakim (Qadhi)
Hakim (Qadhi) adalah seseorang yang diangkat oleh kepala negara untuk
dijadikan hakim dalam menyelesaikan perselisihan karena penguasa tidak dapat
melaksanakan sendiri tugas-tugas peradilan tersebut.
b. Hukum (Qodho’) adalah suatu keputusan produk qadli untuk menyelesaikan
perselisihan dan memutuskan persengketaan. Terdapat dua macam qadha antara
lain:
1. Qadha Ilzam, yaitu menetapkan suatu hukuman kepada salah satu pihak
dengan redaksi “aku putuskan atasmu demikian.”
2. Qadha Tarki yaitu ucapan qadhi kepada penggugat “kamu tidak berhak
menuntut dari tergugat sebab kamu tidak mampu membuktikkannya atas
sumpah tergugat.”
c. Al-Mahkum Bih (Hak)
Al-Mahkum Bih adalah sesuatu yang diharuskan oleh qadhi untuk dipenuhi atas
suatu hak. Yang dimana ada kalanya hak Allah semata, hak manusia semata atau
hak yang dipersekutukan antara Allah dan manusia tetapi salah satunya lebih
berat. Apabila hak tersebut merupakan hak manusia semata maka penuntutnya
adalah pemilih hak itu sendiri. Si penuntut disebut dengan mudda’i (penggugat).
Apabila ternyata ia tidak menuntut atau telah membatalkan tuntutannya maka ia
tidak boleh dipaksa untuk menuntut haknya. Kemudian apabila hak itu merupakan
hak Allah semata-mata maka tuntutan itu dilakukan oleh penuntut umum (jaksa
d. Al-Mahkum LahuAl-Mahkum Lahu
Al-Mahkum Lahu adalah penggugat suatu hak yang termasuk hak manusia
sematamata. Mahkum ini harus melakukan sendiri gugatan atas haknya dengan
perantara orang yang diberi kuasa olehnya dan ia harus datang sendiri ke
persidangan atau wakilnya. Kalau hak itu merupakan hak Allah semata maka
mahkum lahunya adalah syara’. Tuntutan ini bukan dari perorangan, melainkan
sesuai syariat Islam yang dilakukan oleh lembaga penuntut umum