Anda di halaman 1dari 16

Fiqih Muamalah

Nikah dan Jual Beli


Dosen Pengampu H. Muhammad Husnan L.c.M.H
Disusun oleh
- Marsha Aulia Rosavina (1902126)
- Maharani Tyas Utami (1902155)
TPPK D
POKOK PEMBAHASAN

1. Pengertian 8. Rukun Dan syarat


4. Tujuan Pernikahan
Pernikahan jual beli
5. Syarat dan Rukun
2. Dasar Hukum 9.Hukum Jual Beli
Menikah
Pernikahan 10. Hal Hal yang
6. Pengertian Jual Beli
3. Hikmah Pernikahan terlarang dalam jual
7.Macam-macam
beli
khiyar
1. Pengertian Pernikahan
Nikah menurut bahasa berasal dari kata nakaha yankihu nikahan yang berarti kawin.. Fiqih pernikahan
adalah ilmu yang menjelasakan tentang syariat suatu ibadah termasuk pengertian, dasar hukum dan tata
cara yang dalam hal ini menyangkut pernikahan. Pernikahan adalah salah satu ibadah yang paling utama
dalam pergaulan masyarakat agama islam. Pernikahan bukan saja merupakan satu jalan untuk membangun
rumah tangga dan melanjutkan keturunan. Pernikahan juga dipandang sebagai jalan untuk meningkatkan
ukhuwah islamiyah dan memperluas setta memperkuat tali silaturahmu diantara manusia. . Sunnatullah
yang berupa perkawinan ini tidak hanya berlaku dikalangan manusia saja, tapi juga didunia binatang. Allah
Ta’ala berfirman:
‫ِّل َش ْي ٍء َخلَ ْقنَا َز ْو َجي ِْن لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكر ُْو َن‬Y ‫َو ِم ْن ُك‬
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebersamaan
Allah.”
Namun demikian, Allah SWT tidak menghendaki perkembangan dunia berjalan sekehendaknya.Oleh
sebab itu diatur-Nya lah naluri apapun yang ada pada manusia dan dibuatkan untuknya prinsip-prinsip dan
undang-undang, sehingga kemanusiaan manusia tetap utuh, bahkan semakin baik, suci dan
bersih.Demikianlah, bahwa segala sesuatu yang ada pada jiwa manusia sebenarnya tak pernah terlepasdari
didikan Allah.
2. Dasar Hukum Pernikahan
Hukum Perkawinan
Pada dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk
menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam - macam, maka hukum
nikah ini dapat dibagi menjadi lima macam.
a. Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya yang mempunyai biaya sehingga
dapat memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan - keperluan lain yang mesti
dipenuhi.
b. Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah
ia akan terjerumus dalam perzinaan.
c. Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahankarena tidak
mampu memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lain lemah syahwat.
d. Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya atau menyia -
nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang yang tidak mampu memberi belanja kepada
istrinya, sedang nafsunya tidak mendesak.
e. Mubah, bagi orang - orang yang tidak terdesak oleh hal - hal yang mengharuskan segera nikah atau
yang mengharamkannya. Sebagaimana ibadah lainnya, pernikahan memiliki dasar hukum yang
menjadikannya disarankan untuk dilakukan oleh umat islam. Adapun dasar hukum pernikahan
berdasarkan Al Qur’an dan Hadits adalah sebagai berikut :
Sebagaimana ibadah lainnya, pernikahan memiliki dasar hukum yang menjadikannya disarankan untuk
dilakukan oleh umat islam. Adapun dasar hukum pernikahan berdasarkan Al Qur’an dan Hadits adalah
sebagai berikut :
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri,
dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S. An-Nisaa’ : 1).
HIKMAH PERNIKAHAN
1. Menjadikan hidup tenang dan tenteram karena terjalinnya rasa cinta dan kasih sayang diantara sesama
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu, dari
jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa
kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang
berfikir.” (QS Ar-Rum :21)
2. Terhindar dari perbuatan maksiat, dengan adanya pernikahan maka seseorang dapat menyalurkan naluri seksualnya
ke jalan yang benar, halal dan di ridhai Allah Swt
Artinya: “Wahai para pemuda siapa yang sudah mempunyai kesempatan untuk menikah, maka nikahlah, karena
nikah itu lebih dapat memelihara pandangan dan memelihara kemaluan.”
3. Nikah merupakan jalan terbaik untuk menciptakan keturunan yang baik dan mulia sekaligus merupakan upaya
menjaga kelangsungan hidup sesuai dengan ajaran agama
Artinya: “Bahwasanya Nabi saw, memerintahkan nikah dan melarang keras membujang seraya beliau bersabda,
‘Nikahlah kamu dengan perempuan pecinta dan banyak anak, karena sesungguhnya saya akan berbangga-bangga
dengan banyaknya kamu terhadap umat lain dihari kiamat nanti’.”
Tujuan Dari
Pernikahan
1. Sebagai Benteng yang Kokoh Bagi Akhlaq Manusia
Dalam sebuah hadist shahih yang telah diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, Ibnu
Jarud, dan Baihaqi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya:
“Wahai para pemuda ! Barang siapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah
itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barang siapa yang tidak mampu,
maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.”
2. Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi
“Islam sangat menganjurkan bagi mereka yang telah mampu untuk menikah, karena nikah merupakan fitrah
kemanusiaan serta naluri kemanusiaan. Jika naluri tersebut tidak tidak dipenuhi melalui jalan yang benar yaitu
melalui pernikahan atau perkawinan, maka bisa menjerumuskan seseorang ke jalan syaitan yaitu mereka dapat
berbuat hal-hal yang diharaman Allah seperti berzina, kumpul kebo, dan lain sebagainya”
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami isteri sudah
tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam ayat berikut:
.
‫ان ۗ َواَل يَ ِحلُّ لَ ُك ْم َأ ْن تَْأ ُخ ُذوا ِم َّما آتَ ْيتُ ُموهُ َّن َش ْيًئا ِإاَّل َأ ْن يَ َخافَا َأاَّل يُقِي َما ُح ُدو َد هَّللا ِ ۖ فَِإ ْن ِخ ْفتُ ْم َأاَّل يُقِي َما ُح ُدو َد هَّللا ِ فَاَل‬ ٍ ‫ْري ٌح بِِإحْ َس‬ ِ ‫ُوف َأ ْو تَس‬ ٍ ‫ك بِ َم ْعر‬ ٌ ‫ق َم َّرتَا ِن ۖ فَِإ ْم َسا‬ ُ ‫الطَّاَل‬
َ ‫ك هُ ُم الظَّالِ ُم‬
‫ون‬ َ ‫ك ُح ُدو ُد هَّللا ِ فَاَل تَ ْعتَ ُدوهَا ۚ َو َم ْن يَتَ َع َّد ُح ُدو َد هَّللا ِ فَُأو ٰلَِئ‬َ ‫ت بِ ِه ۗ تِ ْل‬
ْ ‫ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما ِفي َما ا ْفتَ َد‬
“Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak
halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri)
khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan
hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah
orang-orang zhalim.” [Al-Baqarah : 22)

Syarat dan Rukun Menikah


Di dalam agama islam, pernikahan tidak akan syah apabila rukun – rukun dan syarat syah nya tidak terpenuhi. Adapun rukun dan
syarat syahnya sebagai berikut
• Ijab Qobul
Islam menjadikan ijab dan qobul sebagai bukti kerelaan kedua belah pihak. Syarat ijab qobul yaitu diucapkan dengan bahasa yang
dimengerti oleh semua pihak yang hadir dan menyebut jelas pernikahan serta nama mempelai pria dan wanita
• Adanya Mempelai Pria
Syarat mempelai pria diantaranya Muslim & mukallaf (sehat akal, baligh, merdeka), bukan mahrom dari calon isteri, tidak dipaksa,
orangnya jelas, dan tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
• Adanya Mempelai Wanita
Syarat mempelai wanita diantaranya Muslimah & mukallaf, tidak ada halangan syar’i (tidak bersuami, tidak dalam masa
‘iddah & bukan mahrom dari calon suami), tidak dipaksa, orangnya jelas, dan tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
• Adanya Wali
Syarat wali diantaranya Muslim laki-laki & mukallaf, adil, tidak dipaksa, dan tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
Sedangkan tingkatan dan urutan wali diantaranya ayah, kakek, saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah, anak
laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki dari saudara laki – laki seayah, paman sekandung, paman seayah,
anak laki-laki dari paman sekandung, anak laki-laki dari paman seayah, dan hakim.
• Adanya Saksi (2 orang pria)
Meskipun semua yang hadir menyaksikan aqad nikah pada hakikatnya adalah saksi, tetapi Islam mengajarkan tetap harus
adanya 2 orang saksi pria yang jujur dan adil agar pernikahan tersebut menjadi syah. Syarat saksi diantaranya Muslim laki-
laki & mukallaf, adil, dapat mendengar dan melihat, tidak dipaksa, memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab-qabul,
dan tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
• Mahar
Ketentuan mahar diantaranya, mahar adalah pemberian wajib (yang tak dapat digantikan dengan lainnya) dari seorang
suami kepada isteri, baik sebelum, sesudah maupun pada saat aqad nikah. Mahar wajib diterimakan kepada isteri dan
menjadi hak miliknya, bukan kepada/milik mertua. Mahar yang tidak tunai pada akad nikah, wajib dilunasi setelah adanya
persetubuhan.
Pengertian Jual Beli
Secara bahasa fiqih jual beli disebut dengan al-ba’i yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan
sesuatu yang lain. Dan asy-syira’a yang artinya beli. Menurut istilah hukum syara, jual beli ialah menukar suatu
barang / uang dengan barang yang lain dengan cara akad (ijab qobul).
Allah swt berfirman :
Artinya : “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”, (Al-Baqoroh :275)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (An-Nisa :29)

Macam – macam khiyar dalam jual beli


Fungsi khiyar menurut syara adalah agar kedua orang berjual beli dapat memikirkan dampak positif dan negatif masing-
masing. Khiyar terbagi menjadi tiga,yaitu sebagai berikut :
a. Khiyar majlis,
Adalah khiyar yang terjadi antara penjual dan pembeli antara melanjutkan atau membatalkan jual beli
selama keduanya masih berada dalam satu tempat yang sama.Apabila keduanya telah berpisah dari satu
majlis, maka hilanglah hak khiyar majlis ini.
b. Khiyar syarat,
Adalah suatu keadaan yang membolehkan salah seorang atau masing-masing orang yang melakukan
akad untuk membatalkan atau menetapkan jual belinya setelah mempertimbangkan dalam 1, 2, atau 3 hari.
Setelah waktu yang ditentukan tiba, maka jual beli harus segera ditegaskan untuk dilanjutkan atau
dibatalkan.
c. Khiyar aib
Adalah hak untuk memilih meneruskan atau membatalkan jual beli karena ada cacat atau kerusakan
pada barang yang tidak kelihatan pada saat ijab kabul. Pada masa sekarang, untuk memberikan pelayanan
yang memuaskan kepada pembeli, para produsen dan penjual barang biasanya memberikan jaminan produk
atau garansi. Pemberian garansi juga dimaksudkan untuk menghindari adanya kekecewaan pembeli
terhadap barang yang dibelinya. Berkaitan dengan khiyar ‘aibi ini.
Rukun dan Syarat Jual Beli
Mengenai rukun dan syarat jual beli, para ulama memiliki perbedaan pendapat.
• Menurut mahzab hanafi rukun jual beli hanya ijab dan kabul saja. Menurut mereka, yang
menjadi rukun dalam jual beli hanyalah kerelaan antara kedua belah pihak untuk berjual beli.
• Menurut jumhur ulama rukun jual beli ada empat:
1. Orang yang berakad (Penjual dan pembeli)
2. Sighat (lafal ijab dan kabul)
3. Benda-benda yang diperjual belikan
4. Ada nilai tukar pengganti barang.
• Menurut mahzab hanafi orang yang berakad, barang yang dibeli dan nilai tukar barang
termasuk syarat bukan rukun.
Syarat-syarat jual beli
Menurut jumhur ulama, bahwa syarat jual beli sama dengan rukun jual beli yang disebutkan diatas sebagai
berikut :
1). Syarat orang yang berakad
Berakal
Orang yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Maksudnya, seseorang tidak dapat
bertindak sebagai pembeli dan penjual dalam waktu yang bersamaan.
2). Syarat yang terkait dengan ijab qobul
a. orang yang mengucapkannya telah akil baligh dan berakal.
b. kabul sesuai dengan ijab.
c. ijab dan kabul dilakukan dalam satu majlis.
3). Syarat yang diperjual belikan
a. barang itu ada, atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupannya untuk
mengadakan barang itu.
b. Dapat dimanfaatkan atau bermanfaat bagi manusia.
c. Jelas orang yang memiliki barang tersebut.
d. Dapat diserahkan pada saat akad berlangsung, atau pada waktu yang telah disepakati bersama ketika
akad berlangsung.
4). Syarat nilai tukar (harga barang)
a. Harga yang disepakati oleh kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
b. Dapat diserahkan pada saat waktu akad (transaksi).
c. Bila jual beli dilakukan dengan cara barter, maka barang yang dijadikan nilai tukar, bukan barang
yang diharamkan syara’.
Hukum Jual Beli
• Hukum asal jual beli adalah boleh (jaiz). Pada perkembangannya, dalam hukum islam hukum jual beli
memiliki beberapa kategori:
1. Mubah (boleh). Jual beli dibolehkan sesuai dengan hajat dan kebiasaan masyarakat.
Contoh, menjual atau membeli beras dipasar, menjual atau membeli makanan dikantin, dll
2. Wajib, yaitu transaksi jual beli yang harus dikerjakan demi kepentingan umat.
Contoh, menjual atau membeli kain untuk menutupi aurat.
3. Sunnah, apabila jual beli tersebut mendatangkan kesejahteraan bagi orang miskin.
Contoh, menjual atau membeli hasil petani supaya mereka lebih sejahtera.
4. Haram, yaitu jual beli yang terlarang.
Contoh, menjual atau membeli minuman keras atau obat-obatan terlarang, menjual atau membeli barang
yang sudah dibeli orang lain, menjual atau membeli dengan menipu atau mengurangi timbangan
Hal – Hal yang Terlarang dalam Jual Beli
• Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain ditinjau dari segi sah atau tidak sah dan
terlarang atau tidak terlarang.
1. Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan syarat-
syaratnya (seperti yang telah dijelaskan pada halaman sebelum ini).
2. Jual beli yang terlarang dan tidak sah (bathil) yaitu jual beli yang salah satu rukun atau syaratnya
tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan (disesuaikan dengan ajaran
islam).
3. Jual beli yang sah tapi terlarang (fasid). Jual beli ini hukumnya sah, tidak membatalkan akad jual
beli, tetapi dilarang oleh Islam karena sebab-sebab lain.

Anda mungkin juga menyukai