Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejarah kebudayaan Islam adalah cabang ilmu pengetahuan yang
berkenaan dengan kronologi berbagai peristiwa-peristiwa, yang mana dengan
adanya sejarah kebudayaan Islam kita bisa mengetahui apa yang dimaksud dengan
sejarah dan apakah penyebab terjadinya sejarah. Sebagian besar penulis menaruh
harapan besar mengenai pentingnya arti sejarah kebudayaan Islam. Tidak
menutup kemungkinan semua itu harus kita pelajari dahulu lebih  jauh. .Apa
sesungguhnya isi dan proses Sejarah tersebut. Banyak sekali pertanyaan apakah
sesunggunhnya sejarah tersebut dan membutuhkan jawabanya melalui
pembelajaran sejarah.
Terkait dengan sejarah kebudayaan Islam, kita harus menyadari betapa
pentingnya kita mempelajari sejarah Islam dengan menambah leluasa dan
pemikiran kita, kecerdasan intelektual tanpa diikuti dengan karakter atau akhlak
yang mulia maka tidak akan ada gunanya, maka dari itu akhlak adalah sesuatu
yang sangat mendasar dan saling melengkapi. Masyarakat yang tidak punya
akhlak maka manusia itu termasuk tidak memiliki nilai. Sejarah kebudayaan Islam
itu dipelajari supaya kita bisa mengetahui Islam dan memerlukan pelajaran yang
benar dan sungguh-sunguh, Maka dari itu dalam pembahasan ini akan dibahas
mengenai Sejarah Kebudayaan Islam.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Sejarah?
2. Apa pengertian Organisasi Massa?
3. Bagaimana Sejarah Organisasi Massa di Indonesia
4. Apa saja Organisasi Massa yang ada di Indonesia?
5. Apa persamaan dan perbedaan dari Organisasi Massa Muhammadiyah,
NU, dan Persis?
6. Bagaimana peran Organisasi Massa di Indonesia?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu Organisasi Massa (Ormas),

2
2. Mengetahui acam-macam Organisasi Massa di Indonesia,
3. Mengetahui perbedaan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan
Persatuan Islam (Persis),

1.4 Manfaat
1. Menumbuhkan rasa cinta kepada kebudayaan Islam yang merupakan buah
karya kaum muslimiin masa lalu,
2. Memahami berbagai hasil pemikiran dan hasil karya para ulama untuk
diteladani dalam kehidupan sehari-hari,
3. Membangun kesadaran generasi muslim akan tanggung jawab terhadap
kemajuan dunia Islam,
4. Memberikan pelajaran kepada generasi muslim dari setiap kejadian untuk
mencontoh atau meneladani dari perjuangan para tokoh di masa lalu guna
perbaikan dari dalam diri sendiri, masyarakat, lingkungan negerinya serta
demi Islam pada masa yang akan datang,
5. Memupuk semangat dan motivasi untuk meningkatkan prestasi yang telah
diraih umat terdahulu,
6. Dapat mengetahui sejarah terbentuknya kebudayaan Islam pada masa
kejayaan Islam,
7. Dapat membedakan kebudayaan lokal dengan kebudayaan Islam,
8. Dapat mengambil keputusan mengenai kebudayaan yang dapat kita
laksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sejarah


Pengertian “sejarah” secara etimologi berasal dari Arab syajarah, artinya
“pohon”. Pengertian sejarah dalam bahasa asing lainnya, peristilahan sejarah
disebut Histore (Perancis), Geschite (German), Histoire atau geschiedenis
(Belanda), dan History (Inggris). Kata History sendiri yang lebih populer untuk
menyebut sejarah dalam ilmu pengetahuan sebetulnya berasal dari bahasa Yunani
(Historia) yang berarti pengetahuan tentang gejala-gejala alam, khususnya
manusia yang bersifat kronologis. Sementara itu pengetahuan serupa tidak
kronologis diistilahkan dengan Scientia atau Science.
Pengertian Sejarah meurut bahasa adalah kejadian dan peristiwa yang
benar-benar terjadi pada masa lampau (riwayat). Atau dapat didefinisikan sebagai
pengetahuan atau uraian tentang peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi
pada masa lampau (ilmu sejarah).
Berdasarkan pengertian ini dapat dikemukakan di sini bahwa secara
terbatas sejarah hanya berkaitan dengan aktivitas manusia yang berhubungan
dengan kejadian-kejadian tertentu (unik) yang tersusun secara kronologis. Sejarah,
dalam bahasa Arab, Tarikh atau History (Inggris), adalah cabang ilmu
pengetahuan yang berkenaan dengan kronologi berbagai peristiwa. Definisi serupa
diungkapkan Abd. Ar-Rahma As-Sakhawi bahwa sejarah adalah seni yang
berkaitan dengan serangkaian anekdot yang berbentuk kronologi peristiwa. Secara
teknis formula, Nisar Ahmad Faruqi menjelaskan formula yang digunakan
dikalangan sarjana Barat bahwa sejarah terdiri atas (man + time + space +
history). Sejarawan Indonesia, seperti Sartono Kartodirjo membagi pengertian
sejarah sebagai subjektif dan objektif . Sejarah dalam arti Subjektif adalah suatu
konstruk, yakni bangunan yang disusun penulis sebagai suatu uraian atau cerita.

2
2.2 Pengertian Organisasi Massa (ORMAS)
Organisasi Massa atau disingkat ORMAS adalah suatu istilah yang
digunakan di Indonesia untuk bentuk organisasi berbasis massa yang tidak
bertujuan politis. Bentuk organisasi ini digunakan sebagai lawan dari istilah partai
politik. ORMAS dapat dibentuk berdasarkan beberapa kesamaan atau tujuan,
misalnya: agama, pendidikan, sosial. Maka ORMAS Islam dapat kita artikan
sebagai organisasi berbasis massa yang disatukan oleh tujuan untuk
memperjuangkan tegaknya agama Islam sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah serta
memajukan umat Islam dalam bidang agama, pendidikan, ekonomi, sosial, dan
budaya.

2.3 Sejarah Organisasi Massa Islam di Indonesia


Historigrafi Indonesia tidak pernah bisa dilepaskan dari peran pemeluk
agama Islam. Semenjak era pra-kemerdekaan hingga saat ini sudah banyak
capaian-capaian membanggakan umat Islam untuk kemerdekaan dan kemajuan
Indonesia. Tidak heran jika sampai sekarang ini relasi antara Islam dan Indonesia
begitu intim tak terpisahkan.
Salah satu bukti peran penting Islam dalam sejarah kemerdekaan
Indonesia adalah berdirinya organisasi-organisasi Islam pada waktu itu. Waktu itu
salah satu strategi perjuangan untuk melawan penjajah yang paling jitu adalah
dengan mendirikan perkumpulan, perserikatan atau organisasi. Melalui wadah
komunal inilah umat Islam berkontribusi langsung kepada rakyat Indonesia dalam
berbagai bidang seperti pendidikan, budaya, sosial, ekonomi dan politik.

2
2.4 Organisasi Massa Islam di Indonesia
 Nahdlatul Ulama (NU)

Pengertian
Nahdlatul Ulama
Nahdlatul 'Ulama secara etimologi mempunyai arti kebangkitan ulama
atau bangkitnya para ulama. Nahdlatul Ulama adalah sebuah organisasi yang
didirikan sebagai tempat perhimpunan atau perkumpulan para ulama dan
jama'ah ahlu sunnah wal jama'ah. Sedangkan menurut istilah Nahdlatul Ulama
adalah jam'iyyah Diniyah yang memiliki faham Ahlu Sunnah wal Jama'ah
yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M. Kata al
'ulama adalah bentuk jama' dari kata al 'alim yang merupakan sekelompok orang
yang memiliki kedalaman ilmu pengetahuan dan pengalaman agama islam. Selain itu
menjadi sumber panutan dari berbagai masalah keagamaan dan kemasyarakatan.

Arti Lambang Nahdlatul Ulama

1. Globe(bola dunia), melambangkan bumi tempat manusia hidup dan


mencari kehidupan yaitu dengan berjuang, beramal, dan berilmu. Bumi
mengingatkan bahwa manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke
tanah serta dikeluarkan dari tanah pada hari kiamat.

2
2. Peta Indonesis yang terlihat pada globe, melambangkan bahwa NU berdiri
di Indonesia dan berjuang untuk kekayaan negara RI.
3. Tali bersimpul yang melingkari globe, melambangkan persatuanyang
kokoh dan ikatan di bawahnya melambangkan hubungan manusia dengan
Allah SWT. Untaian tali berjumlah 99, melambangkan Asmaul Husna
agar manusia hidup bahagia di dunia dan akhirat.
4. Bintang besar, melambangkan kepemimpinan nabi Muhammad SAW.
Empat bintang di atas garis katulistiwa melambangkan kepemimpinan
Khulafaur Rosyidin (Abu bakar Shiddiq, Umar bin Khotob, Utsman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib). Empat di bawah garis katulistiwa
melambangkan empat madzab (Imam Syafi’i, Maliki, Hambali, dan
Hanafi). Jumlah bintang ada 9 melambangkan Walisongo.
5. Tulisan arab “Nahdlatul Ulama” membentang dari kanan ke kiri,
menunjukkan nama organisasi yang berarti kebangkitan para Ulama.
6. Warna dasar hijau melembangkan kesuburan tanah air Indonesia,
Sedangkan tulisan berwarna putih melambangkan kesucian.

Sejarah Nahdlatul Ulama


Akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah
kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui
jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal
dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan terus menyebar - setelah
rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa
lain. Sebagai jawabannya, munculah berbagai organisasi pendidikan dan
pembebasan.
Merespon kebangkitan nasional tersebut, Nahdlatul Wathan (Kebangkitan
Tanah Air) dibentuk pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul
Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran),
sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari
situ, kemudian didirikan Nahdlatul Tujjar, (pergerakan kaum saudagar).

2
Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat.
Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai
kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat
dan memiliki cabang di beberapa kota.
Berangkat dari munculnya berbagai macam komite dan organisasi yang
bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk
organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi
perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, karena
tidak terakomodir kyai dari kalangan tradisional untuk mengikuti konferensi Islam
Dunia yang ada di Indonesia dan Timur Tengah akhirnya muncul kesepakatan dari
para ulama pesantren untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul
Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926) di Kota
Surabaya. Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Ada banyak faktor yang melatar belakangi berdirinya NU. Di antara faktor
itu adalah perkembangan dan pembaharuan pemikiran Islam yang menghendaki
pelarangan segala bentuk amaliah kaum Sunni. Sebuah pemikiran agar umat Islam
kembali pada ajaran Islam "murni", yaitu dengan cara umat islam melepaskan diri
dari sistem bermadzhab. Bagi para kiai pesantren, pembaruan pemikiran
keagamaan sejatinya tetap merupakan suatu keniscayaan, namun tetap tidak
dengan meninggalkan tradisi keilmuan para ulama terdahulu yang masih relevan.
Untuk itu, Jam'iyah Nahdlatul Ulama cukup mendesak untuk segera didirikan.
Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari
merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab
I'tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah. Kedua kitab tersebut kemudian
diimplementasikan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan
warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan
politik.
Organisasi ini bertujuan untuk menegakan ajaran Islam menurut paham
kitab I’tiqad Ahalussunnah Wal Jama’ah ditengah-tengah kehidupan masyarakat,
didalam wadah Negara Persatuan Republik Indonesia (NKRI).

2
Untuk mencapai tujuannya tersebut, NU menempuh berbagai jenis usaha
diberbagai bidang, antara lain sebagai berikut:
1. Dibidang keagamaan, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan
rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam
perbedaan.
2. Dibidang Pendidikan, menyelenggarakan Pendidikan yang sesuai
dengannilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi
luhur, berpengetahuan luas. Hal ini terbukti lahirnya Lembaga-lembaga
Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah
khususnya dipulau Jawa bahkan sudah memiliki cabang di luar negeri.
3. Dibidang social budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta
kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
4. Dibidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk
menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya
ekonomi rakyat. Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan
Keuangan lain yang telah terbukti membantu masyarakat.
5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyrakat luas.
Selain itu, berdirinya NU merupakan ujung dari perjalanan dan
perkembangan gagasan yang muncul di kalangan para Kyai. Sebab, sebelum lahir
Nahdlatul Ulama, terlebih dahulu muncul organisasi para pedagang yang bernama
Nahdlatul Tujjar (tahun 1918), kelompok diskusi Tashwirul Afkar (1922), dan
gerakan pendidikan Nahdlatul Wathan.
Mulai berdirinya NU dalam perjuangannya dititik beratkan pada
penguatan paham Ahlus Sunah wal Jama’ah terhadap serangan penganut ajaran
Wahabi. Diantara program kerjanya adalah menyeleksi kitab-kitab yang sesuai
dan yang tidak sesuai dengan ajaran Ahlus Sunah wal Jama’- ah, disamping
melakukan penguatan persatuan diantara para Kyai dan Pengasuh Pesantren.
Pada tahun 1937 M, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Dahlan Ahyad
( NU ), KH. Mas Mansur ( Muhammadiyah ) dan Wondoamiseno ( Syarikat Islam
/ SI ), mereka berkumpul di Surabaya mendirikan federasi organisasi Islam yang
diberi nama Majelis Islam ‘Ala Indonesia (MIAI) dan KH. A. Wahid Hasyim

2
terpilih sebagai Ketua, dan pada giliran berikutnya jabatan ketua digantikan oleh
KH. M. Dahlan dari NU. Di dalam MIAI dibentuk pula sebuah Komisi
Pemberantas Penghinaan Islam, yang di ketuai oleh K.H. Zainul Arifin ( NU ),
dan Komisi Luar Negeri yang di ketuai oleh K.H. Mahfudz Shidiq ( NU ).
Pada tahun 1942 M, Jepang datang menjajah Indonesia, semua organisasi
sosial kemasyarakatan dan organisasi politik di Indonesia di bekukan, termasuk
NU dan MIAI, bahkan Rais Akbar NU K.H. Hasyim As-‘ari dan Ketua umum
PBNU K.H. Mahfudz Shidiq ditahan oleh Jepang. Ketika ormas-ormas dibekukan
oleh Dai Nipon, perjuangan para Kyai NU difokuskan melalui jalur diplomasi,
K.H. A. Wahid Hasyim dan beberapa Kyai yang lain masuk sebagai anggota
Chuo Sangi In (parlemen buatan Jepang ).
Pada bulan September 1943 M, Jepang mengizinkan NU dan
Muhammadiyah diaktifkan kembali atas permintaan K.H. A.Wahid Hasyim lewat
parlemen, dan bisa beraktivitas kembali seperti di masa penjajahan Belanda.
Pada 14 Oktober 1944 M, KH. A.Wahid Hasyim, meminta agar Jepang
melatih kemiliteran pemuda Islam secara khusus dan terpisah dan bergabung
menjadi prajurit pembantu tentara Jepang (Heiho), permintaan tersebut dikabulkan
dengan dibentuknya Hizbullah. Mereka dilatih kemiliteran oleh para komandan
PETA dengan pengawasan prajurit dari Jepang, ketika itu bertindak sebagai
Panglima Tertinggi Hizbullah adalah K.H. Zainul Arifin dari NU. Sementara di
bidang politik K.H. A.Wahid Hasyim selain duduk dalam parlemen juga duduk
sebagai Pimpinan Tertinggi Shumubu (Departemen Agama), menggantikan K.H.
Hasyim Asy’ ari yang berhalangan untuk berkantor di Jakarta.
Pada tanggal 29 April 1945 M, dibentuklah Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ), dan K.H. A. Wahid Hasyim, K.H.
A.Wahab Hasbullah, K.H. Masykur dan K.H. Zainul Arifin duduk sebagai
anggota. Disamping itu K.H. A.Wahid Hasyim bergabung sebagai anggota Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), ia juga tercatat sebagai salah seorang
Perumus Dasar Negara dan turut serta sebagai penanda tangan Piagam Jakarta,
bersama delapan orang lainnya. Kemudian setelah proklamasi kemerdekaan

2
Indonesia 17 Agustus 1945 K.H. A.Wahid Hasyim menduduki jabatan dari salah
satu menteri Negara.
Tanggal 22 Oktober 1945 Belanda datang lagi dengan membonceng
tentara Sekutu sambil mengultimatum agar pejuang Indonesia menyerah, disaat
seperti ini NU tampil dengan mengeluarkan Resolusi Jihadnya yang mampu
membakar semangat perjuangan kaum muslimin, mereka tidak gentar menghadapi
kematian, karena perang tersebut dihukumi Perang Sabil (perang agama).
Tanggal 25 Mei 1947 diselenggarakan muktamar NU ke 17 di kota
Madiun, dimana dalam muktamar ini atas prakarsa K.H. A. Wahid Hasyim
mendirikan “Biro Politik NU”, dan disetujui oleh Muktamar. Biro ini bertugas
mengadakan perundingan-perundingan dengan kelompok intelektual yang
mendominir Masyumi, guna menyelesaikan berbagai ketimpangan yang dirasakan
amat merugikan NU.

Tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama


Berikut ini adalah daftar Rais Am Syuriah (Dewan Penasehat) dan Ketua Umum
Tanfidziyah (Dewan Pelaksana) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama:
 Rais Aam Syuriah
1) K.H Mohammad Hasyim Asy’arie (1926-1947)
2) K.H Abdul Wahab Chasbullah (1947-1952) (1952-1971)
3) K.H Bisri Syansuri (1972-1980)
4) K.H Muhammad Ali Maksum (1980-1984)
5) K.H Achmad Muhammad Hasan Siddiq (1984-1991)
6) K.H Alie Yafie (1991-1992)
7) K.H Mohammad Ilyas Ruhiat (1992-1999)
8) Dr (HC) K.H. Mohammad Ahmad Sahal Mahfudz (1999-2010)(2010-
2014)
9) K.H Ahmad Mustoufa Bisri (2014-2015)
10) K.H Ma’ruf Amien (2015-2018)
11) K.H Miftacul Akhyar (2018 Petahana)
 Ketua Umum Tanfidziyah

2
1) K.H Hasan Gipo (1926-1947) (1947-1952) (1952-1971)
2) K.H Idham Chalid (1972-1980) (1980-1984)
3) Dr (HC). K.H Abdurahman Wahid (1984-1991) (1991-1992) (1992-1999)
4) K.H Hasyim Musadi (1999-2010)
5) Profesor. Dr. K.H Said Akhil Siradj, M.A. (2010-2014) (2014-2015)
(2015-2018) (2018-Petahana)

Visi Misi Nahdlatul Ulama


Visi Nahdlatul Ulama
1. Menjadi Jam’iyah diniyah Islamiyah ijtima’iyah yang memperjuangkan
tegaknya ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah an Nahdliyyah
2. Mewujudkan kemaslahan masyarakat, kemajuan bangsa, kesejahteraan,
keadilan, dan kemandirian khususnya warga NU serta terciptanya rahmat
bagi semesta dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia yang
berazaskan Pancasila

Misi Nahdlatul Ulama

1. Mengembangkan gerakan penyebaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah’ah


an Nadliyyah untuk mewujudkan ummat yang memiliki karakter
Tawassuth (moderat), Tawazun (seimbang), I’tidal (tegak lurus), dan
Tasamuh (toleran)
2. Mengembangkan beragam khidmah bagi jama’ah NU guna meningkatkan
kualitas SDM NU dan kesejahteraannya serta untuk kemandirian jam’iyah
NU
3. Mempengaruhi para pemutus kebijakan maupun undang-undang agar
produk kebijakan maupun UU yang dihasilkan berpihak kepada
kepentingan masyarakat dalam upaya mewujudkan kesejahteraan dan rasa
keadilan.

Tujuan Nahdlatul Ulama


Tujuan didirikannya Nahdlatul Ulama :

2
1. Untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan, dan mengamalkan
ajaran islam yang behaluan Ahlu Sunnah wal Jama'ah serta menganut
salah satu madzhab empat : Imam Syafi'i, Imam Maliki, Imam Hambali,
dan Imam Hanafi.
2. Mempersatukan langkah para ulama dan pengikutnya dalam melakukan
kegiatan yang bertujuan menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan
bangsa, ketinggian harkat, dan martabat manusia.
3. Membangun dan mengembangkan insan masyarakat yang bertaqwa
kepada Allah Swt, cerdas, terampil, berakhlak mulia, tentram, adil dan
sejahtera.
4. Memurnikan pemahaman syariat islam

 Muhammadiyah

Pengertian Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia.
Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga
Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut
Nabi Muhammad SAW.

Arti Lambang Muhammadiyah

2
Logo Muhammadiyah memiliki ciri khas berbentuk matahari yang
memancarkan dua belas sinar putih mengarah ke segala penjuru. Di tengah-tengah
matahari terdapat tulisan dengan huruf Arab : Muhammadiyah.

Pada lingkaran yang mengelilingi tulisan huruf Arab berwujud kalimat


syahadat tauhid : asyhadu anal ila,ha illa Allah (saya bersaksi bahwasannya tidak
ada Tuhan kecuali Allah); di lingkaran sebelah atas dan pada lingkaran bagian
bawah tertulis kalimat syahadat Rasul : wa asyhadu anna Muhammaddar
Rasulullah (dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Seluruh
Gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan terletak di atas warna
dasar Arti Logo Muhammadiyah

1) Matahari merupakan titik pusat dalam tata surya dan merupakan sumber
kekuatan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Jika matahari menjadi
kekuatan cikal bakal biologis, Muhammadiyah diharapkan dapat menjadi
sumber kekuatan spiritual dengan nilai-nilai Islam yang berintikan dua
kalimat syahadat.
2) Duabelas sinar matahari yang memancar ke seluruh penjuru diibaratkan
sebagai tekad dan semagat warga Muhammadiyah dalam memperjuangkan
Islam, semangat yang pantang mundur dan pantang menyerah seperti
kaum Hawari (sahabat nabi Isa yang berjumlah 12)
3) Warna Putih pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan
keikhlasan
4) Warna Hijau yang menjadi warna dasar melambangkan kedamaian dan
dan kesejahteraan.

Sejarah Muhammadiyah
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di
Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah
1330 H). Perserikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha K.H
Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang menurut anggapannya
banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis

2
dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain
itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan
sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hogere School Moehammadijah dan
selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Moehammadijah (sekarang
dikenal dengan Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta khusus laki-
laki, yang bertempat di Jalan S. Parman No.68 Patangpuluhan Kecamatan
Wirobrajan dan Madrasah Mu'allimat Muhammadiyah Yogyakarta khusus
Perempuan, di Suronatan Yogyakarta yang keduanya sekarang menjadi Sekolah
Kader Muhammadiyah) yang bertempat di Yogyakarta dan dibawahi langsung
oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran
Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan
sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu,
seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian
menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan
setelah melalui Shalat Istikharah (Darban, 2000: 34). Pada masa kepemimpinan
Kyai Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-
karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, sekitar
daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah
berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim
Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatra Barat dengan membuka cabang
di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang
Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatra Barat, dan dari daerah inilah
kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatra, Sulawesi, dan
Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar ke seluruh
Indonesia.
K.H Ahmad Dahlan berasal dari keluarga yang berpengaruh dan terkenal
dilingkungan kesultanan Yogyakarta, yang secara genealogis ditelusur akan
sampai pada Maulana Malik Ibrahim atau Maulana Maghribi.
Didirikannya Muhammadiyah oleh K.H Ahmad Dahlan juga merupakan
hasil pengalamannya aktif di organisasi Budi Utomo, Jamiat Khair, dan Sarekat

2
Islam, beliau mengamati bahwa belum ada organisasi masyarakat pribumi yang
berorientasi pada gerakan modernisme Islam. K.H Ahmad Dahlan merumuskan
tujuan pendirian Muhammadiyah yakni “Menyebarkan Pengajaran Nabi
Muhammad SAW kepada Penduduk Bumiputra dan memajukan Agama Islam
kepada anggotanya”. Sejak Kelahirannya Muhammadiyah menetapkan Khittah
(garis perjuangan) untuk bergerak dibidang dakwah, sosial, dan pendidikan.
Karena itu Ahmad Dahlan berusaha mendirikan lembaga pendidikan, mengadakan
Tabligh, mendirikan masjid, serta menerbitkan buku, brosur, surat kabar, dan
majalah. Inti dari cita-cita Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah adalah
memurnikan ajaran Islam dari praktek menyimpang yang tidak terdapat dalam Al-
Qur’an dan Sunah Nabi SAW. Organisasi Muhammadiyah dalam tahun-tahun
awal tidak mengadakan pembagian tugas yang jelas diantara anggota pengurus
sekurang-kurangnya sampai tahun 1917, ruang gerak kegiatan organisasi ini
masih sangat terbatas pada daerah kauman Yogyakarta dan sekitarnya. Dan
barulah setelah tahun 1917, organisasi ini mempunyai daerah operasi yang lebih
luas.
Di Jawa, Muhammadiyah begitu cepat tersebar disebabkan juga oleh
kegiatan misionaris Kristen. Di bidang sosial, Muhammadiyah juga mencontoh
kegiatan misionaris Kristen seperti mendirikan rumah yatim Piatu, merawat fakir
miskin, dan membangun klinik kesehatan yang bermanfaat langsung bagi
masyarakat. Dan meluasnya keanggotaan Muhammadiyah didukung faktor lain
seperti cara dakwah Muhammadiyah yang cenderung toleran. Cara tersebut
sungguh cara yang cerdik yang dilakukan oleh Ahmad Dalan dalam
menyerbarkan paham darinya melalui cara seperti misionaris Kristen ini. Karena
pada tahun-tahun berikutnya Muhammadiyah diketahui membangun cabang-
cabang di luar pulau jawa khususnya di Minangkabau.
Faktor lain yang mendukung tersebarnya Muhammadiyah adalah tablig-
tablig atau dakwahnya mengarah langsung ke amal perbuatan ditengah-tengah
masyarakat yang lebih luas sehingga dapat menarik para patriot dan memberikan
dasar-dasar yang terhubung bagi setiap jiwa pada saat itu. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika pada saat itu sedang hebatnya reaksi pemerintah Hindia -

2
Belanda, Muhammadiyah dapat menarik kelompok intelektual, yang biasanya
hanya tertarik oleh gemerlapnya teori belaka.
Suatu bagian yang sangat penting dalam suatu organisasi Muhammadiyah
adalah majelis Tarjih yang terbentuk pada tahun 1927 melalui utusan kongres
organisasi tersebut di Pekalongan. Fungsi dari majelis ini adalah memberikan
fatwa atau menjelaskan hukum masalah-masalah yang sering menjadi pertikaian.
Fatwa-fatwa yang dikeluarkan majelis Tarjih tidak langsung disampaikan
kepada masyarakat dan tidak pula masyarakat Muhammadiyah sendiri, namun
lebih dahulu disampaikan kepada pimpinan pusat dari organisasi untuk
melaksankannya. Perkembangan organisasi, Muhammadiyah sampai pada tahun
1935 telah mempunyai 110 cabang dengan anggota kurang lebih 250 ribu orang
anggota. Dan hingga sekarang organisasi Muhammadiyah merupakan salah satu
organisasi yang mempunyai andil besar dalam dunia pendidikan di negeri
Indonesia dengan berhasilnya membangun prasarana pendidikan dari tingkat
Taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, SLTP, SMU, dan Perguruan Tinggi atau
Akademi. Disamping itu, juga mempunyai berbagai macam sarana sosial seperti
Rumah Sakit, Yayasan Yatim Piatu, dan sebagainya.
Dengan demikian, organisasi Muhammadiyah selalu menunjukan adanya
grafik peningkatan dalam berbagai keberhasilan yang tengah diraih dalam rangka
ikut serta membangun umat dan mengisi pembangunan bangsa di negeri
Indonesia.

Tokoh-tokoh Muhammadiyah
1. K.H. Ahmad Dahlan (1912)
2. K.H. Ibrahim (1923)
3. K.H. Hisyam (1934)
4. K.H. Mas Mansur (1937)
5. Ki Bagoes Hadikoesoemo (1942-1950)
6. Buya A.R. Sutan Mansur (1953-1656)
7. K.H.M. Yunus Anis (1959)
8. K.H. Ahmad Badawi (1962-1965)

2
9. K.H. Faqih Usman (1968)
10. K.H.A.R. Fachrudin (1968-1985)
11. K.H. Ahmad Azhar Basyir (1990)
12. Prof.Dr.H. Amien Rais (1995)
13. Ahmad Syafii Maarif (1998-2000)
14. Prof.Dr.KH. Din Syamsuddin MA (2005-2010)
15. Haedar Nashir (2015-sekarang)
Visi-Misi Muhammadiyah
Visi Muhammadiyah

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan


As-Sunnah dengan watak Tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif
dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di semua bidang
dalam upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin menuju
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Misi Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar
mempunyai misi :
1. Menegakkan keyakian Tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT
    yang dibawa oleh para Nabi/Rasul sejak Nabi Adam a.s. hingga Nabi
   Muhammad s.a.w.
2. Memahami Agama Islam dengan menggunakan akal pikiran sesuai
   dengan jiwa ajaran Islam.
3. Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur'an sebagai
    Kitab Alloh terakhir dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.
4. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan
    masyarakat.

Tujuan Muhammadiyah
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan
yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran

2
Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan
adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan
pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam
bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan
berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada
perintah-perintah Alquran, di antaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh
Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam
menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga
mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-
usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna
pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah
sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.

 Persatuan Islam (PERSIS)

2
Pengertian Persatuan Islam
Persatuan Islam (disingkat Persis atau PERSIS) adalah sebuah organisasi
Islam di Indonesia. Persis didirikan pada 12 September 1923 di Bandung oleh
sekelompok Islam yang berminat dalam pendidikan dan aktivitas keagamaan yang
dipimpin oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus.

Arti Lambang Persatuan Islam


Nama Persatuan Islam ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan
ruhul-ijtihad dan jihad: berusaha sekuat tenaga mencapai harapan dan cita-cita
yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran
Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam.
Ide persatuan pemikiran, rasa, suara, dan usaha Islam ini diilhami firman
Allah dalam Alquran Surah Ali-Imran ayat 103 dan hadis Nabi SAW yang
memerintahkan pentingnya persatuan.
“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (undang-undang/aturan)
Allah seluruhnya; dan janganlah kamu bercerai-berai.” (QS Ali Imran [3]: 103).
“Kekuatan Allah itu beserta jamaah.” (HR Tirmidzi).
Kedua dasar inilah yang menjadi moto Persis dan ditulis dalam lambang
Persis yang berbentuk lingkaran bintang bersudut 12.

2
Sejarah Persatuan Islam
Persatuan Islam (Persis) berdiri pada abad ke-20 yaitu pada permulaan
tahun 1920-an, tepatnya tanggal 12 September 1923 di Bandung. Adapun yang
pertama mempunyai gagasan terbentuknya Persis ini adalah H. Zam-zam bersama
temannya H. Muhammad Yunus. H. Zam-zam adalah seorang alumnus Darul-
Ulum (Mekah) sejak tahun 1910-1912 beliau menjadi guru agama di Darul-
Muta'alimin. Sedangkan H. Muhammad Yumus adalah seorang pedagang sukses,
di masa mudanya beliau mendapatkan pendidikan agama secara tradisional dan
menguasai Bahasa Arab sehingga beliau mampu mempelajari kitab-kitab secara
autodidak.
H. Zam-zam dan H. Muhammad Yunus mempunyai latar belakang dan kultur
yang sama. Hal inilah yang menyatukan mereka dalam mendalami keislaman.
Mereka juga sering melakukan diskusi dengan tema sekitar gerakan keagamaan
yang bergerak pada saat itu. Sering juga tema itu muncul dari permasalahan
agama yang dimuat didalam majalah Al-Munir di Padang dan Al-Manar terbitan
Mesir. Salah satu tulisan yang sangat menyentuh emosi keagamaan mereka adalah
tulisan Muhammad Abdul yang dimuat dalam majalah Al-Manar yaitu "Al-Islam
Mahjubun bil Muslimin". Ungkapan ini sangat terkenal di kalangan pembaharuan
Islam baik di Timur Tengah maupun di Indonesia. Tulisan (ungkapan) ini
menghendaki agar umat Islam memiliki cara berpikir dan corak hidup yang lebih
maju dengan lebih menghidupkan kembali Al-Qur'an dan As-Sunnah dalam tata
hidupnya.
Dalam setiap diskusi, H. Zamzam dan Muhammad Yunus, merupakan
pembicara utama, keduanya banyak mengemukakan pikiran baru. Keduanya
memang memiliki kapasitas dan wawasan pengetahuan yang cukup luas dalam
masalah keagamaan, apalagi ditunjang oleh profesi H. Zam-zam sebagai guru
agama. Di samping itu, mereka memang mempunyai latar belakang pendidikan
agama yang cukup kuat di masa mudanya.
Suatu saat diskusi mereka berlangsung seusai acara kenduri di rumah
salah seorang anggota keluarga yang berasal dari Sumatera yang telah lama
tinggal di Bandung. Materi diskusi itu adalah mengenai perselisihan paham

2
keagamaan antara al-Irsyâd dan Jami'at Khair. Sejak saat itu, pertemuan-
pertemuan berikutnya menjelma menjadi kelompok penelaah, semacam studi club
dalam bidang keagamaan di mana para anggota kelompok tersebut dengan penuh
kecintaan menelaah, mengkaji, serta menguji ajaran-ajaran yang diterimanya.
Diskusi mereka juga dilakukan dengan para jama'ah shalat Jum'ah, sehingga
frekuensi bertambah dan pembahasannya makin mendalam. Jumlah mereka tidak
banyak hanya sekitar 12 orang. Diskusi tersebut semakin intensif dan menjadi
tidak terbatas dalam persoalan keagamaan saja terutama dikhotomis tradisional-
modernis Islam yang terjadi ketika itu, yang diwakili oleh Jamî'at Khair dan al-
Irsyâd di Batavia, tetapi juga menyentuh pada masalah-masalah komunisme yang
menyusup ke dalam Syarikat Islam (SI), dan juga usaha-usaha orang Islam yang
berusaha menghadapi pengaruh komunikasi tersebut.
Maka sejak saat itu, timbulah gagasan di kalangan mereka untuk
mendirikan organisasi Persatuan Islam atau nama lain yang diajukan oleh
kelompok ini yaitu Permufakatan Islam, untuk mengembalikan umat Islam kepada
pimpinan Al-Qur'an dan Al-Sunnah. Organisasi yang didirikan di Bandung ini
untuk menampung kaum muda maupun kaum tua, yang memiliki perhatian pada
masalah-masalah agama. Kegiatan utamanya adalah diskusi. Setiap anggota dapat
mengajukan masalah keagamaan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari
Maka dapat disimpulkan bahwa lahirnya Persis Diawali dengan terbentuknya
suatu kelompok tadarusan (penalaahan agama Islam di kota Bandung yang
dipimpin oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dan kesadaran akan
kehidupan berjamaah, berimamah, berimarah dalam menyebarkan syiar Islam,
menumbuhkan semangat kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah
organisasi baru dengan cirri dan karateristik yang khas.
Pada tanggal 12 September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar
1342 H, kelompok tadarus ini secara resmi mendirikan organisasi yang diberi
nama “Persatuan Islam” (Persis). Nama persis ini diberikan dengan maksud untuk
mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad, berusaha dengan sekuat tenaga untuk
mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita
organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara

2
Islam, dan persatuan usaha Islam. Falsafah ini didasarkan kepada firman Allah
Swt dalam Al Quran Surat 103 : “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada
tali (undang-undang (aturan) Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai
berai”. Serta sebuah hadits Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Tirmidzi,
“Kekuatan Allah itu bersama al-jama’ah”.
A. Hassan dari Singapura pernah berkunjung ke Surabaya pada tahun
1920 dalam hubungan perdagangan batik keluarganya. Di sanalah ia mulai terlibat
diskusi-diskusi agama dengan tokoh-tokoh agama di Indonesia sekitar
pertentangan antara kaum muda dan kaum tua, antara paham modernis dan paham
tradisional. Ayah A. Hassan memang termasuk orang yang berpandangan
modernis. Maka dapat dimengerti jika A. Hassan juga sejalan dengan faham kaum
muda. Tidak lama kemudian A. Hassan pindah ke Bandung dan masuk
lingkungan Persatuan Islam. Selanjutnya ia memusatkan kegiatan hidupnya dalam
pengembangan pemikiran Islam dan menyediakan dirinya sebagai pembela Islam.
Sampai awal tahun 1926, Persatuan Islam masih belum menampakan
sebagai organisasi pembaharu, karena di dalamnya masih bergabung kaum muda
dan kaum tua. Yang penting setiap anggota saling mendorong untuk lebih
mendalami Islam secara umum sebagai agama yang dibawa nabi terakhir,
Muhammad SAW. Namun dari segi penamaan, organisasi ini sejak awal memang
sudah bersifat liberal. Betapa tidak, nama Persatuan Islam yang disingkat PERSIS
adalah nama Latin, yang dianggap sebagai pengaruh penjajah Belanda. Apalagi
sakralitas dan pengidentikan Islam dengan Arab sangat kuat di kalangan umat
Islam ketika itu. Artinya mereka siap menerima risiko dan mempertahankan
pendirian serta keyakinan yang mereka miliki, atas pemberian nama latin tersebut.
Padahal organisasi yang lebih dulu muncul seperti Jamî'at Khair, Muhammadiyah,
dan al-Irsyâd, menggunakan nama dan bahasa Arab.
Dari segi ini, Persatuan Islam menghendaki apa yang seharusnya
disakralkan dan apa yang tidak seharusnya disakralkan oleh umat Islam. Karena
penilaian terhadap sesuatu yang bersifat sakral itu berkaitan erat dengan kualitas
ketauhidan dan bahkan pula berkaitan dengan wawasan keislaman yang dimiliki.
Jika setiap berbahasa Arab identik dengan Islam, disitu wawasan keislaman yang

2
dimiliki seseorang adalah tergolong awam. Hal itu terbukti kemudian Persatuan
Islam menjelma menjadi organisasi yang paling ekstrim dan liberal dibandingkan
dengan Muhammadiyah dan al-Irsyâd dalam melakukan penentangan terhadap
tradisi-tradisi yang dianggap merupakan ajaran agama Islam, melalui konsep
bid'ah, khurafat dan takhayul.
Tampilnya jam’iyyah Persatuan islam (Persis) dalam pentas sejarah di
Indonesia pada awal abad ke-20 telah memberikan corak dan warna baru dalam
gerakan pembaruan Islam. Persis lahir sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi
umat Islam yang tenggelam dalam kejumudan (kemandegan berfikir), terperosok
ke dalam kehidupan mistisisme yang berlebihan, tumbuh suburnya khurafat,
bid’ah, takhayul, syirik, musyrik, rusaknya moral, dan lebih dari itu, umat Islam
terbelenggu oleh penjajahan kolonial Belanda yang berusaha memadamkan
cahaya Islam. Situasi demikian kemudian mengilhami munculnya gerakan
“reformasi” Islam, yang pada gilirannya, melalui kontak-kontak intelektual,
mempengaruhi masyarakat Islam Indinesia untuk melakukan pembaharuan Islam.

Tokoh-tokoh Persatuan Islam

1. Muhammad Isa Anshary, politikus dan pejuang Indonesia.


2. Mohammad Natsir, mantan Perdana Menteri Indonesia
3. Ahmad Hassan, teman debat Soekarno ketika di Bandung
4. Haji Zamzam, pendiri Persis
5. H. Eman Sar'an Ketua Dewan Hisbah 1990 - 2005
6. Achyar Syuhada, ulama terkemuka Persis
7. Mohammad Yunus, ulama Persis
8. K.H. E. Abdurrahman, pemimpin Persis tahun 1962-1983
9. K.H A. Latif Muchtar Ketua Umum Persis 1990 - 1997
10. KH. Shiddiq Amien, Mba Mantan Ketua Umum persis 1997 - 2010
11. K.H.Ikin Shadikin, Ulama terkemuka Persis Ketua Majlis Penasihat Persis
2000 - 2011

2
12. K.H. Usman Sholehudin, Ketua Dewan Hisbath
13. K.H. Aceng Zakaria Ketua Umum 2015 - 2020
14. K.H. M. Romli Ketua Dewan Hisbah 2015 - 2020
15. K.H. Entang Muchtar ZA Ulama Persis

Visi-Misi Persatuan Islam


Visi Persatuan Islam
Terwujudnya Al-Jama’ah sesuai tuntutan Al-Quran dan As-Sunah.
Misi Persatuan Islam
1.         Mengembalikan umat kepada Alquran dan Sunah.
2.         Menghidupkan ruh al-jihad, ijtihad dan tajdid.
3.         Mewujudkan Mujahid, Mujtahid, dan Muwahid.
4.         Meningkatkan kesejahteraan umat.

Tujuan Persatuan Islam


Persis didirikan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang
sesuai dengan aslinya yang dibawa oleh Rasulullah Saw dan memberikan
pandangan berbeda dari pemahaman Islam tradisional yang dianggap sudah tidak
orisinil karena bercampur dengan budaya lokal, sikap taklid buta, sikap tidak
kritis, dan tidak mau menggali Islam lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab
Hadits yang shahih. Oleh karena itu, lewat para ulamanya seperti Ahmad Hassan
yang juga dikenal dengan Hassan Bandung atau Hassan Bangil, Persis
mengenalkan Islam yang hanya bersumber dari Al-Quran dan Hadits.

2.5 Persamaan dan Perbedaan NU, Muhammadiyah, dan


PERSIS
1. Persamaan
Persamaan Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Persis adalah
ajarannya secara garis besar bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist.
2. Perbedaan

2
Seringkali kita mendapatkan atau melihat diberbagai media terjadinya
perbedaan prinsip serta tata cara ketiga ormas ini dalam melakukan ibadah.
Namun sebenarnya ketiganya sama-sama menerapkan ajaran Islam yang benar.
Banyak orang yang tidak mengerti perbedaan NU, Muhammadiyah dan Persis.
Maka disini akan dijelaskan tentang perbedaan NU, Muhammadiyah, dan Persis.
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola
pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum
ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber hukum Islam bagi NU tidak hanya
al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan
realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu.
Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: Imam Syafi'i
dan mengakui tiga madzhab yang lain: Imam Hanafi, Imam Maliki,dan Imam
Hambali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4.
Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan
Syeikh Juneid al-Bagdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Muhammadiyah akan melihat terlebih dahulu apakah pada Al-Quran ada
dalil yang membahas mengenai persoalan yang muncul atau tidak. Jika di dalam
Al-Quran tidak ada dalil yang membahas mengenai persoalan tersebut, maka
Muhammadiyah akan mengkaji mengenai persoalan tersebut sesuai dengan
pemikiran dan melihat dalil – dalil yang masih ada kaitannya dengan persoalan
tersebut. Muhammadiyah bergerak dalam berbagai bidang kehidupan manusia
yang antara lain dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Aqidah,
2. Hukum,
3. Akhlak,
4. Muamalah Duniawiyah.

Perbedaan NU dan Muhammadiyah terletak pada hal dalam menyikapi


sebuah masalah yang terjadi didalam kehidupan.. NU akan mengkaji setiap
masalah yang terjadi terlebih dahulu, setelah itu melihat dalil-dalil tekait yang ada
didalam Al-Quran. 

2
Persis didirikan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang
sesuai dengan aslinya yang dibawa oleh Rasulullah Saw dan memberikan
pandangan berbeda dari pemahaman Islam tradisional yang dianggap sudah tidak
orisinil karena bercampur dengan budaya lokal, sikap taklid buta, sikap tidak
kritis, dan tidak mau menggali Islam lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab
Hadits yang shahih. Oleh karena itu, lewat para ulamanya seperti Ahmad Hassan
yang juga dikenal dengan Hassan Bandung atau Hassan Bangil, Persis
mengenalkan Islam yang hanya bersumber dari Al-Quran dan Hadits.

2.6 Peran Ormas di Indonesia


a. Melakukan pemurnian akidah umat Islam,
b. Membentengi umat Islam untuk tetap berpegang teguh pada akidah,
c. Mengarahkan umat Islam kepada peningkatan keilmuan
d. Menyelamatkan umat Islam dari rencana-rencana penyebar aliran sesat,
e. Melakukan penyadaran kepada umat Islam mengenai bahaya dan
kesalahan keyakinan aliran-aliran sesat
f. Membentengi semua kalangan baik generasi muda, wanita, orang
dewasa atau anak-anak yang menjadi incaran budaya-budaya mendatang
g. Meningkatkan kualitas hidup umat Islam dalam bidang agama,
Pendidikan, ekonomi, social, dan budaya.

2.7 Jawab Pertanyaan


1. Taufik Setiawan (1902139)
Apakah organisasi Islam di Indonesia hanya ada 3? Jika ada yang lainnya
sebutkan dan jelaskan secara singkat!
Jawaban:
1. Al Irsyad Al Islamiyyah
Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah (Jam’iyat al-Islah wal
Irsyad al-Islamiyyah) berdiri pada 6 September 1914 (15 Syawwal
1332 H). Tanggal itu mengacu pada pendirian Madrasah Al-Irsyad Al-
Islamiyyah yang pertama, di Jakarta. Pengakuan hukumnya sendiri
baru dikeluarkan pemerintah Kolonial Belanda pada 11 Agustus 1915.

2
Tokoh sentral pendirian Al-Irsyad adalah Al-’Alamah Syeikh
Ahmad Surkati Al-Anshori, seorang ulama besar Mekkah yang berasal
dari Sudan. Pada mulanya Syekh Surkati datang ke Indonesia atas
permintaan perkumpulan Jami’at Khair -yang mayoritas anggota
pengurusnya terdiri dari orang-orang Indonesia keturunan Arab
golongan sayyid, dan berdiri pada 1905. Nama lengkapnya adalah
SYEIKH AHMAD BIN MUHAMMAD ASSOORKATY AL-
ANSHARY.
2. 2. Al Ittihadiyah
Organisasi umat Islam yang didirikan di Medan pada 27 Januari
1935/ 21 syawal 1353 H oleh K.H. Ahmad Dahlan, dalam sebuah
pertemuan tokoh-tokoh terkemuka dan alim ulama di Gedung Yong
Islamiten Bond, dekat Masjid Raya Kota Medan, Sumatera Utara
sekarang. Kini Al-Ittihadiyah dipimpin oleh Dr. Lukmanul Hakim,
M.Si, sebagai Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum Moh Emnis
Anwar serta Sekretaris Jenderal Nuruzzaman berdasarkan keputusan
Muktamar Al-Ittihadiyah ke-19 di Bogor
3. 3. Al Washliyah
Al Jam'iyatul Washliyah (Arab : ‫ ) الجمعيةالوصليه‬adalah salah satu
organisasi Islam di Indonesia.Kata Al jam'iyatul Washliyah berasal
dari Bahasa Arab Yang artinya Perkumpulan atau perhimpunan yang
menghubungkan, baik yang menghubungkan Manusia dengan Allah
(hablun minAllah) dan yang menghubungkan Manusia dengan
Manusia(hablun minannas).Al Jam'iyatul washliyah sekarang lebih di
kenal dengan Al Washliyah.Al wasliyah khusus aktif membela
kemaslahatan umat Islam dan Indonesia pada umumnya. Ketua Umum
Yusnar Yusuf Rangkuti
4. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)
Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia atau DDII merupakan salah
satu organisasi Islam di Indonesia yang berdiri pada tanggal 26
Februari 1967 dengan pendiri & Ketua DDII yang pertama,
Mohammad Natsir.
5. Dewan Masjid Indonesia (DMI)
Dewan Masjid Indonesia (DMI) adalah organisasi tingkat nasional
dengan tujuan untuk mewujudkan fungsi masjid sebagai pusat ibadah,
pengembangan masyarakat dan persatuan umat. Organisasi ini
didirikan pada tahun 1972 dengan maksud untuk meningkatkan
keimanan, ketaqwaan, akhlaq mulia dan kecerdasan umat stercapainya
masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT, dalam wilayah
Negara Republik Indonesia.

2
DMI mempunyai kepengurusan di setiap provinsi dan kabupaten di
Indonesia. Pimpinan pusat DMI dipilih secara demokratis setiap lima
tahun melalui muktamar nasional. Ketua umum pengurus pusat DMI
periode 2012-2022 adalah DR. H. Muhammad Jusuf Kalla [1], yang
menggantikan Dr. Tarmizi Taher. Ia terpilih pada Muktamar VI DMI
tahun 2012 di Jakarta dan diberi amanah untuk memimpin organisasi
ini hingga tahun 2017.
Kantor pusat DMI berada di Kompleks Masjid Istiqlal, Jl. Taman
Wijayakusuma, Jakarta 10710
6. Forum Umat Islam (FUI)
7. Front Pembela Islam (FPI)
Front Pembela Islam (FPI) adalah sebuah organisasi massa
Indonesia. Mengusung pandangan Islamisme konservatif, FPI
memiliki basis massa yang signifikan dan menjadi motor di balik
beberapa aksi pergerakan Islam di Indonesia, seperti Aksi 2 Desember
pada 2016. Tanggal pembentukan 17 Agustus 1998. Pemimpin Habib
Muhammad Rizieq Shihab
8. Forum Dakwah Islam Indonesia (FDII)
9. Gerakan Pemuda Ansor
Gerakan Pemuda Ansor (disingkat GP Ansor) adalah sebuah
organisasi kemasyarakatan pemuda di Indonesia, yang berafiliasi
dengan Nahdlatul Ulama (NU). Organisasi ini didirikan pada tanggal
24 April 1934. GP Ansor juga mengelola Barisan Ansor Serbaguna
(Banser).Tanggal pembentukan 24 April 1934. Ketua Umum Yaqut
Cholil Qoumas
10. Afiliasi Nahdatul Ulama
11. Himpunan ahlus Sunnah Untuk Masyarakat Islami (Hasmi)
12. Hidayatullah
13. Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia disingkat ICMI adalah
sebuah organisasi cendekiawan muslim di Indonesia yang dibentuk
pada tanggal 7 Desember 1990 di sebuah pertemuan kaum
cendekiawan muslim di Kota Malang tanggal 6-8 Desember 1990. Di
pertemuan itu juga dipilih Baharuddin Jusuf Habibie sebagai ketua
ICMI yang pertama. Dan saat ini Ketua Umum ICMI periode 2015-
2020 Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H terpilih dalam Muktamar VI dan
Milad ke-25 ICMI di Hotel Lombok Raya, Mataram, Nusa Tenggara
Barat, Minggu (13/12/2015).
14. Ikatan Da'i Indonesia (Ikadi)
15. Lembaga Dakwah Kemuliaan Islam (LDKI)

2
16. Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (disingkat LDII) adalah
organisasi sosial independen untuk studi dan penelitian tentang Quran
dan Hadis. Sesuai dengan visi, misi, tugas pokok dan fungsinya, LDII
mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas peradaban, hidup,
harkat dan martabat kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara serta turut serta dalam pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya yang dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa guna terwujudnya masyarakat madani yang
demokratis dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila, yang diridai
Allah. Tanggal pembentukan 3 Januari 1972. Ketua Umum Prof. DR.
Ir. KH. Abdullah Syam, M.Sc.
17. Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI)
18. Majelis Az Zikra
19. Majelis Dakwah Islamiyah
20. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Majelis Ulama Indonesia (disingkat MUI; bahasa Arab: ‫مجلس العلماء‬
‫ اإلندونيسي‬Majlis al-ʿUlama' al-Indunīsī) adalah lembaga independen
yang mewadahi para ulama, zuama, dan cendikiawan Islam untuk
membimbing, membina, dan mengayomi umat Islam di Indonesia.
Majelis Ulama Indonesia berdiri pada 17 Rajab 1395 Hijriah atau 26
Juli 1975 Masehi di Jakarta, Indonesia. Sesuai dengan tugasnya, MUI
membantu pemerintah dalam melakukan hal-hal yang menyangkut
kemaslahatan umat Islam, seperti mengeluarkan fatwa dalam kehalalan
sebuah makanan, penentuan kebenaran sebuah aliran dalam agama
Islam, dan hal-hal yang berkaitan dengan hubungan seorang muslim
dengan lingkungannya. Tanggal pembentukan 26 Juli 1975. Ketua
Umum KH Ma'ruf Amin
21. Majelis Tafsir Al-Quran (MTA)
Yayasan Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) adalah sebuah lembaga
pendidikan dan dakwah Islamiyah yang berkedudukan di Surakarta.
MTA didirikan oleh Alm. Ust. Abdullah Thufail Saputra di Surakarta
pada tangal 19 September 1972 dengan tujuan untuk mengajak umat
Islam kembali ke Al-Qur’an. Sesuai dengan nama dan tujuannya,
pengkajian Al-Qur’an dengan tekanan pada pemahaman, penghayatan
dan pengamalan Al-Qur’an menjadi kegiatan utama MTA.Tanggal
pembentukan 19 September 1972 (4 Syaban 1392). Ketua Umum Ust.
Drs. Ahmad Sukina
22. Mathla'ul Anwar
23. Nahdlatul Wathan (NW)

2
Nahdlatul Wathan disingkat NW adalah organisasi
Kemasyarakatan Islam terbesar di pulau Lombok, Nusa Tenggara
Barat. Organisasi ini didirikan di Pancor, Kabupaten Lombok Timur
oleh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid yang dijuluki Tuan
Guru Pancor serta Abul Masajid wal Madaris (Bapaknya Masjid-
masjid dan Madrasah-madrasah) pada tanggal 1 Maret 1953 bertepatan
dengan 15 Jumadil Akhir 1372 Hijriyah. Organisasi ini mengelola
sejumlah Lembaga Pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan
tinggi.
24. Pemuda Muslimin Indonesia
Pemuda Muslimin Indonesia disingkat Pemuda Muslim merupakan
organisasi Pemuda dan Keagamaan tertua di Indonesia didirikan di
Yogyakarta 25 November 1928 yang di prakarsai oleh H. Agus Salim
dan para Tokoh- tokoh Partai Syarikat Islam Indonesia sekarang
Syarikat Islam Indonesia (SII).
25. Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI)
Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), dahulu Pembina Iman
Tauhid Islam adalah sebuah organisasi Islam di Indonesia. Organisasi
ini didirikan di Jakarta pada tanggal 14 April 1961. PITI tidak bertalian
dengan organisasi sosial politik manapun. Ketua PITI saat ini adalah
KH. Tan Hok Liang, yang terpilih pada tahun 2005.
26. Persatuan Umat Islam (PUI)
27. Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti)
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) adalah nama sebuah organisasi
massa Islam nasional yang berbasis di Sumatra Barat. Organisasi ini
didirikan pada 20 Mei 1930 di Sumatra Barat, dan berakar dari para
ulama Ahlussunnah wal jamaah. Kemudian organisasi ini meluas ke
daerah-daerah lain di Sumatra, dan juga mencapai Kalimantan dan
Sulawesi.
28. Syarikat Islam (SI)
Syarikat Islam (disingkat SI), atau Sarekat Islam, dahulu bernama
Sarekat Dagang Islam (disingkat SDI) didirikan pada tanggal 16
Oktober 1905 oleh Haji Samanhudi. SDI merupakan organisasi yang
pertama kali lahir di Indonesia, pada awalnya Organisasi yang
dibentuk oleh Haji Samanhudi dan kawan-kawan ini adalah
perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang menentang politik
Belanda memberi keleluasaan masuknya pedagang asing untuk
menguasai komplar ekonomi rakyat pada masa itu.
29. Wahdah Islamiyah

2
Wahdah Islamiyah adalah sebuah organisasi Islam di Indonesia.
Nama organisasi ini diambil dari kata persatuan islam dalam bahasa
Arab. Tujuan utama Wahdah Islamiyah adalah mempersatukan Islam
dalam bingkai aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah[6].
30. BP4
Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan
(sekarang) disingkat BP4 adalah Organisasi perkumpulan yang bersifat
sosial keagamaan sebagai mitra Kementerian Agama dan instansi
terkait lain dalam upaya meningkatkan kualitas perkawinan umat Islam
di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi keluarga
muslimin di seluruh Indonesia. BP4 berdiri secara resmi pada tanggal
3 Januari 1961 di Jakarta, Indonesia berdasarkan SK Menteri Agama
RI No.85 tahun 1961 yang menetapkan kepengurusan BP4. Saat ini
BP4 Pusat dipimpin oleh Ketua Umum BP4 Pusat periode 2014 - 2019
Drs. H. Wahyu Widiana, M.A, dan Sekretaris Umum, H. Muhammad
Adib Machrus, S.Ag (sejak 26 Agustus 2016 menggantikan Drs. H.
Najib Anwar, M.H yang dikukuhkan oleh Menteri Agama Lukman
Hakim Saifuddin pada tanggal 13 Oktober 2014 di Kementerian
Agama Republik Indonesia Lapangan Banteng Jakarta Pusat.
2. Habib Wisnu Brata (1902135)
Pada misi Persis poin pertama adalah mengembalikan umat kepada Al Qur`an dan
Sunnah,kenapa harus dikembalikan apa sebabnya?
Jawaban:
Karena pada zaman dimana Islam belum maju di Indonesia, masyarakat
Indonesia masih kental akan kepercayaan yang dianutnya seperti Animisme,
Dinamisme, Totemisme, dll. Masyarakat Indonesia pada zaman itu masih percaya
akan hal-hal gaib dan berunsur santet maupun dukun yang menyimpang dari
ajaran Allah SWT. Sehingga ada seorang tokoh yang ingin mengubah pemikiran
yang dianggap sesat tersebut. Sehingga misi Persatuan Islam adalah
menghapuskan aliran sesat.

3. Eka Nanda Nur Azizah (1902131)


Siapa saja tokoh-tokoh penerus Muhammadiyah serta tahun jabatannya?

Jawaban:
1. K.H. Ahmad Dahlan (1912)
2. K.H. Ibrahim (1923)

2
3. K.H. Hisyam (1934)
4. K.H. Mas Mansur (1937)
5. Ki Bagoes Hadikoesoemo (1942-1950)
6. Buya A.R. Sutan Mansur (1953-1656)
7. K.H.M. Yunus Anis (1959)
8. K.H. Ahmad Badawi (1962-1965)
9. K.H. Faqih Usman (1968)
10. K.H.A.R. Fachrudin (1968-1985)
11. K.H. Ahmad Azhar Basyir (1990)
12. Prof.Dr.H. Amien Rais (1995)
13. Ahmad Syafii Maarif (1998-2000)
14. Prof.Dr.KH. Din Syamsuddin MA (2005-2010)
15. Haedar Nashir (2015-sekarang)

4. Kiki Oktaviana (1902136)


Pada misi pertama Nahdlatul Ulama terdapat tujuan untuk mewujudkan
umat yang memiliki karakter Tawassuth (Moderat),Tawazun (Seimbang),I`tidal
(Tegak lurus),dan Tasamuh (Toleran). Apakah yang dimaksud dengan
Tawassuth,Tawazun,I`tidal,dan Tasamuh dan berikan contohnya!

Jawaban:
a. Tawassuth artinya sikap tengah-tengah, mengambil jalan tengah atau
pertengahan.
Contoh : ketika ada teman yang sedang bertengkar karena perbedaan
pendapat maka kita sebagai temannya ikut campur untuk
menyelesaikan menengahi masalah tersebut dan tidak membela salah
satu siantara keduanya tetapi memilih keputusan tengah-tengah.
b. Tawazun artinya seimbang tidak berat sebelah atau tidak berlebihan
dalam berhubungan ,baik yang bersifat antar individu,antar struktur
sosial,serta antar negara dan rakyatnya.
Contoh : Mengurangi kuliah-pulang. Jika selesai kuliah cepat, lebih
baik mengerjakan tugas-tugas akademik di kampus, mengajak teman-
teman belajar Bersama dan mencari kegiatan lain yang bersifat positif.
c. I`tidal artinya tegak lurus tidak condong kekanan dan kekiri atau
berlaku adil dan tidak berpihak kecuali pada yang benar.
Contoh : Misal saya memiliki permen 8 buah. Ada teman saya 3 orang.
agar adil maka setiap teman saya diberi 2 permen.
d. Tasamuh artinya menghargai perbedaan serta menghormati orang yang
memiliki prinsip hidup yang tidak sama.

2
Contoh : pada saat mengikuti suatu musyawarah terdapat teman yang
berbeda pandangan dengan kita, sikap kita menghargai pendapat teman
tanpa memaksakan pandangan pribadi.

BAB III
PENUTUP

3.1Kesimpulan
Hampir semua ormas Islam yang muncul di dunia Islam dilatarbelakangi
oleh factor kebutuhan yang mendesak dalam bidang keagamaan. Diantaranya
adalah adanya penyimpangan yang dilakukan oleh umat Islam sendiri dari agama
yang lurus (Islam) maupun serangan dari pihak yang berusaha mencemari
pemikiran umat Islam dengan akidah-akidah sesat serta budaya yang bertentangan

2
dengan prinsip-prinsip Islam. Keterbelakangan umat Islam inilah yang mendorong
para tokoh muslim membentuk organisasi untuk menghimpun kekuatan demi
mengembalikan umat Islam ke jalan yang lurus sesuai Al-Quran dan As-Sunnah.

3.2Saran
Sikap merasa diri paling berhak dalam menafsirkan Al-Qur’an atau Hadist
semuanya, merasa dialah yang paling benar dan yang lain salah, menganggap
pemahaman umat Islam tentang agama selama ini keliru, pandangan bahwa
kebenaran itu milik Allah dan hanya Dia yang berhak memvonis sesat, sampai
kepada faham bahwa Allah tidak menilai ibadah seseorang melainkan hatinya
sehingga cenderung meremehkah agama dan sekuler, dan lain sebagainya, semua
dalih itu menyebabkan perbedaan pendapat yang memicu perpecahan di kalangan
umat Islam. Satu yang perlu diketahui bahwa, suatu faham yang tidak difatwakan
sebagai aliran sesat, tidak selalu faham itu lurus dan benar. Sebab apa yang
hakikatnya lurus dan benar seyogianya tidak memunculkan masalah dalam
prakteknya.

2
DAFTAR PUSTAKA

Fahrudin, Fuad, Agama dan Pendidikan Demokrasi Pengalaman Muhammadiyah dan


Nahdlatul Ulama, Pustaka Alvabet Jakarta. 2009

Hidayat, Syamsul, Studi Kemuhammadiyahan: Surakarta: LPID, 2011

Baidhawy, Zakiyuddin. 2001. Studi Kemuhammadiyahan Kajian Historis,


Ideologi, dan Organisasi, Surakarta : LSI.

Shihab, Alwi. 1998. Membendung Arus : Respons Gerakan Muhammadiyah


terhadap Misi Kristenisasi di Indonesia. Bandung : Mizan.
Sjoeja’, M. 1995. K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Versi Baru, eds.
Saifullah dan Musta’in (Manuskrip).
Syaifullah, 1997. Gerak Politik Muhammadiyah dalam Masyumi, Jakarta :
Gramedia.
Tamimi, M. Jindar. Dalam Tim Penulis UMM, eds., 1990. Muhammadiyah,
Sejarah, Pemikiran dan Amal Usaha, Malang, UMM Press.
Anshori, M. Isa.1958. Menifes Perjuangan Persaatuan Islam. Bandung: Pasifik.

Abdullah, Amin. 1995. Telaah Hermenetis terhadap Masyarakat Muslim


Indonesia, dalam Muhammad Wahyuni Nafis, dkk., Kontekstnalisasi Ajaran
Islam: 70 Tahun Prof. Dr. Munawir Sjadzali. Jakarta: Paramadina.

Asrohah, Harun. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Logos.

Djamaluddin, dkk. 1998. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka

Hanun, Asrohah. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Hasan, A. 2004. Tafsir Al-Qur’an. Surabaya: Al-Ikhwan.

Noer, Deliar. 1980. Gerakan Moderen Islam di Indonesia, 1900-1942. Jakarta:


LP3ES.

PP PERSIS,1993. Persis Dalam Pentas Sejarah Islam Indonesia”, dalam Risalah,


Nomor 5 Tahun XXXI.

Pusat Pimpinan Persatuan Islam, Tafsir Qanun Asasi dan Qanun Dakhili


Persatuan Islam, PP. PERSIS, Persatuan Islam, Bandung, 2005.

Anda mungkin juga menyukai