Dosen Pengampu:
Sefri Aulia, S. Th.I, M. Ud
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Berkat
izin dan karuniaNyalah kami bisa menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Shalawat
dan salam teruntuk Nabi Muhammad SAW. Semoga kita bisa mendapatkan
syafaatnya di hari akhir kelak. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah StudiTafsir Institusi Ormas di Indonesia. Dan adapun materi yang
akan kami bahas yaitu seputar tentang Nahdlatul Ulama.
Kami menyadari sepenuhnya didalam penulisan makalah ini banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran dari teman-
teman semuanya demi kesempurnaan makalah ini.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu penyusunan makalah ini, khususnya kepada dosen pembimbing mata
kuliah yang bersangkutan. Akhirul kalam semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua dan dapat menambah wawasan kita.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
A. Latar Belakang Berdirinya Nahdlatul Ulama................................................3
B. Tujuan Didirikannya Nahdlatul Ulama..........................................................5
C. Pro-Kontra Nahdlatul Ulama..........................................................................6
D. Tokoh atau Kitab Tafsir Rujukan Nahdlatul Ulama....................................9
E. Contoh Penafsiran Ayat oleh Nahdlatul Ulama.............................................10
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................12
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada awal abad 20 fenomena paling mencolok yang menunjukkan
kebangkitan bumi putra untuk melawan penjajah Belanda adalah banyaknya
gerakan rakyat. Jika diklasifikasikan pergerakan tersebut berdasarkan
ideologinya antara lain nasionalisme yang dipresentasikan oleh Budi Utomo
dan Indische Partij, komunisme yang dipresentasikan oleh Indische Sociaal
Democratische Vereeniging (ISDV) dan PKI serta Islam yang dipresentasikan
oleh Syarikat Islam, Muhammadiyah (1912), NU (1349/1926), 1 Jam’at Khair
(1905), Al Irsyad (1913), Persyarikatan Ulama (1911) dan Persatuan Islam
(1923).
Dari sekian banyak organisasi-organisasi tersebut yang masih eksis
adalah NU salah satunya sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam ,
Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Sejarah Madrasah:
Pertumbuhan, Dinamika, dan Perkembangannya di Indonesia Imroatul
Fatihah dan yang paling banyak memiliki jamaah di Nusantara ini bahkan
mungkin tidak berlebihan jika NU disebut sebagai Ormas Islam terbesar di
dunia.1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang berdirinya Nahdlatul Ulama?
2. Apatujuan didirikannya Nahdlatul Ulama?
3. Bagaimana pro-kontra Nahdlatul Ulama?
4. Bagaimana tokoh atau kitab tafsir rujukan Nahdlatul Ulama?
5. Seperti apa contoh penafsiran ayat oleh Nahdlatul Ulama?
1
Ahmad Ainun Najib, “Konsep Dasar Pendidikan Nahdlatul Ulama KH. Hasyim Asy’ari,” Al
Ulya : Jurnal Pendidikan Islam 5, no. 1 (23 Maret 2020): 67–68.
1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui latar belakang berdirinya Nahdlatul Ulama
2. Untuk mengerti tujuan didirikannya Nahdlatul Ulama
3. Untuk mengetahui pro-kontra Nahdlatul Ulama
4. Untuk mengetahui tokoh atau kitab tafsir rujukan Nahdlatul Ulama
5. Untuk mengetahui contoh penafsiran ayat oleh Nahdlatul Ulama
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
mungkin untuk mengambil keputusan sendiri. Sebelum melangkah, banyak
hal yang harus dipertimbangkan, juga masih perlu untuk meminta pendapat
dan masukan dari kiai-kiai sepuh lainnya di pulau jawa dan sekitarnya.
Pada mulanya, ide pembentukan jamiyyah itu muncul dari forum
diskusi Tashwirul Afkar yang didirikan oleh Kiai Wahab pada tahun 1924 di
Surabaya. Forum diskusi Tashwirul Afkar yang berarti “potret pemikiran” ini
dibentuk sebagai wujud kepedulian Kiai Wahab dan para kiai lainnya
terhadap gejolak dan tantangan yang dihadapi oleh umat Islam terkait dalam
bidang praktik keagamaan, pendidikan dan politik. Setelah peserta forum
diskusi Tashwirul Afkar sepakat untuk membentuk jamiyyah, maka Kiai
Wahab merasa perlu meminta restu kepada Kiai Hasyim yang ketika itu
merupakan tokoh ulama pesantren yag sangat berpengaruh di Jawa Timur.
Kiai Hasyim resah setelah pertemuan dengan Kiai Wahab. Gelagat
inilah yang nampaknya “dipahami” oleh Syaichona Mohammad Cholil
Bangkalan yang terkenal sebagai seorang ulama yang mukasyafah, dapat
mengetahui situasi batin seseorang. Dari jauh ia mengamati dinamika dan
suasana yang melanda batin Kiai Hasyim. Sebagai seorang guru, ia tidak ingin
muridnya itu larut dalam keresahan hati yang berkepanjangan. Karena itulah,
Syaichona Cholil kemudian memanggil salah seorang santrinya, As’ad
Syamsul Arifin (kemudian hari terkenal sebagai KH. As’ad Syamsul Arifin,
Situbondo) yang secara garis keturunan masih terhitung cucunya sendiri.3
“Nahdlah” dalam bahasa Arab diterjemahkan sebagai “kebangkitan”,
“kebangunan”, “kebangkitan kembali” atau “renaissance” untuk mengacu
kepada kebangkitan para inteletual muslim dan Kristen di Timur Tengah di
pertengahan abad ke XX. Istilah “nahdlah” secara umum dipakai untuk
menyebut konsep kebangkitan atau “renaissance” yang terjadi sejak
pertengahan abad ke 19 hingga Perang Dunia I. Laroi sebagaimana yang
dikutip Asyari menyebut, bahwa periode ini merupakan periode paling awal
dari empat periode kebangkitan Arab. Sebagai gerakan “nahdlah” bermula
dari Syria dan berkembang dengan pesat di Mesir yang terlihat dari aktivitas
dan karya para pemikirnya, seperti Bubrus al-Bustani, Bassam Tibi, Rifa`ah at
Tahtawi, Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.
Perhatian utama mereka terutama ada pada isu sentral bagaimana
merevitalisasi kultur Arab klasik agar dapat sejajar dengan Barat dan
melepaskan diri dari belenggu kolonialisme, menyatukan dunia muslim dan
3
Miftahul Ulum dan Abd Wahid, “FIKIH ORGANISASI (Reaktualisasi Sejarah Nahdlatul Ulama
(NU) Di Indonesia),” Al-Insyiroh: Jurnal Studi Keislaman 5, no. 2 (4 September 2019): 55-56.
4
terutama melawan kemandekan (jumud) berfikir yang banyak dijumpai di
kalangan masyarakat muslim. Para ulama Indonesia yang menempuh
pendidikannya di Mekah tentu mengenal pemikiran pembaruan yang
menyebar di Timur Tengah ini. Semangat “nahdlah” selanjutnya mereka bawa
kembali ke Hindia Belanda, diantaranya oleh Wahab Chasbullah. Wahab
kemudian membumikan semangat “nahdlah” ke dalam gerakan, dan dialah
yang pertamakali menginisasi pendirian berbagai organisasi yang ditujukan
untuk membangkitkan umat Islam Hindia-termasuk di dalamnya
mengorganisir para ulama ke dalam sebuah asosiasi.4
5
yang selalu berusaha berada pada garis kebenaran Assunnah wal jamaah.
Nahdlatul Ulama memiliki pengurus disetiap tingkatan dan badan otonom
yang berfungsi melakukan tugasnya masing-masing. Di tingkat nasional ada
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), tingkat propinsi ada Pengurus
Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU), tingkat kabupaten ada Pengurus Cabang
Nahdlatul Ulama (PCNU), tingkat kecamatan ada Majelis Wakil Cabang
(MWC) dan ditingkat desa ada Ranting serta dengan badan otonom yang lain.
Nahdlatul Ulama memiliki landasan filosofis yaitu ahlussunnah wal
jamaah. Aswaja adalah merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh
dengan sunnah nabi dan sunnah Khulafaur Rosyidin setelahnya. Mereka
adalah kelompok yang selamat (Al firqah al-Najiyah). Pendidikan Islam yang
selalu diterapkan ahlussunnah wal jamaah yang diamalkan NU, yaitu prinsip-
prinsip yang selalu diajarkan oleh Rasulullah dan para Sahabatnya yakni:
Tawassuth (bersikap tengah-tengah atau moderat), Tawazun (seimbang),
Tasamuh (toleransi), I’tidal (adil atau tegak lurus) dan Amar Ma’ruf Nahi
Munkar. Allah telah menjelaskan bahwa umat Nabi Muhammad SAW adalah
ummat wasath, umat pertengahan yang adil dalam Q.S Al-Baqarah: 143.
”Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat
pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak
menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar
Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke
belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang
yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan
imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada
manusia”.6
6
C. Pro-Kontra Nahdlatul Ulama
1. Islam Nusantara
6
Ilma Kharismatunisa’ dan Mohammad Darwis, “Nahdlatul Ulama dan Perannya dalam
Menyebarkan Nilai-Nilai Pendidikan Aswaja An-Nahdliyah pada Masyarakat Plural,” Tarbiyatuna:
Jurnal Pendidikan Islam 14, no. 2 (15 Agustus 2021): 143-145.
7
Retorika Islam Nusantara menjadi wacana di media sosial, setelah
pidato Jokowi pada pembukaan Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di
Masjid Istiqlal. Dalam sambutannya, Jokowi secara terbuka menyatakan
dukungan pada model Islam Nusantara. Dukungan Jokowi tersebut, banyak
menuai pro dan kontra.Kelompok kontra menafsirkan bahwa wacana Islam
Nusantara versi Jokowi, akan membuat Islam dan umat Islam Indonesia
melayani kepentingan asing yang ingin muslim terpecah belah.
Praktik retorika Islam Nusantara ini, juga banyak dikritik di media
sosial, diantaranya pembacaan Al-Qur’an dengan gaya Jawa pada
Peringatan Isra Mi’raj di Istana Negara, dan dilanjutkan dengan acara
“Ngaji Qur’an menggunakan Langgam Jawa & Pribumisasi Islam”, yang
diselenggarakan di Padepokan Yayasan LKIS di Sorowajan Rabu, 27 Mei
2015.Menurut pihak kontra, membaca Al-Qur’an dengan langgam Jawa
adalah perbuatan sinkretisme, yang dilarang dalam agama, karena
mencampurkan antara ajaran Islam dengan ajaran non Islam. Sementara
itu, pihak yang pro, mengatakan wacana Islam Nusantara adalah gagasan
akulturasi. Nilai-nilai tertentu dalam Islam “disesuaikan” dengan budaya
nusantara, dan hal tersebut diperbolehkan dalam agama.
Kelompok kontra, memiliki argumen yang berbeda. Mereka
percaya bahwa Islam adalah sebuah ajaran yang utuh, sempurna, dan
murni. Mereka juga percaya bahwa tidak ada tambahan budaya dalam
ajaran Islam, karena akan menodai kemurnian ajaran Islam. Dalam prinsip
mereka, sinkretisme tidak diberi tempat. Pemurnian keyakinan adalah
mutlak. Diantara pihak pro dan kontra, ada kelompok ketiga, yang
berpendapat bahwa definisi Islam Nusantara ala Jokowi tidak jelas. Secara
umum, diartikan sebagai Islam yang toleran, dalam hal ini, hanya dibaca
sebagai Islam Jawa. Itu membuat Islam Nusantara dicap sebagai sinkretis,
karena penerimaannya terhadap unsur-unsur budaya Jawa, yang kental
dengan ajaran agama Hindu dan Budha.7
2. Jamaah Ahmadiyah di Indonesia
Tahun 2005 Fatwa MUI kembali menyatakan bahwa aliran
Ahmadiyah sesat dan menyesatkan. Pengikut aliran Ahmadiyah dianggap
murtad (keluar dari ajaran Islam). Fatwa tersebut kemudian mendesak
pemerintah untuk melarang segala bentuk penyerangan ajaran
Ahmadiyah. Pada tahun 2008 pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan
Bersama Tiga Menteri (SKB).
Bom di Cirebon, pembakaran masjid Jamaah Ahmadiyah di
Lombok, penyerangan di Parung dan penekanan masyarakat di daerah
7
Dini Safitri, “Debat Retorika dalam Wacana Islam Nusantara,” no. 2 (2015). h. 161–62.
8
lainnya kemudian menjadikan keberadaan Ahmadiyah menjadi hal yang
di khawatirkan. Tercatat pada tahun 2007-2009 terjadi pelanggaran
terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia sebanyak 286 pelanggaran (Setara
Institute, 2010:8) Pada tahun 2012, konflik berkecamuk di cabang seluruh
Indonesia. Hinggapada tahun itu, Masjid Ahmadiyah harus dijaga oleh
kepolisian sekitar. Polisi hadir sebagai bentuk pengamanan negara untuk
menghindari konflik yang terus belanjut. Bukan sebagai instansi yang
ingin menyelamatkan Ahmadiyah.
Polemik Jamaah Ahmadiyah di Masyarakat Indonesia berada
pada situasi yang menakutkan. Keberadaan Jamaah Ahmadiyah di
Indonesia mengalami kekerasan dari kaum mayoritas yang menolaknya.
NU sebagai organisasi Islam besar di Indoensia kemudian mencoba
menengahi pertentangan yang terjadi. Pernyataan ketua Umum PBNU
KH. Said Aqil Siraj menjadikan bukti penanganan NU terhadap
kekerasan yang diterima oleh Jamaah Ahmadiyah Indonesia. Aqil Siraj
dalam sebuah Tabligh Akbar pada 2012 silam mengemukakan
“Kekerasan harus dihentikan. Tidak ada kekerasan dalam agama. Begitu
juga sebaliknya, orang yang melakukan kekerasan tidak sedang
mengamalkan ajaran agama”.
Ahmadiyah merupakan salah satu ajaran agama Islam yang
menganggap bahwa Nabi Isa AS yang akan turun pada hari Akhir sebagai
Imam Mahdi, telah turun terlebih dahulu dalam bentuk wujud seorang
manusia bernama Mirza Ghulam Ahmad. Mirza merupakan peranakan
India Pakistan yang lahir dengan mendalami Islam sepanjang hidupnya.
Hingga setelah ia berdiam diri dengan waktu yang lama, Mirza Ghulam
Ahmad kemudian menyerukan bahwa dirinya mendapat wahyu dari Allah
SWT. Bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang Nabi yang diutus
sebagai Imam Mahdi. Kemudian Mirzha Ghulam Ahmad menjadikan
pengikutnya sebagai Jamaah Ahmadiyah .
Ahmadiyah muncul dengan mengatasnamakan gerakan dalam
Islam pada tahun 1889 di Qodian,India oleh Hadhrat Mirza Ghulam
Ahmad. Ajaran ini lantas menuai kecamuk diIndia dan Pakistan atas
kemunculan ajaran tersebut. Dimana, Mirza Ghulam Ahmad bersaksi
sebagai Nabi yang mendapat wahyu yang diterima oleh Allah SWT7.
Lalu munculah polemik bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang Al-
Masih yang dijanjikan dan Imam Mahdi yang datang pada akhir Zaman.
Hingga ajaran ini berkembang pesat di Indonesia bahkan sampai memiliki
500 ribu pengikut. Di Indonesia, terdapat dua gerakan aliran Ahmadiyah,
aliran Lahore (disebut Gerakan Ahmadiyah Indonesia) dan Qodian
(disebut Jamaah Ahmadiyah Indonesia).
9
Tokoh NU memiliki ranah penting terhadap hubungan sosial
masyarakat Indonesia. Kekuasaan yang dimiliki parah tokoh NU menjadi
tameng utama dalam penyelesaian persoalan-persoalan sosial bagi
masyarakat. Diskursus tokoh NU terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia
sangat penting dalam relasi sosial Jamaah Ahmadiyah Indonesia dengan
kaum agama lain. Hal ini berkenaan menganai kebebasan bagi warga
negara Indonesia untuk merasa aman dan dilindungi.
Sikap toleransi tokoh NU menjadi penyelamat dari adanya konflik
kekerasan agama yang terjadi di Indonesia. Sikap para tokoh NU
menegaskan untuk melindungi keberadaaaJamaah Ahmadiyah Indonesia
untuk terhindar dari rangkaian konflik kekerasan yang diterima. NU
sebagai protokol penggerak kekuasaan dalam organisasi Islam tentu
belum memiliki kekuasaan sebesar kekuasaan pemerintah, sehingga
penelitian ini diharapkan mampu menyadarkan masyarakat maupun
pemerintah dalam menjalankan sikap terhadap adanya kaum marjinal
dengan kepercayaan Tuhan yang berbeda.8
1
pemikiran keagamaan mereka.
Secara etimologi, al-kutub al-mu’tabarah yang terdiri dari dua buah
kata yang masing-masing untuk kata pertama, terdiri dari lafal ism jama’ al-
taksir yang bentuk tunggalnya adalah kitab yang berarti “kitab-kitab” dan kata
kedua adalah terdiri dari kata yang ber-sigat isim maf’ul yang berarti yang
dianggap atau yang diperhitungkan. Al-kutub al-mu’tabarah adalah kitab-
kitab yang layak dijadikan rujukan atau bahan pertimbangan dalam
memutuskan sesuatu. Sedangkan secara terminologis, penulis akan
mendahulukan pandangan jam’iyah NU karena memang darinyalah tercetus
dihadirkannya term al-kutub al-mu’tabarah itu.
Diantara tokoh-tokoh pemnggagas berdirinya NU ialah para kyai,
antara lain KH. Hasyim Asy’ari, (pengasuh pondok pesantren Tebuireng
Jombang), KH. Wahab Hasbullah (Surabaya), KH. Bisyri Syansuri
(Jombang), KHR. Asnawi (Kudus), KH Ma’shum (Lasem), KH. Ridlwan
(Semarang), KH. Nawawi (Pasuruan), KH. Nahrowi (Malang), KH. Ridlwan
(Surabaya), KH. Abdullah Ubaid (Surabaya), KH. Alwi Abdul Aziz (Malang),
KH. Abdul Halim (Cirebon), KH. Muntaha (Madura), KH. Dahlan Abdul
Qohar (Kertosono), dan KH. Abdullah Faqih (Gresik).9
9
Hilmiy Pratomo, KEDUDUDKAN AL-QUR’AN PERSPEKTIF NAHDLATUL ULAMA DAN
APLIKASINYA DALAM BAHSUL MASA’IL NU, Jurnal Studi Al-qur’an dan Hukum. Vol. V No. 02,
November 2019. h. 207-208.
1
maksud dari umat sebelumnya dalam ayat di atas ialah ahli kitab (Yahudi)
ataupun umat Nasrani.10
ﻠﻮَن
ُِﻘ
ﻳـْﻌ
َ
10
Sumber: https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-183-manfaat-
sebenarnya-puasa-ramadhan-A3fLn di akses tanggal 6 Maret 2023
11
Sumber: https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-171-enggan-
mendengarkan-orang-lain-sama-halnya-seperti-hewan-zqmKJ diakses tanggal 6 Maret 2023
1
DAFTAR PUSTAKA
Ainun, Ahmad Najib. 2020. “Konsep Dasar Pendidikan Nahdlatul Ulama KH.
Hasyim Asy’ari,” Al Ulya : Jurnal Pendidikan Islam 5, no. 1.
Ali, M. Haidar. 1994. Nahdatul Ulama dan Islam di Indonesia: pendekatan fikih
dalam politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ehwanudin. 2016. “TOKOH PROKLAMATOR NAHDLATUL ULAMA" (STUDI
HISTORIS BERDIRINYA JAM'IYYAH NAHDLATUL ULAMA) Vol. 1.
No. 2.
Kharismatunisa, ’Ilma dan Mohammad Darwis. 2021. “Nahdlatul Ulama dan
Perannya dalam Menyebarkan Nilai-Nilai Pendidikan Aswaja An-Nahdliyah
pada Masyarakat Plural,” Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam 14, no. 2.
Labibah. “WACANA TOKOH NU (NAHDLATUL ULAMA) TEHADAP
KEBERADAAN JAMAAH AHMADIYAH DI IDNDONESIA.” Jurnal
Pendidikan.
Rambe, Safrizal. 2020. PELETAK DASAR TRADISI BERPOLITIK NU SANG
PENGGERAK NAHDLATUL ULAMA (KH. ABDUL WAHAB
CHASBULLAH SEBUAH BIOGRAFI), Jakarta Madani Institute.
Safitri, Dini. 2015. “Debat Retorika dalam Wacana Islam Nusantara,” no. 2.
Sumber: https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-183-manfaat-
sebenarnya-puasa-ramadhan-A3fLn
Sumber: https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-171-enggan-
mendengarkan-orang-lain-sama-halnya-seperti-hewan-zqmKJ
Ulum, Miftahul dan Abd Wahid. 2019. “FIKIH ORGANISASI (Reaktualisasi Sejarah
Nahdlatul Ulama (NU) Di Indonesia),” Al-Insyiroh: Jurnal Studi Keislaman
5, no. 2.