Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SATU ABAD NAHDATUL ULAMA ( NU )


Makalah ini disusun untuk memenuhi
Tugas Mata kuliah swaja
Dosen Pengampu:
AHMAD ARIFIN ZAIN, M.Pd.

Kelompok 11
- KURNIAWATI (14520339)
- Berlian Hardiyanti A. P (2101102)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD )


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2023
Kata Pengantar

Bismillahirohmanirohim,

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
nikmat iman dan islam-Nyalah kita masih merasakan nikmatnya kehidupan ini.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada jungjungan kita The Leader of
Moeslim Muhammad saw, kepada keluarganya, sahabatnya dan kepada kita
sekalian selaku umatnya yang setia sampai akhir zaman.

Dalam kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan banyak terima kasih


bagi pihak-pihak yang telah membantu penyusun dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, yang telah memberikan taufik, rahmat dan hidayahnya


kepada penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.
2. Kedua orang tua Penyusun, yang telah memberikan dukungan baik
moril maupun materil kepada penyusun.
3. Dan semua pihak yang telah membantu penyusun dimulai dari penjaga
perpustakaan, penjaga warnet, tukang fotokopi, narasumber dalam
makalah ini serta pihak-pihak lainnya yang telah membantu penyusun
yang tidak mungkin penyusun sebutkan satu-persatu

ii
Gajah mati meninggalkan gading, Harimau mati meninggalkan belang.
Itulah pribahasa yang kiranya dapat mewakili harapan penyusun dalam makalah
ini. Secercah harapan yang penyusun siratkan dalam makalah ini adalah semoga
makalah ini dapat berguna bagi semua pihak, manjadi amal baik bagi penyusun,
menjadi motivator bagi mahasiswa lainnya untuk menyusun makalah yang lebih
baik lagi serta semoga menjadi buah yang manis kelak.

Tidak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan karya yang penyusun
buat ini. Maka dari itu penyusun menantikan saran dan kritik yang membangun
dari semua pihak agar penyusun dapat mengoreksi kesalahan tersebut dan sebagai
bahan pembelajaran bagi penyusun dimasa yang akan datang.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Cilacap, 12 Januari 2023

Penyusun

iii
Daftar Isi

Halaman Judul.............................................................................................
Kata Pengantar............................................................................................ii
Daftar Isi.......................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Berdirinya Nadlatul’Ulama...........................................2
2.2 Sejarah Berdirinya Berdirinya Nadlatul’Ulama......................................3
2.3 Perjalanan Nadlatul’Ulama Dari Masa Ke Masa....................................6
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................14

Daftar Pustaka.............................................................................................15

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


NU adalah organisasi keagamaan sekaligus organisasi kemasyarakatan
terbesar dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia, mempunyai makna penting dan
ikut menentukan perjalanan sejarah bangsa Indonesia, NU lahir dan berkembang
dengan corak dan kulturnya sendiri. Sebagai organisasi berwatak keagamaan
Ahlussunnah Wal Jama'ah, maka NU menampilkan sikap akomodatif terhadap
berbagai madzhab keagamaan yang ada di sekitarnya. NU tidak pernah berfikir
menyatukan apalagi menghilangkan mazdhab-mazdhab keagamaan yang ada. Dan
sebagai organisasi kemasyarakatan, NU menampilkan sikap toleransi terhadap
nilai-nilai lokal. NU berakulturasi dan berinteraksi positif dengan tradisi dan
budaya masyarakat lokal. Dengan demikian NU memiliki wawasan multikultural,
dalam arti kebijakan sosialnya bukan melindungi tradisi atau budaya setempat,
tetapi mengakui manifestasi tradisi dan budaya setempat yang memiliki hak hidup
di Republik Indonesia tercinta ini.
Sebagai warga negara Indonesia, terkhusus sebagai warga Nahdlatul
‘Ulama alangkah baiknya kita mengetahui lebih dalam mengenai apa itu
Nahdlatul ‘Ulama. Banyak hal yang bisa kita temukan dan kita kaji dalam
perkembangan organisasi ini sehingga kita dapat memetik segala hikmah
kebaikan yang bisa dijadikan motivasi dan semangat untuk kehidupan kita. Dalam
Makalah ini, penulis akan mencoba menguraikan sedikit tentang apa itu Nahdlatul
‘Ulama, bagaimana sejarah terbentuknya dan apa saja ajaran/pokok pikiran yang
mendasar di Nahdlatul ‘Ulama ini.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana latar belakang berdirinya NU?
2. Bagaimana sejarah terbentuknya NU?
3. Bagaimana perjalanan NU dari masa ke masa?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Berdirinya Nadlatul ‘Ulama

Jam’iyah Nahdlatul Ulama berdiri pada tanggal 16 Rajab 1344 H.,


bertepatan dengan 31 Januari 1926 M. di Surabaya.Pendirinya adalah KH. Wahab
Hasbullah, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Bisri Jombang, KH. Ridwan Semarang dll.
Latar belakang berdirinya Nahdlatul Ulama, tidak bisa dilepaskan dari
keadaan Umat Islam Indonesia saat itu, hal ini dapat dilihat dari dua sisi.Pertama,
Umat Islam Indonesia pada saat itu sedang berada dalam cengkraman kaum
penjaja Belanda, sehingga ketentraman umat Islam dalam menjalankan ibadah
banyak terganggu, sebab hak-hak mereka dirampas oleh kaum penjajah. Kedua,
munculnya gerakan pembaruan Islam yang berfaham wahabi, dengan menentang
tradisi umat Islam yang sudah sejak lama ada di Indonesia, sebagai warisan dari
para wali. Mereka beranggapan bahwa keislaman masayarakat Nusantara waktu
itu belum sempurna, karen penuh dengan praktek-praktek tahayul, bid’ah dan
khurafat. Tuduhan syirik pun tak jarang dialamatkan pada umat islam Indonesia
yang berpegang pada tradisi. Bukan hanya itu, mereka juga telah membentuk
kekuatan melalui pendirian organisasi-organisasi yang berfaham Wahabi.
Selain kedua faktor yang terjadi di Indonesia tadi, ada juga faktor
internasional, yaitu; kebijakan Raja Abdul Aziz bin Suud (Saudi Arabia) yang
mematenkan satu faham keagamaan saja, yaitu wahabi, dengan melakukan
pelarangan bermadzab, larangan berziarah ke makam Syuhada’ dan makam
Rosulullah (Bahkan mereka bermaksud menghancurkan kubah hijau makan
Rosulullah SAW di Madinah), berdoa, bertawasul dilarang keras, tidak boleh
membc sholawat Dalailul Khoirot sebab kesemuanya dipandang sirik dan
bid’ah. Parahnya lagi, Raja ini bermaksud mengadakan Muktamar Khilafah untuk
mengukuhkan dirinya, menggantikan daulah Usmaniyah, sebagai pusat kekuasaan
Islam.Umat Islam dari seluruh dunia diundang, termasuk juga Indonesia.
Delegasi Indonesia diwakili oleh tokoh Syarikat Islam, Muhammadiyah
dan dari kalangan Pesantren.Namun dari kalangan Pesantren, ditolak, sebab tidak

2
mewakili organisasi. Padahal kalangan Pesantren sangat berkepentingan dalam
muktamar itu, mereka akan mengusulkan kepada raja Suud, agar memberikan
kebebasan dalam bermadzhab. Olah karena itu, KH. Wahab Hasbullah,
mengumpulkan tokoh-tokoh Pesantren se-Jawa dan Madura, yang menghasilkan
keputusan untuk membentuk komite Hijaz sebagai utusan resmi dari kalangan
Pesantren.
KH.Hasyim Asyari menyarankan agar Komite Hijaz ini tidak hanya
untuk sekedar urusan Muktamar saja, tetapi dikembangkan menjadi organisasi
permanen untuk memperjuangkan dan melestarikan ajaran Islam Ahlus-sunnah
wal-jama’ah. Akhirnya usulan tersebut dispakati oleh para ulama yang hadir
dalam pertemuan tersebut dengan suara bulat, dan dibentuklah Jam’iyah
Nahdlatul Ulama, pada tanggal 16 Rajab 1344 H. atau 31 Januari 1926 M.
Dengan demikian, Organisasi NU ini, berdiri untuk mempertahankan
ajaran Islam Ahlus-sunnah wal-jama’ah yang mengakui dan mengikuti madzhab,
juga sebagai bentuk perlawanan terhadap kaum kolonial Belanda dalam
perjuangan kemerdekaan.
Selain itu, berdirinya NU merupakan ujung dari perjalanan dan
perkembangan gagasan yang muncul di kalangan para kyai. Seab, sebelum lahir
Nahdlatul Ulama, terlebih dahulu muncul organisasi para pedagang yang bernama
Nahdlatut Tujjar (tahun 1918), kelompok diskusi Tashwirul Afkar (1922) dan
gerakan pendidikan Nahdlatul Wathan.

IPNU IPPNU BUMI AYU, “Materi MAKESTA ke NU an”, diakses dari


http://ipnuippnubumiayu.blogspot.sg/2015/08/materi-makesta-ke-nu-an.html, pada tanggal 21
Maret 2017 pukul 20.22

2.2 Sejarah Berdirinya NU

Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami


bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah
menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa
ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1928 tersebut
dikenal dengan “Kebangkitan Nasional”. Semangat kebangkitan memang terus

3
menyebar ke mana-mana setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan
ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai
organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme,
merespon kebangkitan nasional tersebut dengan Membentuk organisasi
pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916.
Kemudian pada tahun 1918 Didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan
“Nahdlatul Fikri” (kebangkitan pemikiran), Sebagai wahana pendidikan sosial
politik kaum dan Keagamaan kaum santri. Didirikan Kemudian dan situ
Nalidlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat ini dijadikan basis untuk
memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka
Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga
pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni
mazhab Wahabi di Mekkah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan
sejarah Islam maupun pra Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena
dianggap bid'ah. Gagasan kaum Wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dan
kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah maupun PSII di
bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang
selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan
penghancuran warisan peradaban tersebut.
Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari
anggota Kongres Al-Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan
pesantren juga tidak dilibatkan dalam delegasi sebagai Mu’tamar ‘Alam Islami
(Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan
tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa KH. Hasyim Asy’ari, KH Wahab
Hasbullah dan sesepuh NU lainnya berjalan keluar membuat delegasi sendiri yang
dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.
Didorong oleh umatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan
bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan
pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang
diketuai oleh KH Wahab Hasbullah.

4
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz,
dan tantangan dan segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud
mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan
ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Peran itulah internasional
kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan
bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang
sangat berharga.
Komite Berangkan dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad
hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih
mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka
setelah berkoordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk
membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama)
pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH.
Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka KH. Hasyim Asy’ari
merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab
I’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah. Kedua kitab tersebut, kemudian diejawantahkan
dalam Khittah NU, yang dijadikan dasar dan rujukan sebagai warga NU dalam
berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan po1itik.
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola
pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum
ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber hukum Islam bagi NU tidak hanya
al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan
realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti
Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang
teologi/Tauhid/ketuhanan. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung
mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam
Hanafi, imam Maliki, dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam
lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf,
mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang
mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.

5
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum
penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta
merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial.
Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut
berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam
NU.

Ahm Ozy, “Makalah Sejarah berdirinya NU”, diakses dari http://ber-awal-dari-


pesantren.blogspot.com/2015/12/makalah-sejarah-berdirinya-nu.html, pada tanggal 21 Maret
2017 pukul 20.22

2.3 Perjalanan NU Dari Masa Ke Masa

Mulai berdirinya NU dalam perjuangannya dititik beratkan pada


penguatan paham Ahlus Sunah wal Jama’ah terhadap serangan penganut ajaran
Wahabi. Diantara program kerjanya adalah menyeleksi kitab-kitab yang sesuai
dan yang tidak sesuai dengan ajaran Ahlus Sunah wal Jama’- ah, disamping
melakukan penguatan persatuan diantara para Kyai dan Pengasuh Pesantren.
Pada tahun 1937 M, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Dahlan Ahyad
( NU ), KH. Mas Mansur ( Muhammadiyah ) dan Wondoamiseno ( Syarikat Islam
/ SI ), mereka berkumpul di Surabaya mendirikan federa si organisasi Islam yang
diberi nama Majelis Islam ‘Ala Indonesia (MIAI) dan KH. A. Wahid Hasyim
terpilih sebagai Ketua, dan pada giliran beri-kutnya jabatan ketua digantikan oleh
KH. M. Dahlan dari NU. Di dalam MIAI dibentuk pula sebuah Komisi
Pemberantas Penghinaan Islam, yang di ketuai oleh KH. Zainul Arifin ( NU ), dan
Komisi Luar Negeri yang di ketuai oleh KH. Mahfudz Shidiq ( NU ).
Pada tahun 1942 M, Jepang datang menjajah Indonesia, semua or-ganisasi
sosial kemasyarakatan dan organisasi politik di Indonesia di be-kukan, termasuk
NU dan MIAI, bahkan Rais Akbar NU KH. Hasyim As-‘ari dan Ketua umum
PBNU KH. Mahfudz Shidiq ditahan oleh Jepang. Ketika ormas-ormas dibekukan
oleh Dai Nipon,  perjuangan para Kyai NU difokuskan melalui jalur diplomasi,
KH. A. Wahid Hasyim dan bebe-rapa Kyai yang lain masuk sebagai anggota
Chuo Sangi In ( parlemen buatan Jepang ).

6
Pada bulan September 1943 M, Jepang mengijinkan NU dan Mu-
hammadiyah diaktifkan kembali atas permintaan KH. A.Wahid Hasyim lewat
parlemen, dan bisa beraktivitas kembali seperti di masa penjajahan Belanda.
Pada 14 Oktober 1944 M, KH. A.Wahid Hasyim, meminta agar Jepang
melatih kemiliteran pemuda Islam secara khusus dan terpisah dan bergabung
menjadi prajurit pembantu tentara Jepang ( Heiho ), perminta-an tersebut
dikabulkan dengan dibentuknya Hizbullah. Mereka dilatih kemiliteran oleh para
komandan PETA dengan pengawasan prajurit dari Jepang, ketika itu bertindak
sebagai Panglima Tertinggi Hizbullah adalah KH. Zainul Arifin dari NU.
Sementara di bidang politik KH. A.Wahid Hasyim selain duduk dalam parlemen
juga duduk sebagai Pimpinan Ter-tinggi Shumubu ( Departemen Agama ),
menggantikan KH. Hasyim Asy’ ari yang berhalangan untuk berkantor di Jakarta.
Pada tanggal 29 April 1945 M, dibentuklah Badan Penyelidik Usa ha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ), dan KH. A. Wahid Hasyim, KH.
A.Wahab Hasbullah, KH. Masykur dan KH. Zainul Arifin duduk sebagai anggota.
Disamping itu KH. A.Wahid Hasyim bergabung sebagai anggota Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( PPKI ), ia juga tercatat sebagai salah seorang
Perumus Dasar Negara dan turut serta sebagai penanda tangan Piagam Jakarta,
bersama delapan orang lainnya. Kemudian setelah proklamasi kemerdekaan
Indonesia 17 Agustus 1945 KH. A.Wahid Hasyim menduduki jabatan dari salah
satu menteri Negara.
Tanggal 22 Oktober 1945 Belanda datang lagi dengan membon-ceng
tentara Sekutu sambil mengultimatom agar pejuang Indonesia me-nyerah, disaat
seperti ini NU tampil dengan mengeluarkan Resolusi Jihad nya yang mampu
membakar semangat perjuangan kaum muslimin, mere-ka tidak gentar
menghadapi kematian, karena perang tersebut dihukumi Perang Sabil (perang
agama).

7
Tanggal 25 Mei 1947 diselenggarakan muktamar NU ke 17 di kota
Madiun,  dimana  dalam  muktamar  ini atas prakarsa KH. A.
Wahid Hasyim  mendirikan “Biro Politik NU”, dan disetujui oleh Muktamar. Biro
ini bertugas mengadakan perundingan-perundingan dengan kelom-pok intelektual
yang mendominir Masyumi, guna menyelesaikan berba-gai ketimpangan yang
dirasakan amat merugikan NU.

MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part I”, diakses dari
http://my-dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke.html, pada
tanggal 21 Maret 2017 pukul 20.22

Tanggal 21 Juli 1947 dan 18 Desember 1948, niat untuk menyele-saikan


ketimpangan dengan Masyumi ditangguhkan, berhubung suasana Revolusi dan
dua kali menghadapi agresi militer Belanda. Tiada maksud lain dari NU kecuali
agar konsentrasi umat Islam menghadapi agresi militer Belanda tidak
tergoyahkan. Dua bulan setelah muktamar Madiun agresi militer Belanda yang
pertama 21 Juli 1947 behasil merebut markas tertinggi Hizbullah dan Sabilillah di
Malang, berita buruk ini di sampai-kan oleh K. Ghufron pimpinan Sabilillah
Surabaya dan Panglima Besar Jendral Sudirman dan Bung Tomo kepada KH.
Hasyim Asy’ari di Jom-bang, mendengar berita ini beliau memegangi kepalanya
sambil berseru : “Masya Alloh, Masya Alloh, Masya Alloh”, lalu beliau pingsan
dan me-ngalami pendarahan otak, malam itu juga tanggal 7 Ramadlan 1366 H / 25
Juli 1947 Rais Akbar NU berpulang ke Rahmatulloh.
Dengan meninggalnya KH. Hasyim Asy’ari ini, bukan berarti per juangan
NU harus berhenti. Seperti kata peribahasa “Patah satu tumbuh seribu, patah
hilang tumbuh kembali”. Perhatian NU tetap tertuju kearah pertempuran pisik
melawan agresi Belanda, beberapa pasukan tempur Hizbullah dan Sabilillah
dikirim ke garis depan, dan sebagian lagi di ke-rahkan untuk mengamati aksi-aksi
komunis yang mulai mencurigakan.
Pada bulan September 1948 aksi-aksi komunis ( PKI ) telah sam-pai pada
puncaknya melakukan pemberontakan bersenjata yang dikenal dengan “Madiun
Affair”. NU memandang pemberontakan PKI sebagai an caman serius bagi
keselamatan Republik Indonesia. Untuk menghadapi pemberontakan ini markas

8
tertinggi Hizbullah pimpinan Zainul Arifin me ngirim devisi Hizbullah Surabaya
pimpinan Wahib Wahab dan memasu-ki Madiun dari jurusan Nganjuk, sedang
devisi Hizbullah Magelang pim-pinan Saifuddin Zuhri memasuki Madiun dari
jurusan Ngawi, sementara itu pasukan Siliwangi mengadakan pengejaran dari
Selatan Madiun.
Pada tanggal 31 Oktober 1948, pimpinan pemberontak PKI Madi-un yang
bernama Muso berhasil disergap dan mati di tembak oleh kesa- tuan dari devisi
Saifudin Zuhri pimpinan Hizbullah di Desa Niten Keca matan Kauman Sumoroto
Kabupaten Ponorogo.
Pada tanggal 29 Nopember 1948, Amir Syarifuddin pimpinan
pemberontak PKI Madiun dengan kawan-kawannya ditangkap hidup di Desa
Klompok Purwodadi Jawa Tengah. Kedua devisi Hizbullah Surabaya pimpinan
Wahib Wahab dan Hizbullah Magelang pimpinan Saifuddin Zuhri dengan cara
bahu membahu bersama TNI dan lain-lain kelasykaran bersenjata dapat merebut
kembali Madiun ke pangkuan Republik Indonesia. Kemudian pada tanggal 1
Desember 1948 tokoh-tokoh pemberontak seperti : Amir Syarifuddin, Djoko
Suyono, Maruto Darusman, dan Suripno di bawa ke Yogjakarta untuk di adili
dengan pera dilan  Setelah permusuhan dengan Belanda dinyatakan selesai dengan
berhasilnya “Konferensi Meja Bundar” ( KMB ) di Den Haag tanggal 23 Agustus
1949 s/d 29 Oktober 1949 disusul dengan dibentuknya “Negara Republik
Indonesia Serikat” ( RIS ) dan kemudian disusul lagi terbentuk-nya “Negara
Kesatuan Republik Indonesia” ( NKRI ) dengan kembalinya ibukatoa negara dari
Yogjakarta ke Jakarta, NU mengalihkan perhatianya  kepada penyelesaian
organisatoris dengan partai Masyumi.
Pada tanggal 30 April 1950 s/d 3 Mei 1950 diselenggarakan Muk-tamar
NU ke XVIII di Jakarta, dengan salah satu keputusannya adalah NU keluar dari
Masyumi, selain keputusan penting itu Muktamar juga menetapkan KH. Abdul
Wahab Hasbullah sebagai Rais Am ( istilahnya bukan lagi Rais Akbar )
menggantikan KH. Hasyim Asy’ari. Dan juga menyetujui berdirinya organisasi
Remaja Wanita NU yang diberi nama “Fatayat NU”.Pada Muktamar NU ke 19 di
Palembang tahun 1952 diputuskan bahwa NU menjadi partai Politik. Dalam

9
pemilu pertama 1955 partai NU menduduki peringkat ketiga setelah PNI dan
Masyumi.
Selama perkembangan tahun 1926 – 1955 NU telah melakukan berbagai
perubahan cukup berarti, baik untuk kepentingan intern NU maupun bagi
kepentingan bangsa pada umumnya. Untuk kepentingan in-tern, NU telah
mengadakan perbaikan di bidang pendidikan, sosial mau-pun dakwah, bahkan
mengembangkan sayap organisasinya di kalangan kaum muda, remaja puteri
maupun kaum ibu, berupa organisasi GP. An-sor, Fatayat NU dan Muslimat NU,
ini berarti eksistensi NU sebagai orga nisasi sosial keagamaan semakin kokoh.
Sedangkan yang bersifat ekstern (keluar), NU telah mempelopori
terbentuknya MIAI, sekaligus mengakhiri pertikaian Khilafiyah hingga kemudian
bisa bahu membahu dengan GAPI, menuntut Indonesia berpar-lemen kepada
pemerintah Hindia Belanda. Di jaman Jepang, politik Yahannu, NU cukup
berhasil untuk mendirikan Masyumi, Shumuka, Hizbullah dan Sabilillah bersama
tokoh-tokoh Islam diluar NU. Dan semua itu akan memaksa kita untuk mengakui
keterlibatan NU dalam per juangan merebut Kemerdekaan Indonesia baik secara
politik dan fisik.
Pada April 1961, tokoh-tokoh NU memprihatinkan Penpres no. 7 tahun
1959 dan Penpres no. 13 tahun 1960 tentang penyederhanaan partai dan syarat-
syarat partai yang berhak hidup, pertanyaan mereka : Apakah NU masih boleh
hidup atau tidak ?.
Pada tanggal 15 April 1961, Presiden Soekarno menetapkan putu-sannya
untuk mengakui kedudukan 8 (delapan) Partai Politik yang berhak hidup, satu
diantaranya adalah NU. Setelah eksistensi NU diakui, dan beberapa bulan
sebelum itu terjadi permusuhan politik “Poros Jakarta Peking” yang
mengakibatkan politik condong ke kiri, NU segera menga-dakan konsulidasi
organisasi. NU sudah melihat tindakan politik PKI se-makin berani dan keras, saat
itu KH. Syaifuddin Zuhri mengemukakan :
“Perlawanan NU terhadap PKI dilakukan di semua medan juang, PKI
menggerakkan massanya, NU mengorganisasi pemuda Ansor menjadi Banser
yang lebih militan. PKI menyanyikan lagu Genjer-Genjer yang penuh hasutan
dan sindiran, NU mengobarkan bacaan Shalawat Badar..

10
....NU mengobarkan semaangat perlawanan terhadap PKI sebagai kelanjutan
peristiwa aksi PKI di Madiun 1948”.
Pada bulan Juli dan Agustus 1965, CGMI dan PR (Pemuda Rak-yat)
mengadakan latihan rahasia di Lubang Buaya, untuk apa latihan kemiliteran itu
dilakukan belum bisa diketahui secara pasti. Melihat kea-daan yang
menghawatirkan itu Ketua IV PBNU HM. Subhan ZE yang sejak lama
menggalang persatuan di kalangan HMI, PMII, Pemuda Ansor, Muhammadiyah
dan lain sebagainya, mengadakan kontak dengan kekuatan pemuda lainnya,
khususnya dari partai atau ormas Katholik dan Kristen terutama PMKRI.

MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part II”, diakses dari http://my-
dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke_9.html, pada tanggal 21
Maret 2017 pukul 20.22

Pada tanggal 1 Oktober 1965 hari Jum’at dinihari meletuslah Gerakan 30


September ( G 30 S / PKI ), di saat dimulainya latihan kemili teran antara Pemuda
Ansor dengan melibatkan TNI AD untuk mengimba ngi latihan kemiliteran yang
diadakan PKI. Sebelum Subuh tanggal 1 Ok-tober 1965 Gestapu sudah meletus,
gerombolan penculik ( PKI ) menem-bak mati Letjend Ahmad Yani ( Menteri /
Panglima TNI AD ), dan diba wa ke Lubang Buaya, tempat pembunuhan yang
sudah mereka sediakan untuk MayJend. Haryono, MayJend. Suprapto, Mayjend
S. Parman, Brig Jend. D.I Panjaitan, BrigJend. Sutoyo Siswomihardjo, mereka ini
diculik dan dibunuh dengan kejam di Lubang Buaya. Ketika itu Jendral AH. Na-
sution lolos dari dari sergapan Gestapu PKI, namun putrinya yang masih berumur
5 tahun, Ade Irma Nasution menjadi korban keganasan PKI.
Pada pagi setelah subuh Gestapu menguasai kantor pusat Teleko-munikasi
( Telphon ) dan studio RRI ( Radio Republik Indonesia ) Letnan Untung pimpinan
Gestapu menyiarkan bahwa perbuatan atau tin-dakan itu dilakukan untuk
menggagalkan rencana perebutan kekuasaan yang akan dilakukan oleh Dewan
Jendral pada 5 Oktober mendatang. Dan siaran ini diulang lagi oleh Letkol
Untung pada jam 12.30 tanggal 1 Oktober 1965.
Pada Jam 14.30 tanggal 1 Oktober 1965, setelah dua jam siaran Letkol
Untung melalui RRI, NU bersama tokoh-tokoh GP Ansor tanpa ragu-ragu lagi

11
menyatakan sikapnya bahwa NU mengutuk tindakan Ges-tapu PKI dan
menentang pembentukan Dewan Revolusi seperti yang di umumkan oleh Letkol
Untung. Hari itu juga RRI dan pusat telekomuni-kasi berhasil dikuasai oleh
Panglima KOSTRAD MayJend. Soeharto dan RPKAD serta berhasil menggiring
pelaku Gestapu PKI ke Lubang Buaya, dan menyatakan bahwa Gestapu PKI
adalah perbuatan “kontra revolusi”.
Pada tanggal 5 Oktober 1965, empat hari setelah peristiwa Gesta-pu PKI,
dan belum ada satupun partai politik yang menyatakan sikapnya PBNU bersama
ormas pendukungnya tampil meyatakan sikap menentang dan mengutuk usaha
PKI itu, lewat siaran RRI, publikasi Surat Kabar dan Majalah baik dalam maupun
luar negeri. PBNU mengeluarkan resolusi mengutuk Gestapu PKI yang isinya
antara lain :
1. Mendesak Presiden Soekarno untuk segera membubarkan PKI dan
seluruh antek-anteknya.
2. Mendesak Presiden Soekarno untuk mencabut Surat Ijin Terbit (SIT)
seluruh media cetak baik yang langsung maupun tidak lang-sung telah
membantu Gestapu PKI.

3. Menyerukan kepada seluruh ummat Islam agar membantu sepe-nuhnya


kepada ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dalam usahanya
mengembalikan ketertiban Nasional akibat Ges-tapu PKI.

Pada tanggal 5 Oktober 1965, HM. Subhan ZE, berhasil melahirkan KAP
Gestapu ( Komando Aksi Pengganyangan Gestapu ) yang dipimpin langsung oleh
beliau, dimana wadah ini himpunan dari HMI, PMII,Ansor maupun
Muhammadiyah dan kekuatan ormas partai Kristen dan Katolik.

Peranan NU dalam ikut menumpas pemberontakan PKI, bukan hanya


dibuktikan dengan pernyataan sikap tanggal 5 Oktober 1965 dan terben-tuknya
KAP GESTAPU yang dipimpin oleh HM. Subhan ZE, saja melainkan lebih dari
itu juga dibuktikan dalam pertempuran phisik di ber bagai daerah. Ini
membuktikan bahwa partai NU satu-satunya partai poli-tik yang berani

12
menanggung segala resiko berhadapan dengan PKI, demi kepentingan bangsa,
negara dan agama.

Sikap keras NU terhadap PKI bukan hanya karena motif politik, tatapi
yang paling dominan adalah motivasi agama, sebab PKI sendiri me mandang NU
bukan hanya sebagai lawan politik, melainkan juga lawan dari ideologi komunis
yang harus dihabisi secara phisik.

Pada tanggal 3 Oktober 1965, di Demak Jawa Tengah ditemukan do-


kumen PKI yang isinya daftar para Ulama dan Kyai seluruh Demak yang hendak
diculik dan dibunuh oleh PKI. Di Banyuwangi PKI mengepung dan membunuh
beberapa tokoh NU dan Ansor, akibat dari kajadian ini terjadilah pertempuran
berdarah yang membawa korban 40 anggota Ansor, kemarahan massa NU
semakin memuncak, akhirnya pembasmian tokoh-tokoh PKI terjadi dimana-mana.

Pada bulan Desember 1965, atas perintah Pangdam VIII Brawijaya agar
kampanye penumpasan PKI dihentikan dan massa NU berdiri dibela kang ABRI,
maka berhentilah aktivitas massa NU sebagai barisan terdepan, dan beralih di
belakang ABRI dalam operasi penumpasan beri-kutnya.

MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part III”, diakses dari http://my-
dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke_6718.html, pada tanggal 21
Maret 2017 pukul 20.22

13
BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Dari materi yang sudah disampaikan diatas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa Nahdlatul ‘Ulama sebagai jam’iyah diniyah adalah wadah para Ulama’ dan
pengikut-pengikutnya, dengan tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan
dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
NU sebagai oraganisasi masyarakat terbesar di Indonesia telah memainkan
peranan yang penting dalam kemerdekaan dan perkembangan bangsa dan agama. Sebagai
oraganisasi yang bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, dan dakwah Islamiyah, NU
telah memberikan banyak perubahan dan kemajuan. Semangat NU zaman dahulu hingga
sekarang semestinya harus tetap tumbuh, sehingga dapat terus mewujudkan apa yang
telah di cita-citakan oleh sang pendiri KH. Hasyim Asy’ari.

14
Daftar pustaka:

IPNU IPPNU BUMI AYU, “Materi MAKESTA ke NU an”,


http://ipnuippnubumiayu.blogspot.sg/2015/08/materi-makesta-ke-nu-an.html
(diakses 21 Maret 2017).

Ahm Ozy, “Makalah Sejarah berdirinya NU”, http://ber-awal-dari-


pesantren.blogspot.com/2015/12/makalah-sejarah-berdirinya-nu.html (diakses
21 Maret 2017).

MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part I”, diakses dari http://my-
dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke.html
(diakses 21 Maret 2017).

MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part II”, diakses dari http://my-
dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke_9.html
(diakses 21 Maret 2017).

MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part III”, diakses dari http://my-
dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke_6718.html
(diakses 21 Maret 2017).

15

Anda mungkin juga menyukai