Anda di halaman 1dari 14

WUJUD ISLAM : KESATUAN DAN KERAGAMAN

MAKALAH DAKWAH LINTAS BUDAYA

DOSEN PENGAMPU: BADARUDDIN M.Ag

DI SUSUN OLEH:

KLOMPOK 6:

1. MUHAMMAD AL FATIY ( 2141030036 )


2. KHOIRUL SIDIK ( 2141030010 )
3. ALFINA DAMAYANTI ( 2141030024 )

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMUY KOMUNIKASI

MANAJEMEN DAKWAH

TP: 2021/2022
KATA PENGANTAR

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran dakwah lintas budaya.
Selain itu makalah ini bertujuan untuk memahami tentang wujud islam: kesatuan
dan keragaman.

Penulis mengucapkan terimakasih keapada bapak BADARUDDIN M.AG selaku


dosen mata pelajaran dakwah lintas budaya. Ucapan terimaksih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna.oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Puji syukur kehadirat tuhan yang maha ESA.atas rahmat dan hidayahnya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ” wujud islam: kesatuan dan
keragaman.” dengan tepat waktu.
DAFTAR ISI

JUDUL....................................................................................................

KATA PENGANTAR...........................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah..............................................................


B. Rumusan Masalah.......................................................................
C. Tujuan Masalah...........................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Islam Kesatuan Dan Keragaman.................................................


B. Isyarat – Isyarat Kesatuan Dan Keragaman................................
C. Simbol – Simbol Kesatuan Islam................................................
D. Keragaman Pemahaman Dan Pengamalan Islam........................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberagaman dan kesatuan keberadaanya sangat sering di temui di sekita r


kita, atas dasar itu kita perlu mengetahui keberagaman dan kesatuan agar
kita dapat menyikapi hal ini dengan benar sehingga tidak terjadi keselisih
pahaman dan permasalahan. Atas dasar itu kita perlu mempelajari kesatuan
dan keragaman isyarat – isyarat kesatuan dan keragaman simbol – simbol
kesatuan islam.

B.RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana islam dalam kesatuan dan keberagaman?


2. Bagaimana simbol-simbol dan isyarat kesatuan dan keberagaman?

C.TUJUAN

1. Mengetahui bagai mana islam dalam kesatuan dan keberagaman


2. Mengetahui simbol-simbol dan isyarat kesatuan dan keberagaman
3. Mengetahui cara bersikap dalam kesatuan dan keberagaman
BAB II

PEMBHASAN

A. Islam Kesatuan Dan Keragaman

Umat Islam, sebagaimana umat-umat beragama lainnya yang telah dahulu


lahir, terdiri dari beragam mazhab dan keyakinan religius. Sebagai contoh, di
Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah merupakan dua organisasi
kemasyarakatan (ormas) Islam terbesar yang memiliki corak khas dalam
keyakinan religiusnya. Bagaimanakah corak keyakinan religius Anda? Apa
cenderung ke NU, Muhammadiyah atau lainnya? Atau mungkin tidak satu pun
Tidak perlu dituliskan, cukup disimpan dalam pikiran Anda saja!NU dan
Muhammadiyah merupakan dua organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam
terbesar di Indonesia. Kedua ormas ini memiliki kekayaan budaya yang sangat
besar manfaatnya bagi bangsa Indonesia. NU memiliki pondok-pondok pesantren
yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia, terutama di Pulau Jawa.
Muhammadiyah memiliki sekolah-sekolah dari taman kanak-kanak hingga
perguruan tinggi di seluruh pelosok Indonesia. NU memiliki banyak kiai,
sedangkan Muhammadiyah memiliki banyak cendekiawan muslim. Namun, pada
periode terakhir ini, NU pun memiliki banyak sekolah dan cendekiawan muslim,
sedangkan Muhammadiyah pun memiliki banyak pesantren dan kiai. Kedua
ormas ini memiliki banyak.

Sebagian umat Islam kalau salat selalu memulai dengan membaca ushalli
(yakni niat salat yang agak dikeraskan / diucapkan). Misalnya, ushallī fardha
zhuhri arba’a raka’ātin mustaqbilal ka’bah (qiblati) lillāhi ta’āla Artinya, Saya
mendirikan salat fardu Zuhur empat rakaat menghadap kakbah / kiblat (tetapi hati
menghadap Allah) dengan niat lillāhi ta`āla (karena dan untuk Allah Taala),
kemudian Takbiratul iḫram (membaca Allāhu Akbar). Adapun sebagian yang lain

memulai salat tanpa membaca ushalli dan langsung Takbiratul Iḫram. Pada
masa lalu umat Islam yang merupakan jamaah dalam satu masjid yang sama
sering menonjolkan kekhasan keyakinan dan amalan religius masing-masing
sehingga menimbulkan gesekangesekan. Pernahkah Anda mendengar adanya
gesekan karena persoalan perbedaan keyakinan religius di antara pendukung
ormas-ormas Islam? Atau, mungkin Anda menyaksikan secara langsung gesekan-
gesekan atau pertengkaran kecil tentang keyakinan religius di antara pendukung
ormas-ormas Islam tersebut? Apa yang dipermasalahkan oleh keyakinan-
keyakinan religius berbeda yang Anda dengar atau saksikan? Secara berangsur-
angsur gesekan-gesekan keyakinan religius di antara ormas-ormas Islam menjadi
hilang. Faktor penyebabnya bisa karena kesadaran masing-masing orang dalam
ormas yang berbeda untuk membina kerukunan antara umat dan antar-umat
beragama dalam rangka membangun persatuan bangsa, atau mungkin juga karena
faktor-faktor lainnya. Dengan terbukanya informasi dan komunikasi, juga dengan
semakin lancarnya tranportasi antardaerah dan antarnegara, maka arus masuk
keyakinan religius yang berbeda ke wilayah Indonesia pun menjadi semakin
mudah. Keberagaman mazhab masyarakat muslim Indonesia, disebabkan faktor
masyarakat bersekolah ke negeri muslim lainnya atau karena faktor keberhasilan
dakwah keyakinan-keyakinan religius yang berbeda sehingga menganut
keyakinan religius dari negeri-negeri muslim lain. Karena faktor promosi
masyarakat muslim dunia atau karena pemikiran asli kaum muslimin Indonesia,
atau gabungan dari keduanya menjadikan masyarakat muslim Indonesia
memberikan reaksi atas dakwah mazhab baru ini. Gerakan menolak mazhab ba
sebelum Revolusi Islam Iran, hingga sekarang terus berlangsung dan tidak pernah
surut. Gerakan mazhab baru, misalnya, berupa penutupan paksa Majelis-majelis
taklim dan lembaga-lembaga pendidikan Islam Syiah. Mengapa masyarakat
Indonesia menolak mazhab Syiah? Tentu tidak semua ajaran Syiah ditolak.
Keyakinan religius yang bersumber dari Syiah ada yang tidak ditolak. Prof. Dr.
M. Amien Rais ketika menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP)
Muhammadiyah pernah melontarkan gagasan zakat profesi 20%. Gagasan ini
terpengaruh oleh ajaran khumus (zakat 20%) dari Islam Syiah, walaupun dasar-
dasar pemikirannya bisa digali dari Al-Quran. Selain menolak Islam Syiah,
masyarakat muslim Indonesia pun menolak Ahmadiyah dan Islam Liberal
(terutama JIL, Jaringan Islam Liberal). Ahmadiyah dinilai sudah keluar dari Islam
karena memiliki keyakinan bahwa setelah Nabi Muhammad saw. muncul nabi
baru yakni Mirza Gulam Ahmad (Pakistan). Setelah itu dimungkinkan akan
datang lagi nabi lainnya. Adapun menurut keyakinan religius kaum muslimin
Indonesia, Nabi Muhammad saw. adalah penutup para nabi (nabi terakhir).
Demikian juga JIL dinilai sudah keluar dari Islam karena memiliki keyakinan
bahwa semua agama adalah sama. Adapun menurut keyakinan religius kaum
muslimin, hanya Islam-lah satu-satunya agama yang benar dan diridai oleh Allah.
Implikasinya, JIL antara lain membolehkan pernikahan antar-agama. Adapun
menurut keyakinan religius kaum muslimin, wanita muslimah tidak boleh dinikahi
kecuali oleh lelaki muslim. Pria muslim boleh menikah dengan wanita dari ahli
kitab dengan persyaratan yang sah.

B. Isyarat – Isyarat Kesatuan Dan Keragaman

Keragaman budaya, tradisi dan agama adalah suatu keniscayaan hidup, sebab
setiap orang atau komunitas pasti mempunyai perbedaan sekaligus persamaan. Di
sisi lain pluralitas budaya, tradisi dan agama merupakan kekayaan tersendiri bagi
bangsa Indonesia. Namun jika kondisi seperti itu tidak dipahami dengan sikap
toleran dan saling menghormati, maka pluralitas budaya, agama atau tradisi
cenderung akan memunculkan konflik bahkan kekerasan (violence). Oleh karena
itu memahami pluralitas secara dewasa dan arif merupakan keharusan dalam
kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Jika tidak, perbedaan budaya,
tradisi atau kultur seringkali menyebabkan ketegangan dan konflik sosial.
Kenyataan di lapangan menyebutkan bahwa perbedaan budaya atau tradisi dalam
suatu komunitas masyarakat tidak selamanya dapat berjalan damai.Penulis
mempunyai asumsi bahwa konflik yang muncul akibat perbedaan budaya salah
satunya disebabkan oleh sikap fanatisme sempit serta kurangnya sikap tasamuh
(toleran) di kalangan umat. Fanatisme dan intoleransi hanya akan memyebabkan
terjadinya desintegrasi bangsa dan konflik di masyarakat. Tidak berlebihan jika
pluralitas tradisi dan budaya diasumsikan dalam masyarakat ibarat pedang
bermata dua. Di satu sisi ia merupakan kekayaan masyarakat Indonesia, namun di
sisi lain ia dapat menjadi faktor pemicu konflik horisontal.

Persoalanya adalah bagaimana menjembatani perbedaan tradisi dan budaya


tersebut. Mampukah Islam sebagai agama yang diklaim “ rahmatan lil alamin dan
sholihun li kulli zaman wa makan” menjadi mediator bagi perbedaan-perbedaan
budaya tersebut. 1 Bagaimana menampilkan Islam yang bersifat akomodatif
sekaligus reformatif dan tidak hanya bersifat purikatif terhadap budaya-budaya
atau tradisi-tradisi yang plural tersebut. Kenyataan di atas, menunjukkan masih
ada rasa khawatir terhadap hubungan antara agama dan kebudayaan.
Kekhawatiran ini sesungguhnya dapat dijawab secara sederhana, karena bila
diruntut ke belakang kekhawatiran itu bersumber dari ketakutan teologis
mengenai relasi antara yang sakral dan profan. Secara eksistensial, bila ketuhanan
(agama) difahami dan dihayati sebagai tujuan akhir yang kemudian, menghasilkan
apa yang disebut aktualisasi, maka aktualisasi kesadaran akan Tuhan(Allah SWT)
dalam perilaku menjadi tidak mengenal dualisme antara yang suci dan duniawi.
Dengan demikian, agama sebagai yang sakral mejadi substansi atau inti
kebudayaan. Kebudayan merupakan perwujudan konfigurasi semangat Agama.

Manifestasi agama dalam berbagai bentuk budaya lokal di Indonesia dapat


dilihat dalam keragaman budaya nasional. Kita akan mendapatkan sebuah
ekspresi dan pola budaya yang berbeda-beda sesuai dengan kebaikan dan
keburukan yang dimiliki oleh masing-masing masyarakat. Dengan kata lain,
agama selalu dihadapkan dengan dialektika budaya setempat. Yang penting
adalah bagaimana yang universal berada dalam wilayah dialog yang mutual
dengan budaya-budaya lokal yang bersifat partikular.Perubahan dan dinamika
budaya mengharuskan masyarakat/pemeluk agama untuk membuka kesadaran
kolektif bahwa penyesuaian struktural dan kultural pemahaman agama adalah
suatukeharusan. Hal ini tidak berarti menempatkan agama untuk kemudian
diletakkan pada posisi subordinat dalam hubungannya dengan dinamika
perkembangan sosial budaya, bahkan politik dan ekonomi, 2 melainkan antara
pemahaman agama dan budaya mestinya dilihat sebagai suatu proses hubungan
dialektika, dinamis, akomodatif dan proaktif. Salah satu ciri utama kebudayaan
Jawa adalah kelenturan dalam proses dialog dengan seluruh kebudayaan yang
datang dari luar dirinya. Dalam setiap proses dialog, kebudayaan jawa senantiasa
dapat menemukan kembali jati dirinya. Yang terjadi adalah akulturasi dan
pergumulan, yang kemudian menghasilkan sosok budaya baru. Proses dialog
inilah yang disebut dengan transformasi perubahan bentuk dan watak masyarakat.

C. Simbol – Simbol Kesatuan Islam

simbol keagamaan dalam sinetron reliji bisa dilihat dari adanya proses
simplifikasi dalam menjelaskan sebuah ajaran atau doktrin ajaran, misalnya dalam
penggunaan atribut keagamaan, eksploitasi ayat-ayat suci, penggunaan dialog, dan
penyederhanaan penyelesaian akhir dalam sebuah problem solving. Bentuk
representasi Islam dengan menggunakan simbol-simbol keagamaan yang
demikian ini pada tahapan tertentu bisa mengakibatkan penyederhanaan
pemahaman penonton tentang ajaran keagamaan. Taylor dan Harris menjelaskan
bahwa ciri televisi dalam menayangkan program fiksi biasanya mengedepankan
meta-story serta melakukan ideological reduction yang bisa mengakibatkan
terjadinya kebanalan atau pendangkalan makna Penggunaan simbol-simbol
keagamaan dalam sebuah tayangan program sinetron atau film tidak lepas dari
konstruksi ide tentang obyek keagamaan yang direpresentasikan dalam bentuk
tampilan yang mengedepankan efek easy consuming, sehingga ide pokok dari
ajaran Islam lebih mudah diterima oleh penonton. Selanjutnya, jika dilihat dari
perspektifideologi media, bergesernya makna akibat penggunaan simbol-simbol
keagamaan dalam merepresentasikan ajaran agama nampaknya menjadi hal yang
tak terhindarkan dalam bisnis media. Hal ini ditambah dengan kecenderungan
orientasi bisnis dari para penyebar Islam yang terlibat dalam proses tersebut.
Ideologi kapitalis yang dianut televisi serta penyebar ajaran Islam dalam
mentransmisikan nilai-nilai agama ini memunculkan keprihatinan di kalangan
umat Secara terminologis, kata simbol sering menimbulkan pengertian yang
berbeda-beda. Dalam Collin Cobuild, simbol didefinisikan
sebagai. Karena hubungan antara makna dan tanda lebih bersifat
konvensional sebagaimana disebutkan Jary and Jary, maka sebuah simbol tidak
selamanya mengandung makna universal, tetapi pemaknaan terhadap simbol akan
tergantung pada komunitas masyarakat dimana simbol tersebut digunakan.
Menurut sebuah simbol bisa dianggap bersifat konven seringkali manusia
menafsirkan simbolsimbol tersebut dan mengasosiasikan serta menerapkannya
dalam budaya mereka sendiri. Mengenai terminologi simbol, Morris menjelaskan
bahwa simbol telah sering digunakan untuk memaknai segala sesuatu mulai dari
tanda-tanda yang bersifat sangat sederhana hingga digunakan untuk menjelaskan
gambaran yang lebih rumit dari sebuah cerita, bahkan simbol sering digunakan
untuk mengungkapkan argumen yang bersifat filosofis Selanjutnya Morris
menjelaskan ―A symbol is any sign which also has an inherent connection to that
greater thing or image to which it points”, bahkan istilah simbol juga digunakan
dalam desain grafis, mitos, dan kejadian-kejadian, hingga gambaran tentang
manusia dan tempat. Dalam menjelaskan "symbols are more than just cultural
artefacts: in their correct context, they still speak powerfully to us, simultaneously
addressing our intellect, emotions, and spirit". Ini berarti bahwa simbol tidak bisa
dimaknai secara tunggal dan universal, karena ia berkaitan dengan hal-hal lain
yang lebih luas dari simbol itu sendiri. menjelaskan bahwa dalam perkembangan
komunikasi, manusia memiliki lima tahapan sejarah mengenai simbol yang secara
garis besar bisa

diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Cave painting, adalah sejenis rock art yang merupakan simbol tertua di

zaman Paleolitik. Lukisan yang diperkenalkan oleh Chauvet Cave pada tahun
30.000 SM ini digunakan oleh manusia untuk menginformasikan tentang
keberadaan dirinya.

2. Petroglif, merupakan karya yang menyerupai lukisan pada batu-batu


cadas yang diperkirakan ada pada tahun sekitar 20.000 – 10.000 SM. Lukisan
yang juga dibuat pada kayu-kayuan ini digunakan sebagai pengingat yang
diperkirakan dibuat oleh para pemburu di daerah Afrika atau Oceania.

3. Piktograf, yang dikenal sebagai proto-writing adalah simbol yang mewakili


konsep atau obyek, aktifitas, tempat, dan peristiwa dalam bentuk ilustrasi.
Piktograf digunakan dalam kebudayaan kuno

pada sekitar tahun 9.000 SM.

4. Ideogram, dianggap sebagai sistem penulisan logografis yang telah lama


dikenal di Mesir dan Cina. Ideogram berupa konsep yang sangat abstrak, tetapi
bisa digunakan untuk menyampaikan ide-ide yang bersifat

D. Keragaman Pemahaman Dan Pengamalan Islam

Agama memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan
Masyarakat di dusun Uru Desa Ledan Kecamatan, karena agama sebuah sistem
nilai pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan
pembenaran dalam mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan
masyarakat. Agama menjadi sebuah pedoman hidup. Dalam kehidupan
bermasyarakat untuk memahami ajaran agama harus ada integrasi secara
kompleks antara pengetahuan dan agama, perasaan agama serta tindak keagamaan
seseorang. Walaupun tingkat pemahaman masyarakat tentang ajaran agama Islam
terbentuk pula karena pengaruh lingkungan, namun faktor individu itu sendiri ikut
pula menentukan. Tingkat pemahaman masyarakat tentang ajaran agama Islam di
pengaruhi oleh dua faktor, yaitu;

1. Faktor internal, berupa kemampuan menyeleksi dan menganalisis


pengarah yang datang dari luar termasuk minat dan perhatian terhadap
ajaran agama Islam.
2. Faktor eksternal, berupa factor diluar individu yaitu pengaruh lingkungan
yang diterima sehingga ajaran agama Islam yang aditerima bercampur
dengan ajaran agama dalam kehidupan masyarakat di dusun Uru desa
Ledan Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang, dapat dilihat dari dua
sudut pandang.

Pertama, nilai agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai
agama sebagai norma atau prinsip. Nilai agama dirasakan di sudut pandang
emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri.
Tingkat pemahaman masyarakat di Dusun Uru Desa Ledan Kecamatan Buntu
Batu Kabupaten Enrekang sangat baik karena masyarakat di dusun Uru dapat
mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat
dipecahkan secara individuindividu dalam masyarakat karena adanya
keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan
Agama menjalankan fungsinya sehingga masyarakat merasa sejahtera, aman,
stabil, dan sebagainya. Pemahaman agama Islam dalam masyarakat
sebenarnya adalah sebagai penyeimbang kehidupan masyarakat di berbagai
bidang seperti bidang sosial, ekonomi, pendidikan, politik, ilmu pengetahuan,
teknologi dan lain sebagainya. Masyarakat menjadikan agama sebagai dasar
atau acuan mereka dalam menjalani kehidupan bermasyarakat yang baik dan
tidakmenyimpang dari nor ma-norma atau peraturan yang ada. Masyarakat
yang ada di Dusun Uru Desa Ledan Kecamatan Buntu Batu
KabupatenEnrekang yang umumnya adalah penduduk asli daerah tersebut
yang dikenal sejak lama sebagai penganut agama Islam, akan tetapi sebelum
agama Islam belum dikenal baik olehMasyarakat di dusun Urudesa Ledan
Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesatuan dan keberagaman di sambut dengan hangant di dalam islam, dengan


mengandalkan saling toleransi yang membuat kesatuan dan keragaman makin
utuh. Kestuan dan keberangaman ini di landasi ajaran agama yang menutut saling
menghargai perbedaan.
Daftar Pustaka

Nugroho Notosusanto.1971. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta : Pusat Sejarah


ABRI. O’dea, Thomas F.1985. Sosiologi Agama. Alih Bahasa oleh Yayasan
Solidaritas UGM. Jakarta: Rajawali. Onghokham.1987. Runtuhnya Hindia
Belanda. Jakarta: Gramedia. Pijper, G.F.1984. Beberapa Studi Tentang Sejarah
Islam Indonesia 1900-1950. Alih Bahasa Tudjimah Yessi Augustin. Jakarta: UI
Press.

Anda mungkin juga menyukai