DISUSUN OLEH:
1.Arvin Danuarta
2.Chasta Firahmatillah
3.Linggar Dwi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 2
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG…………………………………………………………………………………………………………………………………….4
RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………………………………………………………………………6
TUJUAN MASALAH………………………………………………………………………………………………………………………………….7
ISI……………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
PRIBUMISASI ISLAM………………………………………………………………………………………………………………………………10
PENUTUP…………………………………………………………………………………………………………………………………………..
KESIMPULAN……………………………………………………………………………………………………………………………………….22
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………………………………23
KATA PENGANTAR
Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dan rasul sebagai
utusan-Nya yang terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh umat manusia hingga
akhir zaman. Yang berintikan tauhid atau keesaan Tuhan dimanapun dan kapanpun
dandibawa secara berantai (estafet) dari satu generasi ke generasi selanjutnya dari satu
angkatan keangkatan berikutnya, yaitu sebagai rahmat, hidayat, dan petunjuk bagi
manusia dan merupakan manifestasi dari sifat rahman dan Rahim Allah SWT. Agama
Islam adalah satu-satunya agama yang di akui di sisi Allah swt. Ajaran dan ketentuan-Nya
yaituAl-qur’an dan sunnah. Sehingga beruntunglah bagi mereka yang telah menjadi
pengikutnya kemudian dapat pula melaksanakan dan mengamalkan ajaran Islam secara
baik dan benar. Islam lahir membawa akidah ketauhidan dan melepaskan manusia
kepada ikatan berhala-berhala, serta benda- benda lain yang posisinya hanyalah sebagai
makhluk Allah SWT dan ajaran Islam di dukung oleh krangka dasar agama Islam yaitu
akidah, tauhid, dan akhlak. Oleh karena itu kita perlu memiliki akidah dan menjaganya
jangan sampai rusak serta tidak menyimpang dari aqidah yang sebenarnya. Apalagi
mencampur adukkannya dengan suatu kepercayaan yang dapat merusak aqidah. Yang
mana akidah berarti “keyakinan”, keyakinan bahwa Allah itu Maha Esa yang menjadi
pegangan hidup setiap pemeluk agama Islam.Dan Akidah juga berarti ikatan yang kuat
antara sesama manusia dalam satu keyakinanantara manusia sebagai makhluk dengan
Allah sebagai Khaliq. Adapun masalah tauhid karena bagian yang terpentingnya adalah
mempelajari tentang wujud dan sifat-sifat yang boleh disifatkan dengan cara menetapkan
aqidah agama dengan menggunakan dalil naqli, aqli, dan dalil wijdan. Masalah Akhlaq
merupakan suatu masalah yang sangat mendasar bagi setiap pribadi muslim dalam
kehidupan sehari-hari yang mampu mewarnai segala sikap dan perilakunya baik ketika
berhubungan dengan manusia maupun ketika berhubungan dengan alam sekitar, terlebih
lagi dalam berhubungan dengan Allah SWT menuju keselamatan dunia dan akhirat.
Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah Subhanahu Wa Ta’ala berkat
Ridho-Nya kami mampu merampungkan makalah ini dengan tepat waktu. Tidak lupa
juga kami haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad Shallallahu
`alaihi Wa Sallam, beserta keluarganya, para sahabatnya dan semua ummatnya yang
selalu istiqomah sampai akhir zaman.
Penulisan makalah ini memiliki tujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam dengan tema urgensi pribumisasi dan perbedaan islam di
Indonesia. Yang mana di dalam makalah ini kami menjelaskan dan memaparkan
proses,susut pandang,dan sumber berdasarkan pribumisasi islam dan perbedaannya.
Namun, kami sadar bahwa makalah ini penuh dengan kekurangan. Oleh karena itu, kami
sangat berharap kritik dan saran konstruktif demi penyempurnaan makalah ini. Harapan
kami semoga makalah ini dapat bermanfaat serta mampu memenuhi harapan berbagai
pihak. Aamiin.
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Proses pribumisasi Islam di Indonesia dapat dilihat dari latar belakang sejarah dan
dinamika sosial masyarakat. Islam tiba di Indonesia sejak abad ke-7 melalui perdagangan
dan hubungan dengan pedagang Arab. Namun, Islam di Indonesia berkembang dengan
mengambil akar dalam budaya lokal, sehingga terjadi proses adaptasi dan akulturasi yang
unik.
Latar belakang ini mempengaruhi pribumisasi Islam di Indonesia dengan beberapa cara:
1. Adaptasi Budaya Lokal: Islam di Indonesia mengalami adaptasi dengan budaya lokal,
sehingga terbentuklah tradisi dan praktik-praktik Islam yang khas Indonesia, seperti
adat-istiadat dalam pernikahan dan upacara kematian yang mencampurkan unsur-unsur
Islam dengan tradisi adat.
2. Toleransi dan Keanekaragaman: Indonesia memiliki beragam suku, budaya, dan agama.
Proses pribumisasi Islam di sini melibatkan toleransi terhadap keberagaman ini.
Kehidupan berdampingan dengan berbagai kelompok agama dan budaya telah
membentuk sikap inklusif dalam penerapan ajaran Islam.
3. Pendidikan dan Dakwah: Proses pribumisasi Islam didukung oleh peran pesantren dan
para ulama dalam penyebaran ajaran Islam yang mencakup nilai-nilai lokal. Dakwah yang
mengambil bahasa dan konteks budaya masyarakat membantu ajaran Islam lebih mudah
diterima.
Peran Islam dalam menjaga persatuan dan kerukunan di Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. Basis Toleransi: Islam di Indonesia mengajarkan toleransi dan saling menghormati.
Melalui prinsip-prinsip ini, Islam berperan dalam menjaga harmoni antara umat
beragama yang berbeda.
2. Bridging Gap: Islam menjadi jembatan dalam menghubungkan kelompok etnis dan
agama yang berbeda. Pribumisasi Islam memungkinkan umat Islam untuk hidup
berdampingan dengan komunitas lain tanpa konflik.
3. Bantuan Sosial dan Kemanusiaan: Ajaran Islam mendorong umatnya untuk peduli
terhadap sesama dan membantu yang membutuhkan. Inisiatif bantuan sosial dan
kemanusiaan yang dilakukan oleh komunitas Muslim berkontribusi pada solidaritas
sosial.
4. Dialog Antaragama: Islam memiliki peran penting dalam menginisiasi dialog
antaragama, yang menjadi platform untuk saling memahami dan menghormati
perbedaan.
5. Penegakan Keadilan: Prinsip keadilan dalam Islam berperan dalam menjaga harmoni
sosial. Keberpihakan terhadap keadilan dan hak asasi manusia membantu mencegah
konflik.
Dalam konteks Indonesia, pribumisasi Islam telah membantu menjaga persatuan dan
kerukunan di tengah keragaman. Islam menjadi faktor yang mempromosikan sikap
inklusif, toleransi, dan kepedulian terhadap sesama, yang penting untuk
mempertahankan stabilitas dan harmoni di negara ini.
B.RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana transformasi wahyu dan implikasinya terhadap corak
keberagaman?
2. Apa alasan perbedaan ekspresi dan praktik keberagamaan?
3. Apa sumber historis, sosiologis, teologis, dan filosofis tentang pribumisasi
Islam?
4. Bagaimana membangun argumen tentang urgensi pribumisasi Islam?
5.Bagaimana proses keberagaman islam dalam membangun umat dari berbagai sumber?
6.Bagaimana membangun persatuan umat dalam keberagaman?
C.TUJUAN MASALAH
1. Mengetahui transformasi wahyu dan implikasinya terhadap corak
keberagaman
2. Mengetahui alasan perbedaan ekspresi dan praktik keberagamaan
3. Mengetahui sumber historis, sosiologis, teologis, dan filosofis tentang
pribumisasi Islam
4. Mengetahui tentang membangun argumen urgensi pribumisasi Islam
5.Mengetahui proses keberagaman islam dari sumber
6.Mengetahui cara membangun keberagaman umat islam
2.ISI
A.TRANSFORMASI WAHYU DAN
IMPLIKASINYA
a. Transformasi wahyu dan implikasinya terhadap perbedaan praktik keberagamaan
Transformasi wahyu dalam konteks agama merujuk pada pemahaman dan interpretasi
yang berbeda terhadap ajaran suci yang diberikan kepada para nabi atau tokoh agama. Ini
dapat menghasilkan variasi dalam praktik keberagamaan di antara para penganut agama
yang sama. Implikasinya terhadap perbedaan praktik keberagamaan adalah sebagai
berikut:
1. Keragaman dalam Ibadah: Pemahaman yang berbeda terhadap wahyu agama dapat
menghasilkan variasi dalam praktik ibadah. Contohnya, dalam Islam, terdapat berbagai
pandangan tentang bagaimana melaksanakan salat atau puasa, yang dapat menghasilkan
variasi dalam pelaksanaannya.
2. Tradisi dan Adat: Transformasi wahyu juga dapat menyebabkan integrasi dengan
budaya lokal, menciptakan praktik-praktik agama yang unik. Ini terlihat dalam banyak
agama di mana ajaran agama disesuaikan dengan adat istiadat dan tradisi setempat.
3. Perbedaan Fiqh dan Teologi: Perbedaan dalam interpretasi wahyu juga dapat
menciptakan variasi dalam bidang hukum Islam (fiqh) dan pemahaman teologis. Ini
menghasilkan berbagai pandangan tentang masalah-masalah seperti hukum-hukum
agama atau konsep-konsep teologis.
Sumber Historis:
Istilah pribumisasi Islam diperkenalkan oleh Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid)
sebagai alternatif dalam upaya pencegahan praktik radikalisme agama.Penghargaan Gus
Dur terhadap metamorfosis Islam Nusantara yang menempatkan Islam secara
kontekstual sebagai bagian dari proses budaya.Pribumisasi Islam menampik bahwa
praktik keislaman " tidak selalu identik"dengan pengalaman Arab (Arabisme). Ia adaptif
dengan lokalitas.Kelahiran Nahdhatul Ulama (NU) merupakan kristalisasi semangat
pribumisasi Islam di Indonesia. Organisasi ini berdiri untuk membela praktik-praktik
keberagamaan kaum Islam tradisionalis dari kritikan dan serangan agresif paham
puritanisme yang dipengaruhi gerakan Wahabi di Saudi Arabia. NU dengan pendekatan
sufistiknya mau menerima dan mengakomodasi budaya lokal dalam praktik
keberagamaannya. Berbeda dengan NU, organisasi Muhammadiyah dengan pendekatan
teologi Salafinya justru menganggap praktik keberagamaan yang memadukan Islam
dengan budaya lokal adalah praktik TBC (takhayul,bidah, dan churafat/khurafat).Apabila
kita tengok sejarah perkembangan Islam di Indonesia, dakwah yang dilakukan oleh para
dai yang membawa Islam ke Indonesia selalu mempertimbangkan kearifan lokal (local
wisdom) yang menjadi realitas kebudayaan dalam masyarakat Indonesia. Dakwah Wali
Songo di Pulau Jawa merupakan contoh kongkret dakwah yang sengaja melakukan
inkulturisasi Islam.Para wali mempergunakan instrumen-instrumen kebudayaan yang
ada untuk memasukkan pesan-pesan Islam.Selain melestarikan budaya Nusantara,
perspektif Wali Songo ini mengembangkan Islam dengan menggunakan "kecerdasan
artistik". Islam dikomunikasikan kepada orang lain dengan makna keindahan. Doktrin
digubah menjadi spirit yang dapat dengan mudah dipahami oleh orang awam dengan
cara persuasif. Spirit itu telah menyinari alam bawah sadar masyarakat awam.Pengajaran
Islam seperti ini menambah eksotisme kemanusiaan dan mampu mereduksi
(menghindari) konstruksi jihad sebagai eskalasi psikologis-mental perang. Islam
mengedepankan kehalusan budi dalam membawa pesan-pesan doktrin dan tetap
menghidupkan ekspresi lokalitas.
Pribumisasi Islam adalah psikologi indigenos yang mengembangkan spiritualitas
keberagamaan berangkat dari akar kearifan lokal. Khazanah kearifan lokal itu ditafsirkan
membentuk variasi keberagamaan yang dapat dimaknai ke dalam pelbagai unsur budaya.
Ia mampu menggubah substansi spiritualitas (tauhid) tanpa mengubah bentuknya.
Ketika tauhid mampu dibangun bersama narasi-narasi lokalitas, Islam dapat menyatu ke
jantung masyarakat yang beragam latar budaya. Di sinilah Islam raḫ matan lil ‘ālamin
dipraktikkan tanpa menyakiti manusia
- Kontak Budaya: Islam datang ke berbagai wilayah dengan budaya yang berbeda-beda.
Kontak dengan budaya lokal menyebabkan adaptasi dan penggabungan unsur-unsur
budaya dalam praktik keagamaan.
- Tradisi Kebudayaan Sebelumnya: Di berbagai wilayah, tradisi keagamaan atau
kepercayaan sebelumnya bisa memengaruhi pemahaman dan pelaksanaan Islam. Ini
terlihat dalam banyak praktik lokal yang masih ada dalam konteks Islam.
Sumber Sosiologis:
Sebelum Islam datang, penduduk Indonesia telah menganut agama, baik yang masih
primitif seperti animisme-dinamisme maupun yang sudah berbentuk agama formal
seperti Hindu atau Buddha. Namun demikian,berdasarkan catatan sejarah yang ada,
kedatangan Islam tidak disertai dengan konflik sosial keagamaan yang cukup berarti.
Keberhasilan islamisasi generasi awal setidaknya disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor
strategi dakwah dan faktor daya tarik ajaran Islam itu sendiri.Dilihat dari strategi dakwah,
para dai muslim berhasil melakukan pendekatan persuasif, kultural, dan politik terhadap
penduduk Indonesia. Para dai tersebut menggunakan strategi pribumisasi sebagaimana
telah disinggung di atas sehingga Islam masuk ke dalam jiwa bangsa Indonesia secara
tidak disadari.Tampaknya para dai tersebut lebih mementingkan substansi dibanding
formula atau kemasan.Adapun yang menyangkut materi dakwahnya, penduduk pribumi
tampaknya tertarik dengan agama baru tersebut karena beberapa hal, antara lain prinsip
egalitarian atau kesejajaran manusia pada satu sisi, dan corak sufistik yang mewarnai
Islam yang dibawa oleh para dai imigran tersebut pada sisi yang lain.Ajaran tentang
kesamaan derajat yang dibawa Islam tentu menarik kalangan pribumi, terutama di
kalangan yang selama ini hidup dalam strata atau kasta rendah yang sering menjadi objek
eksploitasi oleh kasta di atasnya. Pada sisi lain,corak Islam sufistik juga menarik perhatian
penduduk pribumi karena adanya titik-titik persamaan dengan kepercayaan dan agama
mereka. Itulah sebabnya,Islam bisa diterima secara damai oleh penduduk pribumi atau
setidaknya bias hidup berdampingan dengan agama lain selama berabad-abad.
- Kebutuhan Lokal: Kondisi sosial, ekonomi, dan politik setempat dapat mempengaruhi
interpretasi dan pelaksanaan ajaran Islam. Praktik-praktik keagamaan dapat disesuaikan
dengan kebutuhan dan konteks sosial yang berbeda.
- Interaksi Antar Kelompok: Interaksi dengan kelompok agama atau budaya lain dapat
memengaruhi cara Islam diterima dan diadaptasi. Hal ini bisa menciptakan variasi dalam
praktik keberagamaan.
Sumber Teologis:
tauhid bukan sekedar pengakuan atau persaksian bahwa tiada Ilah selain Allah, tapi
pemaknaan terhadap tauhid melampaui dari sekedar pengakuan atas eksistensinya yang
tunggal. Jika kita tarik pemaknaan tauhid dalam ranah realitas ciptaan (makhluk), maka
tauhid berarti pengakuan akan pluralitas atas selain Dia (makhluk-Nya). Hanya Dia Yang
Tunggal, dan selain Dia adalah plural.Dengan demikian, pernyataan tauhid, pengesaan
Allah harus sejalan dengan penegasan pluralitas selain-Nya. Hanya Yang Esa saja yang
memiliki kebenaran dan kekuasaan mutlak, sedangkan yang plural pastilah memiliki
kebenaran dan kekuasaan yang relatif. Hal di atas sejalan dengan isyarat Allah dalam QS
Al Maidah /5:48 bahwa tujuan penciptaan realitas yang plural adalah agar manusia saling
berlombalomba untuk berjuang mewujudkan masyarakat utama. Hal ini berarti, bahwa
Islam tidak berupaya mengingkari dan melenyapkan atau memaksa “yang lain”(QS Al
Baqarah /2:256) karena Tuhan menciptakan perbedaan sebagai sarana untuk mendorong
berlomba dalam kebaikan diantara umat manusia.Melalui pribumisasi Islam, kita diajari
untuk menemukan keindahan Tuhan dalam pelbagai kepingan entitas yang tersebar di
alam ini. Tujuannya hanya untuk menegaskan keesaan Allah. Manusia dengan pelbagai
karakteristik dan ekspresi sosial-budayanya pada hakikatnya bersama-sama memainkan
fungsinya untuk menunjukkan keesaan Allah. Dengan kata lain, Tuhan hadirdalam setiap
yang maujud, Tuhan pun hadir dalam berbagai ekspresi budaya manusia
- Kepatuhan dan Penafsiran: Beragam pandangan teologis dan sekolah pemikiran dalam
Islam dapat menghasilkan variasi dalam interpretasi ajaran agama dan hukum Islam
(fiqh). Ini memengaruhi praktik-praktik keagamaan.
Sumber Filosofis:
pribumisasi Islam didasari oleh paradigma sufistik tentang substansi keberagamaan.
Dalam paradigma sufistik, agama memiliki dua wajah yaitu aspek esoteris (aspek dalam)
dan aspek eksoterik (aspek luar). Dalam tataran esoteris, semua agama adalah sama
karena ia berasal dari Tuhan Yang Tunggal. Dalam pandangan sufistik, bahkan dikatakan
semua yang maujud di alam ini pada hakikatnya berasal dari Tuhan Yang Maha
Esa.Perbedaan hanya tampak pada aspek eksoterik, yaitu unsur lahir dan amalan kasat
mata saja. Sejalan dengan pemahaman ini, maka substansi keagamaan adalah satu, cara
manusia dapat menyembah (tunduk, patuh, dan berserah diri)kepada Tuhan sebagai
kebenaran universal. Adapun ekspresi keberagamaan atau aksentuasi paham keagamaan
pasti berbeda-beda karena perbedaan kebutuhan dan tuntutan fisik dan materi yang
berbeda pula.
- Filosofi Keagamaan: Konsep-konsep filosofis dalam Islam, seperti tauhid (keesaan
Tuhan) dan akhlak (etika), dapat diinterpretasikan dan diimplementasikan secara
berbeda oleh individu atau kelompok, menghasilkan variasi dalam praktik keberagamaan.
- Pemikiran Moral: Pemikiran etika dan moral dalam Islam dapat diartikan dengan cara
yang berbeda-beda, mempengaruhi tindakan individu dan kelompok dalam kehidupan
sehari-hari.
Penting untuk diingat bahwa pribumisasi Islam bisa memiliki dampak positif, yaitu
mendorong kreativitas dalam praktik keagamaan dan memungkinkan Islam bersatu
dengan nilai-nilai lokal. Namun, juga mungkin ada risiko, seperti terjadinya
penyelewengan atau penyalahgunaan ajaran agama. Oleh karena itu, pemahaman yang
cermat dan saling pengertian antarumat beragama sangat penting untuk menjaga
harmoni dan kerukunan dalam masyarakat yang beragam.
Dalam semua contoh tersebut, urgensi pribumisasi Islam menghasilkan individu yang
menjalankan ajaran agama dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan komitmen.
Hal ini tidak hanya berdampak pada kehidupan individu, tetapi juga pada keluarga,
masyarakat, dan lingkungan di sekitarnya.
D.KONSEP DAN ARGUMENTASI
KEBERAGAMAN ISLAM
Bangsa Indonesia sangat memerlukan kerja kolaboratif dan koordinatif dari berbagai
komponen untuk menggalang semua potensi bangsa agar terjadi sebuah kerjasama yang
efektif dan produktif bagi pembumian Islam yang penuh rahmat.Namun, upaya-upaya
seperti itu sering kali terhambat oleh adanya potensi-potensi konflik yang sangat banyak
di negeri ini (agama, etnis, strata sosial, dan sebagainya). Salah satu potensi konflik yang
mungkin dapat menghalangi proses pembangunan dan modernisasi di Indonesia adalah
pemahaman agama.Seringkali ajaran agama, yang bernilai universal dan tidak memihak,
berubah menjadi sebuah pemahaman agama yang bersifat sektarian dan lokal. Seringkali
pula Tuhan yang Mahaluhur dan Mahamulia diseret oleh subjektivitas manusia untuk
membenarkan sikap sektarian tersebut. Teks suci agama pun tidak luput dari tangan-
tangan nakal manusia. Teks sengaja dipahami secara lepas dari konteks kebahasaan dan
sosio-psiko-historisnya agar dapat dijadikan alat untuk mengafirkan orang lain yang
berbeda pemahamannya.Selain itu,keberagaman dalam Islam adalah refleksi dari
keragaman manusia yang diciptakan oleh Allah. Konsep ini ditekankan dalam Al-Quran
di beberapa ayat yang menyatakan bahwa Allah menciptakan manusia dalam berbagai
suku, bangsa, dan bahasa agar mereka saling mengenal dan belajar satu sama lain.
Konsep keberagaman ini juga ditemukan dalam hadis-hadis Nabi Muhammad yang
menekankan pentingnya menghormati perbedaan dan bekerja sama dalam membangun
persatuan.
Secara historis, keberagaman dalam Islam dapat dilihat dari periode awal Islam di Mekah
dan Madinah, di mana Muslim berasal dari berbagai latar belakang suku dan budaya yang
berbeda. Meskipun perbedaan ini ada, Nabi Muhammad mendorong persatuan dan
solidaritas umat Islam, membuktikan bahwa keberagaman dapat memperkukuh
persatuan.
Dari segi sosiologis, keberagaman dalam Islam membawa konsep ukhuwah
(persaudaraan) yang kuat. Umat Islam di seluruh dunia merasa terhubung melalui iman
bersama dan tujuan bersama. Ini tercermin dalam berbagai praktik seperti haji, di mana
jutaan Muslim dari berbagai belahan dunia berkumpul sebagai satu umat untuk
menjalankan ibadah yang sama.
Dari perspektif teologis, Islam mengajarkan bahwa perbedaan dalam keyakinan dan
budaya merupakan bagian dari rencana Allah. Ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis Nabi
memberikan arahan tentang menghormati perbedaan, berdialog dengan akhlaq baik, dan
bekerja sama dalam hal-hal yang bermanfaat.