Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

INTERAKSI ISLAM DAN BUDAYA LOKAL

Di Susun Oleh:

1. Radja Al Qoiri Zamzani (2057201020)


2. Miftahur Rizky Suwandi (2057201077)
3. Selvi Oktaria Anggraini (2057201174)
4. Ulfayanti (2057201023)
5. Laila Mustika Sari (2057201081)
6. Aditya Surya Saputra (2049201012)

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI


UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA LAMPUNG

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh puji syukur kami haturkan kepada Allah


SWT serta shalawat dan salam kami haturkan ke baginda Nabi Agung Muhammad SAW. yang
kita nantikan syafaat nya kelak di yaumil kiamat.
Alhamdulillah kami sebagai penulis berterima kasih banyak kepada seluruh pihak yang
membantu dalam menyelesaikan makalah ini sebagai tugas mata kuliah Studi Islam Nusantara.
Serta kami berterimkasih kepada bapak Mahmudi, S.Pd.I., M.Pd.I. yang membimbing
kami dalam pemilihan materi interaksi islam dan budaya lokal.
Saya akhiri wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

30 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................……I
KATA PENGANTAR.....................................................................................................……II
DAFTAR ISI....................................................................................................................……III
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG...........................................................................................………1
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................………2
C. TUJUAN...............................................................................................................………2
BAB II PENDEKATAN STUDI ISLAM NORMATIVITAS DAN HISTORISITAS
A. NORMATIVITAS DAN HISTORISITAS...........................................................………3
B. PENGELOMPOKAN ISLAM NORMATIF DAN ISLAM HISTORIS..............………3
1.Aspek Normatif dan Historis........................................................................………5
2. Keterkaitan Normativitas dan Historisitas dalam Studi Keislaman............………6
BAB III INTERAKSI ISLAM DAN BUDAYA LAIN
A. PENGERTIANNYA.............................................................................................………7
B. PRINSIP ISLAM DALAM MEMANDANG SUATU BUDAYA.......................………7
BAB IV AKULTURASI ISLAM DENGAN BUDAYA DI INDONESIA
A. AKULTURASI ISLAM........................................................................................………9
B. DAMPAK AKULTURASI ISLAM DENGAN KEBUDAYAAN......................………9
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN………………………………………………………………………...11
B. SARAN.................................................................................................................…… 11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................……12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama dan kebudayaan adalah dua hal yang saling mempengaruhi, karena pada
keduanya terdapat nilai dan simbol. Agama mempengaruhi kebudayaan dalam
pembentukannya dan simbol yang melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan, sedangkan
kebudayaan dapat mempengaruhi sistem nilai dan simbol agama juga mengandung nilai
supaya manusia dapat hidup di dalamnya. Agama dalam perspektif ilmu-ilmu sosial adalah
sistem nilai yang memuat sejumlah konsepsi mengenai konstruksi realitas, berperan besar
dalam struktur tata normatif dan sosial, sedangkan budaya merupakan ekspresi cipta, karya,
dan karsa manusia (dalam masyarakat tertentu) yang mengandung nilai-nilai religiusitas,
filosofis, dan kearifan lokal (local wisdom).
Kehadiran islam ditengah masyarakat yang sebelumnya sudah memiliki nilai-nilai
budaya dan adat istiadat mengakibatkan terjadinya interaksi antar dua unsur budaya yang
berbeda, yaitu di satu sisi islam dan di sisi lain budaya lokal. Dalam proses interaksi tersebut,
islam dapat terakomodasi oleh nilai-nilai lokal. Pada sisi lain, islam yang datang di tengah
masyarakat yang telah memiliki sistem nilai berusaha mengakomodasi nilai-nilai lokal. Ini
merupakan ciri khas ajaran Islam, yakni bersifat akomodatif sekaligus reformatif terhadap
budaya maupun tradisi yang ada tanpa mengabaikan kemurnian Islam itu sendiri. Al Qur’an
sendiri menyatakan bahwa tradisi orang-orang terdahulu seringkali menjadi pijakan bagi
orang-orang atau generasi berikutnya, “(agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan
orang dahulu”.
Ayat tersebut tampaknya di satu sisi memberikan isyarat pentingnya tradisi, tetapi di sisi
lain kita tidak boleh terjebak pada sikap tradisionalisme. Interaksi Islam dengan budaya lokal
pada suatu masyarakat mengalami bentuk hubungan yang beragam. Kedatangan Islam
melalui dakwah tidak dilakukan dengan melangsungkan oposisi terhadap budaya lokal, tetapi
mewarnai tradisi dengan spirit Islam. Masyarakat bahkan memiliki caranya sendiri untuk
tetap menjaga agar budaya lokal tetap dilakukan dengan tanpa menciderai jiwa Islam,
sementara islam dijalankan dengan tetap menjaga harmoni tradisi masyarakat.

1
Dengan demikian interaksi Islam dan budaya lokal dimaksud sebagai akulturasi nilai-
nilai Islam yang terkandung dalam budaya lokal. Sebenarnya Islam lahir sebagai produk
lokal yang kemudian diuniversalisasikan dan ditransendensi sehingga kemudian menjadi
universal. Kemudian Islam dipersepsi oleh pemeluknya sesuai dengan pengalaman, problem,
kapasitas, intelektual, sistem budaya, dan segala keragaman masing-masing di dalam
komunitas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu normativitas dan historisitas dalam studi islam?
2. Apa saja interaksi islam dengan budaya lokal?
3. Bagaimana akulturasi islam dengan budaya di Indonesia?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pendekatan studi islam; normativitas dan historitas.
2. Mahasiswa dapat mengetahui interaksi islam dengan budaya lokal.
3. Mahasiswa bisa memahami akulturasi islam dengan budaya di Indonesia.

2
BAB II
PENDEKATAN STUDI ISLAM, NORMATIVITAS DAN HISTORISITAS

A. Pengertian Normativitas dan Historisitas


Kata normatif berasal dari bahasa Inggris norm yang berarti norma ajaran, ketentuan
tentang masalah yang baik dan buruk yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
Pada aspek normativitas, studi Islam agaknya masih banyak terbebani oleh misi keagamaan
yang bersifat memihak terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah keagamaan produk
sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, historis yaitu berkenaan dengan sejarah atau
ada hubunganya dengan masa lampau. Sedangkan historisitas yaitu segala sesuatu yang
berhubungan dengan sejarah dan kesejarahan.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadaminta mengatakan sejarah
adalah kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau peristiwa
penting yang benar-benar terjadi. Sedangkan dalam pengertian yang lebih komprehensif
suatu peristiwa sejarah perlu juga di lihat siapa yang melakukan peristiwa tersebut, dimana,
kapan, dan mengapa peristiwa tersebut terjadi.
Dari pengertian diatas yang dimaksud dengan sejarah Islam adalah peristiwa atau
kejadian yang sungguh-sungguh terjadi dan berkaitan dengan ajaran Islam, ada yang
berkaitan dengan sejarah proses pertumbuhan, perkembangan dan penyebarannya, tokoh-
tokoh yang melakukan pengembangan dan penyebaran agama Islam tersebut, sejarah
kemajuan dan kemunduran yang di capai umat Islam dalam berbagai bidang, seperti bidang
pengetauan agama dan umum, kebudayaan, arsitektur, politik, pemerintahan, peperangan,
pendidikan, ekonomi dan lain sebagainya.

B. Pengelompokan Islam Normatif dan Historis


Istilah yang hampir sama dengan Islam Normatif dan Islam Historis adalah Islam sebagai
wahyu dan Islam sebagai produk sejarah. Islam sebagai wahyu, yakni:

3
Artinya:
“Wahyu ilahi yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW. Untuk kebahagiaan
kehidupan dunia dan akhirat”.
Pengelompokkan Islam normatif dan Islam historis menurut Nasr Hamid Abu Zaid
mengelompokkan menjadi tiga wilayah (domain):
1. Wilayah teks asli Islam (the original text of Islam), yaitu Al-qur’an dan sunnah nabi
Muhammad yang otentik.
2. Pemikiran Islam merupakan ragam menafsirkan terhadap teks asli Islam (Al-qur’an dan
sunnah nabi Muhammad SAW). Dapat pula disebut hasil ijtihad terhadap teks asli islam,
seperti tafsir dan fikih. Secara rasional ijtihad dibenarkan, sebab ketentuan yang terdapat
di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah itu tidak semua terinci, bahkan sebagian masih bersifat
global yang membutuhkan penjabaran lebih lanjut. Karena itulah diperbolehkan
berijtihad, meski masih harus tetap bersandar kepada kedua sumber utamanya dan sejauh
dapat memenuhi persyaratan. Dalam kelompok ini dapat terdapat empat pokok cabang,
yaitu, hukum/fikih, teologi, filsafat, dan tasawuf. Hasil ijtihad dalam bidang hukum
muncul dalam bentuk: fikih, fatwa, yurisprudensi (kumpulan putusan hakim), dan
kodikfikkasi/unifikasi, yang muncul dalam bentuk Undang-Undang dan komplikasi.
3. Praktek yang dilakukan kaum muslim. Praktek ini muncul dalam berbagai macam dan
bentuk sesuai dengan latar belakang sosial (konteks). Contohnya:
(1) praktek sholat muslim di Pakistan yang tidak meletakkan tangan di dada.
(2) praktek duduk miring ketika tahiyat akhir bagi muslim Indonesia, sementara muslim
di tempat/ negara lain tidak melakukannya.
Sementara Abdullah Saeed menyebut tiga tingkatan pula, tetapi dengan formulasi yang
berbeda sebagai berikut:
- Tingkatan pertama, adalah nilai pokok/dasar/asas, kepercayaan, ideal dan institusi-
institusi.
- Tingkatan kedua adalah penafsiran terhadap nilai dasar tersebut, agar nilai-nilai dasar
tersebut dapat dilaksanakan/dipraktekkan.
- Tingkatan ketiga manifestasi atau pratek berdasarkan pada nilai-nilai dasar tersebut yang
berbeda antara satu negara dengan negara lain, bahkan antara satu wilayah dengan

4
wilayah lain. Perbedaan terjadi karena perbedaan penafsiran dan perbedaan konteks dan
budaya.
Pada dataran ini, Islam identik dengan nash wahyu atau teks yang ada dalam al-Qur’an
dan sunnah nabi Muhammad. Pada masa pewahyuannya memakan waktu kurang lebih 23
tahun. Sesuai dengan pendapat sejumlah ilmuwan (ulama) dapat dikelompokkan menjadi
dua, yakni:
1) Nash prinsip atau normatif-universal
merupakan prinsip-prinsip yang dalam aplikasinya sebagian telah diformatkan dalam
bentuk nash praktis di masa pewahyuan ketika nabi masih hidup.
2) Nash praktis-temporal
sebagian ilmuwan menyebutnya nash konstektual adalah nash yang turun (diwahyukan)
untuk menjawab secara langsung (respon) terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi
masyarakat muslim Arab ketika pewahyuan.
Dengan penjelasan di atas tadi dapat ditegaskan, syari’ah sebagai the original text
mempunyai karakter mutlak dan absolut, tidak berubah-ubah. Sementara fiqh sebagai hasil
pemahaman terhadap the original text mempunyai sifat nisbi/relatif/zanni, dapat berubah
sesuai dengan perubahan konteks.

C. Aspek Normatif dan Historis


Menurut Muhammad Arkoun, sejak abad 12 hingga abad 19, bahkan sampai sekarang
terjadi proses sakralisasi pemikiran keagamaan, sehingga tidak ada kekurangan, yang oleh
Fazlur Rahman disebut proses “ortodoksi” baik bagi Sunni maupun Syi’I, maka terjadi
proses pencampuran yang lekat antara aspek historis kekhalifahan yang normanya selalu
berubah. Sebenarnya keduanya dapat dibedakan, meski pun tidak dapat dipisahkan, karena
memiliki hubungan yang menyatu dalam satu kesatuan, tanpa berhenti pada suatu sisi yang
dihayati para pemeluk agama.
Dalam keragaman Islam, terdapat dua aspek bersama-sama, yakni aspek normatif,
wahyu, dan aspek historis kekhalifahan. Menurut para fuqaha’. Aspek normative adalah
aspek ibadah mahdah yang ditekankan pada aspek-aspek legalitas formalitas-eksternal,
sehingga kurang apresiatif terhadap dimensi esoteris. Sedang aspek historis baik yang
berkaitan dengan persoalan sosial, politik, budaya ekonomi, pendidikan, lingkungan hidup,

5
kemiskinan dan sebagainya dianggap termasuk ghairu mahdhah, sehingga dikategorikan
fardkifayah. Jika dalam kelompok ibadah mahdhah campur tangan akal pikiran tidak
diperbolehkan, maka kelompok fard kifayah inilah yang sebenarnya menumbuhkan wacana
intelektual yang kritis dan obyektif. Sebab, dalam wilayah fard kifayah ini terdapat
pergumulan dan wacana epistemologi keislaman yang berat, dan di sini pula membutuhkan
pendekatan empiris yang obyektif dan rasional.

D. Keterkaitan Normativitas dan Historisitas dalam Studi Keislaman


Dari perspektif filsafat ilmu, setiap ilmu, baik itu ilmu alam, humaniora, social, agama
atau ilmu-ilmu keIslaman, harus diformulasikan dan dibangun di atas teori-teori yang
berdasarkan pada kerangka metodologi yang jelas. Dalam hal-hal tertentu, ada beban
psikologis dan institusional yang terlibat dalam memperbesar dan memperluas domain, scope
dan metodologi ilmu-ilmu keIslaman karena persoalan itu. Sejak awal mula Fazlur Rahman
sendiri telah menempatkan Islam normative dalam kerangka kerjanya atau sebagai hard core
dalam kerangka kerja Lakatos, yang harus dilindungi dengan sifat-sifatnya yang mendorong
pada penemuan-penemuan dan penyelidikan-penyelidikan baru (positive heuristic). Hard
core atau Islam normative sama dengan apa yang telah ditetapkan sebagai objek studi agama
yang tepat dengan menggunakan pendekatan fenomenologis.
Bangunan baru ilmu-ilmu keIslaman, setelah diperkenalkan dan dihubungkan dengan
wacana filsafat ilmu dan sosiologi ilmu pengetahuan, lebih lanjut harus mempertimbangkan
penggunaan sebuah pendekatan dengan tiga dimensi untuk melihat fenomena agama Islam,
yakni pendekatan yang berunsur linguistic- historis, teologis-filosofis, dan sosiologis-
antropologis pada saat yang sama. Tentang apa dan bagaimana pendekatan tersebut sudah
banyak ditulis oleh para ahlinya. Dengan demikian, ilmu-ilmu keIslaman yang kritis,
sebagaimana yang dinyatakan oleh Fazlur Rahman dan Mohammed Arkoun beserta kolega-
kolega mereka yang memiliki keprihatinan yang sama, hanya dapat dibangun secara
sistematik dengan menggunakan model gerakan tiga pendekatan secara sirkuler. Masing-
masing pendekatan berinteraksi dan dihubungkan dengan yang lainnya. Tidak ada satu
pendekatan maupun disiplin yang dapat berdiri sendiri. Gerakan dinamis ini pada esensinya
adalah hermeneutik.

6
BAB III
INTERAKSI ISLAM DENGAN BUDAYA LAIN

A. Pengertian
Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat
dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri, karena kearifan lokal ini menjadi satu
kesatuan dengan masyarakat setempat. Kehadiran Islam ditengah masyarakat yang
sebelumnya sudah memiliki nilai-nilai budaya dan adat istiadat mengakibatkan terjadinya
interaksi antar dua unsur budaya yang berbeda, yaitu di satu sisi Islam dan di sisi lain budaya
lokal.
Ada beberapa keadaan yang menunjukkan bahwa Islam menginternalisasi budaya lokal
sekaligus menolaknya sebagai bentuk penyesuaian sekaligus mempertahankan tradisi-tradisi
yang baik:
1) Menerima dan mengembangkan budaya yang sesuai dengan prinsip ajaran Islam dan
bermanfaat pada kehidupan umat manusia. Seperti mengembangkan ilmu pengetahuan
yang berasal dari Yunani dan Persia kala itu.
2) Menolak tradisi dan unsur-unsur budaya yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Misalnya, kebiasaan-kebiasaan buruk minum khamar dan adanya keadaan di mana laki-
laki dapat menikahi sejumlah perempuan secara tidak terbatas. Untuk yang terakhir,
ajaran Islam hanya membatasi empat saja dan menganjurkan monogami jika tak mampu
berbuat adil.
3) Cara berpakaian. Sebelum era Islam, cadar dan hijab misalnya, seperti juga pakaian jubah
untuk laki-laki, sudah ada dan menjadi pakaian adat-istiadat masyarakat Arab. Islam lalu
mengakomodir adat berpakaian itu sebagai sesuatu yang bercirikan syar’iat, yakni aturan-
aturan teknis tentang bagaimana umat Islam menjalani agamanya. Batasan aurat, oleh
karenanya, menjadi salah satu ajaran penting dalam Islam yang harus dipatuhi.

7
B. Prinsip Islam dalam Memandang Suatu Budaya
Prinsip Islam dalam memandang suatu budaya yaitu tidak melanggar ketentuan syari'at,
mendatangkan mashlatan (kebaikan) dan tidak menimbulkan mafsadat (kerukunan), sesuai
dengan prinsip Al-Wala' (cinta yang hanya kepada Allah SWT dan apa yang dicintai-Nya)
dan Al-Bara' (Berlepasan diri dan membenci dan apa saja yang dibenci olh Allah SWT),
mencerminkan uhkuwah islamiyah, mencerminkan ahlak yang baik.
Dengan demikian, prinsip Islam didalam melakukan pemandangan akan sebuah budaya
seperti tidak melakukan pelanggaran akan berbagai macam bentuk ketentuan daripada hukum
halal hingga haram, melakukan pendatangan akan masalah dan memiliki prinsip daripada al-
Wala dan juga al-Bara.

8
BAB IV
AKULTURASI ISLAM DENGAN BUDAYA DI INDONESIA

A. Pengertian
Kata akulturasi berasal dari bahasa Inggris yaitu, acculturate yang artinya menyesuaikan
diri (dengan kultur kebudayaan baru atau kebiasaan asing). Akulturasi terjadi ketika ada
interaksi antara dua budaya atau lebih yang saling mempengaruhi, tanpa menghilangkan
tradisi lama. Sehingga terdapat suatu pola percampuran budaya penduduk pribumi dengan
kebudayaan Islam. 
Islam menyebar di Nusantara sejak periode XI-XII, mengikuti jalur perniagaan yang ada
pada saat itu. Namun, dakwah atau proses Islamisasi baru dimulai secara intensif sekitar
periode abad ke-XIV. Pendekatan yang dilakukan antara lain: Mengadakan pendekatan
politik, Menyelenggarakan pendidikan, Perkawinan, Tasawuf, dan Melalui akulturasi
kebudayaan.
Proses awal Islam berkembang di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari ajaran tasawuf
(sufisme), terutama di pulau Jawa. Puncak keberhasilan dakwah Islam ditandai dengan
berdirinya kerjaaan Demak. Kesuksesan dakwah Islam di pulau jawa merupakan upaya atau
perjuangan yang dilakukan oleh Wali Songo dengan sistem dakwah multikulturalnya.
Proses terjadinya akulturasi tersebut bisa berjalan secara bertahap karena para ulama dan
Wali di Nusantara menerapkan konsep Ushuliyah dengan cara berusuha mangolaborasi nilai-
nilai Islam dengan adat dan kebiasaan masyarakat yang ada sehingga tidak bertentangan
dengan Syariat Islam.

9
B. Dampak Akulturasi Islam dengan Kebudayaan
Akulturasi Islam dengan kebudayaan yang berkembang di Nusantara dengan dampak
atau hasil akulturasi antara lain sebagai berikut:
1. Bidang Politik
Kerajaan Islam seperti Samudra Pasai, Demak, Malaka, dan lain sebagainya. dipimpin
oleh seorang raja yang bergelar Sultan atau sunan, dimana raja tidak dianggap sebagai
titisan Dewa atau dipandang sebagaimana menurut keyakinan masyarakat pada masa
kerajaan Hindu-Budha sebagai manusia suci.
2. Bidang Sosial
Hasil akulturasi bidang sosial yaitu aturan kasta mulai pudar di masyarakat. Pemberian
nama untuk anak dan vokabuler percakapan sehari-hari mulai menggunakan bahasa Arab.
3. Bidang Pendidikan
Sebelumnya pesantren menjadi wadah atau tempat pendidikan dan belajar agama Hindhu.
Setelah masuknya Islam, mata pelajaran dan proses pendidikan pesantren berubah
menjadi pendidikan Islam.
4. Bidang Sastra dan Bahasa
Karya sastra yang berkembang pada masa kerajaan Islam diantaranya:
- Hikayat, cerita dongeng yang diangkat dari peristiwa sejarah. Contoh, Hikayat Amir
Hamzah.
- Babad, kisah pujangga keraton yang dianggap sebagai sejarah. Contoh, Babad Cirebon
dan Babad Tanah Jawi.
- Suluk, kitab yang berisi soal-soal tasawuf. Seperti, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang,
dan Suluk Sukarsa.
- Syair dan gurindam, sebagai contoh Syair Abdul Muluk dan Gurindam Dua Belas.
- Bidang Arsitektur, Bangunan Masjid berbentuk atap tumpang atau atap bersusun yang
jumlahnya tiga atau lima tingkat mirip dengan bentuk arsitektur Hindu, sebagai contoh
Masjid Demak dan Banten.

10
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dengan demikian, Agama dan kebudayaan terdapat nilai dan simbol. Agama
mempengaruhi kebudayaan dalam pembentukannya dan simbol yang melambangkan nilai
ketaatan kepada Tuhan, sedangkan kebudayaan dapat mempengaruhi sistem nilai dan simbol
agama juga mengandung nilai supaya manusia dapat hidup di dalamnya. Kebudayaan adalah
hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang
dimilikinya. Didalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat
istiadat. Karena perbedaan budaya, proses ini dapat menyebabkan pembentukan tradisi
agama-agama dunia dari jenis lokal tertentu yang tinggi. Kehadiran islam ditengah
masyarakat yang sebelumnya sudah memiliki nilai-nilai budaya dan adat istiadat
mengakibatkan terjadinya interaksi antar dua unsur budaya yang berbeda, yaitu di satu sisi
islam dan di sisi lain budaya lokal.

B. SARAN
Dalam makalah ini kami berusaha untuk menyajikan materi yang mudah di pahami dan
dari sumber yang jelas, kami sadar masih terdapat beberapa kekurangan dalam hal materi
maupun penulisan yang kami sampaikan. Harapanya setelah membaca tulisan ini, pembaca
dapat benar benar memahami tentang “Interaksi Islam dan buadaya lokal yang ada di
Indonesia”

11
Pembaca juga dapat mencari informasi melalui sumber yang telah kami tulis pada daftar
pustaka.

DAFTAR PUSTAKA

Akulturasi Islam terhadap Kebudayaan di Indonesia Halaman all - Kompasiana.com

Islam Nusantara: Relasi Islam dan Budaya Lokal | SHAHIH: Journal of Islamicate Multidisciplinary

(uinsaid.ac.id)

zaini ahmad: makalah normativitas dan historisitas studi islam (owrezain.blogspot.com)

Interaksi Islam Dengan Tradisi Dan Budaya (moderasiberagamaislam.blogspot.com)

12

Anda mungkin juga menyukai